Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS JURNAL

OBAT-OBAT DI RUANG ICU

Disusun Oleh:

Alfayu Putri T. (P27820820002)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AKADEMIK
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Semesta alam yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah “Obat-obatan di Ruang ICU” dengan baik.
Hasil makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan hasil
laporan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dari penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca serta penulis sendiri.

Surabaya, Nopember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................... 1
1.4 Manfaat Makalah ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1 Obat-obat di Ruang ICU ................................................................................ 3
BAB 3 ANALISIS PICO ............................................................................................9
3.1 Analisa Jurnal ..................................................................................................9
BAB 4 PENUTUP........................................................................................................12
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................12
4.2 Saran ..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................13

ii
BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam
keselamatan jiwa pasien tersebut. Keperawatan kritikal adalah suatu bidang yang
memerlukan perawatan pasien yang berkualitas tinggi dan komperenhensif. Untuk pasien
yang kritis, waktu adalah vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi maslah pasien dengan
cepat. Klasifikasi pasien yang membutuhkan perawatan kritis harus berfokus pada tingkat
perawatan yang dibutuhkan oleh masing-masing individu, dimanapun mereka berada.
Klasifikasi ini mengalami pergeseran dari pengelompokkan pasien berdasarkan geografis
pasien, misalnya Intensive Care Unit (ICU) dan High Depencency Unit (HDU), menuju
suatu system klasifikasi yang menggambarkan adanya jenjang menarik tingkatan
perawatan untuk setiap pasien, tidak tergantung pada lokasi mereka di dalam rumah sakit
(Jevon, 2010).
Begitupun seorang tenaga kesehatan, sudah selayaknya mereka melakukan usaha-
usaha untuk meminimalkan resiko kecacatan maupun kematian pada pasien yang gawat
maupun darurat sebagai pertolongan yang pertama dan menyelamatkan pasien dari
kematian. Kondisi yang seperti itu dinamakan sebagai emergency. Emergency
merupakan suatu usaha dimana penanganannya harus cepat dan tepat untuk menghindari
kematian. Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan atau emergency adalah hak asasi setiap
orang dan merupakan kewajiban yang harus dimiliki semua orang. Dimana pasien yang
gawat darurat mendapatkan hak untuk diberikan suatu pengobatan sebagai penunjang
hidupnya. Apalagi jika pasien hanya mampu hidup dengan bantuan alat kesehatan khusus
yang berada pada ruang yang khusus maupun tergantung pada obat-obatan, sudah
seharusnya tenaga kesehatan memberikan apa yang pasien butuhkan termasuk pemberian
obat. Obat yang diberikan pada pasien gawat darurat di ICU merupakan obat-
obatan emergency . Obat emergency adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
situasi gawat darurat atau untuk resusitasi/life support (Anggraini, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja obat-obatan yang berada di ruangan ICU?
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui obat-obatan di ruang ICU

1
2

1.4 Manfaat Makalah


Dapat dijadikan acuan pembelajaran pada mahasiswa keperawatan dalam
mengetahui pengobatan selama di perawatan hospitalisasi di ruangan kritis (ICU).
Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Pelayanan dan Pengalaman Keluarga Pasien di Ruang ICU


2.1.1 Vasopressor dan Inotropik
1) Pengertian Vasopressor dan Inotropik
Vasopressor adalah sekelompok obat yang mengontraksi
(mengencangkan) pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Mereka
digunakan untuk mengobati tekanan darah sangat rendah, terutama pada orang
yang sakit kritis. Obat-obatan ini dapat membantu dokter mengobati pasien yang
mengalami syok atau sedang menjalani operasi. Umumnya diberikan dalam
kombinasi dengan obat-obatan yang disebut inotropik.
Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot.Faktor
yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor
yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik
positif biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung,
kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventricular.
2) Obat-obat Vasopressor dan Inotropik
1. Norepinephrine, obat yang serupa dengan adrenalin. Bekerja dengan
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah dan kadar
gula dalam darah. Norepinephrine digunakan untuk mengobati kondisi tekanan
darah rendah yang fatal.
a. Indikasi : hypotension, syok septik, syok kardiogenik, syok neurogenic
b. Kontraindikasi : riwayat batu ginjal, gangguan parathyroid, hipertensi
c. Dosis : Awal 2-4mcg/menit, dosis perawatan 1-12 mcg/menit, dosis syok
awal 2-4 mcg/menit, dosis syok perawatan 1-12mcg/menit (80-100 systol)
d. Efek samping : aritmia, bradikardia
2. Dobutamine, digunakan untuk meningkatkan tekanan darah systolic. Obat ini
bekerja dengan cara merangsang kerja otot jantung dan meningkatkan aliran
darah.
a. Indikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, syok septik, resusitasi
b. Kontraindikasi : hipertensi, penyakit katup jantung, tumor kelenjar adrenal
c. Dosis : dosis awal 0,5-1 mcg/kg, dosis perawatan 2-20mcg/kg/menit (IV),
dosis penderita sakit jantung 2,5-12mcg/kg/menit

3
4

d. Efek samping : takikardia, iskemia jantung, hipotensi, aritmia


3. Epinephrine, untuk mengobati reaksi alergi, obat ini bertindak cepat untuk
meningkatkan pernapasan, merangsang jantung.
a. Indikasi : alergi makanan, alergi obat, hypotensi, pembengkakan.
b. Kontraindikasi : penyakit mata, asama bronkeal, hipertensi.
c. Dosis : syok IV 2-10mcg/menit, endotrakeal 1mg, intrakardial 0,3-0,5 mg,
untuk asystole IV 0,5-1mg (3-5 menit), endotrakeal 1mg, intrakardial 0,3-
0,5 mg. untuk asma SC 0,1-0,5mg, IM 0,1-0,5mg, nebule 1-3 hirupan per 5
menit.
d. Efek samping : aritmia, iskemia jantung
4. Dopamin, obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kekuatan pompa jantung
dan aliran darah menuju ginjal. Umumnya obat ini digunakan untuk mengobati
syok.
a. Indikasi : bradikardi, syok septik, syok kardiogenik, syok neurogenic
b. Kontraindikasi : hipertensi, aritmia, pembekuan darah, dehidrasi
c. Dosis : awal 2-10mcg/kg/menit (IV), perawatan 2-50mcg/kg/menit (IV)
d. Efek samping : aritmia, iskemia jantung
5. Phenylephrine, obat ini bekerja dengan mengurangi pembengkakan dihidung,
dan telinga. Sehngga mengurani ketidaknyamanan dan memudahkan untuk
bernafas.
a. Indikasi : syok septik, sinusitis, bronchitis
b. Kontraindikasi : alergi, hipertensi, idiopatic onthostatic hypotension
c. Dosis : infus 0,4-0,1mcg/kg/menit, IV 0,1-0,5mg setiap 10-15 menit
d. Efek samping : reflex bradikardia, vasokontriksi perifer, menyebabkan
iskemia
6. Isoprenaline, obat yang bekerja mengendurkan pembuluh darah dan membantu
pemompaan darah agar bekerja lebih baik lagi.
a. Indikasi : serangan jantung, syok, block jantung, relaksan jalur pernapasan
b. Kontraindikasi : hipertensi, asma, hypertyroidisme
c. Dosis : IV 0,01-0,02mg, blok jantung 0,04-0,06mg (IV)
d. Efek samping : aritmia, iskemia jantung
5

7. Vasopressin, obat mencegah hilangnya cairan tubuh dengan menurunkan


keluaran urine dan membantu ginjal menyerap air kedalam tubuh,
meningkatkan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah.
a. Indikasi : DM insspidius, cardiac arrest, refractory septic, syok, distensi
perut sebelum x-ray perut
b. Kontraindikasi : gagal ginjal, migren, epilepsy
c. Dosis : DM 5-10 unit 2-4 kali sehari, perdarahan gastro 0,2-0,4 unit/menit,
distensi perut sebelum x-ray 10 unit (IM) 2 jam sebelum x-ray.
d. Efek samping : aritmia, iskemia jantung, iskemia mesentarium.
2.1.2 Antibiotik
1) Pengertian Antibiotik
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi
yang diseebabkan oleh bakteri. Antibiotic adalah suatu senyawa kimia yang
dihasilkan oleh mikroorganisme yang dalam konsentrasi kecil mempunyai
kemampuan menghambat atau membunuh mikroorganisme lain. (RSUD Dr.
Saiful Anwar, 2016)
2) Indikasi Penggunaan Antibiotik
a) Menegakkan diagnosis penyakit infeksi
b) Menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti
mikrobiologi, serologi dan penunjang lainnya.
c) Antibioika tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
atau penyakit yang dapat sembuh sendiri.

Pemilihan jenis Antibiotika harus berdasar pada :

a. Informasi tentang spectrum kuman penyebab infeksi dan pada kepekaan


terhadap antibiotika
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika
d. Melakukan de-ekskalasi setelah pertimbangan hasil mikrobiologi dan keadaan
klinis pasien serta ketersediaan obat
e. Cost effective, obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman
3) Kontraindikasi Penggunaan Antibiotik
6

a) Antibiotika tidak diberikan pada penyakit yang dapat sembuh sendiri ( self-
limited)
b) Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotic
Contoh antibiotic penicillin :
a) Adanya riwayat hipersensitivitas terhadap obat golongan penicillin
b) Penggunaan bersama propranolol dan nodolol
4) Dosis Pemberian Antibiotik
1. Antibiotik Profilaksis bedah

Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan
dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup tinggi. Pada
jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal
hingga 2 kali lipat kadar terapi. Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi
perdarahan lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam.
Antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya
diberikan pada saat induksi anestesi, rute melalui intravena atau untuk
menghindari risiko yang tidak diharapkan bisa menggunakan drip
intravena.
2. Antibiotik Terapi Empiris
Antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48- 72 jam. Selanjutnya
harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis
pasien serta data penunjang lainnya. Rute pembeian antibiotik oral
seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
3. Antibiotik Defenitif
Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk
eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Rute pemberian
antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
2.1.3 Trombolitik
1) Pengertian Trombolitik
Terapi trombolitik adalah penggunaan obat-obatan untuk memecah
gumpalan yang menyebabkan terganggunya aliran darah ke otak. Lama
7

dari awal terjadinya stroke mungkin menjadi perbedaan antara hasil yang baik
atau buruk. Pasien yang hadir ke rumah sakit dalam waktu 3 jam dari tanda
pertama dari stroke mungkin dapat menerima alteplase yang merupakan
penghancur bekuan yang dapat memulihkan aliran darah pada daerah stroke
(Gund M.D et al.,2013). Terapi trombolitik dengan intravena Recombinant
Tissue Plasminogen Activator (r-TPA) atau alteplase adalah obat hipe akut
paling efektif terbukti mengurangi resiko akhir kematian dan cacat untuk
stroke iskemik (National Stroke Foundation, 2010). Plasminogen activator (t-
PA) memainkan peran sentral dalam menjaga kontrol homeostatik dalam
kaskade pembekuan darah. Dengan membelah plasminogen molekul
prekursor, itu menghasilkan plasmin enzim aktif, yang kemudian memecah
bekuan berbasis fibrin di iskemia serebral fokal (Micieli, 2009).
2) Indikasi Penggunaan Trombolitik
a. ST Elevasi (AMI) atau LBBB baru
b. Stroke Iskemia Akut
c. Oklusi arteri perifer
d. Thrombosis vena dalam
e. Emboli paru
3) Kontraindikasi Trombolitik
a. Pasien dengan riwayat stroke hemoragik
b. Stroke Iskemik >3 jam sampai 3 bulan
c. Tumor intracranial
d. AVM (Kelainan struktur vaskuler serebral)
e. Diseksi aorta akut
f. Cedera kepala dalam 3 bulan terakhir
g. Perdarahan internal aktif
h. Gangguan system pembekuan darah
i. Kadar trombosit dalam darah kurang dari 100.000 atau ada gangguan darah
lainnya
j. Kadar gula darah kurang dari 50mg/dL (2,7 mmol/L) ataul ebih dari 400
mg/dL (22mmol/L)
k. Tekanan darah sistolik> 185 mmHg dan Diastolik>105 mmHg, meskipun
sudah diberikan terapi anti hipertensi yang agresif
8

2) Dosis Pemakaian Trombolitik


Alteplase dimulai dalam 4,5 jam dari onset gejala mengurangi kecacatan dari
stroke iskemik, dengan pemberian dan pengelolaan alteplase 0,9 mg/kg
(maksimum 90 mg) IV lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai bolus
awal atas 1 menit. Pada pemberian ini dihindari pemberian antikoagulan dan
terapi antiplatelet selama 24 jam dan memantau pasien dalam peningkatan
tekanan darah, respon, dan perdarahan(Wells et al., 2015).
a. Infark miokard, rejimen dipercepat (dimulai dalam 6 jam). Awal, injeksi
intravena 15 mg, diikuti dengan infus 35 mg selama 60 menit (total 100 mg
selama 90 menit); pada pasien dengan berat badan kurang dari 65 kg, dosis
diturunkan.
b. Infark miokard, terapi awal diberikan dalam 6-12 jam: Awal, injeksi
intravena 10 mg, diikuti dengan infus intravena 50 mg selama 60 menit.
Kemudian 4 kali infus intravena 10 mg selama 30 menit (total 100 mg
selama 3 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien dengan berat badan
kurang dari 65 kg).
c. Embolisme paru, injeksi intravena 10 mg selama 1-2 menit, diikuti dengan
infus intravena 90 mg selama 2 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien
dengan berat badan kurang dari 65 kg.
d. Stroke akut, (terapi harus dimulai dalah 3 jam), meliputi intravena 900
mcg/kg bb (maksimal 90 mg) selama 60 menit; 10% dosis diberikan melalui
injeksi intravena; Lansia. Tidak dianjurkan untuk usia diatas 80 tahun
Bab 3
Analisis PICO

3.1 Analisa Jurnal


1. Ringkasan Jurnal
1) JUDUL
Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Di Ruang Intensive Care Unit (Icu) Di
Salah Satu Rumah Sakit Swasta Di Bandung
2) PENELITI
Ani Anggriani, Ida Lisni, Kusnandar
3) ALAMAT INSTITUSI
Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132,
Indonesia
4) RINGKASAN JURNAL
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri
terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik dan infeksi nosokomial lebih banyak
terjadi di ruang Intensive care unit (ICU). Faktor peningkatan resistensi antibiotik
di ruang ICU meliputi penggunaan obat antibiotik dengan spektrum yang luas,
kemudahan terjadinya cross-transmission, dan gangguan pertahanan tubuh pasien
yang dirawat di ruang ICU.
5) TUJUAN
Untuk mengidentifikasi dan menilai penggunaan antibiotik pada pasien yang
dirawat di ICU di salah satu RS swasta di Bandung.
6) KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
a. Kelebihan : penelitian dilakukan menggunakan metode observasional dengan
pengumpulan data secara retrospektif dan konkuren, dan penyajian data secara
deskriptif.
b. Kekurangan : sumber data yang diambil terlalu lama.
2. Metode PICO
1) PROBLEM
Intensitas penggunaan antibiotic yang relative tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotic. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,

9
10

juga memberi dampak negative terhadap ekonomi dan social yang sangat tinggi.
Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga
berkembang di lingkungan masyarakat. Resistensi antibiotic dan infeksi
nosocomial lebih banyak terjadi di ruang ICU, factor peningkatan resistensi
antibiotic di ruang ICU meliputi penggunaan obat antibiotic dengan spectrum
yang luas, kemudahan terjadinya cross-transmission dan gangguan pertahanan
tubuh pasien yang di rawat di ruang ICU.
2) INTERVENTION
Penelitian dilakukan menggunakan metode observasional dengan
pengumpulan data secara retrospektif dan konkuren, dan penyajian data secara
deskriptif, tahapan penelitian ini meliputi penetapan kriteria penggunaan obat,
penetapan kriteria obat, penetapan kriteria subyek penelitian, tempat dan waktu
penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan.
Kriteria inklusi meliputi semua pasien yang dirawat di ruang ICU dan semua
pasien yang mendapatkan terapi obat antibiotic yang di rawat di ruang ICU.
3) COMPARATION
a. Peneliti : Diah Putri (2015)
b. Judul : Kajian Penggunaan antibiotic pada terapi empiris dengan hasil terapi
di ruang ICU RSUD “X”
c. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotic empiris yang sering di
pakai di ruang ICU RSUD “X” periode 2015 yaitu antibiotic Seftriakson
sebesar 40,85% dengan dosis 200mg, frekuensi 1x1 dengan rute IV. Hasil
terapi pemberian antibiotic pada terapi empiris di ruang ICU RSUD “X”
periode 2015 didapatkan yaitu: sembuh sebanyak 34,57%; atas permintaan
sendiri (pulang/pindah RS) sebanyak 3,70%; dan meninggal sebanyak 61,73%.
4) OUTCOME
Antibiotik paling banyak digunakan di ruang ICU adalah antibiotik
seftriakson. Analisis kualitatif dinilai kesesuaian penggunaan antibiotik
berdasarkan indikasi penyakit 100%, berdasarkan dosis pemberian 100%,
berdasarkan interval waktu pemberian antibiotik 92,31%, berdasarkan lama
waktu pemberian antibiotik 92,31%, berdasarkan kombinasi sinergis terjadi pada
penggunaan antibiotik seftriakson dengan meropenem, seftazidim dengan
levofloxacin, dan metronidazol dengan levofloxacin masing-masing 7,69%.
Berdasarkan interaksi, terjadi interaksi mayor pada obat deksametason dengan
11

levofloksasin (7,69%) dan moderate pada obat seftriakson dengan furosemid


(7,69%). Antibiotik seftriakson paling banyak digunakan di ruang ICU. Dari
kajian rasionalitas diketahui adanya kesesuaian penggunaan antibiotik
berdasarkan indikasi penyakit, dosis pemberian, interval waktu pemberian, lama
waktu pemberian, dan penggunaan kombinasi antibiotik. Terjadi interaksi obat
signifikan secara klinis.
Bab 4
Penutup

4.1 Kesimpulan
Penggunaan obat-obat di ICU harus sangat diperhatikan oleh perawat maupun
dokter baik obat jenis vasopressor, inotropic, antibiotic maupun trombolitik, dengan
menggunakan prinsip enam benar yaitu benar pasien, benar akan waktu pemberian,
benar obat yang di berikan, berapa dosis obat yang akan diberikan, cara atau rute
pemberian, dan harus benar dalam mendokumentasikan. Seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh Ani Anggraini, Ida, dan Kusnandar (2018) bahwa Intensitas
penggunaan obat jenis antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Resistensi antibiotik dan infeksi nosokomial lebih banyak terjadi di ruang
Intensive care unit (ICU). Faktor peningkatan resistensi antibiotik di ruang ICU
meliputi penggunaan obat antibiotik dengan spektrum yang luas, kemudahan
terjadinya cross-transmission, dan gangguan pertahanan tubuh pasien yang dirawat di
ruang ICU.
4.2 Saran
Bagi pihak kesehatan agar lebih memperhatikan dan menerapkan pemberian obat
yang baik termasuk melakukan prinsip enam benar pemberian obat bagi pasien kritis
yang berada di ICU.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini Ani, dkk.2018. KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI


RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DI SALAH SATU RS SWASTA DI
BANDUNG. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol 15 No 2, Desember 2018. Sekolah
Farmasi ITB
Auliya Vica. 2015.STUDI PENGGUNAAN OBAT INTROPIK DAN VASOPRESSOR.Skripsi
Thesis. Maret 2017. UNAIR
Code Health.2017.VASOPRESSOR & INOTROPES. April 2017. Medzcool
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik, 874, 8–22.
Putri Diah. 2016. KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA TERAPI EMPIRIS
DENGAN HASIL TERAPI DI RUANG ICU RSUD “X”. Oktober 2016. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Malena Rida.2015.PERILAKU PERAWAT MENERAPKAN PRINSIP ENAM BENAR
PEMBERIAN OBAT MENCEGAH KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN. Vol 6 No 1,
Juni 2015. RS Muhammadiyah Gresik
Riyanto Beni. 2016. TERAPI TROMBOLITIK INTRAVENA UNTUK STROKE ISKEMIK.
Cermin Dunia Kedokteran. 43 (12) Di akses pada Rabu 4 Nopember 2020 pukul 18.00wib
RSUD Dr. Saiful Anwar. (2016). Panduan Umun Penggunaan Antimikroba. 1–68.

13

Anda mungkin juga menyukai