Anda di halaman 1dari 18

1

OBAT-OBAT DI RUANG ICI (INOTROPIK ATAU VASOPRESOR,


ANTIBIOTIK, DAN TROMBOLITIK)

Oleh :

DWI AZIZAH MEIRINA HESTI

P27820820015

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
2

DAFTAR ISI
Daftra Isi ............................................................................................……. 2
BAB I
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................ 3
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................... 4
BAB II
2.1 Gelongan Obat Inotropik..................................................................... 5
2.2 Geleongan Obat Trombolitik............................................................... 7
2.3 Golongan Obat Antibiotik................................................................... 11
2.4 Golongan Obat Vasopressor................................................................ 12
BAB III
3.1 Analisa Jurnal...................................................................................... 14
BAB IV
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
4.2 Saran.................................................................................................... 17

Daftra Pustaka............................................................................................ 18

2
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit=ICU) adalah bagian dari bangunan rumah
sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat (Depkes
RI 2012).  Pelayanan kesehatan kritis diberikan kepada pasien yang sedang mengalami keadaan
penyakit yang kritis selama masa kedaruratan medis dan masa krisis. Pelayanan intensif adalah
pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam jiwanya dan
membutuhkan pelayanan yang komprehensif dan pemantauan terus-menerus. ICU sebagai ruang
perawatan kritis memiliki obat-obatan yang banyak digunakan untuk menjaga kestabilan pasien.
Obat yang diberikan pada pasien ICU merupakan obat-obatan emergency . Obatyang ada di rang
ICU  adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi kritsi dan gawat darurat atau
untuk resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk
mengatasi situasi yang ada diruang ICU yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Oleh
karena itu penulis ingin memaparkan tulisan yang membahas tentang obat-obatan apa saja yang
termasuk dalam ruag ICU.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui obat-obat yang dipakai pada pasien di Ruang ICU

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mampu mengetahui serta memahami apa saja obat yang yang ada di ruang ICU
2. Mampu mengetahui obat-obat diruang ICU berdasarkan golongannya
3. Mampu mengetahui cara kerja dan efek dari obat yang ada diruang ICU berdasarkan
masing-masing golongan obatnya

3
4

1.3  Manfaat Penulisan

Sesuai dengan tujuan penulisan, penulis ingin mempertegas kegunaan penulisan


makalah  yang ingin dicapai dalam penulisan ini.

1. Dampak memberikan wawasan keilmuan kepada pembaca  


2. Dapat dijadikan bahan pedoman penulisan selanjutnya bila kebetulan ada titik singgung
dengan masalah ini
3.  Dapat dimanfaatkan sebagai pedoman pembaca khususnya para calon perawat ICU  untuk
lebih dini mengetahui tentang kegunaan obat-obat emergency
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelongan Obat Inotropik

2.1.1 Pengertian Inotropik

Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot.Faktor yang
meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor yang
menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif
biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan
meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik negatif akan
memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung. Faktor inotropik
positif dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan
konsentrasi ion ekstraselular. Obat- obat inotropik yang meningkatkan kemampuan
kekuatan kontraksi otot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat
yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut. Contoh obat
ini adalah dopamine dan dobutamin. Efek-efek merugikan yang terpenting berkaitan
dengan sifat alami obat ini yang aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan
iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular dapat dikurangi dengan
memperkecil dosis. Faktor yang memengaruhi efek inotropik, inotropik positif (+),
inotropik negatif (-)
2.1.2 Pemberian Obat Inotropik
1. Dobutamin

Dobutamine adalah simpatomimetic sintetik yang secara struktur berhubungan dengan


dopamine dan tergolong selective. Dobutamine hidroklorida merupakan sebuk kristal
berwarna putih, agak larut dalam air dan alkohol. Dobutamine mempunyai pKa 9,4.
Dobutamine hidroklorida dalam perdagangan tersedia dalam bentuk larutan steril dalam
aqua pro injection. Dalam perdagangan larutan Dobutamine hidroklorida merupakan
larutan jernih tidak berwarna hingga larutan berwarna sedikit kekuning-kuningan.
6

a. Indikasi: 5

efek inotropik positif pada infrak miokard, bedah jantung, kardiomiopati, syok
septik, dan syok kardiogenik.
b. Peringatan:
hipotensi berat pada syok kardiogenik.
c. Interaksi:
Simpatomimetika.
d. Efek Samping:
takikardia dan tekanan darah sistolik sangat meningkat sangat menunjukan dosis
berlebih; flebitis.
e. Dosis:
infus intravena, 2,5-10 mcg/kg bb/menit, disesuaikan menurut responnya.
2. Dopamin

  Dopamin adalah suatu katekolamin endogen, merupakan prekursor adrenalin.

a. Indikasi:
syok kardiogenik pada infrak miokard atau bedah jantung.
b. Peringatan:
koreksi hipovolemia; dosis rendah pada syok akibat infrak miokard akut.
c. Interaksi:
Simpatomimetika.
d. Kontraindikasi:
Takiaritmia, feokromositoma.
e. Efek Samping:

Sering: denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina, palpitasi, hipotensi,


vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah, dyspnea, aritmia ventrikular (dosis
tinggi), gangrene, hipertensi, ansietas, piloereksi, peningkatan serum glukosa,
nekrosis jaringan (karena ekstravasasi dopamin), peningkatan tekanan intraokular,
dilatasi pupil, azotemia, polyuria.
7

f. Dosis:
a) Infus I.V : (pemberiannya memerlukan pompa infus) :
b) Bayi : 1-20 mcg/kg/menit, infus kontinyu , titrasi sampai respon yang
diharapkan.
c) Anak-anak : 1-20 mcg/kg/menit, maksimum 50 mcg/kg/menit, titrasi sampai
respon yang diharapkan.
d) Dewasa : 1-5 mcg/kg/menit sampai 20 mcg/kg/menit, titrasi sampai respon
yang diharapkan. Infus boleh ditingkatkan 4 mcg/kg/menit pada interval 10-
30 menit sampai respon optimal tercapai.
e) Jika dosis > 20-30 mcg/kg/menit diperlukan, dapat menggunakan presor kerja
langsung (seperti epinefrin dan norepinefrin).

Dosis berlebih menimbulkan efek adrenergik yang berlebihan. Selama infus


dopamin dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala,
hipertensi, dan tekanan diastolik. Dosis dopamin juga harus disesuaikan pada
pasien yang mendapat antidepresi trisiklik.

2.2 Geleongan Obat Trombolitik


2.2.1 Pengertian
Terapi trombolitik adalah penggunaan obat-obatan untuk memecah gumpalan yang
menyebabkan terganggunya aliran darah ke otak. Lama waktu dari awal terjadinya stroke
mungkin menjadi perbedaan antara hasil yang baik atau buruk. Pasien yang hadir ke
rumah sakit dalam waktu 3 jam dari tanda pertama dari stroke mungkin dapat menerima
alteplase yang merupakan penghancur bekuan yang dapat memulihkan aliran darah pada
daerah stroke (Gund M.D et al.,2013). Terapi trombolitik dengan intravena Recombinant
Tissue Plasminogen Activator (r-TPA) atau alteplase adalah obat hipe akut paling efektif
terbukti mengurangi resiko akhir kematian dan cacat untuk stroke iskemik (National
Stroke Foundation, 2010). Plasminogen activator (t-PA) memainkan peran sentral dalam
menjaga kontrol homeostatik dalam kaskade pembekuan darah. Dengan membelah
plasminogen molekul prekursor, itu menghasilkan plasmin enzim aktif, yang kemudian
memecah bekuan berbasis fibrin di iskemia serebral fokal (Micieli, 2009).
8

2.2.2 Pemberian Obat Trombolitik


1. Alteplase
Adalah obat yang digunakan untuk memecah gumpalan darah. Gumpalan darah yang
menyumbat pembuluh darah arteri sering menjadi penyebab serangan jantung dan stroke. 
a. Indikasi
a) ST Elevasi (AMI) atau LBBB baru
b) Stroke Iskemia Akut
c) Oklusi arteri perifer
d) Thrombosis vena dalam
e) Emboli paru
b. Kontra indikasi
a) Pasien dengan riwayat stroke hemoragik
b) Stroke Iskemik >3 jam sampai 3 bulan
c) Tumor intracranial
d) AVM (Kelainan struktur vaskuler serebral)
e) Diseksi aorta akut
f) Cedera kepala dalam 3 bulan terakhir
g) Perdarahan internal aktif
h) Gangguan system pembekuan darah
i) Kadar trombosit dalam darah kurang dari 100.000 atau ada gangguan darah lainnya
j) Kadar gula darah kurang dari 50mg/dL (2,7 mmol/L) ataul ebih dari 400 mg/dL
(22mmol/L)
k) Tekanan darah sistolik> 185 mmHg dan Diastolik>105 mmHg, meskipun sudah
diberikan terapi anti hipertensi yang agresif
c. Dosis
Alteplase dimulai dalam 4,5 jam dari onset gejala mengurangi kecacatan dari
stroke iskemik, dengan pemberian dan pengelolaan alteplase 0,9 mg/kg (maksimum 90
mg) IV lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai bolus awal atas 1 menit. Pada
pemberian ini dihindari pemberian antikoagulan dan terapi antiplatelet selama 24 jam
9

dan memantau pasien dalam peningkatan tekanan darah, respon, dan perdarahan(Wells
et al., 2015).
a) Infark miokard, rejimen dipercepat (dimulai dalam 6 jam). Awal, injeksi intravena 15
mg, diikuti dengan infus 35 mg selama 60 menit (total 100 mg selama 90 menit);
pada pasien dengan berat badan kurang dari 65 kg, dosis diturunkan.
b) Infark miokard, terapi awal diberikan dalam 6-12 jam: Awal, injeksi intravena 10
mg, diikuti dengan infus intravena 50 mg selama 60 menit. Kemudian 4 kali infus
intravena 10 mg selama 30 menit (total 100 mg selama 3 jam; maksimal 1,5 mg/kg
bb pada pasien dengan berat badan kurang dari 65 kg).
c) Embolisme paru, injeksi intravena 10 mg selama 1-2 menit, diikuti dengan infus
intravena 90 mg selama 2 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien dengan berat
badan kurang dari 65 kg.
d) Stroke akut, (terapi harus dimulai dalah 3 jam), meliputi intravena 900 mcg/kg bb
(maksimal 90 mg) selama 60 menit; 10% dosis diberikan melalui injeksi intravena;
Lansia. Tidak dianjurkan untuk usia diatas 80 tahun
2. Heparin

Heparin tidak diabsorpsi secara oral, karena itu diberkansecara IV atau SK. Pemberian
secara SK memberikan masa kerja yang lebih lama tetapi efeknya tidak dapat diramalkan.
Suntikan IM dapat menyebabkan terjadinya hematom yang besar pada tempat suntikan dan
absorpsinya tidak teratur serta tidak tidak dapat diramalkan. Efek antikoagulan segera timbul
pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah
suntkan SK. Heparin cepat dibmetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya tergantung dari
dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400 atau 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh
masing-masing kira-kira 1, 2 ½ dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli
paru dan memanjang pada pasien serosis hepatis atau penyakit ginjal berat. Metabolit inaktif
diekskresi melalui urin. Heparin diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin hanya bila digunakan
dosis besar IV.

a. Indikasi

Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara parenteral dan merupakan
obat terpilih bila diperukan efek yang cepat, misalnya untuk emboli paru-paru dan thrombosis
10

vena dalam, oklusi arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini juga digunakan untuk
profilaksis tromboemboli vena selama operasi dan untuk mempertahankan sirkulasi
ekstrakorporal selama operasi jantung terbuka. Heparin juga aman untuk wanita hamil.

b. Kontraindikasi
a) Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang mengalami perdarahan misalnya:
pasien hemofilia, permeabilitas kapiler yang meningkat, endokarditis bakterial subkut,
perdarahan intrakranial, lesi ulseratif, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok.
b) Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi mata, otak atau medula spinal, dan
pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi lokal.
c) Heparin juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat dosis besar etanol, peminum
alkohol dan pasien hipersensitif terhadap heparin.
c. Efek Samping
Bahaya utama pemberian heparin secara IV atau SK ialah perdarahan, tetapi pemberian secara
IV atau SK jarang menimbulkan efek samping. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan:
a) Mengawasi atau mengatur dosis obat
b) Menghindari penggunaan bersamaan dengan obat yang mengandung aspirin
c) Seleksi pasien
d) Meperhatikan kontraindikasi pemberian heparin.
d.  Dosis Pemberian
Heparin tersedia dalam larutan untuk pemakaian parenteral dengan kekuatan 1000-40000 unit/ml
(-USP unit) dan sebagai respiratory atau depot heparin dengan kekuatan 20000-40000 unit/ml.
Pemberian IV intermitten: pada orang dewasa biasanya dimulai dengan 5000 unit dan
selanjutnya 5000-10000 unit untuk tiap 4-6 jam, tergantung dari berat badan dan respon pasien.
Untuk DIC ada yang menganjurkan dimulai dengan 50 unit/kg pada dewasa dan 25 unit/kg pada
anak tiap 8jam atau diberikan secara infus. Pada anak, dimulai dengan 50 unit/ kgBB dan
selanjutnya 100 unit/ kgBB tiap 4jam.Pada infus IV untuk orang dewasa heparin 20000-40000
unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam.
Untuk mempercepat timbulnya efek, dianjurkan menambahkan 5000 unit langsung ke dalam
pipa infus sebelumnya. Kecepatan infus didasarkan pada nilai APTT. Heparin dapat juga
diberikan secara Sk dala. Pada orang dewasa untuk tujuan profilaksis tromboemboli pada
tindakan operasi diberikan 5000 unit 2 jam sebelum operasi dan selanjutnya tiap 12 jam sampai
11

pasien keluar dari RS. Dosis penuh biasanya 10000-12000 unit tiap 8jam dan atau 14000-20000
unit tiap 12 jam. Pemakaian heparin IM idak dianjurkan lagi karena sering terjadi perdarahan dan
hematom yang disertai rasa sakit pada tepat suntikan.

2..3 Golongan Obat Antibiotik

2.3.1 Pengertian Obat Antibiotik

Pengertian Antibiotik Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang diseebabkan oleh bakteri. Antibiotic adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme yang dalam konsentrasi kecil mempunyai kemampuan menghambat atau
membunuh mikroorganisme lain. (RSUD Dr. Saiful Anwar, 2016)

1. Indikasi penggunaan Antibiotik


1) Menegakkan diagnosis penyakit infeksi
2) Menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi,
serologi dan penunjang lainnya.
3) Antibioika tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit
yang dapat sembuh sendiri.
 Pemilihan jenis Antibiotika harus berdasar pada :
1) Informasi tentang spectrum kuman penyebab infeksi dan pada kepekaan terhadap
antibiotika
2) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi
3) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika
4) Melakukan de-ekskalasi setelah pertimbangan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis
pasien serta ketersediaan obat
5) Cost effective, obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman
2. Kontra Indikasi
1) Antibiotika tidak diberikan pada penyakit yang dapat sembuh sendiri ( self-limited)
2) Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotic
 Contoh antibiotic penicillin :
a) Adanya riwayat hipersensitivitas terhadap obat golongan penicillin
b) Penggunaan bersama propranolol dan nodolol
3. Dosis Antibiotik
12

1) Antibiotik Profilaksis bedah Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat
berdifusi dalam jaringan dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup
tinggi. Pada jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal
hingga 2 kali lipat kadar terapi. Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi perdarahan
lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam. Antibiotik profilaksis
diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi,
rute melalui intravena atau untuk menghindari risiko yang tidak diharapkan bisa
menggunakan drip intravena.
2) Antibiotik Terapi Empiris Antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48- 72 jam.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis
pasien serta data penunjang lainnya. Rute pembeian antibiotik oral seharusnya menjadi
pilihan pertama untuk terapi infeksi.
3) Antibiotik Defenitif Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis
untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya harus
dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data
penunjang lainnya. Rute pemberian antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama
untuk terapi infeksi.

2.4 Golongan Obat Vasopressor


2..4.1. Pengertian Vasopressor
Vasopresor merupakan obat yang dibutuhkan untuk menjaga tekanan perfusi pada hipotensi
berat, untuk mencapai hemodinamik yang diinginkan seperti tekanan vena sentral, MAP,
pengeluaran urin, dan oksigenasi. Indiakasinya meliputi penanganan vasodilatory shock saat
cardiopulmonary bypass, anaphilaksis, vascular surgery dan spinal cord trauma.
2.4.2 Obat-Obat Vasopressor
1. Epinephrine
Merupakan katekolamin endogen dari kelenjar adrenal, yang dalam bentuk obat sering
digunakan untuk menangani anafilaksis, bradikardi, cardiac arrest, hipotensi akibat syok
sepsis.
1) Indikasi:
2) Kontra Indikasi: pasien normal
13

3) Dosis: pada anafilaktik ringan tanpa syok tidak perlu, sedang 0,25-0,5 mg, berat 0,50-1 mg
diberikan melalui IV IM SC. Pada saat RJP 1 mg diulang 3-5 menit
4) Efek Samping: Ansietas, tremor, takikardi, sakit kepala, ekstremitas dingin
2. Dopamin
Merupakan obat kardiovaskular yang digunakan sebagai tata laksana syok kardiogenik
dan syok sepsis karena sifat simpatomimetik obat ini dan perannya sebagai vasopresor.
1) Indikasi: Syok septik, syok kardiogenik, gagal ginjal, trauma dan pasca RJPO
2) Kontra Indikasi: Alergi, tachidysrithmia, VF, hipovolemia
3) Dosis: 10-15 mcg
4) Efek Samping: Hipertensi, VT, VF, angina pectoris,
3. Dobutamine
Merupakan obat yang digunakan oleh penderita gagal jantung untuk membantu jantung
memompa darah ke seluruh tubuh. Dobutamin diberikan ketika gagal jantung yang diderita
pasien sudah tidak bisa dikompensasi oleh tubuh, yang dapat menimbulkan turunnya tekanan
darah.
1) Indikasi: Syok kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok setelah
mendapat terapi cairan
2) Kontra Indikasi: Idiopathic hypertropic subaortic stenosis
3) Dosis: Diberikan secara drip 2-10 mcg/kgBB/menit.
4) Efek Samping: Takikardia
4. Norepinephrine
Norepinephrine adalah obat untuk menangani tekanan darah rendah berat yang berpotensi
mengancam nyawa. 
1) Indikasi: Hipotensi dan syok septic
2) Kontra Indikasi: Hipertensi, kehamilan
3) Dosis: 0,01-3 mcg/kgBB/menit
4) Efek Samping: Bradikardia, iskemia serebral dan kardia, aritmia, ansietas, sakit kepala.
14

BAB III
ANALISA PICO
3.1 Analisa Jurnal
A. Ringkasan Jurnal
1. Judul :
Prevalensi Kejadian Berpotensi Interaksi Obat Pada Pasien Intensive Care Unit (Icu) Di
Rsud Ulin Banjarmasin Tahun 2012
2. Peneliti :
Azhar Arnata, Noor Cahaya, Difa Intannia
3. Alamat Institusi/ Penerbit Jurnal :
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km 36
Banjarbaru, Kalimantan Selatan Jurnal Pharmascience, Vol 1, No. 1, Februari 2014, hal:
28 - 34ISSN : 2355 – 5386
4. Ringkasan Jurnal
Kondisi klinis pasien ICU yang kompleks menyebabkan penggunaan obat yang
banyak
yang mengarah terjadinya interaksi obat potensial. Interaksi obat terjadi bila dua atau lebih
obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih
obat berubah. Efek dan keparahan interaksi obat dapat bervariasi antara pasien yang
satu dengan pasien yang lain. Pasien ICU memiliki keadaan patofisiologis yang
kompleks dan menggunakan banyak obat. Rata-rata pasien ICU diberikan 6-9 obat
per hari
ketika dirawat di ICU.
5. Tujuan :
mengetahui persentase pasien ICU RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012 yang mengalami
interaksi obat potensial secara umum dan ditinjau dari kelompok umur pasien, jumlah
obat yang diberikan, tingkat keparahan interaksi obat, dan mekanisme interaksi obat
yang terjadi.
6. Kelebihan dan Kekurangan
a) Kelebihan :
15

Waktu yang digunakan sangat lama mulai bulan april hingga November populasi yang
digunakan seluruh pasien yang ada di runag ICU

b) Kekurangan
14
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam menggambil sampel data yang
digunakan diperoleh dari semua data rekam medis pasien Intensive Care Unit
(ICU) di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Tahun 2012.
B. Metode Pico
1. Promblem
Pasien ICU memiliki keadaan patofisiologis yang kompleks dan menggunakan
banyak obat. Rata-rata pasien ICU diberikan 6-9 obat per hari ketika dirawat di ICU
Pasien kritis sangat rentan terhadap disposisi obat atau efek interaksi obat
dibandingkan dengan pasien yang lain terkait kondisi fisiologis yang tidak stabil.
penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pengambilan data secara
retrospektif. Populasi yang diambil merupakan pasien dewasa sebanyak 1145 pasien.
Dari perhitungan jumlah sampel didapatkan jumlah sampel sebanyak 297 orang.
2. Intervention
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria pasien
Intensive Care Unit (ICU) di RSUD Ulin tahun 2012 yang berusia diatas 18 tahun dan
memuat data pemberian obat yang lengkap meliputi nama obat, dosis, interval
pemberian, rute pemberian, dan waktu pemberian. Data diambil pada lembar
perkembangan pasien dimana tercantum nama pasien, nomor RMK pasien, diagnosa,
nama obat, interval pemberian, rute pemberian, waktu pemberian dan perkembangan
pasien. Data yang didapat dimasukkan ke dalam lembar kerja penelitian yang telah
ditentukan. Data obat yang diperoleh kemudian dianalisa melalui literatur yang telah
ditentukan.
3. Comparation
Peneliti : Risa Zulfiana 2016
Judul : Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Sepsis Yang Berpotensi
Menimbulkan Interaksi Obat Di Ruang Icu RSUD DR.Sutomo
Hasil : hasil penelitian ini menunjukan bahwa potensi interaksi obat terjadi pada
16

9 pasien dari total sampel. Kombinasi obat yang berpotensi menimbulkan


interkasi obat sebanyak 20 pengguna dimana tingkat keparahan mayor
sedang sejumlah 6 dan 14 pengguna. Sedangkan tingkat keparahan minor
tidak teridentifikasi dalam penelitian ini. Interaksi farmakokinetik terjadi
lebih banyak (15 interaksi obat) dibandingkan interaksi farmakodinamik
(4 interaksi obat).

4. Outcome
Berdasarkan kelompok umur, 96,8% terjadi pada kelompok dewasa dan 91,7% pada
kelompok geriatri. Berdasarkan jumlah obat, 90,80% terjadi pada kelompok jumlah
obat ≤ 5 obat dan 98,09% pada kelompok jumlah obat > 5 obat. Berdasarkan tingkat
keparahan: 34,01% pasien pada tingkat keparahan Major; 71,38% pasien pada
tingkat keparahan Moderate; dan 76,43% pasien pada tingkat keparahan Minor.
Berdasarkan mekanisme interaksi: 4,7% pada inkompatibilitas obat,
74,07% pada farmakodinamik, 66,67% pada farmakokinetik obat, dan 35,69% pasien
pada mekanisme tak diketahui. Prevalensi kejadian berpotensi interaksi obat pasien
ICU RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012 sebesar 95.96% (N=297).
17

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obat obat ynag ada di ruang ICU merupakan obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi situasi kritis hingga gawat darurat. Pengetahuan mengenai obat-obatan ini
pentimg sekali untuk mengatasi situasi resusitasi kehidupan kritis dan darurat yang
mengancam nyawa dengan cepat dan tepat. Banyak sekali macam obat yang ada di ruang
Icu yang telah dikelompokan seperti vasopressor,antibiotik,dan trombilitik, sebagai
perawat memerlukan pemahaman sebagai modal sebelum memberikan obat kepada
pasien. Kita harus melihat kontraindikasi, indikasi dan efeksamping karena setiap kasus
akan berbeda obat darurat yang diberikan. Sehingga pasien akan tertolong dengan
pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian fatal yang diakibatkan oleh kesalahan
pemberian obat darurat.
4.2 Saran
Perawat harus melihat 6 hal yang benar dalam memberikan obat kepada pasien.
Karena hal itu penting dalam kesuksesan perawat dalam pemberian obat.
18

17

DAFTRA PUSTAKA

Dinas Kesehatan. 2013. Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses dihttp: // dinkes.
go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa- yang-dimaksud-dengan-obat-pada senin,
4Mei 2015

Buku Pegangan Informasi Narkoba halaman 550-551 edisi ke-17. Stillwell, Susan B. 2011.
Pedoman Keperaawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC

https://www.nerslicious.com/peran-perawat-dalam-pemberian-dopamin/ Diakses pada Rabu,04


November 2020 Pukul 14:00
https://id.wikipedia.org/wiki/Inotropik Diakses pada Rabu,04 November 2020 Pukul 14:00
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik, 874, 8–22.
RSUD Dr. Saiful Anwar. (2016). Panduan Umun Penggunaan Antimikroba. 1–68
Metty, dkk. 2018. Penurunan Kadar Laktat pada Pemberian Norepinefrin dengan Plasebo dan
Norepinefrin dengan Adjuvan Vasopresin pada Pasien Syok Septik.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/download/1290/pdf diakses pada 04,
November 2020 pukul 16.00
http://dokterpost.com/obat-obat-syok-kardiogenik-dopamin-dobutamin-dan-norepinefrin/
diakses pada 04/11/2020 pukul 16.00
Rilianto, Beni. 2016. Terapi Trombolitik Intravena untuk Stroke Iskemik. Cermin Dunia
Kedokteran, 43(12). Diakses pada Rabu, 4 November 2020 17.00.

Anda mungkin juga menyukai