Anda di halaman 1dari 6

INFUS GLUKOSA

A. PRAFORMULASI
I. Tinjauan Farmakologi
1.1 Penggolongan zat aktif
Glukosa merupakan karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber
energy dalam tubuh dan termasuk dalam kelompok Monosakarida.
Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling sederhana.
(Fessenden, 1990)

1.2 Indikasi dan Kontraindikasi


- Indikasi
Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien
yang mengalami dehidrasi dan juga sebagai terapi pada pasien
hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah,
hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstosa yang ada sebagai
cadangan gula dalam darah.
- Kontraindikasi
Pada pasien hiperglikemi (diabetes), pasien gangguan ginjal,
gangguan absorpsi glukosa-galaktosa, sepsis akut. (McEvoy, 2002)

1.3 Mekanisme kerja obat


Glukosa (dekstrosa) monohidrat diserap dari saluran
gastrointestinal, dan teroksidasi sebagai sumber energi, atau disimpan
dalam hati sebagai glikogen. Dekstosa monohidrat adalah satu-satunya
substrat energi yang secara langsung, cepat dan seluruhnya
dimanfaatkan oleh tubuh. Dekstrosa monohidrat penting untuk
miokardium, otak dan saraf (Sweetman, 2009).

1.4 Nasib obat dalam tubuh


Absorpsinya sangat cepat dalam usus halus dengan mekanisme
difusi aktif. Konsentrasi tertinggi glukosa dalam plasma terjadi dalam
40 menit setelah pemakaian oral pada pasien hipoglikemia. Glukosa
pada saluran pencernaan akan mengalami 3 jalur metabolism yaitu
glikolisis, siklus krebs, dan jalur pentose fosfat. Glukosa dimetabolisme
melalui asam laktat atau piruvat menjadi CO2 dan H2O. Dekstrosa dapat
mengurangi protein tubuh dan menyebabkan kehilangan nitrogen, juga
mengakibatkan penurunan atau pencegahan ketosis jika dosis diberikan
secara tepat (Reynold, 1989).

1.5 Efek samping dan toksisitas obat


Larutan intravena glukosa (khususnya larutan hiperosmotik, yang
juga memiliki pH rendah) dapat menyebabkan nyeri lokal, iritasi vena,
dan tromboflebitis, dan nekrosis jaringan jika terjadi pengeluaran darah.
Beberapa di antaranya mungkin akan bereaksi karena adanya degradasi
produk setelah autoklaf atau teknik yang buruk dalam pemberian
larutan. Infus intravena dapat menyebabkan adanya cairan dan
gangguan elektrolit termasuk hypokalaemia, hypomagnesaemia, dan
hipofosfatemia. Penggunaan berkepanjangan atau cepat infus volume
besar larutan iso-osmotik dapat menyebabkan edema atau keracunan air;
sebaliknya, penggunaan berkepanjangan atau cepat larutan
hiperosmotik dapat mengakibatkan dehidrasi sebagai akibat dari
hiperglikemia yang diinduksi (Sweetman, 2009).

1.6 Interaksi obat


Perlu mempertimbangkan dan memperingatkan tindakan
pencegahan dan kontra indikasi terkain dengan penggunaan natrium
klorida dan alcohol (Reynold, 1982).

1.7 Penggunaan pada kondisi khusus, peringatan dan perhatian


Penggunaan pada kondisi khusus termasuk dalam kategori C. studi
pada hewan percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap
janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat ini
hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan lebih
besar melebihi resiko terhadap janin.
Penggunaan larutan glukosa hyperosmotic adalah kontraindikasi
pada pasien dengan anuria, intrakranial atau perdarahan intraspinal, dan
pada delirium tremens di mana ada dehidrasi. Mereka harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan diabetes mellitus, seperti infus
cepat menyebabkan hiperglikemia, serta pada mereka dengan
malnutrisi, defisiensi tiamin, intoleransi karbohidrat, sepsis, syok, atau
trauma.
Telah disarankan larutan glukosa seharusnya tidak digunakan
setelah stroke iskemik akut sebagai hyperglikemia dimana telah terlibat
dapat meningkatkan iskemia serebral, kerusakan otak dan mengganggu
pemulihan. Larutan glukosa tidak boleh diberikan melalui peralatan
infus yang sama dengan seluruh darah sebagai hemolysis dan bisa
terjadi penggumpalan (Sweetman, 2009).

II. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat


2.1 Struktur, Rumus, dan Berat Molekul (Rowe et al, 2009)
a. Struktur

b. Rumus
C6H12O6 , H2O
c. Berat Molekul
198.17
2.2 Kelarutan zat aktif
Mudah larut dalam air; sangat mudah larut dalam air mendidih; larut
dalam etanol mendidih; sukar larut dalam etanol (Depkes, 1995).

2.3 Stabilitas
Dekstrosa (glukosa) memiliki stabilitas yang baik dalam kondisi
penyimpanan kering. Larutan encer dapat disterilkan dengan autoklaf.
Namun, pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan pH
dan karamelisasi larutan. Bahan dalam jumlah yang besar harus
disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang kering dan sejuk
(Rowe et al, 2009)

2.4 Titik lebur


83o C (Rowe et al, 2009)

2.5 Inkompatibilitas
Larutan dekstrosa tidak sesuai dengan sejumlah obat seperti
cyanocobalamin, kanamycin sulfate, novobiocin sodium, dan warfarin
sodium. Erythromycin gluceptate tidak stabil dalam larutan dekstrosa
pada pH kurang dari 5.05. dekomposisi vitamin B-kompleks dapat
terjadi jika dipanaskan dengan dekstrosa. Dalam bentuk aldehid,
dekstrosa dapat bereaksi dengan amina, amida, asam amino, peptida,
dan protein. Dapat terjadi pewarnaan dan penguraian warna coklat
dengan alkali yang kuat. Dekstrosa dapat menyebabkan kecoklatan pada
tablet yang mengandung amina (Rowe et al, 2009).

III. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian


3.1 Bentuk sediaan
Sediaan dibuat dalam bentuk infus glukosa dengan volume sediaan
adalah 500mL. Infus intravena merupakan sediaan steril berupa larutan
atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis
terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume yang
relative banyak (Depkes RI, 1979).
Alasan dibuat sediaan infus karena keperluan akan ketersediaan
parenteral volume besar meningkat dikarenakan kebutuhan tubuh akan
air, elektrolit, dan karbohidrat yang kurang harus cepat diganti dan juga
sebagai penambah zat makanan bila pasien tidak dapat makan.

3.2 Dosis
Dosis dari penggunaan dekstrosa ini tergantung dari umur pasien,
berat badan, kondisi klinik, cairan elektrolit, dan keseimbangan asam
basa dari pasien. Dosis melalui injeksi i.v untuk pemulihan kondisi
pasien, laju kecepatan infusnya adalah 0,5 g/kg perjam tanpa disertai
produksi gula dalam urin. Untuk pengobatan hipoglikemia dosis
umumnya adalah 20-50 mL dekstrosa 50%, yang diberikan dengan
lambat. Untuk pengobatan gejala hipoglikemia akut pada bayi dan anak-
anak dosis umumnya adalah 2 mL/kg dengan konsentrasi glukosa 10-
25% (McEvoy, 2002). Larutan glukosa dengan konsentrasi 5% sering
digunakan untuk deplesi cairan, dan dapat diberikan melalui vena
perifer. Larutan glukosa dengan konsentrasi yang lebih besar dari 5%
bersifat hiperosmotik pada umumnya digunakan sebagai sumber
karbohidrat (Sweetman, 2009).
Oleh karena itu dipilih dosis pada formula ini yaitu 5,9% karena
digunakan untuk pasien yang mengalami kekurangan karbohidrat serta
sebagai penunjang nutrisi bagi pasien dengan kondisi tertentu.

3.3 Cara pemberian


Infus glukosa diberikan secara intravena.

B. FORMULASI
I. Bentuk dan Formula yang dibuat
Bentuk sediaan yang dibuat yaitu infus dengan formula sebagai berikut:
R/ Glukosa monohidrat 5,9%
Norit 0,1%
WFI steril ad to 500 Ml

II. Permasalahan
1. Sediaan infus glukosa merupakan sediaan parenteral yang harus
bebas mikroorganisme, bebas partikel dan memiliki pemerian yang
jernih
2. Merupakan sediaan steril yang harus bebas pirogen
3. Sediaan akan diberikan melalui rute intarvena yang penggunaannya
perlu menjamin kenyamanan pasien, oleh karena itu tonisitasnya
harus diperhatikan.
4. Dekstrosa dapat mengalami perubahan menjadi 5-hidroksi-metil-
furfural apabila terpapar suhu yang tinggi

III. Pencegahan masalah


1. Pembuatan infus glukosa menggunakan teknik sterilisasi akhir,
dimana sterilisasi akhir ini digunakan untuk membunuh semua jasad
renik yang ada. Bebas partikel dapat diperoleh dengan cara
melarutkan dekstrosa dengan sempurna dalam pelarut air yang dapat
dibantu dengan pemanasan. Sedangkan untuk pemerian yang jernih
dapat diperoleh dengan melakukan beberapa kali penyaringan.
2. Pembebasan sediaan dari pirogen dapat dilakukan dengan
menambahkan karbon aktif (norit) sebagai adsorben.
3. Infus glukosa ini merupakan sediaan yang bersifat hipertonis
sehingga pada penggunaannya dapat menimbulkan rasa sakit. Oleh
karena itu perlu diberi label hipertonis pada kemasan guna pada saat
penyuntikan dapat dilakukan secara perlahan untuk meminimalisir
rasa sakit.
4. Agar sesuai dengan pemerian dekstrosa maka metode sterilisasi
yang digunakan adalah panas basah (autoklaf) dengan suhu 121oC.
dan pada penyimpanan pada suhu 25-30oC.

IV. Macam-macam formulasi (Formula Pustaka)


R/ Glucosum 12,5 g
Natrii Chloridum 0,5 g
Aqua p.i ad 250 Ml
(Fornas, 1978)

C. PELAKSANAAN
I. Cara kerja

II. Alat dan Bahan yang digunakan

III. Kemasan, etiket (label) dan brosur dua Bahasa

D. EVALUASI SEDIAAN
I. Fisika

II. Kimia

III. Biologi
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Fessenden, Ralp J. 1990. Kimia Organik edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America :
American Society of Health System Pharmacist
Reynolds, J. E. F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-nineth Edition
Book I. London: Pharmaceutical press (PhP)
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press
Sweetman, S. C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-Sixth
Edition. London: Pharmaceutical Press

Anda mungkin juga menyukai