HALAMAN COVER
Disusun oleh:
Endiningtyas Cahyaningrum
NIM 202011101008
Dokter Pembimbing:
dr. Taufiq Gemawan, M.Ked.Klin, Sp.An
Disusun oleh:
Endiningtyas Cahyaningrum
NIM 202011101008
Dokter Pembimbing:
dr. Taufiq Gemawan, M.Ked.Klin, Sp.An
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER..........................................................................................................................i
HALAMAN COVER.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................2
2.1 Definisi Opioid..........................................................................................................................2
2.2 Klasifikasi Senyawa Opioid.....................................................................................................2
2.2.1 Opioid Eksogen..............................................................................................................2
2.3 Reseptor Opioid........................................................................................................................5
2.4 Farmakokinetik Opioid............................................................................................................6
2.4.1 Absorbsi..........................................................................................................................6
2.4.2 Distribusi........................................................................................................................6
2.4.3 Metabolisme...................................................................................................................6
2.4.4 Eksresi............................................................................................................................6
2.5 Farmakodinamik Opioid
2.5.1 Perubahan pada sistem kardiovaskuler
2.5.2 Perubahan pada sistem ventilsi pernapasan
2.5.3 Sistem saraf pusat
2.5.4 Efek pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier
2.5.5 Sistem urogenital
2.5.6 Perubahan kulit
2.5.7 Perubahan Hormonal
2.6 Opioid Withdrawal
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Titik aksi dan selektivitas terhadap reseptor µ , δ, κ beberapa obat opioid....................................5
2.2 Fungsi reseptor opioid....................................................................................................................6
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
Nyeri merupakan manifestasi klinis dari proses patologis dan timbul ketika melampaui nilai
ambang nyeri yang menyebabkan kerusakan jaringan melalui mediator nyeri seperti
histamin ,serotonin, bradikinin,prostaglandin, dan ion kalium. Analgesik adalah suatu obat yang
dapat digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Opioid adalah analgesik yang
dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang sampai berat tanpa memengaruhi kesadaran
yang bekerja di reseptor opioid pada sistem saraf pusat (SSP) (Schellack dkk, 2018).
Opioid berawal dari tumbuhan papaver somniferum atau opium yang diekstrak. Opioid
eksogen bekerja agonis reseptor µ, agonis parsial reseptor µ, agonis-antagonis campuran, serta
antagonis reseptor. Pemberian opioid dapat melalui rute oral, sublingual, intramuskular, intravena,
rektal, subcutan, maupun transdermal. Farmakodinamik pada penggunaan opioid berhubungan
dengan perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pada sistem ventilasi pernafasan, sistem
saraf pusat, efek pada sistem gastrointestinal dan hepatobilier, efek pada sistem urogenital, terjadi
perubahan kulit dan perubahan hormonal. Opioid memainkan peran penting dalam manajemen,
tidak hanya nyeri akut dan kronis, tetapi juga dalam manajemen nyeri sedang sampai berat.
Manajemen nyeri yang berhasil dengan penggunaan analgesik opioid dapat dicapai dengan
menyeimbangkan efek samping dengan tingkat analgesia pada setiap pasien.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
b) Opioid Sintetik
i. Derivat Fenil Piperidin
1. Fentanyl
Fentanyl merupakan opioid sintetik yang memiliki potensial analgesik lebih besar
daripada morfin yaitu sebesar 75-12. Fentanyl juga memiliki onset serta durasi lebih
cepat bila dibandingkan dengan morfin karena kelarutan lemak pada fetanyl lebih tinggi.
Ekskresi fenanyl melalui urin. Pada pemberian fentanyl bolus intravena, fentanyl
tersebar pada organ kaya vaskularisasi seperti jantung, otak,dan paru-paru. Ajuvan
anestesi inhalasi sering menggunakan dosis fentanyl sebesar 2-20 µg/kgBB. Pemberian
intratekal dengan dosis 25 µg memberikan respon yang memuaskan. Pada anak usia 2-8
tahun, 45 menit sebelum induksi anestesi dapat diberikan sediaan oral transmukosa
fentanyl 15-20 µg/kgBB. Fentanyl kurang menyebabkan pelepasan histamin sehingga
lebih sering mencetuskan bradikardi dibandingkan morfin. Pemberian cepat fentanyl
intravena dapat menyebabkan otot rigid, batuk, bahkan menyebabkan kejang. Efek
vasodilatasi fentanyl dapat meningkatkan TIK (tekanan intrakranial) 6-9 mmHg.
2. Sufentanyl
Dibandingkan fentanyl, sulfentanyl adalah analog dfentanyl yang memiliki kekuatan
analgesi lebih besar 5-10 kali. Metabolisme sulfentanyl di hepar dan diekskresi utama di
urine dan feses. Sufentanyl 0,1-0,4 µg/kgBB dibandingkan dosis fentanyl 1-4 µg/kgBB,
akan menghasilkan waktu yang lebih lama dan efek depresi pernafasan yang lebih
rendah.
3. Alfentanyl
Alfentanyl merupakan analog fentanyl yang memiliki keunikan onset dan durasi
yang lebih cepat. Alfentanyl diekskresi melalui urin dengan <1% tidak berubah. Dosis
10- 30 µg/kgBB alfentanyl digunakan pada intubasi trakeal ataupun blok retrobulbar.
4. Remifentanyl
Remifentanyl memiliki analgesi menyerupai fentanyl namun lebih poten 15-20 kali.
Remifentanyl memiliki onset cepat dengan waktu pulih singkat. Dosis remifentanyl pada
0,25-1 µg/kgBB menghasilkan efek analgesik yang memuaskan.
5. Petidin
Meperidin disebut juga petidin adalah opioid sintetik. Obat ini bekerja agonis
reseptor µ dan sebagai derivat dari fenilpiperidin. Struktur dari petidin menyerupai
dari atropin. Oleh karena itu, efek takikardi, antispasmodic, dan midriasis muncul pada
pemberian petidin. Hepar adalah tempat utama metabolisme petidin dan ekskresi melalui
urin. Pada nyeri post operatif efektif digunakan dengan konsentrasi dari plasma sebesar
0,7µg. Efek postopertif petidin yaitu anti menggigil dapat meningkatkan konsumsi
oksigen tubuh apabila dibiarkan dalam waktu yang lama.
4
ii. Derivat difenilheptan
Methadon
Methadon termasuk dalam golongan agonis opioid sintetik. Obat ini digunakan
pada nyeri kronik yang berat, khususnya pada pasien yang memiliki ketergantungan
opioid. Hal ini disebabkan efek ketergantungan methadon rendah, penyerapan yang
bagus lewat oral, dengan onset yang relatif cepat dengan durasi yang lama.Analgesia
hingga >24jam dapat dicapai pada pemberian methadone dengan dosis 20mg secara
intravena. Metabolisme utama methadon di hepar dan ekskresi lewat urin serta empedu.
iii. Derivat morfinian
Levorfanol
Levorfanol menjadi salah satu terapi pilihan pada nyeri berat yang termasuk
golongan morfinian sintetik. Levorfanol memiliki afinitas sama seperti morfin yaitu
pada reseptor opiat, namun levorfanol memiliki efek toleransi silang lebih rendah dari
morfin.
3) Agonis-antagonis campuran
a) Alkaloid semisinteti
Nalbufin
Nalbufin termasuk dalam agonis-antagonis opioid yang dimetabolisme di hepar
dengan efek samping yang sering muncul yaitu sedasi. Apabila dibandingkan dengan
pasien yang diberikan pentazosin dan butorfanol, hemodinamik pasien yang diberikan
nalbufin relatif stabil karena tidak menyebabkan pelepasan katekolamin sehingga
nalbufin dipilih saat terdapat tindakan kateterisasi jantung.
b) Opioid sintetik
i. Derivat benzomorfan
Pentazosin
Pentazoin termasuk agonis dan antagonis reseptor opioid lemah terhadap reseptor
dan yang dapat diserap dengan baik melalui rute perenteral dan oral. Metabolisme
melalui hepar dan ekskresi melalui urin serta empedu. Nyeri sedang dengan dosis 10-30
mg intravena atau 50 mg oral, akan menghasilkan efek yang setara dengan kodein 60 mg.
Pentazosin memiliki efek samping sedasi, pusing, dan diaforesis.
ii. Derivat morfinian
Butorfanol
Butorfanol menyerupai pentazosin yaitu agonis dan antagonis opioid yang memiliki
afinitas antagonis pada reseptor µ lemah dan afinitas pada reseptor sedang dalam
5
menghasilkan efek anti menggigil dan efek analgesi. Eksresi utama di empedu dan
sedikit pada urin. Efek samping butorfanol adalah mual, sedasi, dan keringat dingin.
4) Antagonis reseptor µ
Nalokson
Nalokson ternasuk antagonis nonselektif pada reseptor opioid µ , δ, κ . Dosis
nalokson sebesar 1-4g/kgBB secara intravena dapat menurunkan efek dari overdosis yang
terjadi akibat opioid. Nalokson metabolisme utama di hepar. Efek mual dan muntah akan
meningkat pada pemberian secara intravena yang cepat, sehingga perlu diberikan bolus
pelan 2-3 menit.
Morfin +++ +
Methadon +++
Ethorpin +++ +++ +
Levorfanol +++
Fentanyl +++
Sufentanyl +++ + +
Butorfanol p +++
Buprenorfin p --
Nalokson --- --
Tabel 2.1 Titik aksi dan selektivitas terhadap reseptor µ , δ, κ beberapa obat opioid
Reseptor Fungsi
µ (mu) - analgesia supraspinal dan spinal
- depresi respirasi
- sedasi
- memperlambat transit GIT (Gastro
Intestinal Tract)
- memodulasi hormon dan pelepasan
neurotransmitter
Pasternak, G.W. 2014. Opiate Pharmacology and Relief of Pain. Journal of Clinical Oncology.
Williams, J. dan P. Hasan. 2012. Basic Opioid Pharmacology. The British Pain Society.