Anda di halaman 1dari 77

OBAT- OBAT EMERGENSI PADA

ANESTESI dan DOSIS OBAT

Isti Mutmainah, M.Farm, Apt.


OBAT EMERGENSI adalah
Obat yang dibutuhkan untuk mengatasi
kondisi darurat
Tempat  mudah terjangkau
Indikasi sesuai dengan kondisi pasien saat
itu
Harus 4 tepat (dosis, waktu, cara,
diagnositik
Dan waspada efek samping obat
Pengelolaan Obat Emergensi
Perbekalan farmasi emergensi disimpan di troli
emergensi yang terkunci dengan menggunakan
kunci plastik yang bernomor seri berurutan
Unit yang menyimpan troli emergensi :
◦ Keperawatan
◦ Unit Khusus : IGD, ICU, HD, Kamar bedah, kamar
bayi, VK, radiologi dan fisioterapi
◦ Poli rawat jalan
• Jenis dan jumlah obat emergensi yang disimpan di
dalam troli sesuai dengan daftar yang telah ditetapkan.
 Kontrol stok perbekalan di troli emergensi dilakukan setiap sebulan
sekali oleh TTK atau apoteker meliputi jumlah, jenis, kondisi fisik dan
tanggalkadaluarsa
 Setiap kali setelah obat dan alkes dalam troli emergensi digunakan
harus segera diisi kembali oleh perawat dengan cara permintaan ke depo
farmasi rawat inap
 Petugas yang melakukan kontrol troli emergensi yang digunakan harus
mencatat setiap pengeluaran kuncitroli emergensi sesuai nomor
urrutnya.
 Troli emergensi yang digunakan hanya untuk keadaan emergensi saja
meliputi kondisi pasien sangat membutuhkan obat dan apabila obat
tidak segera diberiakan membahayakan kondisi pasien
 Isi troli emergensi ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan
ruangan masing-masing.
LOCAL ANESTESI
Lokal anestesi bersifat sementara dan
reversibel dalam mengurangi sesansi
(analgesia) dan terbatas pada daerah tubuh
tanpa penurunan kesadaran

Normally, the process is completely


reversible.
Local anesthetics - esters or
amides
◦ a lipophilic aromatic group
◦ to a hydrophilic, ionizable
amine.

Most are weak bases


Esters: Benzocain, Procain, Proparacain
Amides : Bupivacain, Levobupivacain,
Lidocain, Mepivacain
Anestesi lokal dapat masuk ke membran dengan cara :
1. Melintasi kanal natrium yang lebih sering dalam
kondisi terbuka
2. Langsung melalui plasma membran
Urutan of clinical anesthesia

• Sympathetic block (vasodilatation)


• Loss of pain and temperature sensation
• Loss of proprioception/ keseimbangan
• Loss of touch and pressure sensation
• Loss of motor function
Anesthetic Potency

• Potency = lipid solubility

• Higher solubility = can use a lower


concentration and reduce potential for
toxicity
Infiltration anesthesia

Regional anesthesia

Surface anesthesia
Nerve block/ blok syaraf

Intravenous

Extradural

Intrathecal block/ spinal anaesthesia


Nerve block
 Inject a drug around the nerve

 Anaesthetise a region
Intravenous
0.5-1% lidocaine without adrenaline
Thoracic,lumbar, sacral
Act on nerve roots
No hypotention
Spinal Anestesia
Sympathetic nerve block
hypotension
Infiltration anesthesia

Regional anesthesia

Surface anesthesia
On intact skin – eutectic mixture of bases
of prilocaine (EMLA)

Slow absorption
Adverse Effect :
•LA’s cause some vasodilatation at site
•LA toxicity related to rate of absorption via blood flow
Effect of local anesthesia
perangsangan – kecemasan, agitation/ status mental,
restlessness/ gelisah
Convulsions
Reduced myocardial contractility
Vasodilatation
1. LIDOCAIN
Indikasi : anestesi lokal, dental, parenteral
Dosis : perkutan : 1-60ml of 0,5 – 1 % cairan (5-300mg total
dosis)
Iv regional : 10-60 ml of 0,5% solution (50-300mg total dose)
Mekanisme kerja : anestesi lokal mencegah konduksi impuls
syaraf dengan menurunkan natrium dan meningkatkan potensial
aksinya, menghambat depolarisasi, sehingga konduksinya
terhambat.
Administrasi : iv administration, use microdrip (60drops/ml) or
infusion pump to administr an accurate dose
Dapat terjadi tromboflebitis jika diberikan iv jangka panjang
SEDATIVES AND INDUCTION
AGENTS
(These drugs are used to depress the conscious
state either for sedation or general anaesthesia)
-KETAMIN
-BENZODIAZEPIN
1. Ketamine
Indikasi : termasuk golongan fenil sikloheksilamin, rapid
acting non barbiturate
Dosis : Loading : 1-4,5 mg/kg iv pelan
Maintenance : 0,1-0,5mg/menit infus continue
Mekanisme kerja : Blok reseptor NMDA
Dalam kondisi overdosis dapat menyebabkan panik, sikap
agresif, jarang terjadi kejang, peningkatan ICP, dan cardiac
arrest
Administrasi : im administration, atau iv pelan selama 60
detik, jangan berikan dosis 100mg/ml tanpa diencerkana
2. Benzodiazepin
Relatively
safe
Most commonly prescribed
Used for
◦ Sedation
◦ Sleep induction
◦ Skeletal muscle relaxation
◦ Reduce anxiety
Examples
◦ Temazepam = restoril
◦ Zolpidem = ambien

Antidote is flumazenil = romazicon


2. Benzodiazepin (Midazolam)
Indikasi : sedativa, contoh obat : midazolam
Dosis : secara im diberikan 70-80mcg/kg, 30-60 menit
sebelum pembedahan
Secara iv : 0,5-1mg diberikan selama 2 menit (tidak lebih
dari 2,5mg/dosis)
Mekanisme kerja : Berikatan dengan reseptor GABA di
SSP, meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion Cl,
hiperpolarisasi neuron
Administrasi : menggunakan infusion pump, berikan
secara pelan selama 2 menit and wait al least 2 min when
adjusting doses to desired effect
ANTIKOLINERGIK
(Anticholinergic drugs block the effects of
acetylcholine at muscarinic receptors)
- ATROPIN SULFAT
1. Atropin Sulfat
Indikasi : anesthesia premedication, meningkatkan
frekuensi denyut jantung padasinus bradikardi
Dosis : 0,4-0,6 mg iv/im/sc, 30-60 menit sebelum
anestesia, dapat diulang tiap 4-6jam jika perlu
Mekanisme kerja : mengeblok aksi asetilkolin pada sisi
parasimpatic di klenjar sekresi and CNS, menghambat
salivasi, sekresi bronkus, bradikardi, hipotensi
Administrasi : berikan pada pembuluh darah besar atau iv
tubing over 1-2 menit
ANALGETIK OPIOID
(Opioid agents are mainly used for their analgesic and
sedative actions. The main side effects of these drugs are
respiratory depression, hypotension, nausea, vomiting, and
constipation)
-FENTANYL
-MORPHIN
-PETHIDIN
1. Fentanyl
Indikasi : premedikasi bedah, anestesi general,
analgesia
Dosis : analgesia: 1-2 mcg/kg iv bolus atau 25-
100mcg/dosis jika perlu,atau 1-2 mcg/kg/jam
dengan iv continue atau 25-200mcg/jam
Mekanisme kerja : analgetik narkotika, menghambat
naiknya ambang nyeri, bersifat anlgesia, depresi pernafasan
dan berefek sedasi
Administrasi : im, av injection or iv continues
2. Pethidin
Indikasi : analgesia
Dosis : Pain : 50-150 mg po/im/sc tiap 3-4
jam prn
Mekanisme kerja : analgetik narkotika,
menghambat naiknya ambang nyeri, bersifat
anlgesia, depresi pernafasan dan berefek sedasi
Administrasi : im : inject into large muscle mass
Iv ijection : 10mg/ml very slowly, siapkan
antagonis opiate dan fasilitas oksigen, monitor
pernafasan
Iv continue : 15-35mg/jam
3. Morphin
Indikasi : analgesia
Dosis : immediate release tablet : 15-30 mg po tiap 4 jam
prn
Sc/im : 5-10 mg tiap 4 jam prn, range dose 5-20mg
Iv : 2,5 – 5 mg tiap 3-4 jam prn infus selama 4-5 menit
Mekanisme kerja : analgetik narkotika, menghambat naiknya
ambang nyeri, bersifat anlgesia, depresi pernafasan dan berefek
sedasi, menekan batuk dengan beraksi secara sentral di medula
Administrasi : im : inject into large muscle mass
Iv ijection : 10mg/ml very slowly, siapkan antagonis opiate dan
fasilitas oksigen, monitor pernafasan
Iv continue : 15-35mg/jam
ANTIEMETIK
Anti-emetic drugs are used for the
temporary relief of nausea and
vomiting.
1. Metoclopramid
Indikasi : agen atiemetik
Dosis : 10-20 mg im diberikan mendekati
akhir prosedur operasi, dapat diulang tiap 4-6
jam jika perlu
Mekanisme kerja : Blok dopamin reseptor dalam
dosis tinggi, dan reseptor serotonin pada
Chemoreseptor trigger zone of CNS, meningkatkan
motilitas GI
Administrasi :dosis <= 10 mg : iv push selama 1-2
menit
Dosis > 10 mg diencerkan dalam 50 ml d5 atau NS
dan diberikan selama 15 menit
KORTIKOSTEROID
Equivalent anti-inflammatory doses
are: 100 mg hydrocortisone = 25
mg prednisolone = 4 mg
dexamethasone
Dexamethasone
Indikasi : antiinflammation
Dosis : 0,75-9mg/day iv/im/po diberikan
tiap 6-12 jam
Mekanisme kerja : mengurangi peradangan
dengan menekan migrasi polymorphonucler
leukocytes (PMNs) dan menurunkan permeabilitas
kapiler
Administrasi : iv push, continuous or intermittent
iv infusion or im
EPILEPSY AND ANESTHESIA
Seizure adalah manifestasi klinis dari
ketidaknormalan, respon berlebihan,
pelepasan hypersincronus dari populasi
syaraf kortikal.
Epilepsy adalah kekacauan dari sistem
syaraf pusat dengan tanda kejang berulang
unprovoked by an acute systemic or
neurologic insult
Effect of anaestetic agents on
epilepsy
Inhalation agents
1. N2O proconvulsant in animal models, supresses
ecog epiletiform potentials intraoperatively:
myoclonus observed in humans at hyperbaric
doses and along with other inhaled agent
2. Sevoflurane – well known proconvulsant
activity in children and when combined with
hypocapnea (tekanan parsial CO2 tidak normal)
3. Isoflurane and desflurane – well known
anticonvulsant properties, even used in SE
 Opioid
1. Phetidine – Association with myoclonus and tonic clonic seizure
activity
2. Alfentanyl and remifent – Used to induce spike activity and help in
localization of epileptogenic zones intraoperatively
3. GTCS/ general tonic clinic seizure in low moderate doses – fent, alfent,
sufent, and morphine
◦ IV anaesthetic agents
1. Propofol, thiopental, methohexial, etomidate, ketamine all
proconvulsant effect (myoclonus,ophistotonus, GTCS) in low doses
and anticonvulsant at high doses
2. Benzodiazepines – always anticonvulsant
3. LA – GTCS at high plasma lvels lignocain used to treat SE in children
in small case series
4. NMBA - laudosine
Stages of SE
Premonitory stage (out of hospital)
–Nasal/buccal Midazolam, rectal dizepam
Early stage (first 5 min) – iv benzodiazepins
Establish CSE (>5min) – Phenytoin,
phenobarbital, valproate, levetiracetam,
topiramate, lacosamide
Refractory status – midazolam, thiopentane,
propofol, ketamine, isoflurabe, desflurane
Non-convulsive status epilepticus
Antiaritmia
Class I (Na Channel blocker)
Dysopiramide
Flocainide
Lidocain
Mexiletine
Procainamide
Propafenone
Quinidine
Tocainide
Class II (beta-adrenoceptor
blockers)
Esmolol
Metoprolol
Propanolol
Class III (K channel blockers)
Amiodarone
Dofetilide
Sotalol
Class IV (Ca Channel blocker)
Diltiazem
Verapamil
Other anti Arrythmic Drugs
Adenosine
Digoxin
Amiodarone
Action :
◦ Contains iodine and is related structurally to
thyroxine
◦ It has complex effect, slowing Class I,II,III
and IV actions. Its dominant effect is
prolongation of the action potential duration
and the refractory period
◦ Amiodarone has antianginal as well as
antiarrithmic activity
Efek terapi :
◦ Amiodarone is effective in the treatment of
severe refractory supraventricular and
ventricular tachyarrythmias
◦ Despite its side effect profile, amiodarone is
the most commonly employed antiarrytmic
Farmakokinetik
◦ Incompletely absorbed after oral
administration. The drug unusual in having a
prolonged half life of several weeks and it
distributes extensively in adipose issue. Full
clinical effects may not be achieved until 6
weeks after initiation of treatment
 Adverse effect
◦ Shows a variety of toxic effect. After long term use, more
than half of patients receiving the drug show side effects
that are severe enough to prompt its discontinuation
◦ Some of the more common effect include interstitial
pulmonary fibrosis, GI intolerance, tremor, ataxia
(gangguan gerakan tubuh disebabkan masalah pada otak),
dizziness, neuropathy, muscle weakness, and blue skin
discoloration caused by iodine accumulation in the skin
◦ Recent clinical trial have shown that amiodarone does not
reduce the incidence of sudden death or prolong survival
in patients with CHF
AGEN INOTROPIK
Obat yang mempengaruhi kontraktilitas
otot miokard, independent of changes in
heart rate and loading condition
Positive and negative
Term “inotrope” generally used to
describe positive effect
Good and evil
 Intravena inotropik positif diindikasikan ketika pasien
dengan akut sistolik heart failure dengan tanda dan
gejala disfungsi organ sampai hipoperfusi.
 Penggunaan inotropik positif perlu perhatian untuk
peningkatan morbiditas dan mortalitas
 Problems include increased arrhytmia, induced
myocardial ischemia and in some cases, hipotention
 The larges database demonstrating increased mortality
with inotropes is the ADHERE (Acute Decompensated
Heart failure National Registry) where short term
inotropic therapy was associated with increased in
hospital mortality
Conventional Inotropic agents
Sympatetic amines
◦ Naturally occuring (Epinefrin, Norepinefrin,
Dopamine)
◦ Syntetic (Dobutamine, Dopexamine,
Phenylephrin, Metaraminol, Ephedrin)
Phosphodiesterase inhibitors (milrinone,
inamrinone, enoximone,
Cardiac glycoside
Calcium sensitizers
1. DOPAMIN
Golongan obat simpatomimetik amine
Merangsang reseptor alfa : vasokonstriksi
Reseptor beta : meningkatkan denyut dan
kontraksi jantung
Meningkatkan curah jantung dan tekanan darah
Efek pada hemodinamik
Dosis < 3mcg/kgBB/ menit (reseptor D1) tidak berefek
pada peningkatan CO, HR, peningkatan perfusi ginjal,
penurunan tahan vaskuler sistemik
Dosis 3 – 10 mcg/kgBB/menit (reseptor beta 1) :
peningkatan CO,HR, SVR, TD
Dosis > 10 mcg/kgBB/menit(reseptor alfa 1 dan 2)
bersifat vasokonstriksi luas, kenaikan hebat HR,SVR,TD,
penurunan fungsi ginjal dan produksi urin, meningkatkan
preload dan afterload
INDIKASI:
Mempertahankan perfusi pressure pada
keadaan : septic shock, cardiogenic shock,
trauma, gagal ginjal
Syarat : normovolemik,
Preparasi : lakukan pengenceran dengan
d5, D5 ½ NS, RL, D10
Diberikan dengan syringe pump, infuset
pump, infuset mikro
Pemberian selalu drip bukan Iv
ESO : hipertensi, angina pectoris,
nekrosis, mual muntah, headache
KI : hipovolemia, alergi, takidisritmia
2. DOBUTAMIN
Derivat isoproterenol (dominan beta)
Sintetik simpatomimetik amin
Beta 1 dan 2 pada miokard  inotropik positif
Beta 2 pada pembuluh darah  vasodilatasi
Efek : CO meningkat, penurunan tekanan arteri
pulmonal
Efek takikardia lebih ringan
3. Adrenalin / Epinefrin
Indikasi : cardiac arrest  efficacy due to
incresed coronary perfusion pressure
Anaphylaxis
Cardiogenic shock
Broncospasm
Hypotention with spinal / epidural can be
treated with 1-4mikrogram/menit
Added to local anaesthetics to prolong
action
Dosis
 Shock / hipotensi
◦ 0.03-0.2 mikrogram/kg bolus iv
◦ 0.03-0.015mikrogram/kg/min
◦ 0.05-0.5 mikrogram/kg/min in children
 Cardiac arrest

◦ 0.5-1 mg iv bolus
◦ 0.01mg/kg iv in pediatric
 Anaphylaxis/ broncospasm

◦ 10mikrogram/kg sc (max 400mikrogram) 300


mikrogram every 20 min, 3 dose
 Inhalation max daily dose 10-20 MDI
Cardiovascular effects
 Stimulasi reseptor alfa dan beta
◦ 1-2 mikrogram/min iv stimulate beta2 reseptor
◦ 2-10mikrogram/min stimulate beta 1 reseptor
◦ 10-20 mikrogram/min stimulasi alfa dan beta reseptor
 Inotropikpositif
 Peningkatan detak jantung by accelerating the rate of
phase 4 depolarization
 Meningkatkan cariac output
 Meningkatkan aliran darah koroner
CARA PERHITUNGAN DOSIS OBAT
Macam Dosis Obat
 Dosis terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan
biasa dan dapat menyembuhkan orang sakit
 Dosis maksimum adalah batas dosis relatif masih aman
yang diberikan kepada pasien
 Dosis toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis
terapi sehingga dapat menyebabkan keracunan obat
 Dosis letal adalah dosis atau jumlah obat yang dapat
mematikan bila dikonsumsi / overdosis
 Initial dose adalah dosis permulaan yang diberikan
kepada penderita dengan konsentrasi / kadar obat dalam
darah dapat dicapai lebih awal
 Loading dose adalah dosis permulaan terapi sehingga
mencapai konsentrasi terapeutik dalam caoran tubuh
yang menghasilkan efek klinis
 Maintenance dose adalah dosis obat yang dierlukan
untuk memelihara dan mempertahankan efek klinik atau
konsentrasi terapetik obat yang sesuai dengan regimen
dosis.
Cara Menghitung dosis
Dosis maksimal,
Kecuali dinyatakan lain dosis maksimal adalah dosis maksimal
dewasa (usia 20-60 tahun) untuk pemakaian melalui mulut, injeksi,
subkutan, dan rektal. Untuk geriatri karena keadaan fisik yang sudah
menurun maka pemberian dosis harus lebih kecil dari dosis maksimal
Dosis maksimal gabungan (DM sinergis )
Jika dalam satu resep ada dua atau lebih zat yang kerjanya pada
reseptor yang sama maka jumlah obat yang digunakan tidak boleh
melampaui jumlah dosis obat yang berefek sama tersebut
Contoh : Atropin sulfat dan ekstrak beladon
Pulvis opii dan pulvis overi
Kofein dan aminofilin
Cara pemberian obat oral
 Absorbsi sediaan oral : mulut  tenggorokan  lambung 
usus halu  usus besar
 Mulut : terdapat saliva yang mengandung enzim ptyalin
untuk membebaskan zat aktif dari obat
 Tenggorokan : menghantarkan makanan dan obat dari faring
ke lambung dengan gerakan peristaltik
 Lambung : memecah makanan menjadi partikel yang lebih
kecil, mencampur dengan getah lambung melalui kontraksi
otot yang mengelilingi lambung, fungsi pengosongan
lambung
 Usus halus : terjadi penyerapan obat
 Usus besar : organ dehidrasi dan saluran untuk mengeluarkan
feses
Cara parenteral
 Pemberian obat tidak melewati saluran cerna
 Cara pemberian : sc, im, iv, intra cardial, intra spinal dll
 Obat tidak dirusak atau dinonaktifkan di sistem saluran cerna
sehingga dapat terabsorbsi baik dan memberi efek yang
memuaskan
 Absorbsi dapat segera
 Kadar obat lebih bisa diramalkan
 Baik untuk pasien yang tidak mau bekerjasama, pasien
kehilangan kesadaran atau tidak dapat menerima obat oral
dengan baik
 Kerugian : jika ada kesalahan pemberian obat parenteral efek
yang ditimbulkan akan lebih cepat dan sterilias pencampuran
obat harus dilakukan dengan benar dan terlatih
Contoh perhitungan dosis
 Dibutuhkan Lidocain dengan konsentrasi 1% sejumlah
2ml sediaan yang tersedia adalah lidocain 2% sediaan
ampul. Maka cara perhitungan obatnya adalah :
 V1M1 = V2M2
 2 ml x 1% = V2 x 2%
 V2 = 2/2
 V2 = 1 ml dilarutkan dalam 1ml pelarut yang sesuai
(Nacl 0,9% atau aquades)
Contoh perhitungan dosis
 Dibutuhkan alkohol 70% sejumlah 100 ml, sediaan yang
tersedia adalah alkohol 96%
 Maka perhitungan pengenceran obatnya adalah
 V1M1 =V2M2
 100 x 70 = V2 x 96
 V2 = 7000/ 96
 V2 = 72,92ml dilarutkan sampai 100 ml aquades
Contoh perhitungan dosis
Contoh perhitungan dosis
Contoh perhitungan dosis
Contoh perhitungan dosis
Contoh : Jika sediaan dosis cordaron 600
mg dalam 500 ml NaCl dan dosis
permintaan 300 mg/20 jam
Pengenceran : 600mg/50 ml = 12mg/ml
Jadi : 300/ 12 x jam pemberian
= 300 / 12 x 20 =1,25ml/jam
^_^

Terimakasih

@iimfarmasi

Anda mungkin juga menyukai