- [www.kabarindonesia.com]
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung seratserat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei
sebagai berikut :
a. Nucleus Motorius Nervi Trigemini
Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus
cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis
dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.
Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan fungsional yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferan N. V
yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan
menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.
B. FISIOLOGI NERVUS TRIGEMINUS
Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan
bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat
diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan
pada gigi-gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.
Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V
menerima fibrae corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri.
Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris
memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi
mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi
tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior
ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.
C. DEFINISI NEURALGIA TRIGEMINAL
Secara harfiah, Neuralgia Trigeminal berarti nyeri pada nervus Trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju ke wajah.
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan yang memengaruhi N. V, nervus kranialis terbesar. Dicirikan dengan suatu nyeri yang
muncul mendadak, berat, seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu sisi rahang atau pipi. Pada
beberapa penderita, mata, telinga atau langit-langit mulut dapat pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam
hari, atau pada saat penderita berbaring.
Gambaran Klinis Neuralgia Trigeminal
Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang
terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita
Trigeminal neuralgia yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang
wajahnya. Serangan ini hilang timbul. Bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau
sepanjang Minggu. Lalu, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah, tetapi
bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
D. KLASIFIKASI
Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi:
1. NT Tipikal,
2. NT Atipikal,
3. NT karena Sklerosis Multipel,
4. NT Sekunder,
5. NT Paska Trauma, dan
Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm dalam kelompok "Syndromes of Cranial Nerve
Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak
pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua
proses yang sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:
1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.
2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan
akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang
terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah
yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang
timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus
trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat"
yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa
mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan
sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um
saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara
benar, keluhan akan hilang.
G. DIAGNOSIS
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis (misalnya CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling
penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi
2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi 1.
Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari
saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger
area atau trigger zone).
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus
berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan
panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada
neuralgi Trigeminal hampir selalu normal. Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi Trigeminal murni.
Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia Trigeminal yang menyertai multiple sclerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien
dengan MS juga menderita neuralgia Trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral.
Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri
yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux.
Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.
Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:
Anamnesis
Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus
yang terkena.
Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan
mekanisme pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.
Pemeriksaan Fisik
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral
(termasuk refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus
(membuka mulut, deviasi dagu).
Menilai EOM.
Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT-scan kepala atau MRI dilakukan untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau
sudut serebelo-pontin.
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com