ANTIKONVULSAN
RiaPutriSuryani (N10117078 )
NurulAzizah (N10117086 )
NurIzzatulAziziah A.R (N10117054)
RiskiAmalia (N10117008 )
VebbyUlfadhilla (N10117006)
Muh. Azrief Khaidir (N10117070)
Muh.AmalAmanah (N10117016)
RaihanAulia (N10117017 )
AliyahRezkyFahira (N10117024 )
FitrahRamadani (N10117026 )
FajarTandi (N10117066 )
JesichaSoviMondigir (N10117080)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 3
1.1 LatarBelakang................................................................................. 3
1.2 RumusanMasalah............................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................
2.2 FarmakokinetikParacetamole.........................................................
2.3 FarmakodinamikParacetamole.......................................................
2.5 DosisToksikParacetamole………………………………………...
2.6 EfekSampingParacetamole.............................................................
2.7 EfekToksikParacetamole................................................................
2.8 GambaranKlinisKeracunanParacetamole.......................................
2.9 Penatalaksanaan……………………………………......................
3.1 Kesimpulan.....................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang adalah gerakan otot tonik klonik atau klonik yang involuntary yang
merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron
kortikal secara berlebihan. Kejang dapat bersifat epileptik maupun non
epileptik. Kejang epileptik adalah gejala umum yang terjadi pada penyakit
epilepsi yang disebabkan oleh gangguan susunan syaraf pusat yang spontan
dan berulang dengan periode singkat (Erjon,2017)
Angka kejadian epilepsi di suatu wilayah adalah 80-120 kasus per 100.000
orang per tahun dan angka ini dapat lebih tinggi pada negara berkembang dan
kelas ekonomi rendah. Kejang non epileptik yaitu kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38ᵒC) yang disebabkan oleh suatu proses estrakranium. Kejang demam terjadi
pada 2 – 4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun (Erjon,2017).
Pengobatan epilepsi bertujuan untuk membantu individu bebas dari kejang
saat fase bangkit. Salah satu pengobatan dari epilepsi adalah antikonvulsan.
Pengujian aktivitas antikonvulsan banyak dilakukan untuk menemukan obat
yang efektif dan efisien. Terdapat tiga pengujian utama obat antikonvulsan
yaitu in vivo, in vitro, dan in silico. Pengujian ini dipilih sesuai dengan
aktivitas antikonvulsan yang ingin didapat.(Alfathan,2019)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Antikonvulsan
Antikonvulsan adalah obat yang dikembangkan untuk menghambat
penyebaran kejang di otak dengan menekan penembakan neuron yang cepat
dan berlebihan. Biasanya, antikonvulsan digunakan oleh pasien gangguan
jiwa yang mengalami kejang, sulit tidur, dan rasa cemas yang berlebihan, selain
itu dapat juga sebagai pengobatan nyeri neuropatik, gangguan afektif
bipolar dan profilaksis migrain. Obat-obat antikonvulsan sendiri yang sering
digunakan seperti: diazepam, klonazepam, midazolam, alprazolam,
fenitoin, sodium valproat, dan fenobarbital (Anggraeni, 2019)
Bila kejang belum berhenti, diulang dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit
Bila masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg
Bila kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 20 mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8 mg /kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal
Bila kejang belum berhenti, pasien dirawat diruang rawat intensif.Bila
kejang telah berhenti, harus ditentukan apakah perlu pengobatan
profilaksis atau tidak tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko
yang ada pada anak tersebut.
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 – 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5o ( level I,
rekomendasi A ). Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam ( level II rekomendasi E ). (Ismet, 2017)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni,M,D., Agustina,R., Indriyanti,N. 2019. Pola Penggunaan Obat
Antikonvulsan pada Pasien Gangguan Kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.