Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT

A. Definisi
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Biasanya didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard
akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang
terbentuk pada plaqus aterosklerosis yang tidak stabil (Soeparman, 2001).
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada
arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri
koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung (M. Black, Joyce, 2014).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).

B. Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
1. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a. Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b. Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c. Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a. Aktifitas yang berlebihan.
b. Emosi.
c. Makan terlalu banyak.
d. Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a. Kerusakan miocard.
b. Hypertropimiocard.
c. Hypertensi diastolic.
2. Faktor predisposisi :
1) Faktor Risiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia lebih dari 40 tahun.
b. Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.
c. Hereditas.
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor Risiko yang dapat diubah :
a. Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi
lemak jenuh, aklori.
b. Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif), stress psikologis berlebihan.

C. Klasifikasi
Berdasarkan lapisan otot yang terkena Infark Miokard Akut dapat dibedakan:
1. Infark Miokard Subendokardial
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang
superimposed. Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial
yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
perdarahan dan hipoksia
2. Infark Miokard Transmural
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu
daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi. Pada lebih dari 90% pasien
infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi
di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di
temukan.

Berdasarkan EKG 12 sandapan Infark Miokard Akut diklasifikasikan menjadi:


1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark)
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST
pada EKG
2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark):
Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak atherosklerosis, tidak
disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG.

Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :


1. Akut Miokard Infark Anterior.
2. Akut Miokard Infark Posterior.
3. Akut Miokard Infark Inferior

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan.
2. Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan
tak responsif terhadap nitrogliserin.
3. Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
4. Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
5. Takikardi
6. Sesak napas
7. Kulit yang pucat
8. Pingsan
9. Hipotensi

E. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara yang
terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia
selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga
10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung
tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme
anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat
sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan
fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan
terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem
konduksi dan terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan
kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim
intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan
pengujian laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang disebut
ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada
IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system renin-
angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark
transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri,
yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah IMA
dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi
gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan
perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak
berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan
disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat
berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black, Joyce,2014 : 345)
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang
terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya
adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/
kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark
pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang
sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami
oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi
infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular
yang terjadi selama infark miokard. (M.Black, Joyce, 2014 : 345)

PATHWAY
F. Komplikasi
1. Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium
mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang
jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan
diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat.
Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke
belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila
tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke
dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang
menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga
membebani ventrikel kanan.
2. Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
- Penurunan perfusi perifer
- Penurunan perfusi koroner
- Peningkatan kongesti paru-paru
3. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi
katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik.
Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium
kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium
kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada
otot papilari bersangkutan.
4. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum
sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda
yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus
interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria
yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran
keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua
yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih
besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke
kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil
tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya
sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah
jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
5. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong
perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang
terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade
jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
6. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia
dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi
membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan
embolisme pada paru-paru.
7. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak
dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan
menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau
penimbunan cairan antara kedua lapisan.
8. Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis,
menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi
atau fungsi katup.

Daerah infark Perubahan EKG


Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
Anterior (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
Inferior resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
Posterior terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
2. Laboratorium
- Enzim Jantung: CKMB, LDH,
CKMB : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH: Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
- Elektrolit: Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
missal hipokalemi, hiperkalemi
- Sel darah putih: Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
- Kecepatan sedimentasi: Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
- GDA: Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
- Kolesterol atau Trigliserida serum: Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis
sebagai penyebab AMI.
3. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
1) Pemeriksaan pencitraan nuklir
- Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia misal
lokasi atau luasnya IMA
- Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
2) Pencitraan darah jantung (MUGA): Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
3) Angiografi koroner: Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI
kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
4) Digital subtraksion angiografi (PSA) Nuklear Magnetic Resonance (NMR):
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
5) Tes stress olah raga: Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau
sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

H. Penatalaksanaan
Beberapa terapi yang dapat diberikan antara lain: (Nurarif, 2016)
1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melalui vena
perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin dan dikerjakan dimanapun.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai elevasi
segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) diberikan IV fibrinolitik jika tanpa
kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial,
stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase
diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
2. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara ireversibel.
Proses tersebut mencegan formasi tomboksan A2. Pemberian aspirin untuk
penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan
dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari.
b. Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin
untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin.
Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat
transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.
c. Clopidogrel
Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi
ADP dependent pada kompleks glikoprotein Ilb/llla. Efek samping clopidogrel lebih
sedikit dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia.
3. Antagonis Reseptor Glikoprotein ib/Illa
Antagonis glikoprotein Ilb/llla menghambat reseptor yang berinteraksi dengan protein-
protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur
akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet.
4. Terapi antithrombin
a. Unfractioned heparin
b. Low molecular-weight heparins (LMWH)
c. Direct antithrombin
5. Terapinitrat organik
a. Nitrogliserin
Penggunaan nitrogliserin per oral untuk menanggulangi serangan angina akut cukup
efektif. Begitu pula sebagai profilaksis jangka pendek misalnya langsung sebelum
melakukan aktivitas atau menghadapi situasi lain yang dapat menginduksi serangan.
Secara intravena digunakan pada dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika
digoksin dan diuretika kurang memberikan hasil. Pada penggunaan oral, obat ini
mengalami metabolisme lintas pertama yang sangat tinggi sehingga hanya sedikit obat
yang mencapai sirkulasi. Absorpsi sublingual dan oromukosal cepat sekali karena
menghindari efek lintas pertama. Efeknya sesudah 2 menit dan bertahan selama 30
menit. Dosis sublingual yaitu 0,15-0,6 mg dan dosis oral 6,5-13 mg.
b. Isosorbid dinitrat
Kerjanya hampir sama dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. Secara
sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam. Resorpsinya juga
baik, tetapi efek lintas pertamanya cukup besar
c. Isosorbid mononitrat
Obat ini terutama digunakan oral sebagai profilaksis untuk mengurangi frekuensi
serangan. Kadang-kadangjuga digunakan pada dekompensasi yang tidak berhasil
dengan obat-obat yang biasa digunakan. Mulai kerja setelah 15 menit dan bertahan
kurang lebih 8 jam, waktu paruhnya 4-5 jam. Dosis yang dapat digunakan yaitu 20-30
mg.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
INFARK MIOKARD AKUT

I. Pengkajian
1. Identitas klien
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan dengan stress
atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Identitas tersebut digunakan
untuk membedakan antara pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan
Risiko penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita
lebih dari 50 tahun.
2. Keluhan utama
Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan. Pasien Infark Miokard Akut
mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya tajam dan menekan sangat nyeri,
terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada
kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.
3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan sesak nafas, batuk, anureksia, mual muntah, nyeri hebat
selama 30 menit, dan mejalar menjalar ke lengan (umumnya ke kiri), bahu, leher,
rahang bahkan ke punggung dan epigastrium.
2) Riwayat kesehatan yang lalu
Adanya riwayat penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, penyakit
jantung koroner, DM dan lain-lain.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti DM,
Hipertensi atau lainnya yang berhubungan dengan penyakit pasien.
4. Pemeriksaan fisik
1) Breething (B1)
- Inspeksi: sesak nafas +, retraksi intercostae +, pernafasan cuping hidung +,
terpasang alat bantu nafas, RR > 20 x/menit
- Auskultasi: terdapat suara tambahan, ronchi +, wheezing +, crackles +,
2) Bleeding (B2)
- Inspeksi: sianosis +, pucat +, edema perifer +
- Palpasi: vena jugular amplitudonya meningkat, CRT > 2 detik, nadi biasanya
takikardi
- Auskultasi: sistolik murmur, suara jantung S3 dan S4 galop.
3) Brain (B3)
Kesadaran biasanya masih baik
4) Bladder (B4)
Biasanya urin output menurun, warna kuning pekat, terpasang cateter, frekuensi
berkemih turun, dan terjadi edema perifer
5) Bowel (B5)
Biasanya terjadi konstipasi, nafsu makan menurun, bising usus menurun, perut
biasanya kembung, palpasi di hati lembek.
6) Bone (B6)
Penurunan ADL, bed rest total, kelemahan otot, nyeri positif.
5. Pola fungsi kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Bagaimana persepsi klien tentang kesehatan, berapa kali sehari bila mandi, dan
pada klien infark miokard akut didapatkan klien suka mengkonsumsi makanan
yang berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang rokok yang dihisap
setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi minuman keras
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Berapa kali klien makan dalam sehari, komposisi apa saja dan minum berapa
gelas sehari, pada klien infark miokard akut didapatkan mual dan mutah)
3) Pola Aktivitas
Klien dapat mengalami gangguan aktivitas akibat dari nyeri yang sangat hebat.
4) Pola Eliminasi
Berapa kali klien buang air besar dan buang air kecil sehari, bagaimna
konsistensinya serta apakah ada kesulitan.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Adanya nyeri dada hebat disertai mual, muntah, sesak sehingga klien mengalami
ganguan tidur.
6) Pola Sensori dan Kognitif
Klien mengerti atau tidak akan penyakitnya .
7) Pola Persepsi Diri
Klien mengalami Ansietas, kelemahan, kelelahan, putus asa serta terjadi gangguan
konsep diri.
8) Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan dan
peran serta mengalami hambatan dalam menjalankan perannya dalam kehidupan
sehari-hari
9) Pola repruduksi dan seksual
Klien mempunyai anak berapa serta berapa kali klien melakukan hubungan
seksual dalam seminggu.
10) Pola penanggulangan stres
Apakah ada katidak efektifan mengatasi masalah.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kepercayaan atau agama yang dianut klien serta ketaatan dalam menjalankan
ibadah.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan
supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
2. Nyeri berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke
miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique, timbunan asam laktat, penurunan
supply oksigen ke miokard.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan COP turun, kontraktilitas turun,
intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard
menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
5. Ansietas berhubungan dengan nyeri, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen
ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
6. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas turun, intergritas
membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun,
Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
7. Risiko kelebihan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan kegagalan pompa
jantung, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia,
supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri
koronaria.
8. Defisit pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) berhubungan dengan
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

III. Intervensi Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan
supply oksigen ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas berkurang.
Kriteria hasil :
a. Pertukaran gas CO2 dan O2 di alveoli untuk mempertahankan konsentrasi gas
darah arteri.
Intervensi :
1) Fasilitasi kepatenan jalan napas.
R/ untuk mengatasi gangguan pertukaran gas.
2) Berikan terapi oksigen dan pantau efektivitasnya.
R/ Untuk mengatasi penurunan supply oksigen.
3) Pasang alat bantu pernapasan pada pasien.
R/ Untuk membantu dan mengurangi gangguan pertukaran gas
2. Nyeri berhubungan dengan timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen ke
miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
Tujuan : nyeri berkurang berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
b. Klien dapat melakukan manajemen nyeri
Intervensi :
1) Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal, dan
respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencengkeram
dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).
R/ Kebanyakan px dengan IM akut tampak sakit. Pernapasan mungkin meningkat
senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan Ansietas, sementara hilangnya stres
menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
2) Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas (0-
10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan penyebarannya.
R/ Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh px. Bantu px
untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3) Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri
IM. Diskusikan riwayat keluarga.
R/ Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,.
4) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan Berikan lingkungan yang tenang,
aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman
R/ Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri/memerlukan
peningkatan dosis obat.
5) Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas dalam/perlahan, perilaku distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi.
R/Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping
6) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai
indikasi.
R/Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga
mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
7) Berikan obat sesuai indikasi, contoh: Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid,
Nitrostat, Nitro-Dur).
R/ Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang
meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique, timbunan asam laktat, penurunan
supply oksigen ke miokard.
Tujuan : Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, penghematan energi.
Kriteria hasil :
a. Respons fisiologis terhadap gerakan yang memakan energi, tindakan individu
dalam mengelola energi untuk memulai dan menyelesaikan aktivitas.
Intervensi :
1) Beri anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, sosial, spiritual yang
spesifik
R/ Untuk meningkatkan durasi aktivitas individu.
2) Atur penggunaan energi pasien
R/ Untuk mengatasi kelelahan dan mengoptimalkan fungsi tubuh
3) Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas pasien.
R/ Untuk mengetahui respons kardiorespiratori pasien.
4) Pantau respons O2 pasien terhadap aktivitas keperawatan.
R/ Untuk mengetahui penggunaan oksigen pasien dalam aktivitas.
5) Pantau pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam jam.
R/ Untuk menjaga pola istirahat pasien dan mengatasi kelelahan pasien

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan COP turun, kontraktilitas turun,


intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard
menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
Tujuan : Menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung, dan
perfusi jaringan perifer
Kriteria hasil :
a. Keadekuatan volume darah yang dipompa dari ventrikel kiri untuk mendukung
tekanan perfusi sistemik.
b. Keadekuatan aliran darah melalui susunan pembuluh darah koroner untuk
mempertahankan fungsi jantung.
Intervensi :
1) Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu, contoh: Ansietas,
bingung, latergi, pingsan
R/ Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga
dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2) Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/ vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3) Observasi tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema,
edema.
R/ Indikator trombosis vena dalam
4) Dorong latihan kaki aktif/pasif, hindari latihan isometrik.
R/ Menurunkan stasis vena. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
Risiko tromboflebitis.
5) Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
R/ Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea
tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboliparu
6) Observasi fungsi gastroentestinal, catat anoreksia, penurunan/tak ada bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
R/ Penurunan aliran darah ke mesenteri dapat mengakibatkan disfungsi
gastroentestinal, contoh kehilangan peristaltik.
7) Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis sesuai
indikasi.
R/ Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ.
8) Pantau data laboratorium contoh, GDA, BUN, kreatinin, elektrolit. Beri obat
sesuai indikasi, contoh: Heparin/natrium warfarin (cou madin)
R/ Indikator perfusi/fungsi organ. Kolaborasi obat : Dosis rendah heparin
diberikan secara profilaksis pada pasien Risiko tinggi (contoh, fibrilasi atrial,
kegemukan, aneurisma ventrikel, atau riwayat tromboflebitis) dapat untuk
menurunkan Risiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural.
5. Ansietas berhubungan dengan nyeri, timbunan asam laktat, penurunan supply oksigen
ke miokard, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
Tujuan : keansietasan berkurang atau teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengenal perasaannya
b. Mengidentifikasi penyebab, faktor yang mempengaruhi.
c. Menyatakan penurunan keAnsietasan.
d. Mendemonstrasi-kan sumber secara tepat
Intervensi :
1) Minimalkan rasa Ansietas, ngeri, dan firasat.
R/ Untuk koping terhadap nyeri dan trauma emosi infark miokard sulit. Pasien
dapat takut mati dan Ansietas tentang lingkungan.
2) Turunkan ansietas pada pasien dengan distres akut.
R/ Ansietas berkelanjutan mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama
beberapa waktu dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi.
3) Bantu pasien beradaptasi dengan ancaman yang mengganggu pemenuhan tuntutan
hidup dan peran.
R/ dapat membantu pasien mengurangi Ansietas
6. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas turun, intergritas
membran sel menurun, seluler hipoksia, supply oksigen ke miokard menurun,
Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koronaria.
Tujuan : Kecepatan jantung/irama mampu mempertahankan curah jantung
adekuat/perfusi jaringan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan stabilitas hemodinamik, contoh: TD, curah jantung dalam
rentang normal
Intervensi :
1) Catat terjadinya S3, S4
R/ Hipotensi ortostatik (postural) mungkin berhubungan dengan komplikasi
infark, contoh GJK.
2) Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
R/ Frekuaensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai
dengan terjadinya komplikasi/disritmia yang mempengaruhi fungsi jantung atau
meningkatkan kerusakan iskemik.
3) Pantau data laboratorium : contoh enzim jantung, GDA, elektrolit.
R/ Enzim memantau perbaikan/perluasan infark. Adanya hipoksia menunjukkan
kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan elektrolit, mis, hipokalemia /
hiperkalemia sangat besar berpengaruh pada irama jantung / kontraktilitas.
4) Berikan obat antidisritmia sesuai indikasi
R/ Disritmia biasanya pada secara simptomatis kecuali untuk PVC, dimana sering
mengancam secara profilaksis.
5) Observasi ulang seri EKG.
R/ Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan infark, status
fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek terapi obat.
7. Risiko kelebihan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan kegagalan pompa
jantung, kontraktilitas turun, intergritas membran sel menurun, seluler hipoksia,
supply oksigen ke miokard menurun, Aterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri
koronaria.
Tujuan : tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil:
a. Intake dan output seimbang
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
R/ Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
R/ Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
3) Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang
ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan
volume cairan/gagal jantung.
4) Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi
kardiovaskuler.
R/ Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan
dengan adanya dekompensasi jantung.
5) Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
R/ Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
6) Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
R/ Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
7) Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
R/ Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.
8. Defisit pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) berhubungan dengan
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
Tujuan : meningkatkan pengetahuan klien tentang kondisi dan kebutuhan terapi
Kriteria hasil:
a. klien dapat menjelaskan tentang kondisi penyakitnya
b. klien dapat memahani kebutuhan terapi yang akan dijalani
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar
klien.
R/ Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
2) Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab,
instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
R/ Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
3) Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas,
obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
R/ Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan
ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan
klien.
4) Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan
aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
R/ Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu
serangan ulang.
5) Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan,
kerja ringan, kerja sedang)
R/ Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.

IV. Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik.
Implementasi akan dilaksanakan sesuai perencanaan dan didokumentasikan sesuai urutan
jam pelaksanaan serta sesuai sop dan bagaimana respon klien.

V. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil. Evalauasi ada dua macam yaitu
1. Evaluasi formatif
adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Evaluasi Sumatif
adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan
DAFTAR PUSTAKA

Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta:
Salemba Medika

Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Soeparman D., 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai