Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

PADA PASIEN DENGAN ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

DI RUANG CVCU PPJT LANTAI 6 RSUD DR. SOETOMO

SURABAYA

Disusun Oleh:

Fanita Rukmana

NIM. P27820716021

PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi secara

mendadak akibat peningkatan tekanan intravaskular (Aru W Sudoyo, 2008).

Acute Lung Oedema adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis

di dalam paru (Soeparman, 767).

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada

organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa

tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

B. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-

kardiogenik.

1. Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ

jantung.Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau

jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-

pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.Gagal jantung

kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-

sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-

serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih

dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada gilirannya,

hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika

tekanan membesar, misal:

1) Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya

deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang

disuplai oleh arteri tersebut. Akhirnya, otot jantung yang mengalami gangguan

tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.

2) Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa

ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh

infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek

racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati

menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu

mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah

lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu

mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal

inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).

3) Gangguan katup jantung

Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk

mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau

tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan

darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

4) Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot

ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal

berikut :

1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon

peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat

dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,

trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,

atau radiasi pada paru-paru.

3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat

menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada

pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialisis

mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

4) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang

parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-

paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

5) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion

pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis

(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)

dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru.Ini dapat berakibat pada

pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

6) Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.

Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus

pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan

pulmonary edema.

7) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema

mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke

paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-

related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eklampsia

pada wanita-wanita hamil.


C. Patofisiologi

Acute Lung Oedema (ALO) kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan

atau volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan

(peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme

fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan

membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli

ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial

mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan

atrium kiri > 25 mmHg.

Sedangkan ALO non kardiogenik timbul karena disebabkan oleh kerusakan

dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru

sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan

mengakibatkan terjadinya pengeluaran secret encer berbuih dan berwarna pink froty.

Adanya secret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan

fungsinya.

D. Manifestasi Klinis

Gejala-gejalanya dapat terdiri atas :

1. Dispnae mendadak

2. Napas basah

3. Nyeri dada, Nyerinya seperti tertindih dan kadang tertusuk-tusuk yang

menjalar melalu saraf hingga ke bahu, lengan kiri, tembus ke punggung, dan

leher.

3. Takipnea

4. Takikardi

5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru

6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur

7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)


8. Tangan menjadi dingin dan basah

9. Bantalan kuku sianotik

10. Warna kulit menjadi abu-abu

11. Nadi cepat dan lemah

12. Distensi vena jugularis

13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)

14. Kesadaran stupor

Gambaran tanda gejala ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),

walaupun pada kenyataannya secara klinis sulit dideteksi secara dini.Pembagian

stadium tersebut adalah sebagai berikut:

1. Stadium 1

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki

pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada

stadium ini hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak

jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena

terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi

2. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru

menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal.

Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih

mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh

gravitasi.

Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak

napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

3. Stadium 3

Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan

secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami


sesak napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas

vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

E. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan EKG (elektrokardiogram)

Pemeriksaan EKG dapat menerangkan secara akurat adanya takikardia supra

ventrikular atau arterial. Selain itu, EKG dapat memprediksi adanya iskemia,

infark miokard, dan LVH yang berhubungan dengan ALO kardiogenik.

bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada infark

miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran

elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri , ST

elevasi/depresi tergantung pada penyebabnya. Pasien dengan edema paru kardiogenik

tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negative yang

lebar dengan ST memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah

klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini

belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab,

antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis.

2) Pemeriksaan laboratorium rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP

1) Darah lengkap (RBC, WBC, HGB, HCT, PLT, GDA) elektrolit (Natrium,

kalium, Klorida, magnesium, dan kalsium) mengalami hiperkalemia untuk

melihat fungsi hepar (SGOT dan SGPT) fungsi ginjal (BUN dan kreatinin

serum) harus baik untuk membantu pengeluaran cairan dari tubuh.

2) Analisa gas darah

pH ( >7,45 ), PCO (< 35 mmHg)

menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratori.

3) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard akut

a. cTnT dan cTnI


Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I

(cTnI) memiliki sekuensi asam amino yang berbeda dari protein ini

yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan

dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan

antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI

secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi

meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai

normal pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai

pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap

meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI. Kadar Troponin T

meningkat lebih duluan 3-4 jam dari Troponin I.

b. CKMB

Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan

umumnya kembali normal setelah 48-72 jam.

Pengukuranpenurunantotal CK pada STEMI memiliki spesifisitas

yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot

skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB

dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB

tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan

ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak

mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum.

c. Myoglobin

Merupakan protein yang terdapat pada otot rangka dan otot jantung.

Kadar myoglobin akan meningkat dalam waktu 2-12 jam setelah

serangan jantung, dan kembali menurun ke kadar normalnya dalam

waktu 24-36 jam setelah serangan jantung.


Karena bisa meningkat pada kondisi penyakit lain, kadar myoglobin

sering kali diperiksa bersamaan dengan enzim jantung dan

pemeriksaan jantung lain, misalnya EKG untuk mendiagnosis

serangan jantung.

3) Foto thoraks

Pada foto thoraks biasanya menunjukkan hilus yang melebar dan densitas

meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstitial atau alveolar,

kardiomegali.

4) Pemeriksaan echocardiography

Pemeriksaan echocardiography untuk mengetahui penyebab gagal jantung,

seperti: kelainan katub, hipertrofi ventrikel (hipertensi), penyakit jantung

koroner, pada umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri, ada

ruang di dalam rongga, dan melihat kemampuan otot jantung untuk memompa

darah.

5) Angiography

Untuk melihat pembuluh darah apakah ada plak atau penyumbatan, serta

kerusakan pada pembuluh darah.

F. Penatalaksanaan

1. Posisi semi fowler (setengah duduk / 60 - 90°) untuk memperbaiki ventilasi

walaupun terdapat hipotensi.

2. Memberikan oksigen 6 – 8 lpm atau 90 – 100% O2 dengan masker.

3. Jika memburuk (pasien sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa

dipertahankan kurang lebih 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,

hipoventilasi), maka dilakukan intubasi, endotrakeal, suction, dan ventilator

4. Infus emergensi, monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada


5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –

10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin

intravena mulai dosis 3 - 5 ug/kgBB

6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimul

ai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis

dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik

85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau

selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital

7. Morfin sulfat 3 – 5 mg per i.v., dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg

(sebaiknya dihindari)

8. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg per i.v. bolus dapat diulangi atau dosis

ditingkatkan 4 jam dilanjutkan sampai produksi urin 1 ml/kgBB/jam

9. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2 – 5

ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 -10 ug/kgBB/menit untuk menstabilitaskan

hemodinamik

10. Trombolitik atau revarkularisasi pada pasien infark miokard

11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis, atau tidak berhasil dengan

oksigen

12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan

ruptur dinding ventrikel

H. Komplikasi

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari

komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya.Lebih

spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan

secara parah oleh paru-paru.Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial

menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,

seperti otak misal:

1. ARDS
2. Gagal napas akut

3. Atelektasis paru

4. Kematian
G. Pathway

Faktor kardiogenik

Gagal jantung kiri

Ketidakseimbangan staling force

Tekanan Tekanan negatif


Tekanan onkotik Tekanan onkotik
kapiler paru ↑ interstitial ↑
plasma ↓ interstitial ↑

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac


Pemasangan alat bantu
cairan output ↓
napas (ventilator)

Gangguan Oksigen
Bedrest Pemasangan Area
pertukaran jaringan ↓ Bersihan jalan
selang
fisik invasi
gas napas tidak
endotrakeal M.O
efektif

Pengambilan Defisit Risiko


Penurunan Risiko Risiko
oksigen ↑ perawata gannguan
curah perfusi integritas infeksi
n diri
jantung perifer kulit/jarin
tidak gan
efektif Gangguan
pola Gangguan
napas komunikasi
verbal

Alkalosis Kelelahan Ketidakmampuan


metabolik mencerna makanan

Intoleransi Defisit
Risiko aktivitas
ketidakseimbangan nutrisi
elektrolit
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian

1. Identitas

Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, agama,

suku/bangsa, no. registrasi.

2. Keluhan Utama

Biasanya pasien mengeluh sesak napas, nyeri dada sebelah kiri, dan badan terasa

lemas.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya pasien dibawa ke rumah sakit setelah mengalami sesak napas,

sianosis atau batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun

tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba

pada kasus trauma.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya sebelumnya pasien mengalami predileksi penyakit sistemik atau

berdampak sistemik seperti sepsis, pankreatitis, penyakit paru, jantung serta

kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner sebelumya.

4. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (Breath)

Biasanya terdapat nyeri saat inspirasi, frekuensi pernapasan meningkat,

mengalami hiperventilasi, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis, batuk,

produksi sputum banyak, terdapat suara napas tambahan ronchi.

b. B2 (Blood)
Biasanya terjadi peningkatan atau penurunan tekanan darah, peningkatan

nadi, denyut jantung tidak teratur, terdapat suara jantung tambahan, adanya

demam/tidak, sianosis, perfusi yang dingin, kulit pucat, suhu meningkat.

c. B3 (Brain)

Biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran pada kasus ALO yang telah

memberat, gelisah, GCS menurun, refleks menurun, letargi.

d. B4 (Bladder)

Kemungkinan terjadi oliguria akibat gangguan fungsi ginjal yang

menyebabkan produksi urin menurun.

e. B5 (Bowel)

Pasien dengan ALO biasanya mengalami mual atau kadang muntah,

konsistensi feses normal/diare.

f. B6 (Bone)

Biasanya terjadi kelemahan atau intoleransi aktivitas pada pasien ALO,

turgor menurun, terdapat oedema pada ekstremitas.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam paru

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi alveoli dan

pertukaran gas sekunder

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial

(penurunan)

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen ke

jaringan sekunder

5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mencerna makanan

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen / kebutuhan umum, tirah baring lama / immobilisasi


7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring karena pemasangan alat

bantu napas (ventilator)

8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang

endotrakeal

9. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder

terhadap pemasangan selang endotrakeal

10. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan alkalosis

metabolik

C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder

terhadap penumpukan cairan dalam paru

Tujuan : pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan

yang tidak berbahaya: ventilasi dan status tanda vital

2) Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan foto thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi

nafas terdengar jelas

Intervensi :

1) Identifikasi faktor penyebab

2) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi

3) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan

kepala tempat tidur ditinggikan 60 - 90°

4) Observasi tanda-tanda vital

5) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi

dan adanya bunyi napas tambahan


6) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian oksigen dan obat-obatan

serta foto thoraks

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi alveoli dan

pertukaran gas sekunder

Tujuan / kriteria hasil :

Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status

pernapasan : pertukaran gas dan status pernapasan : ventilasi tidak bermasalah.

Intervensi :

1) Kaji bunyi paru : frekuensi napas, kedalaman dan usaha : dan produksi

sputum sesuai dengan indikator dari penggunaan alat penunjang yang efektif

2) Pantau hasil gas darah (misalnya : PaCO2 yang rendah / meningkat,

kemunduran tingkat respirasi)

3) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi

dan adanya bunyi napas tambahan

4) Pantau status pernapasan dan oksigenasi, sesuai dengan kebutuhan

5) Ajarkan pada pasien teknik bernapas dan relaksasi

6) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuham akan pemeriksaan gas darah

arteri (BGA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan

adanya perubahan kondisi pasien

7) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian bronkodilator, aerosol,

nebulasi ultrasonic sesuai dengan keperluan

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial

(penurunan)

Tujuan / kriteria hasil :


Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan dengan keefektifan

pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen) dan perfusi

jaringan (perifer)

Intervensi :

1) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan,

dan status mental

2) Pantau denyut perifer, waktu pengisian kapiler, dan suhu serta warna

ekstremitas

3) Auskultasi bunyi paru untuk mengetahui adanya ronchi atau bunyi tambahan

lainnya

4) Monitor denyut jantung, irama, dan nadi

5) Jelaskan pada keluarga tujuan pemberian oksigen

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian / penghentian obat tekanan darah

D. Implementasi Keperawatan

Merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk

mencapai hasil yang efektif. Pada implementasi maka tindakan yang dilakukan

mengacu pada intervensi yang dibuat.

E. Evaluasi Keperawatan

Tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang

sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan.

Anda mungkin juga menyukai