Oleh
Latifatu Choirunisa
Cahya Kusumawardani
Ngurah Agung Reza Satria Nugraha Putra
Khrisnayu Indraswari
Fakultas Kedokteran
Universitas Jember
2015
Pendahuluan
NIM 132010101013
NIM 132010101030
NIM 132010101031
NIM 132010101041
Secara
umum
dapat
dikatakan
bahwa
sistem
simpatis
dan
parasimpatis
memperlihatkan fungsi antagonis. Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka yang lain
memacu fungsi tersebut. Contoh midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis dan
miosis dibawah pengaruh parasimpatis.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan mengenai efek midriasis dan
miosis yang di dapat dari dua obat yaitu Tropicamide dan Pilocarpin. Tropicamide termasuk
obat midriatik-sikloplegik, sedangkan Pilocarpin termasuk obat miotik. Midriatik merupakan
golongan obat yang dapat memengaruhi dilatasi pupil bola mata sehingga ukuran pupil akan
membesar (midriasis) dan melemahkan otot siliaris sehingga memungkinkan mata untuk
fokus pada obyek yang dekat (sikloplegik). Miotik merupakan golongan obat yang
menyebabkan pupil mengecil (miosis) akibat kontraksis dari otot mata.
Tropicamide dan Pilocarpin memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Tropicamide
bekerja setelah diabsorbsi vaskuler lokal mata, kemudian masuk ke dalam otot sirkuler badan
siliar dan iris sphincter muscle. Tropicamide mengandung senyawa yang berfungsi sebagai
blokade reseptor ( DAG untuk menghambat cAMP, IP3 untuk menghambat Ca 2+ agar tidak
keluar). Akibat blokade reseptor ini mengakibatkan gagalnya asetilkolin untuk berikatan
dengan M4 sehingga AP tidak terjadi dan RS tidak terangsang. Oleh sebab itu tidak ada
perlekatan antara aktin-miosin maka terjadilah midriasis dan sikloplegik. Sedangkan
Pilocarpin bekerja setelah berikatan dengan reseptor nikotinik. Setelah berikatan akan terjadi
reaksi second messenger oleh protein G, DAG dan IP3. Akibat terjadinya reaksi tersebut,
vesikel-vesikel yang berisi asetilkolin akan pecah, asetilkolin keluar dan berikatan dengan
reseptor muskarinik. Terjadilah potensial aksi, Ca 2+ akan dikeluarkan dan akan berikatan
dengan actin filamen lalu terikat ke filamen miosin. Terjadilah miosis mata.
Pilocarpin termasuk golongan obat agonis muskarinik (agonis kolinergik yang
sifatnya menyerupai asetilkolin) yang dapat menurunkan kontraksi otot siliaris dan tekanan
bola mata dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata. Sehingga obat ini seering
digunakan untuk pengobatan glaukoma, dimana sistem saluran tidak efektif karena kontraksi
kejang
pada otot siliaris. Sedangkan obat midriatikum yang termasuk golongan obat
simpatomimetik dan antimuskarinik. Percobaan ini bertujuan untuk melihat efek antagonis
dari obat dan melihat efek obat terhadap sistem saraf simpatis terutama pada mata.
II.
Penggaris (1)
Pipet tetes (1)
Lampu senter (1)
Tropamid (1)
Pilocarpine (1)
Tikus (1)
Langkah kerja:
1. Tiap kelompok mahasiswa bekerja dengan satu tikus. Catat diameter pupil mata
tikus kanan maupun kiri
2. Tetesi mata kanan dengan 2 tetes pilocarpine, 5 menit kemudian bandingkan mata
kanan dan mata kiri
3. Kemudian mata kiri ditetesi dengan 2 tetes tropicamide dan 15-20 kemudian
bandingkan antara mata kanan dan mata kri
4. Buat data tabulasi ukuran diameter pupil mata yang ditetesi dengan masingmasing obat, dan buat kesimpulan
III.
Hasil kerja:
Perlakuan
Normal
Pilocarpine
Tropicamide
Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan mengenai midriatik dan
miotik. Pada percobaan ini, bertujuan untuk dapat melihat efek antagonis dari obat. Miotik
adalah golongan obat yang dapat mempengaruhi kontraksi pupil mata sehingga ukuran pupil
bola mata dapat mengecil (miosis). Midriatik merupakan golongan obat yang dapat
mempengaruhi dilatasi pupil bola mata sehingga ukuran pupil bola mata akan membesar
(midriasis). Untuk melihat efek ini maka praktikan menggunakan dua macam obat yaitu
tropicamide (efek midriasis) dan pilokarpin (efek miosis) dan hewan yang digunakan yaitu
tikus.
Langkah pertama dalam percobaan ini yaitu menentukan letak pupil bola mata tikus
terhadap cahaya gelap dan terhadap cahaya terang dengan menggunakan senter sebagai
sumber sinar. Hal ini bertujuan untuk melihat respon normal yang dimiliki oleh tikus.
Kemudian pupil hewan uji diukur dengan menggunakan penggaris. Catat dan bandingkan
ukuran pupil pada saat sebelum diberi cahaya dan setelah diberi cahaya.
Setelah diamati keadaan pupil awal, lalu teteskan larutan obat pilocarpin HCl
sebanyak 2 tetes diteteskan ke cairan konjungtival pada mata kanan tikus, dengan memegang
matanya supaya terbuka dan ditunggu selama 5 menit.. Setelah itu diamati reaksi yang terjadi
pada pupil mata tikus tadi, dengan cara dibandingkan keadaan pupil awal sebelum ditetesi
dengan setelah di tetesi dengan cairan obat. Pada kelompok kami didapatkan hasil
pengamatan pupil mata tikus mengecil setelah pemberian larutan pilokarpin yaitu 0,1 cm
yang awalnya sebesar 0,2 cm. Hal ini adalah sesuai dengan teori, karena kerja pilokarpin
sebagai obat golongan agonis muskarinik (agonis kolinergik yang sifatnya menyerupai
asetilkolin), yang dapat menurunkan kontraksi otot siliaris dan tekanan intraokuler bola mata.
Kemudian setelah pilokarpin bereaksi, teteskan larutan obat tropicamide sebanyak 2
tetes yang diteteskan pada cairan konjungtival di mata kiri tikus dengan cara yang sama
seperti dilakukan diatas dan ditunggu selama 10-15 menit. Lalu diamati perubahan yang
terjadi pada pupil mata tikus dengan bantuan senter. Pemberian tropicamide secara tetes mata
pada tikus akan menghasilkan efek midriasis (membesarnya diameter pupil mata) bila diukur
dengan penggaris, serta penurunan refleks mata terhadap cahaya. Setelah di ukur, pada
kelompok kami di dapatkan hasil pengamatan pupil mata tikus membesar menjadi 0,4cm
yang awalnya ukuran pupil pada mata kiri sebesar 0,2 cm . Hal ini sesuai dengan teori bahwa
kerja tropicamide adalah menyekat semua aktivitas kolinergik mata.
Pilokarpin(miotikum) merupakan senyawa kolinergik yang
berguna
untuk
menurunkan tekanan intraokular yang menyebabkan tekanan darah di mata menjadi turun.
Obat ini menyebabkan miosis dengan cara membuat otos siliaris berkontraksi sehingga
mengangkat iris menjauh dari sudut filtrasi dan jalur cairan terbuka memudahkan keluarnya
aqueous humor. Obat miotikum
glaukoma bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih
lanjut pada penglihatan. Obat miotikum bekerja dengan cara membuka sistem saluran di
dalam mata, dimana sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di
dalam mata yang dikenal dengan otot siliari. Pilokarpin bekerja sebagai reseptor agonis
muskarinik pada sistem saraf parasimpatik.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pada praktikum dapat disimpulkan bahwa obat midriatikum
dan miotikum untuk penyakit mata memang sesuai dengan teori yang sudah ada sebelumnya.
Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata, digunakan
untuk siklopegia dengan melemahkan otot siliaris sehingga memungkinkan mata untuk fokus
pada obyek yang dekat. Obat midriatikum termasuk dari golongan obat simpatomimetik dan
antimuskarinik. Sedangkan obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis dengan
cara membuat otos siliaris berkontraksi sehingga mengangkat iris menjauh dari sudut filtrasi
dan jalur cairan terbuka memudahkan keluarnya aqueous humor.
Daftar Pustaka
Ilyas, S., Yulianti S. R.,. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Badan Penerbit FK UI:
Jakarta.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Badan Penerbit FK UI: Jakarta.