Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batuk sangat umum diderita oleh masyarakat. Lebih dari 83% penderita
flu atau salesma seringkali disertai dengan batuk akut. Gejala batuk inilah yang
paling sering dikeluhkan oleh pasien rawat jalan saat berobat ke dokter atau
puskesmas untuk gejala flu, kemungkinan karena gejala batuk adalah yang
paling dirasakan sangat mengganggu kualitas hidup keseharian penderita flu.
Gejala batuk akut pada flu atau salesma pada umumnya ringan dan berlangsung
sementara/sesaat, namun jika disebabkan oleh kondisi serius, misalnya gejala
batuk pada pneumonia, emboli paru,gagal jantung kongestif, dapat mengancam
kehidupan.
Gejala batuk yang menyertai flu jika semakin memburuk, atau tidak ada
perbaikan yang pasti setelah minggu pertama, kemungkinan ada penyebab batuk
lainnya, misalnya infeksi bacterial (pneumonia, sinusitis bakerial, pertusis).
Penggunaan antibiotika mungkin dapat dipertimbangkan jika terjadi komplikasi
bakterial, antara lain ditandai dengan perubahan mukus hidung menjadi purulen
atau seperti nanah (kuning, kental) disertai tanda-tanda klinis lainnya yang
mendukung (misalnya demam tinggi, sesak napas dsb.). Namun, antibiotika
tidak boleh digunakan untuk ISPA tanpa komplikasi seperti flu, salesma atau
batuk pilek yang disebabkan oleh virus, karena risikonya yang lebih besar
dibandingkan manfaatnya, terutama risiko resistensi kuman terhadap antibiotika
yang digunakan.
Batuk mungkin merupakan gejala dari suatu penyakit dasar seperti asma
atau penyakit refluks gastroesofagus yang harus dipastikan dulu sebelum
meresepkan antitusif. Pada keadaan dimana penyebabnya tidak diketahui,
penggunaan antitusif mungkin berguna yaitu untuk batuk yang mengganggu
tidur. Antitusif dapat menyebabkan retensi sputum, yang mungkin
membahayakan bagi pasien bronkitis kronis dan bronkiektasis. Antitusif opioid

1
seperti kodein, efektif tetapi berefek konstipasi dan dapat menyebabkan
ketergantungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan antitusif?
2. Apa saja komposisi dari antitusif?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari antitusif ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian antitusif
2. Untuk mengetahui komposisi dari antitusif
3. Untuk mengetahui cara kerja dari antitusif

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Antitusif
Antitusif yaitu obat bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat
batuk dan menaikan ambang rangsang batuk. Mekanisme kerjanya menekan
batuk dengan mengurangi iritasi lokal pada reseptor iritan perifer. Penggunaan
antitusif yang mengandung kodein atau analgesik opioid sejenis tidak dianjurkan
pada anak dan harus dihindari pada anak usia < 1 tahun.
Obat-obat ini menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di
sumsum lanjutan dan mungkin bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak
dengan efek menenangkan (sedatif). Zat-zat ini dibedakan antara zat-zat yang
menimbulkan adiksi dan non-adiksi.
A. Zat-zat adiktif
Yang termasuk zat-zat ini adalah candu dan kodein, zat ini termasuk
kelompok obat opioid, yaitu zat yang memiliki sebagian sifat farmakologi
dari opium atau morfin. Berhubungan obat ini mempunyai efek ketagihan
(adiksi) maka penggunaanya harus hati-hati dan untuk jangka waktu yang
singkat.
B. Zat-zat non-adiktif
Yang termasuk zat-zat ini adalah noskapin, dekstrometorfan,
pentoksiverin. Antihistamin juga termasuk, misalnya prometazin dan
difenhidramin.
2.3 Komposisi Antitusif
A. Kodein fosfat
Bahan baku antitusif salah satunya adalah kodein. Kodein bekerja
secara sentral dengan menekan pusat batuk di bagian medulla batang otak.
Jika digunakan dengan dosis antitusif, kodein tidak memperlihatkan efek
adiktif. Namun karena berpotensi untuk disalahgunakan, kodein di Indonesia
digolongkan sebagai obat narkotika dan tidak dijual sebagai obat bebas
(OTC).
Indikasi:

3
batuk kering atau batuk dengan nyeri.
Peringatan:
asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat penyalahgunaan obat.
Interaksi: lihat lampiran 1 (analgesik opioid).
Kontraindikasi:
batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan ventilasi.
Efek Samping:
konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang sensitif atau pada dosis
besar.
Dosis:
Dewasa: 10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120 mg/hari; jarang
diberikan sebagai obat batuk pada anak-anak. Anak: 6-12 tahun 5-10 mg
atau 0,5-1,5 mg/kg bb tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari; 2-6 tahun 0,5-1
mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam maksimal 30 mg/hari.
B. Dekstrometorfan
Dekstrometorfan, salah satu antitusif tersering sebagai komponen
obat flu dapat dibeli tanpa resep dokter. Dekstrometorfan adalah D-isomer
dari kodein dan mekanisme farmakologik sebagai antitusif serupa kodein,
yakni bekerja menekan pusat batuk di medulla otak. Pada dosis tinggi dapat
bersifat adiktif seperti halnya narkotika, akan tetapi dekstrometorfan tidak
memiliki efek analgesik dan relatif aman jika digunakan pada dosis terapi
yang direkomendasikan
Meskipun demikian, hasil meta-analisis menunjukkan sebagai
antitusif dekstrometorfan secara klinis manfaatnya kurang. Badan POM pada
bulan Juni 2013 telah mengeluarkan Surat Edaran Penarikan sediaan tunggal
Dextrometorphan disebabkan karena adanya kemungkinan disalahgunakan
untuk mendapatkan efek euphoria layaknya obat narkotika. Antitusif tidak
boleh diberikan pada batuk yang produktif (berdahak) karena supresi batuk
akan menghambat pengeluaran dahak. Dosis dekstrometorfan pada orang
dewasa yang dianjurkan adalah maksimal <120 mg/hari, dan dalam preparat

4
obat flu kombinasi umumnya berkisar antara 2,5–15 mg per dosis, 4–6 jam
per hari
Indikasi:
batuk kering tidak produktif.
Peringatan:
kehamilan dan menyusui, data keamanan pada anak kurang lengkap.
Kontraindikasi:
asma, batuk produktif, gangguan fungsi hati, sensitif terhadap
dekstrometorfan.
Efek Samping:
psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada dosis besar, depresi pernapasan
pada dosis besar.
Dosis:
Dewasa 10-20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6-8 jam maksimal 120
mg/hari Anak 1 mg/kg bb/hari dalam 3-4 dosis terbagi.
/
2.4 Mekanisme Antitusif
Obat-obatan antitusif bekerja menekan batuk dengan 2 mekanisme. Yang
pertama adalah bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) dan yang kedua bekerja
pada saraf perifer.
A. Obat-obatan antitusif yang bekerja pada SSP
Batuk dapat terjadi karena aktivasi refleks batuk terdiri atas adanya
saraf aferen, saraf-saraf pusat batuk dan saraf eferen, yang diregulasi oleh
aktivitas otak yang lebih tinggi. Karena itulah saraf-saraf yang berperan dan
sistem regulasi dapat menjadi target antitusif. Contoh obat-obatan antitusif
yang bekerja pada SSP ialah kodein dan dekstrometorfan (Takahama, 2003).
1. Kodein
Kodein merupakan obat antitusif golongan narkotik yang bekerja
pada SSP. Kodein sejak lama digunakan sebagai „gold standard‟
pembanding obat-obatan antitusif baru yang bekerja pada SSP. Kodein
kemungkinan merupakan obat yang paling sering diresepkan sebagai

5
antitusif karena dapat memberikan efek analgesik dan antitusif yang baik
pada pemberian secara peroral (Chung, 2003).
Efek samping yang ditimbulkan kodein antara lain mengantuk,
mual dan muntah, serta konstipasi. Selain itu, kodein dapat
mengakibatkan ketergantungan seperti layaknya pada obat-obatan
morfin, namun dengan skala yang lebih kecil (Chung, 2003).
Dosis: oral sebagai aalgetikum dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg
dan maksimum 200 mg sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg.

.
2. Dekstrometorfan
Dekstrometorfan merupakan obat antitusif non narkotik yang
bekerja pada SSP. Dekstrometorfan yang disintesis dari derivat morfin
tidak memiliki efek analgesik maupun sedatif sehingga obat ini diperjual
belikan secara luas. Efek antitusif dari deksrometrofan sama besar
dengan efek antitusif dari kodein (Reynolds dkk., 2003).
Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk,
termangu-mangu, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromide) p.c., anak-anak 2-6 tahun
3-4 dd 8 mg, 6-12 tahun 3-4 dd 15 mg.

6
3. Noskapin
Alkaloida candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren,
seperti kodein dan morfin, melainkan termasuk dalam kelompok
benzilisokinolin seperti alkaloda candu lainnya (papaverin dan tebain).
Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, tetapi tidak
mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi, sedangkan efk
sedatifnya dapat diabaikan. Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat
baik ini, kini obat ini banyak digunakan dalam berbagai sediaan obat
batuk popular.
Noskapin tidak bersifat analgetis dan merupakan pembebas
histamine yang kuat dengan efek bronchokonstriksi dan hipotensi
(selewat) pada dosis besar.
Efek sampingnya jarang terjad dan berupa nyeri kepala, reaksi
kulit, dan perasaan lelah letih tidak bersemangat. Dosis: oral 3-4 kali
sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg sehari.

4. Prometazin

7
Jenis obat : Antihistamin
Golongan: Obat resep
Manfaat: Mencegah mual, mengatasi gangguan tidur, dan
mengatasi reaksi alergi
Dikonsumsi Anak di atas umur 2 tahun hingga dewasa
oleh
Bentuk obat: Tablet, cair, dan suntik

5. Difenhidramin

6. Ammonium Chlorida

B. Obat-obatan antitusif yang berkerja pada saraf perifer


Obat-obatan antitusif yang bekerja secara perifer bekerja di luar SSP
dan menekan batuk dengan cara menurunkan satu atau lebih responsitas dari
saraf sensorik yang berperan pada refleks, berbeda dengan obat-obatan
antitusif SSP yang bekerja di dalam SSP. Contoh obat-obatan antitusif yang
bekerja pada sistem saraf perifer adalah benzonatate, levodropropizine,
moguisteine (Reynolds dkk., 2003).
1. Benzonatate
Benzonatate merupakan turunan poliglikol rantai panjang yang
secara kimia memiliki hubungan
Benzonatate merupakan agen antitusif non-narkotik yang secara
kimia mirip dengan tetracaine dan anastesi lokal tipe ester lainnya.

8
Benzonatate digunakan untuk menekan batuk yang timbul baik batuk
akut maupun kronis.
2. Levodropropizine
Levodropropizine merupakan obat antitusif non-opioid yang efek
periferalnya kemungkinan karena modulasi pada sensory neuropeptides
dalam saluran pernafasan (Lalloo dkk., 1995).
3. Moguisteine
Moguisteine merupakan jenis obat antitusif baru non-opioid yang
bekerja pada saraf perifer (Bolser dkk., 1993) yang melibatkan ATP-
sensitive potassium channels (Bolser dkk., 1994). Obat ini belum secara
komersil diperjual belikan karena masih dalam tahap pengembangan .
4. Sirup OB Poliherbal
Sirup OB poliherbal (gambar 2), merupakan salah satu produk
obat batuk yang diproduksi oleh PT. Deltomed Laboratories. Produk ini
berupa sediaan sirup yang terbuat dari bahan-bahan alam.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

10
Daftar Rujukan
(http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/39-antifusif-dan-
ekspektoran/391-antitusif), diakses pada tanggal 26 Maret 2017

http://desyindr.blogspot.co.id/2014/09/definisi-spesialit-obat-penggolongan.html

http://tiawidianti18.blogspot.co.id/2015/12/makalah-farmakologi-obat-batuk.html

Gitawati, R. 2014. Bahan aktif dalam kombinasi obat flu dan Batuk-pilek, dan
pemilihan obat flu yang Rasional, (Daring),
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/viewFile/3482/3444),
diakses pada tanggal 26 Maret 2017

11

Anda mungkin juga menyukai