Anda di halaman 1dari 6

MARASMUS

Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai
dengan atropi jaringan, terutama lapisan subkutan dan badan tampak kurus seperti orang tua.
Pada marasmus metabolisme lemak kurang terganggu dari pada kwashiorkor, sehingga
kekurangan vitamin biasanya minimal atau tidak ada pada marasmus tidak ditemukan edema
akibat dari hipoalbuminemia dan atau retensi sodium. Pemenuhan kebutuhan dalam tubuh masih
dapat dipenuhi dengan adanya cadangan protein sebagai sumber energi
Etiologi
1.Pola Pemberian ASI dan MP-ASI
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak yang
tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya
akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin
B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali
anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
2. Ketersediaan Pangan di Tingkat Rumah Tangga
Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat keluarga dan jika tidak cukup dapat
dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi.
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang
memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak
tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan
pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan
gizi.
3. Pola makan yang salah.

Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu
desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani
miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk.
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti
soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata
anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga
miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari
kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi
buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar
dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi
hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan
tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan
kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup. Interaksi
antara ibu dengan anak berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak yang mendapatkan
perhatian lebih baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapatkan senyuman,
mendapat respon ketika berceloteh dan mendapatkan makanan yang seimbang, maka keadaan
gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang mendapat perhatian orang
tua.

Epidemiologi
Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah
usia lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo
Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat
dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan
higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangundan serta terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia.
Gejala

Badan kurus kering

Tampak seperti orang tua

Lethargi

Iritabel

Jaringan subkutan hilang

Kulit keriput

Ubun-ubun cekung pada bayi

Turgor kulit jelek

Malaise

Apatis

Kelaparan

Komplikasi
Infeksi, TBC, parasitosis, disentri, malnutrisi kronik, gangguan tumbang.
Patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor
ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman
penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan
penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated
malnutrition.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25
jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan

makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah
protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksana-kan dengan baik bila penyebab
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik
untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi pada umur 6 tahun ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan
perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha
pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi,
dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang
komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga
pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal
pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan
frekuen feeding ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan
tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya
pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan
yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang
memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan
pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu
menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan
cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat
akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang
efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat
dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun
agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat,
terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan
pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita
selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.

Penanggulangan Balita Gizi buruk


Ruang lingkup Penanggulangan Balita Gizi buruk dari tingkat Kabupaten, Puskesmas sampai
tingkat Rumah Tangga.Dalam Best Practice diuraikan tentang Prosedur Penjaringan Kasus Balita
Gizi Buruk, Prosedur Pelayanan Balita GiziBuruk Puskesmas, Prosedur Pelacakan Balita Gizi
Buruk dengan cara Investigasi, Prosedur Pelayanan Balita Gizi Buruk di Rumah Tangga,
Prosedur Koordinasi Lintas Sektoral dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk.
Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
protein serta mencegah kekambuhan.
Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai
pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi,
syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap :
Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena.
Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan
diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan
elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.
Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau ratarata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5
g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih
kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A
diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada
hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala
defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV
atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg
BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im,
selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.

Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dala
pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai
pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu
formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan
lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam
bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang
dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.

Anda mungkin juga menyukai