A. PRAFORMULASI
I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT
a. Dekstrosa
Dextrosa merupakan senyawa yang siap dimetabolisme di dalam tubuh.
Senyawa ini meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrosa akan menurun apabila terjadi
penurunan jumlah protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga dapat memicu
pembentukan glikogen. Dextrosa merupakan senyawa monosakarida yang sangat
cepat diserap dalam usus halus dengan mekanisme difusi aktif. Dextrosa juga
disimpan sebagai glikogen pada hati dan otot. Metabolisme dextrosa akan
menghasilkan CO2, air dan sumber energi (Reynolds, 1982)..
• Indikasi a. Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang
mengalami dehidrasi. b. Sebagai terapi pada pasien hipoglikemi yang
membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara
menyimpan dekstrosa yang ada sebagai cadangan gula dalam darah. (McEvoy,
2002)
• Efek Samping 1. Poliuria: peningkatan jumlah urin, yang disebabkan karena
gula yang ada menyerap air dengan kuat dalam tubuh. 2. Nyeri setempat: hal ini
disebabkan karena konsentrasi sediaan yang terlalu tinggi, biasanya diberikan pada
pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral dengan konsentrasi dekstrosa yang
tinggi. 3. Hiperglikemia: terjadi peningkatan kadar gula dalam darah dan
glukosuria. (McEvoy, 2002)
• Kontraindikasi Pada pasien hiperglikemi (diabetes), pasien gangguan ginjal,
gangguan absorpsi glukosa-galaktosa, sepsis akut (McEvoy, 2002).
b. NaCl
Larutan sodium klorida dan glukosa diindikasikan saat terdapat kombinasi
kekurangan air dan sodium campuran 1:1 sodium klorida isotonis dan 5 % glukosa
memungkinkan air (bebas sodium) memasuki sel yang dehidrasi sedangkan garam
sodium dengan air ditentukan oleh Na plasma normal ekstraseluler.
Indikasi Sodium klorida digunakan dalam pengaturan defisiensi ion
sodium dan klorida dalam kondisi kehilangan garam. Larutan sodium klorida
digunakan sebagai sumber sodium klorida dan air untuk hidrasi.
Konraindikasi Garam sodium harus diberikan dengan perhatian pada
pasien hipertensi, gagal jantung, oedema peripheral atau pulmonal, gagal
ginjal, pre-eclampsia atau kondisi lain yang berubungan dengan retensi sodium.
Sodium klorida tidak boleh diberikan untuk menginduksi emesis, hal ini
berbahaya dan kematian dari hipernatremia telah dilaporkan.
Efek samping Menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit dari
kelebihan sodium. Retensi kelebihan sodium dalam tubuh biasaya muncul saat
ada retensi sodium renal yang kurang baik. Hal ini berakibat akumulasi cairan
ekstraseluler untuk mempertahankan osmolalitas plasma normal, yang dapat
menghasilkan oedema pulmonal dan peripheral dan efek-efeknya yang lain.
(Martindale, 36th Ed)
II.TINJAUAN SIFAT FISIKOKIMIA BAHAN OBAT
a.Dekstrosa
1. Struktur dan Berat Molekul
Dekstrosa monohidrat Dekstrosa anhidrat
BM = 58,44 g/mol
2. Kelarutan
Sedikit larut dalam etanol, arut 1:10 dalam gliserin, larut 1:250 dalam etanol
95%, larut 1:2,8 dalam air dan 1:2,6 pada suhu 100°C (HPE 6th ed, p.639)
3. Stabilitas
Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan
partikel dari tipe gelas.
4. Titik Lebur
800,7°C
5. Inkompatibilitas
Natrium klorida bersifat korosif pada logam. Bereaksi membentuk endapan
dengan perak, garam merkuri.
C. PEMBUATAN SEDIAAN
I. PERHITUNGAN BAHAN
1. Perhitungan Volume dan Jumlah Sediaan
Volume sediaan = 500 ml + 2 % = 510 ml
Sediaan yang dibuat = 10.000 L/510 ml = 19.607 sediaan
2. Perhitungan Jumlah Zat
Dekstrosa = 2,5 % = 2,5 g/ 100 ml = 12,5 g + (5 %) = 13,125 g/510 ml
Karbon aktif = 0,015 % = 0,015 g/100 ml = 75 mg/500 ml
3. Perhitungan Tonisitas
Penurunan t.b. 1% NaCl 0,576°C
Penurunan t.b 1% Dekstrosa 0,1°C
Rumus :
W = (0,52 - a) / b
W = (0,52 - (2,5 x 0,1)) / 0,576
W = 0,47 % NaCl ≈ 0,5 %NaCl = 0,5 gram /100 ml=2,5 g /500 ml
4. Penimbangan Bahan
Dekstrosa = 13,125 g × 19.607 sediaan = 257,34 kg = 258 kg
NaCl = 2,5 g × 19.607 sediaan = 49, 07 kg = 50 kg
Karbon aktif = 75 mg × 19.607 sediaan = 1,471 kg = 1,50 kg
Water For Injection ad 10.000 L
Prosedur :
1. Menyalakan pH meter
2. Mencuci elektrode dan mengeringkannya
3. Masukkan elektrode pada larutan standar pH 7, tekan tombol “Autoread”
dan “Enter”
4. Mencatat pH dan suhu yang tertera pada alat
5. Elektrode dibilas dengan aquadest lalu dikeringkan dengan tisu
6. Batang electrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan diukur
pHnya
7. Menekan tombol autoread lalu enter
8. Tunggu angka sampai berhenti
9. Catat pH dan suhu yang tertera
10. Elektrode dicuci dengan aquadest dan masukkan pada KCl
3. Uji Bahan Partikulat
Tujuan :Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu
dalam sediaan injeksi.
Metode:
Uji ukuran partikel secara hamburan cahaya
Uji ukuran partikel secara mikroskopik
Keterangan:
Larutan injeksi mula-mula diuji dengan metode penghamburan cahaya. Jika
tidak memenuhi batas yang ditetapkan, larutan uji harus memenuhi
prosedur mikroskopik dengan batas-batas tersendiri. Jika larutan uji, karena
alasan teknis tidak dapat diuji secara penghamburan cahaya, maka dapat
dilakukan dengan pengujian mikroskopik saja.
Metode mikroskopik
1. Mencampur unit-unit yang akan diuji dengan cara membalikkan sebanyak
20 kali
2. Membuka unit-unit untuk tersebut dengan cara menghasilkan sesedikit
mungkin partikel yang berasal dari lingkungan
3. Membuka dan menggabung isi 10 unit atau lebih di dalam wadah yang
bersih
4. Memindahkan seluruh volume gabungan larutan atau unit tunggal ke
dalam corong penyaring dan vakum
Keterangan: Corong penyaring sesuai volume pengujian dengan diameter
minimum ± 21 mm. Corong penyaring yang dilengkapi vakum mampu
menyalurkan pelarut yang tersaring dengan ukuran tertahan1,2µm atau
lebih kecil pada rentang 10-80 psi dan penyaring membrane (25 atau 47 mm
berpetak-petak atau tidak dengan porositas 1,0 µm atau lebih kecil)
5. Jika volume larutan yang akan disaring melebihi volume corong
penyaringan, menambahkan bagian larutan secara bertahap sampai seluruh
volume tersaring
6. Jika akan digunakan prosedur hitung parsial, jangan biarkan volume cairan
pada corong penyaring turun di bawah setengah volume corong diantara
tiap penambahan volume. Catatan: Corong penyaring yang digunakan
sesuai dengan volume larutan, jika akan menggunakan prosedur hitung
parsial untuk memastikan penyebaran partikel-partikel merata pada
membrane analitik
7. Setelah penambahan larutan terakhir, dinding corong dibilas dengan cara
mengarahkan aliran air suling atau deionisasi yang telah disaring
bertekanan rendah dengan gerak melingkari dinding corong dan
pembilasan corong dihentikan sebelum volume turun di bawah seperempat
volume corong. Vakum dipertahankan hingga cairan di corong tidak tersisa
8. Mengangkat corong penyaring dari dasar sambil mempertahankan vakum,
kemudian vakum dihentikan dan membrane penyaring diangkat dengan pin
settumpul.
9. Menempatkan penyaring di bawah cawan petri atau wadah sejenis, dan
dilekatkan dengan pita perekat bersisi dua dan tandai dengan identitas
sampel
10. Membiarkan penyaring mengering di udara dalam lemari laminar bertutup
dengan penutup yang sedikit terbuka
11. Setelah membrane kering, diamati dengan mikroskop pada perbesaran
100x
12. Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih besar dan 25
µm atau lebih besar dihitung. Catatan: Apabila terdapat 20 partikel
berukuran10 µm atau lebih besar dan 5 partikel berukuran 25 µm atau lebih
besar, maka tingkat partikel blangko cukup rendah untuk pelaksanaan
penetapan mikroskopik
Interpretasi
Metode hamburan cahaya
Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang
dikandung:
≥ 10µm ≥ 25µm
Injeksi volume kecil 6000 600 per wadah
Metode mikroskopik
Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang
dikandung:
≥ 10µm ≥ 25µm
Injeksi volume kecil 3000 300 per wadah
Jumlah sampel : 4
Hasil (kriteria penerimaan): Tidak ada satu pun ampul bocor (larutan dalam
wadah tidak berwarna biru).
5. Uji Kejernihan
Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar belakang putih
dan hitam di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya partikel
viable(Ayuhastuti, 2016).
Tujuan : Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor.
Prinsip : Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki
pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki
pengotor berwarna.
Hasil : Memenuhi syarat apabila tidak ditemukan pengotor dalam larutan
1. Gunakan jumlah wadah seperti tertera pada tabel 1 dan tabel 2. Jika isi tiap wadah
mencukupi (lihat Tabel 2) isi wadah dapat dibagi sama banyak dan ditambahkan pada
media yang sesuai. Jika isi wadah tidak cukup untuk masing – masing media, gunakan
jumlah dua kali dari yang tertera pada Tabel 2.
2. Pengujian terhadap contoh uji dilakukan menggunakan teknik Penyaringan Membran.
Gunakan penyaring membran dengan porositas tidak lebih dari 0,45 µm yang
telah terbukti efektif menahan mikroba (dapat digunakan penyaring selulosa
nitrat).
Peralatan penyaring dan membran disterilisasi dengan cara yang sesuai.
Peralatan dirancang hingga larutan uji dapat dimasukkan dan disaring pada
kondisi aseptik, membran dapat dipindahkan secara aseptik ke dalam media.
3. Pindahkan isi wadah atau beberapa wadah yang akan diuji ke dalam satu membran
atau beberapa membran, jika perlu diencerkan dengan pengencer steril yang dipilih
sesuai volume yang digunakan pada Uji Kesesuaian Metode, tetapi jumlah yang
digunakan tidak kurang dari yang tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2.
4. Saring segera.
5. Pindahkan seluruh membran utuh ke dalam media atau potong menjadi dua bagian
yang sama secara aseptik dan pindahkan masing-masing bagian ke dalam dua media
yang sesuai.
6. Gunakan volume yang sama pada tiap media seperti pada Uji Kesesuaian Metode.
Sebagai pilihan lain, pindahkan media ke dalam membran pada alat penyaring.
7. Inkubasi media selama tidak kurang dari 14 hari.
8. Gunakan kontrol negatif yang sesuai.
1. Pada interval waktu tertentu dan akhir periode inkubasi, amati secara visual adanya
pertumbuhan mikroba dalam media.
2. Jika bahan uji menimbulkan kekeruhan pada media sehingga tidak dapat ditetapkan
secara visual ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba 14 hari sejak mulai inkubasi:
Pindahkan sejumlah media (tiap tabung tidak kurang dari 1 ml) ke dalam
media segar yang sama.
Inkubasi bersama – sama tabung awal selama tidak kurang dari 4 hari.
3. Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas.
4. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat
sterilitas, kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal yang
tidak berhubungan dengan bahan uji.
Uji dikatakan tidak absah jika satu atau lebih kondisi dibawah ini dipenuhi :
a. Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan
ketidaksesuaian.
b. Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian.
c. Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif.
d. Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji, pertumbuhan
mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari kesalahan pada bahan uji,
atau teknik pengujian yang digunakan pada prosedur uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang
sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba pada uji ulang,
maka contoh memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba
pada uji ulang, maka contoh tidak memenuhi syarat uji sterilitas.
7. Uji Endoktoksin Bakteri (FI V hal. 1406 - 1411)
Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk deteksi atau kuantitasi endotoksin
bakteri yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji. Pengujian dilakukan
menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diperoleh dari ekstrak air
amebosit dari kepiting ladam kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus)
dan dibuat khusus sebagai pereaksi LAL.
Terdapat dua tipe teknik uji yang dapat digunakan yaitu teknik pembentukan
jendal gel dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik, mencakup metode turbidimetri,
yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah penguraian substrat endogen,
dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan warna setelah terjadi
penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Lakukan salah satu dari teknik
tersebut, kecuali jika dinyatakan lain dalam monografi. Didalam monografi injeksi
atropin sulfat tidak dijelaskan teknik yang digunakan. Jika terjadi keraguan, maka
keputusan akhir didasarkan pada hasil Teknik Pembentukan Jendal Gel, kecuali
dinyatakan lain dalam monografi.
Pada Teknik Pembentukan Jendal Gel penetapan titik akhir reaksi dilakukan
dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksi baku,
dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit Endotoksin FI.
1. Mengkonstitusikan seluruh isi vial dengan 5,0 mL air pereaksi LAL (air pereaksi LAL
adalah air steril untuk injeksi atau air lain yang nantinya tidak ada reaksi spesifik
dengan pereaksi LAL, gunakan pereaksi LAL dengan sensitivitas tidak kurang dari
0,15 unit Endotoksin FI per mL).
2. Mengocok menggunakan vorteks secara intermitten selama 30 menit. Lalu gunakan
larutan pekat ini untuk seri pengenceran yang sesuai.
3. Menyimpan larutan pekat yang akan digunakan lagi didalam lemari pendingin dan
tidak lebih dari 14 hari untuk pengenceran selanjutnya.
4. Apabila ingin digunakan kocok kuat dengan vorteks selama 3 menit.
5. Mencampur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik sebelum membuat pengenceran
berikutnya.
6. Enceran tidak boleh disimpan seperti larutan pekat karena dapat menyebabkan
hilangnya aktivitas oleh penyerapan kecuali ada data penunjang tentang hal ini.
Penyiapan Uji
Ingat gunakan pereaksi LAL yang sudah ditetapkan kepekaannya sesuai dengan
yang tertera pada etiket.
Keabsahan hasil uji untuk endotoksin bakteri memerlukan pembuktian yang
cukup dimana bahan atau larutan, pencuci, atau ekstrak yang digunakan pada uji tidak
mengganggu pengujian dengan cara apapun. Validasi yang dilakukan dengan Uji
penghambatan atau pemacuan sebagaimana yang diuraikan pada tiga teknik yang
telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu perlu adanya kontrol negatif yang
sesuai. Apabila formulasi atau pereaksi LAL atau metode pembuatan berubah maka
dilakukan validasi ulang.
2. Mencampur pereaksi LAL dengan sejumlah volume (0,1 mL) larutan A,B,C dan
D di masing-masing tabung reaksi. Inkubasi sesuai dengan petunjuk dari
produsen pereaksi LAL (umunynya 37°C±1°C dengan waktu 60±2 menit) dan
hindari adanya getaran.
3. Melanjutkan dengan uji integritas, tabung reaksi diambil dari inkubator dan
langsung dibalik 180° secara perlahan.
4. Apabila didapatkan gel yang kuat dan tetap ditempatnya ketika dibalik maka
dinyatakan positif, sedangkan apabila gel yang terbentuk jatuh ketika dibalik
maka dinyatakan negatif.
5. Interpretasi hasil memenuhi syarat jika diperoleh hasil negatif pada kedua
tabung reaksi A dan tidak memenuhi syarat jika diperoleh hasil positif. Ulangi
pengujian jika diperoleh hasil positif pada satu tabung reaksi larutan A dan satu
lainnya negatif. Jika setelah diulang kedua tabung hasilnya negatif maka maka
uji memenuhi syarat, sedangkan apabila hasil masih positif maka dilakukan
pengujiaan ulang dengan pengenceran lebih besar tanpa melebihi PMA.
Untuk menentukan kadar endotoksin dalam larutan A, hitung kadar titik akhir
setiap seri replikasi dari pengenceran dengan mengalikan tiap faktor pengenceran titik
akhir dengan λ. Kadar endotoksin dalam sampel adalah rata-rata geometrik kadar titik
akhir replikasi (lihat rumus yang diberikan dalam Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi
LAL, yang dijelaskan dalam Uji Persiapan untuk Cara Jendal Gel).
Laporkan kadar endotoksin <λ jika tidak ada pengenceran sampel yang positif
dalam pengujian absah (jika enceran sampel yang diuji <λ dikalikan faktor
pengenceran terkecil dari sampel)
Laporkan kadar endotoksin ≥ faktor pengenceran terbesar dikalikan λ jika semua
pengenceran positif.
Bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin kurang dari nilai yang dinyatakan
dalam masing-masing monografi.
CARA FOTOMETRIK
Turbidimetri titik akhir, yaitu berdasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar
endotoksin dan kekeruhan (serapan atau transmisi) dari campuran reaksi pada
akhir masa inkubasi
Turbidimetri kinetik, yaitu dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai nilai serapan yang telah ditetapkan atau kecepatan kekeruhan.
Kromogenik titik akhir, yaitu berdasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar
endotoksin dan pelepasan kromofor pada akhir masa inkubasi
Kromogenik kinetik, yaitu dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai nilai serapan yang telah ditetapkan atau kecepatan pembentukan
warna.
Seluruh pengujian fotometrik dilakukan pada suhu inkubasi yang
direkomendasikan oleh produsen Pereaksi LAL, umumnya 37°±1.
Melakukan prosedur seperti tertera pada Uji Faktor Pengganggu untuk Cara
Fotometrik dalam Uji Persiapan Cara Fotometrik.
1. Hasil kontrol positif larutan C memenuhi persyaratan validasi yang ditetapkan pada
Verifikasi Kriteria Kurva Baku dalam Uji Persiapan Cara Fotometrik
2. Perolehan kembali endotoksin, dihitung dari konsentrasi endotoksin larutan B
setelah dikurangi konsentrasi endotoksin larutan A, berada pada rentang 50% -
200%
3. Hasil kontrol negative larutan D tidak melebihi batas nilai blangko yang
dipersyaratkan dalam uraian pereaksi LAL yang digunakan.
Sediaan uji memenuhi syarat jika rata-rata kadar endotoksin dari replikasi
larutan A, setelah koreksi pengenceran dan kadar, lebih kecil dari batas endotoksin
produk.
8. Uji Kandungan Hidroksi Metil Furfural (HMF)
a. Pembuatan Larutan Blanko
Aquades ditambahkan laruta Carrez I dan Carrez II masing-masing 0,50
ml hingga batas volume 50 ml.
b. Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan untuk menjernihkan larutan dengan
pengendapan protein yang akan dianalisa menggunakan spektrofotometer UV.
Sampel sebanyak 5 gram dilarutkan dalam aquades hingga volume 25 ml.
Larutan sampel ditambahkan larutan Carrez I dan Carrez II masing-masing
sebanyak 0,50 ml. Kemudian larutan ditambahkan aquades dan dihomogenkan
hingga volume 50 ml. Larutan sampel disaring hingga jernih. Larutan sampel
sebanyak 1 ml ditambahkan aquades sebanyak 19 ml merupakan larutan A.
Larutan pembanding dibuat dari natrim biulfit 0,2 % 10 ml dan natrium
biulfit 0, % 9 ml dan dihomogenkan. Larutan pembanding ini merupakan
larutan B.
c. Pengujian Sampel
Larutan A dan larutan B dibaca menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 28 nm dan 336 nm.
9. Uji Keseragaman Volume (FI IV hal.1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume
secara visual.
V. RANCANGAN KEMASAN DAN BROSUR
Kemasan Sekunder
Etiket
Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., Allen, L.V., and Popovich, N.G. 1989.Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form
and Drug Delivery Systems, Eight Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins a wottersKluver Company.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
DepKes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal 764, 784, 785, 1044..
DepKes RI, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1791, 1815..
Jenkins, G.L. 1957. Scoville’s The Art of Compounding, 9th edition. New York: Mac Graw
Hill Book Co. Inc. Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third
Edition. London: Pharmaceutical Press (PhP). Hal 175.
Lachman, L., H. A. Libermen, dan J.L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi. McEvoy, G. K. 2002.
AHFS Drug Information. United State of America: American Society of Health
System Pharmcists.
Niazi, S. K.. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile
Products Volume 6. Boka Raton: Pharmaceutical Press.
Reynolds, J. E. F. Martindale: The Extra Pharmacopea Twenty Eight Edition Book 1.
London: Pharmaceutical Press (PhP).
Rowe, C. R., P. J. Shekey and P. J. Weller. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients.
USA: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-Sixth Edition.
London: Pharmaceutical Press
UK Health Department. 2009. British National Formulary. Great Britain: BMJ Publishing
Group and RPS Publishing.