PENDAHULUAN
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Farmakologi adalah
ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang kesehatan manusia hanya membatasi
ilmu farmakologi klinik yang hanya mempelajari efek obat terhadap manusia dan
farmakologi eksperimental yang hanya mempelajari efek obat terhadap binatang.
Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat induksi
anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat anestesi lokal/regional, obat
pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia non-opioid.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam sepuluh
kelompok, yakni :
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran. Obat obat ini
diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resepsi yang cepat
melalui paru paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang
biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol. Obat
obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rectal, tetapi resorpsinya
kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anastesi total, atau
memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.
3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena teknis mudah,
relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi. Keburukannya ialah absorpsi
kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri dibenci anak-anak, dan beberapa bersifat
iritan.
4. Subkutan : sekarang sudah jarang digunakan
5. Spinal : dimasukkan kedalam ruang subarakhnoid (intratekal) seperti pada bupivacaine.
6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat menghindari efek
sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya fentanil lolipop untuk anak dan
buprenorfin.
7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.
8. Transdermal : contoh krem EMLA (eutectic mixture of local anesthetic), campuran
lidokain-prokain masing-masing 2,5%. Krem ini dioleskan ke kulit intakdan setelah 1-2
jam baru dilakukan tusuk jarum atau tindakan lain.
9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan ligamentum
flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.
10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus diberikan obat perianestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun gula darah, dan sebagainya. Sebagian
besar diabsorpsi usus halus bagian atas. Beberapa obat dihancurkan asam lambung.
Pengosongan lambung yang terlambat menyebabkan terkumpulnya obat di lambung.
Sebelum obat masuk sistemik, harus melewati sirkulasi portal. Maka dosis oral harus
lebih besar dari intramuskular, contohnya petidin, dopamin, isoprenalin, dan propanolol.
OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI
Obat-Obatan Anestesi Umum
1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Efedrin
Obat untuk Anestesi Spinal:
1. Buvanest atau Bunascan
2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek buvanest)
Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:
1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin
PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI
1. Golongan Narkotika
-
diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.
Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
depresan SSP
penyempitan bronkus
Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk.
Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak lebih
gelisah
Barbiturat
-
Midazolam
-
Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan
induksi anestesia.
Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.
Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal
Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis 1-2mg/kgBB
menimbulkan halusinasi.
Diazepam
mengendalikan kejang
bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan
efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks
vagal.
Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak sehingga
terjadi febris dan dehidrasi
diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter
atau ketamin
OBAT-OBATAN ANESTESI
Obat
Pethidin
Dalam
sediaan
Jumlah di
sediaan
pengenceran
ampul
100mg/2cc
2cc +
aquadest 8cc
Fentanyl
10 cc
Dosis
(mg/kgBB)
0,5-1
0,05 mg/cc
Recofol
(Propofol)
ampul
Ketamin
vial
Succinilcholin
vial
200mg/
10 mg
0,05mg
10 cc
2-2,5
10 mg
100mg/cc
1cc +
aquadest 9cc
10 cc
1-2
10 mg
200mg/
Tanpa
pengenceran
5 cc
1-2
20 mg
Tanpa
pengenceran
5 cc
10 mg
20cc
ampul
1 cc
spuit =
10cc +
lidocain 1
ampul
10cc
Atrakurium
Besilat
(Tramus/
Tracrium)
Dalam
spuit
10mg/cc
Efedrin HCl
ampul
50mg/cc
1cc +
aquadest 9cc
10 cc
0,2
5 mg
Sulfas Atropin
ampul
0,25mg/cc
Tanpa
pengenceran
3 cc
0,005
0,25 mg
Ondansentron
HCl (Narfoz)
ampul
4mg/2cc
Tanpa
pengenceran
3 cc
8 mg
(dewasa)
2 mg
5 mg (anak)
Aminofilin
ampul
24mg/cc
Tanpa
pengenceran
10 cc
Dexamethason
ampul
5 mg/cc
Tanpa
pengenceran
Adrenalin
ampul
1 mg/cc
Neostigmin
(prostigmin)
ampul
0,5mg/cc
Tanpa
pengenceran
Masukkan 2
ampul
prostigmin +
1 ampul SA
0,5 mg
Midazolam
(Sedacum)
ampul
5mg/5cc
Tanpa
pengenceran
0,07-0,1
1 mg
Ketorolac
ampul
60 mg/2cc
Tanpa
pengenceran
30 mg
Difenhidramin
HCl
ampul
5mg/cc
Tanpa
pengenceran
5 mg
OBAT
ONSET
DURASI
Succinil Cholin
1-2 mnt
3-5 mnt
Tracrium (tramus)
2-3 mnt
15-35 mnt
Sulfas Atropin
1-2 mnt
Ketamin
30 dtk
15-20 mnt
Pethidin
10-15 mnt
90-120 mnt
Pentotal
30 dtk
4-7 mnt
24 mg
5 mg
0,25-0,3
Keterangan
1. Ketamin/ketalar
-
efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk nyeri visceral
Efek hipnotik kurang
Efek relaksasi tidak ada
Refleks pharynx & larynx masih ckp baik batuk saat anestesi refleks vagal
disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah,
tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)
TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderitapenderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.
Dosis berlebihan scr iv depresi napas
Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus
Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%
Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat retikular
otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik
pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
Untuk tindakan operasi kecil.
Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
Pasien asma
Kontra Indikasi
Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai &
postasida telur yg dimurnikan.
Kdg terasa nyeri pd penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol
jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
Analgetik tdk kuat
Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
Obat setelah diberikan didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
bradikardi.
nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok
hipovolemik.
3. Thiopental
4. Pentotal
Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr.
Dipakai dilarutkan dgn aquades
Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun)
Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi > kecil,
hitungan pemberian lebih mudah
Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ) efek sedasi&hipnosis cepat tjd, tp sifat
analgesik sangat kurang
TIK
Mendepresi pusat pernapasan
Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah hipotensi. Dpt
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
Dpt melewati ASI
menyebabkan relaksasi otot ringan
reaksi. anafilaktik syok
gula darah sedikit meningkat.
Metabolisme di hepar
cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
Dosis iv: 3-5 mg/kgBB
Kontraindikasi
syok berat
Anemia berat
Asma bronkiale menyebabkan konstriksi bronkus
Obstruksi sal napas atas
Penyakit jantung & liver
kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut
dalam darah.
Efek:
3. Eter
-
tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
margin safety sangat luas
murah
analgesi sangat kuat
sedatif dan relaksasi baik
memenuhi trias anestesi
teknik sederhana
4. Enfluran
isomer isofluran
tidak mudah terbakar, namun berbau.
Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang (pada
EEG).
Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran
cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai
dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran
tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
Durasi
Dosis awal
(mg/kgBB)
Dosis
rumatan
(mg/kgBB)
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.5
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Hipotensi
Takikardi
Hipotensi
KV stabil
KV stabil
Takikardi
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Hipotensi
0.20-0.25
1.5-2.0
0.05
0.3-0.5
10-15
15-30
Hipotensi &
histamin +
1.0
1.0
Amanhepar&ginjal
Isomer atrakurium
3-10
3-10
Antikolinesterase
antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
1. neostigmin metilsulfat 0,04-,0,08mg/kg (prostigmin)
2. piridostigmin 0,1-0,4mg/kg
3. edrofonium 0,5-1,0mg/kg
- fungsi: efek nilotinik + muskarinik bradikardi, hiperperistaltik, hipersekresi, bronkospasme,
miosis, kontraksi vesicaurinaria
- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)
MAC (Minimal Alveolar Concentration)
konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak memberikan respon
rangsang sakit
Halotan : 0,87%
Eter
: 1,92%
Enfluran
: 1,68%
Isofluran
: 1,15%
Sevofluran
: 1,8%
Obat Darurat
Nama
Berikan bila
Efedrin
2 cc spuit
Sulfas atropin
Bradikardi (<60)
2 cc spuit
Aminofilin
bronkokonstriksi
5 mg/kgBB
Spuit 24mg/ml
Dexamethason
Reaksi anafilaksis
1 mg/kgBB
Spuit 5 mg/cc
Adrenalin
Cardiac arrest
Succinil cholin
Spasme laring
Amide
Kokain
, Klorprokain,
Benzokain, Prokain,
Tetrakain
Lidokain, Prilokain,
Etidokain, Bupivakain,
Mepivakain, Ropivakain
Topical
infiltrasi
Blok
nerv
Cara
Pemberia
n
Anestesi
Lokal
spinal
Blok Saraf
Sentral
epidural
pleksus
servikal
torakal
lumbal
Short
Acting
Medium
Acting
Long acting
Potensi
Obat
Regional
iv
ganglion
Sacral/
kaudal
Potensi Obat
SHORT act
MEDIUM act
LONG act
Prototipe
Prokain
Lidokain
Bupirokain
Gol
Ester
Amida
Amida
Onset
15
Durasi
30-45
60-90
2-4jam
Potensi
15
Toksisitas
10
Dosis max
12 Mg/KgBB
6 mg/KgBB
2 Mg/KgBB
Metabolisme
Plasma
Liver
Liver
Keterangan:
Bupivacaine
-
Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml.
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
B.
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui
janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan
dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan
nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya
makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk
meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik
empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut,
pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan
nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,
nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan
tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi
nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena
dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor . Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas
dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah
dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan
klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri
neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih
aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah
berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan
takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi
kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam
plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat
bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara
cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang
lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama
dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat
yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat
sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam
urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan
intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat
masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik,
fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan
lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil
dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal
pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg
lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid
pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan
neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama
dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali
melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan,
sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia
pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan
untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam
dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50
mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah
dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
As. Karboksilat
Dipiron
Oksikam
Piroksikam
Salisilat
As. propionat
As. Asetil
salisilat,
Dflunisal
Ibuprofen,
Naproksen,
Ketoprofen
As. asetat
As. antranilat
As.
Mefenamat,
Floktafenin
As. indolasetat
As. pirolasetat
As. fenilasetat
Indometasin
Ketorolac
Diklofenak
Keterangan
Ketorolak
-
Ketoprofen
-
Piroksikam
-
Tenoksikam
Meloksikam
-
Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam tetapi efek samping
lebih minimal.
Dosis satu tablet 7,5mg atau 15mg/hari
Asetaminofen
-
Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin sangat lemah,
karena itu tak digolongkan NSAID.
Biasa untuk nyeri ringan dan dikombinasi analgetik lain
Dosis oral 500-1000mg/4-6jam, dosis maksimal 4000mg/hari.
Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim mikrosomal hati.
Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan pembekuan
minimal.
Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,
dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis
papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.
Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,
manula.
Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi
membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di
sirkulasi.
-
Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang dilapisi
antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.
-
Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu obat, namun yang
tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat bervariasi dan berbeda
menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan. Pada umumnya laporan tentang
obat tersering penyebab alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat
lainnya yaitu asam mefenamat, luminal, fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun
demikian yang paling sering dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi
obat biasanya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik memerlukan
paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa laten) sebelum terjadi reaksi alergi.
Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin 1/1000 sc dan
pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain.
BAB III
KESIMPULAN
-
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi
lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa pipi, intramuskular,
subkutan, intravena, rektal, transdermal, inhalasi, epidural, dan spinal.
Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan
walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan.
Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri
adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain,
menghindari alergen penyebab, dan cara desensitisasi.
DAFTAR PUSTAKA