Anda di halaman 1dari 3

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Bentuk Sediaan Dextrose 10 %

Organoleptis Larutan jernih tidak berbau

Uji pH 7,84

Konduktiviti 150,7 ɥs/ cm

B. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dibuat sediaan yang berupa larutan non-elektrolit yaitu
infus dextrosa 10 %. Infus ini biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan
glikogen otot rangka, hipoglikemia dan lainnya. Pada konsentrasi 10 % ,
dextrosa bersifat isotonis (tekanan osmotik sediaan sama dengan tekanan
osmotik cairan tubuh). Formula yang digunakan dalam pembuatan infus
dextrisa 10 % adalah sebagai berikut :
Formula yang digunakan pada praktikum ini adalah:
R/ Dekstrosa Anhidrat 52,5 gram
Karbon aktif 0,15 gram
Aqua pro injeksi ad 1000 ml
Sediaan infus dextrosa 10% merupakan salah satu sediaan parenteral yang
diberikan melalui intravena, oleh karena itu sediaan ini harus bersifat steril,
karena sediaan ini mengelakkan garis pertahanan dari tubuh yang paling
efisien, yakni membran kulit. Maka sediaan tersebut harus bebas dari
kontaminan mikroba dan dari komponen toksis dan harus memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi (Lachman dkk., 2008). Suatu bahan dapat dinyatakan
steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang
tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif
(spora) (Anief, 2005). Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu
mikoorganisme. Efek adanya pirogen ini menghasilkan kenaikan tubuh yang
nyata, demam, sakit badan, vasokonstriksi pada kulit dan kenaikan tekanan
dalam arteri (Lachman dkk., 2008).
Sebelum dibuat sediaan infus alat – alat yang akan digunakan disterilkan
terlebih dahulu. Tujuan dari proses sterilisasi adalah untuk menciptakan alat
atau wadah sediaan yang bebas dari kontaminasi miroorganisme, sehingga
tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Metode sterilisasi
yang digunakan pada praktikum ini yaitu basah dengan autoklaf pada suhu
121 derajat celcius selama 15 menit. Setelah alat – alat di sterilisasi dan
bahan –bahan yang akan digunakan telah ditimbang selanjutnya dilakukan
proses pembuatan infus yang steril. Pada pembuatan larutan infus digunakan
karbon aktif yang bertujuan untuk menghilangkan pirogen pada air. Setelah
itu dilakukan penyaringan, penyaringan dilakukan dua kali. Yang pertama
penyaringan dilakukan dengan kertas saring dan yang kedua penyaringan
dilakukan dengan filtrat.
Sediaan yang telah selesai dibuat dimasukkan kedalam botol atau wadah
yang telah disiapkan. Selanjutnya dilakukan uju organoleptis pada sediaan
guna untuk melihat bentuk, warna, bau sediaan secara organoleptis.
Kemudian dilakukan uji pH pada sediaan. pH yang didaptkan yaitu 7,84. Uji
pH dilakukan agar dapat diketahui perkiranaan penurunan pH yang terjadi
setelah sterilisasi akhir, sehingga sediaan tetap berada dalam rentang pH
stabilnya yaitu 3,5-6,5 (Depkes RI, 1995). Dimana selama proses sterilisasi
dengan autoklaf dapat terjadi penurunan pH sebesar 1 satuan. Jika pH sediaan
yang lebih rendah (pH < 3,5) akan menyebabkan terbentuknya karamel. Jika
pH terlalu basa (pH > 6,5) dapat menyebabkan sediaan terdekomposisi dan
berwarna coklat (Kibbe, 2000). Oleh karena itu, pH sediaan infus harus
diperhatikan agar tetap berada dalam rentang pH yang dipersyaratkan untuk
stabilitas sediaan, baik pada penampilan sediaan ataupun efek farmakologis
zat aktif itu sendiri. Jika pH larutan bersifat terlalu asam, dapat dilakukan
penambahan NaOH 0,01N, sebaliknya jika pH larutan bersifat terlalu basa
makan dapat dilakukan penambahan larutan HCl 0,01N. Setelah itu dilakukan
uji konduktiviti dengan hasil 150,7ɥs/cm.
Sediaan yang telah dievaluasi diberi etiket dan dimasukkan ke dalam
kemasan sekunder, bersama dengan brosur sediaan. Kemudian sediaan
disimpan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari dan pada suhu 2o-
25oC. Penyimpanan sediaan perlu diperhatikan karena dekstrosa tidak stabil
terhadap suhu tinggi, pada pemanasan suhu tinggi dekstrosa akan berubah
menjadi 5-hidroksi-metil-furfural, yang akhirnya berubah menjadi asam
lauvulinik. Penyimpanan pada suhu 2o-25oC atau disimpan pada suhu kamar,
maka sediaan dapat tahan sampai 14 bulan. Dekstrosa memiliki daya tahan
yang baik terhadap cahaya, namun penyimpanannya diusahakan terlindung
dari sinar matahari untuk menjaga stabilitas dari sediaan (McEvoy, 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition.
London: Pharmaceutical Press (PhP). Hal 175.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America:
American Society of Health System Pharmcists.

Lachman, L., H. A. Libermen, dan J.L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai