Disusun Oleh:
Dengan menyebut nama Tuhan Semesta alam yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah “Obat-obatan di Ruang ICU” dengan baik.
Hasil makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan hasil
laporan ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa dari penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca serta penulis sendiri.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................... 1
1.4 Manfaat Makalah ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1 Obat-obat di Ruang ICU ................................................................................ 3
BAB 3 ANALISIS PICO ............................................................................................9
3.1 Analisa Jurnal ..................................................................................................9
BAB 4 PENUTUP........................................................................................................12
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................12
4.2 Saran ..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................13
ii
BAB 1
Pendahuluan
1
2
3
4
a) Antibiotika tidak diberikan pada penyakit yang dapat sembuh sendiri ( self-
limited)
b) Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotic
Contoh antibiotic penicillin :
a) Adanya riwayat hipersensitivitas terhadap obat golongan penicillin
b) Penggunaan bersama propranolol dan nodolol
4) Dosis Pemberian Antibiotik
1. Antibiotik Profilaksis bedah
Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan
dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup tinggi. Pada
jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar hambat minimal
hingga 2 kali lipat kadar terapi. Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi
perdarahan lebih dari 1500 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam.
Antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya
diberikan pada saat induksi anestesi, rute melalui intravena atau untuk
menghindari risiko yang tidak diharapkan bisa menggunakan drip
intravena.
2. Antibiotik Terapi Empiris
Antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48- 72 jam. Selanjutnya
harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis
pasien serta data penunjang lainnya. Rute pembeian antibiotik oral
seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
3. Antibiotik Defenitif
Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk
eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Rute pemberian
antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
2.1.3 Trombolitik
1) Pengertian Trombolitik
Terapi trombolitik adalah penggunaan obat-obatan untuk memecah
gumpalan yang menyebabkan terganggunya aliran darah ke otak. Lama
7
dari awal terjadinya stroke mungkin menjadi perbedaan antara hasil yang baik
atau buruk. Pasien yang hadir ke rumah sakit dalam waktu 3 jam dari tanda
pertama dari stroke mungkin dapat menerima alteplase yang merupakan
penghancur bekuan yang dapat memulihkan aliran darah pada daerah stroke
(Gund M.D et al.,2013). Terapi trombolitik dengan intravena Recombinant
Tissue Plasminogen Activator (r-TPA) atau alteplase adalah obat hipe akut
paling efektif terbukti mengurangi resiko akhir kematian dan cacat untuk
stroke iskemik (National Stroke Foundation, 2010). Plasminogen activator (t-
PA) memainkan peran sentral dalam menjaga kontrol homeostatik dalam
kaskade pembekuan darah. Dengan membelah plasminogen molekul
prekursor, itu menghasilkan plasmin enzim aktif, yang kemudian memecah
bekuan berbasis fibrin di iskemia serebral fokal (Micieli, 2009).
2) Indikasi Penggunaan Trombolitik
a. ST Elevasi (AMI) atau LBBB baru
b. Stroke Iskemia Akut
c. Oklusi arteri perifer
d. Thrombosis vena dalam
e. Emboli paru
3) Kontraindikasi Trombolitik
a. Pasien dengan riwayat stroke hemoragik
b. Stroke Iskemik >3 jam sampai 3 bulan
c. Tumor intracranial
d. AVM (Kelainan struktur vaskuler serebral)
e. Diseksi aorta akut
f. Cedera kepala dalam 3 bulan terakhir
g. Perdarahan internal aktif
h. Gangguan system pembekuan darah
i. Kadar trombosit dalam darah kurang dari 100.000 atau ada gangguan darah
lainnya
j. Kadar gula darah kurang dari 50mg/dL (2,7 mmol/L) ataul ebih dari 400
mg/dL (22mmol/L)
k. Tekanan darah sistolik> 185 mmHg dan Diastolik>105 mmHg, meskipun
sudah diberikan terapi anti hipertensi yang agresif
8
9
10
juga memberi dampak negative terhadap ekonomi dan social yang sangat tinggi.
Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga
berkembang di lingkungan masyarakat. Resistensi antibiotic dan infeksi
nosocomial lebih banyak terjadi di ruang ICU, factor peningkatan resistensi
antibiotic di ruang ICU meliputi penggunaan obat antibiotic dengan spectrum
yang luas, kemudahan terjadinya cross-transmission dan gangguan pertahanan
tubuh pasien yang di rawat di ruang ICU.
2) INTERVENTION
Penelitian dilakukan menggunakan metode observasional dengan
pengumpulan data secara retrospektif dan konkuren, dan penyajian data secara
deskriptif, tahapan penelitian ini meliputi penetapan kriteria penggunaan obat,
penetapan kriteria obat, penetapan kriteria subyek penelitian, tempat dan waktu
penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan.
Kriteria inklusi meliputi semua pasien yang dirawat di ruang ICU dan semua
pasien yang mendapatkan terapi obat antibiotic yang di rawat di ruang ICU.
3) COMPARATION
a. Peneliti : Diah Putri (2015)
b. Judul : Kajian Penggunaan antibiotic pada terapi empiris dengan hasil terapi
di ruang ICU RSUD “X”
c. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotic empiris yang sering di
pakai di ruang ICU RSUD “X” periode 2015 yaitu antibiotic Seftriakson
sebesar 40,85% dengan dosis 200mg, frekuensi 1x1 dengan rute IV. Hasil
terapi pemberian antibiotic pada terapi empiris di ruang ICU RSUD “X”
periode 2015 didapatkan yaitu: sembuh sebanyak 34,57%; atas permintaan
sendiri (pulang/pindah RS) sebanyak 3,70%; dan meninggal sebanyak 61,73%.
4) OUTCOME
Antibiotik paling banyak digunakan di ruang ICU adalah antibiotik
seftriakson. Analisis kualitatif dinilai kesesuaian penggunaan antibiotik
berdasarkan indikasi penyakit 100%, berdasarkan dosis pemberian 100%,
berdasarkan interval waktu pemberian antibiotik 92,31%, berdasarkan lama
waktu pemberian antibiotik 92,31%, berdasarkan kombinasi sinergis terjadi pada
penggunaan antibiotik seftriakson dengan meropenem, seftazidim dengan
levofloxacin, dan metronidazol dengan levofloxacin masing-masing 7,69%.
Berdasarkan interaksi, terjadi interaksi mayor pada obat deksametason dengan
11
4.1 Kesimpulan
Penggunaan obat-obat di ICU harus sangat diperhatikan oleh perawat maupun
dokter baik obat jenis vasopressor, inotropic, antibiotic maupun trombolitik, dengan
menggunakan prinsip enam benar yaitu benar pasien, benar akan waktu pemberian,
benar obat yang di berikan, berapa dosis obat yang akan diberikan, cara atau rute
pemberian, dan harus benar dalam mendokumentasikan. Seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh Ani Anggraini, Ida, dan Kusnandar (2018) bahwa Intensitas
penggunaan obat jenis antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Resistensi antibiotik dan infeksi nosokomial lebih banyak terjadi di ruang
Intensive care unit (ICU). Faktor peningkatan resistensi antibiotik di ruang ICU
meliputi penggunaan obat antibiotik dengan spektrum yang luas, kemudahan
terjadinya cross-transmission, dan gangguan pertahanan tubuh pasien yang dirawat di
ruang ICU.
4.2 Saran
Bagi pihak kesehatan agar lebih memperhatikan dan menerapkan pemberian obat
yang baik termasuk melakukan prinsip enam benar pemberian obat bagi pasien kritis
yang berada di ICU.
12
DAFTAR PUSTAKA
13