Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PRA PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

INFUS GLUKOSA

DOSEN PEMBIMBING :

Ginanjar Putri Nastiti, S.Farm., M.Farm., Apt.

DISUSUN OLEH:

Nadiah Rohadatul ‘Aisy

1702050089

Kelompok 3

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sediaan steril merupakan sediaan terapetis yang bebas
mikroorganime baik vegetatif atau bentuk sporanya baik patogen maupun
nonpatogen. Produk steril ini merupakan sediaan terapetis dalam bentuk
terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan steril juga
merupakan salah satu bentuk sediaaan farmasi yang banyak dipakai,
terutama saat pasien dirawat di rumah sakit. Sediaan steril sangat membantu
pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang
harus diobati, dan sebagainya (Ansel, 1998).
Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk
obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan
garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran
kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi
dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi (Ansel, 1998).

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari infus glukosa.
2. Untuk mengetahui perhitungan dosis yang diperlukan ketika pembuatan
infus glukosa.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaan infus glukosa.

1.3. Manfaat
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari infus glukosa.
2. Agar mahasiswa mengetahui perhitungan dosis yang diperlukan ketika
pembuatan infus glukosa.
3. Agar mahasiswa mengetahui cara pembuatan sediaan infus glukosa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori Infus glukosa


Infus merupakan sediaan yang harus steril. Hal tersebut dikarenakan
infus diberikan kepada pasien melalui intravena (prmbuluh darah) sehingga
apabila infus tidak steril maka hal tersebut dapat membahayakan pasien.
Apabila infus tidak steril, bakteri maupun virus dapat langsung berada di
pembuluh darah dan menyerang organ tubuh manusia danpa didahului
terjadinya mekanisme penyaringan terlebih dahulu (Anonim, 2007).
Infus adalah adalah pemasukan suatu cairan atau obat ke dalam tubuh
melalui rute intravena dengan laju konstan selama periode waktu tertentu.
Infus dilakukan untuk seorang pasien yang membutuhkan obat sangat cepat
atau membutuhkan pemberian obat secara pelan tetapi terus menerus.
Pemberian obat atau cairan ke dalam tubuh melalui mulut akan memasuki
proses pencernaan terlebih dahulu sehingga tidak denga cepat diserap oleh
tubuh. Saat proses pencernaan juga dimungkinkan ada enzim pencernaan
yang akan mengubah atau memecah obat yang diminum sehingga akan
kurang efektif dan lebih baik jika langsung masuk ke dalam aliran darah
melalui infus (Rahmi, 2010).
Glukosa merupakan suatu metabolit yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia. Pada pasien pediatri yang dipuasakan, semua
cairan rutin yang diberikan harus mengandung glukosa dengan alasan pada
anak hanya sedikit mempunyai cadangan glikogen di hepar, sehingga bila
masuk peroral terhenti selama beberapa waktu akan dengan mudah menjadi
hipoglikemia yang dapat berakibat fatal terutama bagi sel otak. Pada anak
yang puasa akan terjadi pemecahan glikogen di hati dan otot menjadi asam
laktat dan piruvat. Sediaan infus glukosa merupakan salah satu sediaan steril
yang berfungsi sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh sehingga tubuh
dapat berenergi kembali. Sediaan infus glukosa harus memenuhi
persyaratan yaitu steril, bebas pirogen, jernih dan praktis bebas partikel.
Oleh karena itu, sediaan ini lebih mahal jika dibandingkan dengan sediaan
non sterilnya karena ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi. Sehingga
untuk menghindari hal tersebut pada pasien pediatri kita biasanya
menggunakan infus yang mengandung dekstrosa (Ery, 2004)
Tujuan pembuatan infus
Tujuan pembuatan infus sebagai berikut: (Rahmi, 2010).
1. Apabila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat, maka kebutuhan
tersebut harus cepat diganti.
2. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik
pasien berulang kali.
3. Mudah mengatur keseimbangan keasaman dan kebasaan obat dalam darah.
4. Sebagai penambah nutrisi bagi pasien yang tidak dapat makan secara oral.
5. Larutan penambah zat parenteral volume besar berfungsi sebagai dialisa
pada pasien gagal ginjal.
Syarat-syarat pembuatan infus
Sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen, karena:
(Rahmi, 2010).
1. Sediaan yang diinjeksikan langsung ke dalam aliran darah (iv)
2. Sediaan yang ditumpahkan pada tubuh dan daerah gigi (larutan penguras)
3. Sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi)
4. Sediaan langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal).
5. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang
ada dalam sediaan; terjadi pengurangan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia.
6. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi bahan obat dengan
material dinding wadah.
7. Tersatukan tanpa terjadi reaksi. untuk itu, beberapa faktor yang paling
banyak menentukan adalah bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut
yang secara fisiologis tidak netral, isotonis, isohidris serta bebas bahan
melayang.
Jenis-jenis Infus
a. Cairan hipotonik
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga
larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan
“ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5% (Rahmi, 2010).
b. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%) (Rahmi, 2010).
c. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose
5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin (Rahmi, 2010).
Sifat Koligatif sediaan Infus Glukosa
Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat
berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum
dijumpaiadalah larutan cair, di mana zat tertentu dilarutkan dalam pelarut
berwujudcairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu.Sifat larutan
mempunyai hubungan erat dengan konsentrasi dari tiapkomponennya. Sifat-
sifat larutan seperti rasa, warna, pH dan kekentalan bergantung pada jenis dan
konsentrasinzat terlarut. Selain itu, terdapat sifatfisika yang penting lainnya
dari larutan yang hanya bergantung padakonsentrasi zat terlarut yang disebut
sifat koligatif.Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung
pada jenis zat terlarut tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut
dalamlarutan. Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu sifatlarutan elektrolit dan nonelektrolit. Hal ittu disebabkan zat terlarut
dalamlarutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion.
Sesuaidengan hal-hal tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih
rendahdaripada sifat koligatif larutan elektrolit.Hubungan sifat koligatif
larutan dengan farmasi, yaitu pada pembuataninfus. Pada infuse, tekanan
osmosis berbanding lurus dengan konsentrasi infuskarena
mempertimbangkan tekanan osmosis. Konsep ini penting dalam penggantian
cairan tubuh atau bahan makanan yang tidak bisa dimasukkanmelalui
pembuluh darah. Cairan infus harus bersifat isotonis dengan cairandarah. Jika
tidak maka terjadi kerusakan pada sel darah. Jika P infus lebihtinggi, cairan
dalam darah akan keluar sehingga menyebabkan sel darahmengkerut
(krenasi). Jika P infus < P darah, sel darah akan pecah (hemolisis)atau
hipotonis (Rahmi, 2010).
BAB III

KEGIATAN FORMULASI

3.1. Preformulasi
1. Glukosa/Dextrose (FI V, 2014)
Pemerian : hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk
granul putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air mendidih, mudah larut
dalam air, larut dalam etanol mendidih, sukar larut
dalam etanol.
Khasiat : sebagai sumber kalori dan zat pengisotonis.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam
keadaan penyimpanan yang kering, dengan
pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan
karamelisasi dalam larutan.

2. NaCl/Natrium Chlorida (FI III, 1979)


Pemerian : hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; tidak berbau; rasa asin.
Kelarutan : larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih dan dalam kurang lebih 10 bagian gliserol
P; sukar larut dalam etanol (95%) P.
Titik leleh : 801o C.
Dosis : lebih dari 0,9%. Injeksi IV 3-6% dalam 1000 ml
selama 1 jam
Kegunaan : pengganti ion Na+ dan Cl dalam tubuh.
pH : 6,7-7,3
Stabilitas : bahan padat NaCl stabil; larutan NaCl stabil tetapi
dapat menyebabkan pemisahan partikel kaca dari
jenis wadah kaca tertentu.
Inkompatibilitas : bereaksi membentuk endapan dengan garam perak,
timah, dan merkuri.

3. Aqua Pro Injeksi (FI V, 2014)


Pemerian : jernih tidak berwarna, tidak berbau, bentuk cair..
Kelarutan :-
Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal. Dari kaca atau plastik.
Penggunaan : melarutkan zat aktif dan zat tambahan.
Sterilisasi : autoklaf.
3.2. Formula
R/ Glukosa 5 gr
NaCl 35 mg
Aqua pro inj ad 100 ml

3.3. Alat dan Bahan


 Alat
1. Beaker Glass 250ml
2. Batang pengaduk
3. Corong glass
4. Gelas ukur 100ml
5. Waterbath
6. Botol syrup 100ml
7. pH meter
8. Pipet tetes
9. Kertas saring
10. Timbangan analitik
11. Benang wol
 Bahan
1. Glukosa
2. NaCl
3. Aqua pro injeksi
3.4. Perhitungan
Perhitungan Tonisitas

𝑔
𝑍𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 × 1000 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛
𝑇𝑜𝑛𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝐿
𝐵𝑀 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

1. Glukosa
g
52,5 × 1000 × 1
l
𝑇𝑜𝑛𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 198,2
52.500
= 198,2

= 264,88 mOsmol/L
2. NaCl
𝑔
0,3675 𝑥 1000 𝑥 2
𝑙
𝑇𝑜𝑛𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 58,44
735
= 58,44

= 12,57 mOsmol/L

Tonisitas sediaan = 264,88 mOsmol/L + 12,57 mOsmol/L


= 277,45 mOsmol/L
Jadi, tonisitas dari sediaan tersebut adalah 277,45 mOsmol/L
Perhitungan Bahan
Volume yang dilebihkan untuk masing-masing sediaan adalah 5%
1. Glukosa
= 5 gr + 5%
5
= 5 gr + (100 𝑥 5 𝑔𝑟)

= 5 gr + 0,25 gr
= 5,25 gr
Untuk 2 sediaan maka dibutuhkan glukosa sebanyak:
= 5,25 gr x 2
= 10,5 gr
2. NaCl
= 35 mg + 5%
5
= 35 mg + (100 𝑥 35 𝑚𝑔)

= 35 mg + 1,75 mg
= 36,75 mg
Untuk 2 sediaan maka dibutuhkan NaCl sebanyak:
= 36,75 mg x 2
= 73,5 mg
3. Aqua pro injeksi
= 100 ml + 5%
5
= 100 ml + (100 𝑥 100 ml )

= 100 ml + 5 ml
= 105 ml
Untuk 2 sediaan maka dibutuhkan aquadest sebanyak
= 105 ml x 2
= 210 ml

3.5. Cara Kerja


1. Semprot meja terlebih dahulu agar steril.
2. Kemudian siapkan alat dan bahan.
3. Lakukan kalibrasi 2 botol ad 100 ml
4. Sterilisasi alat dan bahan.
5. Timbang glukosa dan NaCl sesuai kebutuhan.
6. Siapkan waterbath dan masukkan aquadest ke dalam waterbath sampai
lempengan besi terendam.
7. Lalu colokkan, atur suhu 60oC.
8. Masukkan NaCl 73,5 mg ke dalam beaker glass, tambahkan aqua pro
injeksi 105 ml aduk ad larut tunggu 15 menit.
9. Setelah 15 menit angkat sediaan lalu biarkan selama 30 menit.
10. Kemudian saring sebanyak 3 kali, masukkan dalam botol, dengan volume
masing-masing 100ml.
11. Lakukan evaluasi pada sediaan infus glukosa.
12. Kemas dan beri etiket.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Penjamin Mutu Sediaan Infus. Jakarta: Badan Pengawas Obat
Dan Makanan (Badan POM).

Howard, C. Ansell 1998. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV.


Jakarta: UI Press.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta.

Ery, Leksana. 2004. Cairan Tubuh Terapi Cairan Dan Elektrolit. Semarang

Rahmi. 2010. Preformulasi Infus Glukosa.


https://chamberofpharmacist.wordpress.com/2014/12/30/makalah-
stabilitas-infus-glukosa/ (diakses 10 Oktober 2019 pukul 10.00)

Anda mungkin juga menyukai