Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


SISTEM LOKOMOTORIUS

Oleh:

Marselina Nedja
201FF04025

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG


FAKULTAS FARMASI
PRODI SARJANA FARMASI
2020
MODUL 3.
SISTEM LOKOMOTORIUS

I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Menyebutkan komponen matriks tulang beserta karakteristik dan fungsinya
b. Menyebutkan karakteristik otot skelet
c. Menyebutkan faktor faktor yang dapat mempengaruhi kerja otot skelet
d. Menjelaskan mekanisme kontraksi otot skelet
II. PRINSIP KERJA
Berdasarkan mekanisme fisiologis tulang dan otot
III. PENDAHULUAN/ DASAR TEORI
Sistem lokomotorius adalah sistem yang dapat menggerakan tubuh. Sistem ini terdiri dari
sistem skelet dan sistem otot. Sistem skelet meliputi semua tulang termasuk tulang rawan. Sistem
otot merupakan sistem penggerak yang terdiri dari otot skelet, otot polos dan otot jantung.
Tulang adalah penopang tubuh vertebrata. Tanpa tulang, pasti tubuh kita tidak bisa tegak
berdiri. Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan, berlangsung terus sampai dekade
kedua dalam susunan yang teratur. Pertumbuhan tulang selengkapnya terbentuk pada umur lebih
kurang 30 tahun. Setelah itu ada juga perubahan yang disebut remodelling. Tulang merupakan
reservoir terbesar dari kalsium dan phosphate. 99% kalsium terdapat di tulang (1000 gram) dari
jumlah kalsium tubuh, sedangkan phosphate dalam tulang mencapai 90% dari phosphate dalam
tubuh. Dari segi bentuk, tulang dapat dibagi menjadi tulang pipa seperti tulang hasta dan tibia,
tulang pipih seperti tulang rusuk, tulang dada, dan tulang pendek tulang-tulang telapak tangan,
pergelangan tangan.Menurut letaknya tulang dibagi dua, yaitu Tengkorak (bagian kepala), dan
rangka badan.
Pada umumnya Struktur tulang tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari
material yang sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-lapisan
berikut ini:
a. Periosteum.
Pada lapisan pertama terdapat periosteum. Periosteum merupakan selaput luar tulang
yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang),
jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-
otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan
dan reparasi tulang rusak.
b. Tulang Kompak (Compact Bone).
Pada lapisan kedua terdapat tulang kompak. Tulang ini teksturnya halus dan sangat
kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur
(kalsium fosfat dan kalsium karbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.
Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan
dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih
banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak
ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone).
Pada lapisan ketiga terdapat tulang spongiosa. Sesuai dengan namanya tulang
spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang
dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang
yang disebut trabekula.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow).
Lapisan terakhir yang paling dalam terdapat sumsum tulang. Sumsum tulang
wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang
spongiosa seperti yang telah dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang
berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah.
Otot adalah jaringan pada manusia dan hewan yang memiliki fungsi sebagai alat
gerak aktif yang menggerakan tulang. Otot juga mempunyai jenis jenisnya sebagi
berikut :
a. Otot lurik (Otot Rangka)
Otot lurik disebut juga otot rangka atau otot serat lintang. Otot ini bekerja di bawah
kesadaran. Padaototlurik, fibril fibrilnya mempunvai jalur-jalur melintang gelap
anisotrop) dan terang (isotrop) yang tersusunberselang-selang. Sel-selnya berbentuk
silindris dan mempunvai banvak inti. Otot rangka dapat berkontraksi dengan cepat
dan mempunyai periode istirahat berkali - kali. Otot rangkai memiliki kumpulan
serabut yang dibungkus oleh fasia super fasialis. Uratotot (tendon) tersusun dari
jaringan ikat dan bersifat keras serta liat.
b. Otot Polos
Otot polos disebut juga otot taksadar atau otot alat dalam (ototviseral). Otot polos
tersusun dari sel – sel yang berbentuk kumparan halus. Masing-masing sel memiliki
satu inti yang letaknya ditengah. Kontraksi otot polos tidak menurut kehendak, tetapi
dipersarafi oleh saraf otonom. Otot polos terdapat pada alat-alat dalam tubuh,
misalnya pada :
1) Dinding saluran pencernaan
2) Saluran-saluran pernapasan
3) Pembuluh darah
4) Saluran kencing dan kelamin
c. Otot Jantung
Otot jantung mempunyai struktur yang sama dengan otot lurik hanya saja
serabut-serabutnya bercabang-cabang dan saling beranyaman serta
dipersarafi oleh saraf otonom. Letak intisel di tengah. Dengan demikian,
otot jantung disebut juga otot lurik yang bekerja tidak menurut kehendak.
IV. ALAT DAN BAHAN

ALAT BAHAN
Gelas piala Tulang ayam
Benang Kasur NaCl 0,9%
Asam asetat 10%,
Plastik Krep
20% dan 25%

V. PROSEDUR KERJA
a. Fisiologi Tulang

Tulang paha ayam dibersihkan

Gelas kimia Gelas kimia Gelas kimia Gelas kimia


isi NaCl isi Asam isi Asam isi Asam
0,9% + 1 asetat 5% + asetat 10% asetat 25%
paha ayam 1 paha ayam + 1 paha + 1 paha
ayam ayam

Ke-empat gelas kimia ditutup


dengan plastik hitam dan disimpan
dalam lemari asam

Dibiarkan selama 6 hari → hari ke-


7 lakukan pengamatan terhadap
tulang, apakah mengalami
perubahan
b. Fisiologi otot skelet
1) Kontraksi isomerik dan isotonik

Tangan diletakan pada meja dalam keadaan rilex, telapak tangan


menghadap ke atas

Sebuah buku ditempatkan diatas telapak tangan, kemudian buat


masing-masing untuk mengangkat buku tersebut

Diamati permukaan anterior lengan atas selama melakukan demikian

Dijelaskan tipe kontraksi yang terjadi, apakah kontraksi isometri atau


isotonik

Diletakan lengan bawah sekali lagi dengan rilex pada meja dengan
telapak tangan menghadap ke atas

Beberapa buku ditempatkan di atas telapak tangan/beban lain yang


sama beratnya sehingga tidak mungkin terangkat

Diamati apakah ada pemendekan dari biceps branchii

2) Kontraksi otot gastrocnemius katak


a) cara mengisolasi otot gastrocnemius katak

Korbankan seekor katak

Digunting kulit dari bagian pinggul

Seluruh kakinya dikuliti dengan menariknya


dengan pinset atau jari tangan dengan cepat
b) pengaruh beban terhadap kerja otot

Ditempatkan suatu wadah berbeban menggantung pada tangkai


pengumpil. Kimograf dalam keadaan diam.

Berikan stimulus tunggal maksimum pada otot. Dilihat gambaran


yang terjadi

Ditempatkan beban 10 g pada wadah. Putar kimograf dengan


tangan. Berikan stimulus maksimal lagi

Ditambahkan beban setiap kali 10 g sampai 100 g atau sampai tak


terjadi respon

Diamati gambaran yang terjadi. Diukur tinggi kontraksi yang


terjaddi pada saat setiap penambahan beban, kemudian lengkapi
pada tabel

Beban (g) Tinggi kontraksi (cm) Usaha (dyne)


10
20
30
Dst.

c) Pengaruh suhu terhadap kontraksi otot

Suatu preparat otot gastrocneminius terisolasi lain direndam


dalam larutan ringer yang didinginkan

Diangkat preparat sesudah beberapa lama, kemudian pasangkan


pada kelm dan pengumpil

Pertahankan kelembapan dan suhu rendah dengan membasahinya


dengan larutun ringer dingin

Berikan stimulus tunggal, yang dicatat pada kimograf


berkecepatan tinggi
Berikan stimulus tunggal, yang dicatat pada kimograf
berkecepatan tinggi

Basahi otot dengan larutan ringer hangat (±300C)

Setelah 3-5 menit penghangatan, berikan lagi stimulus dan catat


kontraksinya pada kimograf

d) Bandingkan kedua jenis gambaran yang diperoleh

Dipasang kimograf dengan kecepatan rendah

Dipasang kimograf dengan kecepatan rendah

Berikan 6-8 kali stimulus pada otot dengan kecepatan stimulasi 2-


3 stimulus/detik, diamati gambaran yang terjadi

Dipindahkan jarum penulis pada bagian lain kimograf (dengan


memutar menggunakan tangan), kemudian pasangkan kimograf
pada kecepatam dsedang dan stimulator pada stimulasi maksimal

Berikan stimulus dengan kecepatan meningkat: mulai dari 1


stimulasi/detik, meningkat mejadi 2,3,4,5,6,7,10 dan 20
stimulasi/detik

Berrikan stimulus terus menerus sampai terjadi keletihan otot dan


amati gambaran yang terjadi
VI. HASIL PENGAMATAN
Hari NaCl 0,9% Asam asetat Asam asetat Asam asetat
ke- 10% 20% 25%
0 warna: warna: warna: warna:
putih tulang putih tulang putih tulang putih tulang
kekerasan: kekerasan: kekerasan: kekerasan:
keras keras keras keras
kelenturan: kelenturan: kelenturan: kelenturan:
tidak lentur tidak lentur tidak lentur tidak lentur
bau: bau: bau: bau:
khas tulang/amis khas tulang/amis khas tulang/amis khas tulang/amis

7 warna: warna: warna: warna:


gelap (+) gelap (+++) gelap(+++) gelap (+++)
kekerasan: kekerasan: kekerasan: kekerasan:
(+++) (-) (-) (-)
kelenturan: kelenturan: kelenturan: kelenturan:
(-) (++) (+++) (+++)
bau: bau: bau: bau:
(++) (-) (-) (-)

Keterangan:

- : jika tidak ada reaksi

+ : untuk reaksi lemah

++ : untuk reaksi sedang

+++ : untuk reaksi kuat

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu fisiologi tulang, dilakukan pengamatan terhadap
pengaruh NaCl dan Asam asetat pada tulang. Tulang yang digunakan adalah tulang paha
ayam yang sebelumnya sudah dibersihkan dari daging. Tulang paha ayam tersebut
kemudian dimasukkan dalam empat gelas kimia yang berisi NaCl 0,9%, Asam asetat 5%,
Asam asetat 10% dan Asam asetat 25%. Masing-masing 1 tulang dalam setiap gelas,
direndam selama 6 hari dan dilakukan pengamatan pada hari ke-7. Sebelum dimasukkan
dalam larutan NaCl dan Asam asetat sebelumnnya tulang paha ayam dilakukan uji
organoleptis dimana sebelum perendaman tulang paha ayam berwarna putih tulang, keras,
tidak lentur, bau khas tulang atau amis.
Pengamatan hari ke-7 pada tulang paha ayam dengan NaCl 0,9% didapatkan warna
tulang menjadi agak gelap disebabkan karena pigmen warna tulang terangkat karena
terlalu lamanya direndam. Untuk kekerasan pada tulang masih tetap kuat/keras, ini
menunjukan bahwa NaCl tidak memberikan reaksi yang terlalu besar dalam
menghilangkan kalsium pada tulang. Kelenturan pada tulang tidak menunjukan adanya
reaksi, tulang tidak menunjukan adanya kelenturan ini disebabkan karena mineral pada
tulang tidak terlarut dalam NaCl. Untuk bau masih amis reaksi sedang karena NaCl tidak
terlalu mempengaruhi bau tulang ayam.
Pengamatan hari ke-7 pada tulang paha ayam yang direndam dalam Asam asetat 10
%, 20% dan 25% menunjukan semuanya memberikan reaksi kuat pada warna menjadi
lebih gelap ini bisa disebabkan oleh konsentrasi asam yang berpengaruh mampu
melarutkan warna dari tulang. Pada kekerasan tulang pada semua konsentrasi asam asetat
tulang menjadi lunak dengan tidak adanya reaksi pada kekerasan. Hal ini disebabkan
karena fungsi dari asam adalah untuk melarutkan kalsium fosfat dan mineral lain,
sehingga akhirnya yang tersisa hanya kolagen dan zat – zat organic lain sehingga tulang
tidak lagi kuat dan keras. Kelenturan, pada tulang yang direndam dengan asam asetat
10% memberikan reaksi sedang dan pada asam asetat 20% dan 25% memberikan reaksi
kuat ini menunjukan bahwa benar asam mampu melarutkan kalsium dalam tulang dan
akhirnya komposisi kalsium dalam tulang menurun. Tulang yang awalnya tidak lentur
setelah direndam dalam asam asetat menjadi sangat lentur. Untuk bau pada tulang yang
direndam dalam asam asetat, tulang yang awalnya bau amis tidak lagi berbau, ini
menunjukan asam asetat mampu menghilangkan bau amis pada tulang.
VIII. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa: NaCl tidak terlalu besar dalam
menghilangkan kalsium seperti halnya asam asetat, sehingga yang terlihat tulang masih tetap
segar dan kuat dan Asam asetat bersifat korosif yang akan membuat tulang menjadi keropos,
Semakin besar konsentrasi asam asetat semakin rapuh tulangnya.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Gunstream, S, E., et al., 1989, Anatomy and Physiology Laboratori Textbook, Wm C
Brown Publisher, Dubuque.
Gunstream S, E., 2015, Anatomy and Physiology with Integrated Study 6th Edition,
McGraw-Hill Education, New York.
Kurnadi, Kemal Adyana. 2001, Anatomi Fisiologi Manusia. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Martini, FH, Nath, JL, Bartholomew, EF., 2012, Fundamentals of Anatomy and
Physiology, 9th Edition, Pearson Education Inc., London
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Rugh, R., 1990, The Mouse, its Reproduction and Development, Oxford University Press,
Oxford.

Anda mungkin juga menyukai