DOSEN PEMBIMBING :
APT.THEODORA, M.FARM
DISUSUN OLEH :
ASHMA CHOIRUNNISA 19330135
KELAS A
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Memahami efek local dari berbagai obat/ senyawa kimia terhadap kulit dan membrane
mukosa berdasarkan cara kerja masing-masing; serta dapat diaplikasikan dalam
praktek dan dampaknya sebagai dasar keamanan penanganan bahan.
2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari
berbagai obat yang bekerja local.
3. Menyimpulkan persyaratan farmakologi untuk obat yang dipakai secara local.
Efek obat yang akan timbul pada membrane dan kulit mukosa tergantung pada
jumlah obat yang dapat diserap pada permukaan kulit dan membrane serta kelarutan
obat dalam lemak karena pada epidermis kulit merupakan sawar lemak. Pada kulit yang
terkelupas/ luka maka absorpsi jauh lebih mudah. Obat yang digunakan di sini dapat
memberikan efek menggugurkan bulu korosif. Fenol serta adstrigen obat tersebut obat
tersebut dapat memberikan efek local pada membrane dan kulit mukosa.
Fenol ( C6H5OH )
Fenol mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % C6H5OH
dihitung terhadap zat anhidrat dapat mengandung stabilisator yang sesuai. Fenol
merupakan suatu hablur bentuk jarum/ massa hablur, tidak berwarna/ putih/ merah
jambu, bau khas, mencair dengan penghangatan dan dengan penambahan 10 % air.
Mendidih pada lebih 182 0 C, uapnya mudah membakar pada konsentrasi 0,5 – 1 %
dalam larutan digunkan sebagai anestetik local. Larutan 5 % digunkan sebagai
desinfektan.
Veet cream
Komposisi : water, glearil alcohol, potassium, thioglikolate, calcium hidrixide, sodium
magnesium silicate, fragrance, PPG – 15, steryl ether, Mg trisilicate, titanium dioxide,
propylene glikol, capolymer, mineral oil, sweet almond oil, sodium glikonate, pigmen
red 5.
AgNO3
AgNO3 di samping bekerja bakterisid juga mempunyai sifat adstrigen dan korosif.
Larutan AgNO3 1 % digunakan untuk perlindungan terhadap blenorea pada bayi yang
baru lahir ( profilaksis Lrede ). Larutan AgNO3 P / batang AgNO3 digunakan sebagai
korosif. Lama kerja serta dalamnya penetrasi dibatasi oleh ion klorida jaringan, yang
dengan AgNO3 membentuk endapol mengandung tian AgCl. Garam peram
sulfonamide, sulfadiazine, sulfadiazine perak, Flamazine, terutama digunakan untuk
luka baker, senyawa perak protein asetilanat ( targesin ) dalam betuk tetes mata
berfungsi pada penanganan konjungtivitas.
Tanin
Tanin memberikan efek adstringen dimana dapat diserap melalui mukosa serta
memiliki sifat dapat menimbulkan presipitasi proten pada permukaan sel dengan daya
penetrasi yang sehingga hanya permeabilitas membrane sel yang dipengaruhi. Tanin
dapat menimbulkan nekrosis hati.
Etanol
Etanol mengandung tidak kurang dari 92.3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara
dengan tidak kurang dari 94,9% dan tidak lebih dari 96,0% v/v C6H5OH pd suhu
15,56o. Cairan mudah menguap, jernih dan tidak berwarna. Bau khas dan
menyebabkan seperti rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78o, mudah terbakar.
Glyserin
Glyserin mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih 101% C3H8O3. Cairan
jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah
(tajam/tidak enak), higroskopis, netral terhadap lakmus. Dapat bercampur bercampur
dengan air dan dengan etanol, tidak larut CHCl3 dalam eter, dalam minyak lemak dan
dalam minyak menguap.
Adstringen
Adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral atau asam lemah akan
membentuk endapan yang tidak larut, terasa kesat jika di berikan. Pada mukosa akan
bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan perapatan dan penciutan lapisan sel
terluar sel juga sekresi jaringan yang meradang akan dihambat. Jika selalu
adstrigensia, terutama garam logam yang bekerja adstrigensia digunakan dalam
konsentrasi terlalu tinggi, maka zat ini dapat menembus lapisan sel teratas dan juga
menyerang lapisan bawahnya.
Efek local obat terjadi akibat penggabungan langsung antara molekul obat dengan
reseptor, sehingga akan terobservasi timbulnya perubahan dari fungsi organ tergantung
pada daerah lokasi. Oleh karena itu, timbullah suatu efek obat. Adapun factor – factor
yang mempengaruhi efek local obat ini diketahui jika efek terapi telah diketahui dan
dicapai.
Mukosa yang tervaskularisasi baik, yaitu rongga mulut dan rongga tenggorokan (
rute local, sublingual ), memilliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang tidak
terionisasi lipofil.
Yang menguntungkan pada bentuk pemakaian ini ialah munculnya kerja yang
cepat, di samping tak ada kerja cairan pencernaan dari saluran cerna dan bahan obat tidak
harus melewati hati segera setelah diabsorpsi. Karena permukaan absorpsi yang relative
kecil, rute bukal/ sublingual hanya mungkin untuk senyawa yang dapat diabsorpsi
dengan mudah dan selain itu tidak mudah rasa tidak enak. Indikasi penting ialah
pengobatan serangan angina pectoris dengan nitrogliserol dalam kapsul kunyah/ sebagai
aerosol.
Pada pecobaan efek obat pada membrane mukosa ini digunakan berbagai reagen
yang dibuat seperti H2SO4(p), HCL (p), NAOH, Tanin, AgNO3, Fenol 5 % dalam
gliserin, Fenol 5 % dalam minyak lemak dan veet cream.
H2SO4 pekat
Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95,0 %, dan tidak lebih dari 98 % b/b
H2SO4. Asam sulfat merupakan suatu cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna,
bau sangat tajam dan korosif. Asam sulfat jika bercampur dengan air dapat
menimbulkan panas yang berlebih.
HCL pekat
Asam klorida merupakan cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang. Asam klorida mengandung tidak
kurang dari 36,5 % bdak b/b dan tidak lebih dari 38,0 % b/b HCL.
NaOH
NaOH merupakan suatu serpihan/ batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur, berwarna putih/ praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet. NaOH bersifat basa kuat dan korosif. NaOH mengandung tidak
kurang dar 95,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % alkali jumlah dihitung sebagai NaOH
mengandung Na2CO3 tidak lebih 30 %.
Bila dibiarkan di udara akan cepat menguap karbon dioksida dan lembab. Hati – hati
dalam pemakaian NaOH karma merusak jaringan dengan cepat.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
2. Korosif
Hewan coba : Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan, bobot tubuh 200-
300 g
Obat : - Larutan AgCl2 5%
- Larutan fenol 5%
- Larutan NaOH 10%
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan HCl pekat
- Larutan AgNO3 1%
- Kertas saring
Alat : Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop watch
Prosedur :
1. Siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan.
2. Ambil ususnya lalu dibuat enam potongan; masing-masing berukuran 4-5 cm.
3. Letakkan potongan usus tersebut di atas gelas arloji yang telah diberi alas kertas
saring.
4. Teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut hingga terendam.
5. Rendam selama 30 menit.
6. Setelah 30 menit, amati efek korosif/ kerusakan jaringan setelah pemberian obat
dengan bantuan batang pengaduk.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.
3. Astringen
Prosedur:
1. Mulut praktikan dibilas/ dikumur dengan larutan tannin 1%.
2. Rasakan jenis sensasi yang dialami di mulut.
3. Catat dan tabelkan pengamatan.
1. Menggugurkan Bulu
Dalam suatu praktikum farmakologi selama 30 menit diperoleh data efek
menggugurkan bulu seperti tabel di bawah ini.
2. Korosif
Dalam suatu praktikum farmakologi setelah 30 menit pengamatan diperoleh data efek
korosif seperti tabel di bawah ini.
Kesimpulan
Efek lokal obat dapat diketahui melalui sifat dan penggunaannya seperti dengan zat yang
dapat menggugurkan bulu, korosif dan dengan efek lokal fenol. Dengan zat yang dapat
menggugurkan bulu didapat ketiga bahan obat yang digunakan memiliki efek gugur bulu
dengan waktu yang berbeda – beda. Untuk korosif menjelaskan menjelaskan bahwa semua
bahan obat yang digunakan memiliki sifar korosif terhadap usus tikus. Untuk larutan fenol
dilakukan dua percobaan yaitu larutan fenol dengan air memberikan efek dingin sedangkan
larutan fenol dengan alkohol memberikan efek dingin dan tebal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2020. Penuntun Praktikum
Farmakologi.
2. Mardjono,Mahar.(1995).Farmakologi dan Terapi Edisi 4,Jakarta,Gaya Baru.
3. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta
4. Mutschler E., Dinamika obat, Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi, ITB : Bandung
5. Katzung.G.Bertram, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. 2002
6. Anonym. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi dan Anastesi lokal. Universitas
Muslim Indonesia.