Anda di halaman 1dari 19

ANESTESI PADA PASIEN PEDIATRIK

Disusun Oleh:

Irgy Prijenka Ardhanariswara

Pembimbing:

dr. Swanita Woyka, SpAn

BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TRISAKTI
RSD WONGSONEGORO SEMARANG
2022
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii


Daftar Isi........................................................................................................ iii
Daftar Gambar............................................................................................... iv
Daftar Tabel............................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................. 2
2.1 Definisi ................... ........................................................................ 2
2.2 Anatomi pediatrik .................. ........................................................ 2
2.2.1 Anatomi jalan napas .............................................................. 2
2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik ....................................
2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi ...................................... 3
2.3.2 Induksi Pada Pasien Pediatrik................................................. 8
2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik ................................................ 10
2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................ 12
2.3.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatrik .......................... 13
2.3.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................... 13
2.3.7 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatrik ..................................... 14
BAB III Simpulan ......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat-alat anestesi ............................................................................................ 6


Tabel 2. Obat-obatan premedikasi ............................................................................. 8
Tabel 3. Minimum Alveolar Concentration (MAC) Anestesi Inhalasi .............. 9
Tabel 4. Obat-obatan induksi intravena .................................................................... 10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pediatrik .................................................3


Gambar 2. Skala Aldrete ............................................................................. 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi telah berhasil memungkinkan sesorang dilakukan pembedahan


tanpa siksaan dan rasa nyeri. Dewasa ini, anestesi telah jauh berkembang
semenjak ditemukan pertama kali oleh Morton pada tahun 1846.1 Mulai dari zat-
zat yang dipakai, alat-alat dan mesin anestesi, hingga teknik anestesi yang
memungkinkannya jenis dan lama pembedahan yang lebih maju. Anestesi juga
berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan kelompok umur pediatrik.
Anestesi pediatrik sendiri dapat dibagi menjadi empat kelompok umur
yaitu neonatus, bayi, anak pra sekolah dan anak usia sekolah. 2 Kelompok umur ini
mempunyai kebutuhan dan karakteristik yang sangat berbeda dengan orang
dewasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan anatomi, fisiologi, psikologi, dan
biokimia yang berbeda.3 Dari segi anatomi, jalan nafas anak-anak terlebih
neonatus dan bayi jauh lebih kecil daripada orang dewasa. Mukosa jalan nafas
juga lebih mudah teriritasi sehingga dapat membahayakan jalan nafas.
Permasalahan juga ditambah dengan lidah yang besar sehingga cenderung
menutup jalan nafas saat dalam pengaruh anestesi. Belum matangnya organ-organ
seperti hati, jantung, otak dan ginjal pada neonatus dan bayi juga merupakan
masalah tersendiri yang dapat menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas
pediatri dalam pengaruh anestesi. Respon seperti menangis, agitasi, retensi urine,
nafas dalam, dan respon lain yang sering dikeluarkan oleh pasien pediatrik sering
kali mengganggu proses anestesi.3,4,5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anestesi pediatrik merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat


dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (umur 1-28 hari), bayi (sampai 1
tahun), anak pra sekolah (2-5 tahun), dan anak usia sekolah (6-14 tahun).2
Anestesi pada pasien pediatrik memerlukan perhatian dan kebutuhan khusus
dimana anak- anak berbeda dari orang dewasa.3 Kebutuhan dan karakteristik juga
berbeda pada masing-masing kelompok umur pasien pediatrik. Ditambah lagi
pasien pediatrik mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang dewasa.

2.2 Anatomi Pediatrik


2.2.1 Anatomi jalan napas
Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jaluran napas anak-anak bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Perbedaan pertama adalah ukuran lidah anak-
anak yang lebih besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan resiko
terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis lainnya pada saat melakukan
laringoskopi. Perbedaan kedua adalah lokasi larynx anak yang terletak lebih tinggi
pada C4 bila dibandingkan dengan orang dewasa yang berada pada C6 dan letak
Glottis pada anak-anak berada pada C2 dan lebih tinggi dibandingkan dengan
orang dewasa pada C4 dan letak kartilago krikoid pada C4 dibandingkan dengan
orang dewasa pada C6 sehingga pemasangan dengan blade yang lurus lebih
direkomendasikan dibandingkan dengan blade yang bengkok. Bentuk Epiglottis
anak lebih pendek dan tebal dan terletak lebih dekat kepada laryngeal inlet
sehingga visualisasi pita suara akan lebih sulit dan membutuhkan keterampilan
penggunaan blade laringoskop yang lebih mahir4 . Bentuk pita suara lebih
bersudut sehingga pada saat memasukkan ETT (Endotracheal Tube) dapat
tersangkut pada commisure anterior pita suara4 . Larynx anak kecil mengalami

2
penyempitan pada cincin krikoid sedangkan pada orang dewasa penempitan jalan
napas berada di pita suara sehingga penggunaan ETT tanpa cuff disarankan untuk
pasien pediatrik.

Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pediatrik

2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik

2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi

 Evaluasi dan Persiapan


Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal.
Alloanamnesis dari orang tua, penilaian keadaan umum dan fisik, serta
menilai masalah anestesi yang akan dialami juga harus dilakukan. 6,7
Pemeriksaan tambahan yang rutin dilakukan adalah darah lengkap dan faal
hemostatis, sedangkan pemeriksaan lain sesuai dengan kebutuhan1,6.
Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat
mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Peralatan
anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus
rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan.

3
Biasanya digunakan system anestesi semi-open modifikasi system pipa
T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.5,6,7 Untuk anestesi yang
lama, gas-gas anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab
listrik.6 Pada kelompok anak pra sekolah dan usia sekolah, kunjungan
anestesi dilakukan selain untuk menilai keadaan umum, keadaan fisik,
mental, dan menilai masalah yang akan dihadapi penderita, juga
merupakan kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan anak tersebut
sehingga mengurangi kecemasan anak.7

 Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama
puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan pemberian air gula 2
jam sebelum anestesi untuk umur < 6 bulan. Stop susu 6 jam dan
pemberian air gula 3 jam sebelum anestesi untuk umur 6-36 bulan. Untuk
>36 bulan dengan cara stop susu 8 jam dan pemberian air gula 3 jam
sebelum anestesi.3,6 Untuk anak yang sudah lebih besar, puasa seperti
orang dewasa yaitu 6-8 jam.7

 Infus

Infus dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa,


mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi
dapat dipantau melalui produksi urin (> 0,5ml/kgBB/jam).1,3,7 Untuk
pemeliharaan digunakan preparat D5% dalam NaCl 0,225% untuk anak <
2 tahun dan preparat D5% dalam NaCl 0,45 % untuk anak > 2 tahun.1

 Persiapan Kamar Operasi


Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan
tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan

4
rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu
dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai,
dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan
baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan, tube
trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam
persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus
dipersiapkan. Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa,
sehingga cenderung untuk terjadi hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu
harus disesuaikan, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga
suhu pasien.3,7

Beberapa peralatan untuk anestesi sebelum melakukan induksi antara lain


(SOAP-ME) :

1. Suction, periksa apakah bekerja baik, siapkan kateter suction

2. Oksigen, perhatikan tekanan dan aliran apakah masih cukup, perlu


juga persiapan udara tekan.

3. Airway, peralatan jalan napas :

a. Sungkup muka (Facemask). Sediakan jenis transparan 3 ukuran


(normal, lebih kecil, lebih besar).

b. Pipa faring, pipa orofaring (guedel). Sediakan 3 ukuran


(normal, lebih kecil, lebih besar). Penggunaan guedel dengan
ukuran yang terlalu kecil bisa menyebabkan terjadinya obstruksi napas
dan penggunaan guedel yang terlalu besar bisa menyebabkan
terjadinya spasme laring.

c. Pipa nasofaring (nasal airway), tak digunakan karena bisa


terjadi trauma concha nasalis.

d. LMA (laryngeal mask airway), sediakan 3 ukuran (normal,


lebih kecil, lebih besar). Ukuran LMA sesuai berat badan

5
e. Pipa trakea, endotrachealtube (ETT). Sediakan 3 ukuran
(normal, lebih kecil, lebih besar). Untuk usia 5-8 tahun digunakan ETT
tanpa cuff. Pemilihan ukuran diameter internal ETT berdasarkan rumus
Penglinton.

f. Laringoskop, pemegang (handle) kecil, bilah (blade) lurus


Miller, Macintosh, Robertshaw, Wis-Hippel Seward

g. Sistem sirkuit napas anestesi (anesthesic breathing


system/circuit), yang biasa digunakan adalah JacksenRees (Mapleson F)
dan modifikasi Ayre T-piece, yang keduanya merupakan sirkuit
pernafasan tanpa katup untuk anak dengan berat badan (BB) 20 kg.

4. Farmakologi, antara lain obat-obat emergensi (atropin, adrenalin,


efedrin, dan lain-lain), relaksan (golongan depolarisasi dan non-
depolarisasi), serta macam-macam cairan intravena, baik yang
mengandung maupun bebas dektrosa.

5. Monitor, terutama oksimeter nadi, diikuti stetoskop precordial dan


EKG, dipasang sesuai umur

6. Peralatan lain, seperti peralatan anestesi, resusitasi dan komunikasi.


Ventilator yang disiapakan mode pressurecontrolled bertekanan 15-20
mmHg. Penggunaan ventilator volume-controlled harus hati-hati karena
dapat menyebabkan barotrauma.

Tabel 1. Alat-alat anestesia

6
 Keberadaan Orang Tua Pasien
Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara
untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan
menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya,
tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan
sebaiknya. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk
mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri.3,6,

 Premedikasi
1. Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan,
Enfluran, Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02
mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg lebih digemari secara
intravena dengan pengenceran.3,6

2. Penenang
Tidak dianjurkan pada neonatus dan bayi, karena susunan saraf
pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi. Untuk anak pra
sekolah dan usia sekolah yang tidak bisa tenang dan cemas, pemberian
penenang dapat dilakukan dengan pemberian midazolam. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya cemas
dapat timbul 10 menit setelah pemberian. 3,6

7
Tabel 2. Obat-obatan premedikasi

2.3.2 Induksi pada Pasien Pediatrik

Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan
tipe operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik
tersendiri dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang
adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien,
jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental
(kooperatif/tidak) pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan
seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi,
dan perawatan intensif yang memadai.3,4,5
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin.
Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau intravena.3

 Induksi inhalasi.
Induksi inhalasi umumnya untuk anak usia kurang dari 5 tahun, karena
anak takut atau tidak suka disuntik. Bila anak didampingi oleh orang tuanya
maka induksi anestesi lebih mudah dilakukan. Induksi inhalasi kadang-kadang
dilakukan juga pada orang dewasa yang tidak bersedia disuntik.

1. Silent (steal) induction


8
Digunakan pada anak yang ketika masuk kamar bedah sudah dalam
kedaan tidur. Dapat diberikan N2O/O2 70/30 % 1-2 L/menit, sevofluran atau
halotan 0,5 vol% yang ditingkatkan setiap 3-5 menit atau setiap 3 kali tarikan
napas hingga pasien tidur dengan sungkup sedekat mungkin pada muka bayi-
anak, tetapi tidak menempel.

2. Slow induction

Seperti steal induction, tetapi anak kooperatif sehingga mau memegang


sendiri sungkup mukanya atau dibantu dan dapat didampingi oleh orang
tuanya.

3. Single maximal breath induction.

Untuk anak sadar dan koperatif diatas 5 tahun.Sebelum dilakukan, sirkuit


anestesi diisi dengan N2O/O2 60/40%, sevofluran 7 - 8% atau halotan 4 - 5%.
Anak hiperventilasi beberapa kali, kemudian ekspirasi dalam dan disusul
inspirasi dalam beberapa kali dengan sungkup menempel muka sampai anak
tertidur.3,4

Anestesi inhalasi yang terpilih adalah sevofluran yang diikuti isofluran


atau halotan sebagai 17 pemeliharaan intraoperatif. Pemberian obat anestesi
dengan panduan Minimum Alveolar Concentration (MAC).

Tabel 3. Minimum Alveolar Concentration (MAC) Anestesi Inhalasi.

 Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada
mereka yang sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan dengan
menggunakan propofol 2-3 mg/kg diikuti dengan pemberian pelumpuh
otot non depolarizing seperti atrakurium 0,3 - 0,6 mg/kg.3,4 Seringkali pada
praktik pediatri, intubasi bisa dilakukan dengan kombinasi propofol,
9
lidokain, dan opiate dengan atau tanpa agen inhalasi sehingga tidak
diperlukan pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga tidak diperlukan saat
pemasangan LMA.3

Tabel 4. Obat-obatan induksi intravena.

2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik


Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-
tebal, epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan
membuat posisi fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit
mengangkat bahu dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal
berbentuk donat.3,4,6 Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar
dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas
adalah cincin cricoid. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake
intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai
kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir
dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi prematur.3,6 Yang berpendapat dilakukan
intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan
dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot.

10
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang
dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan
pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. Pipa yang digunakan juga jenis pipa non kinking
atau yang tidak mudah tertekuk.7
Pada anak-anak, digunakan blade laringkoskop yang lebih kecil dan lurus,
jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran
pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat
dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah
harus disiapkan bila diperlukan.3,7
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff.
Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau
jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea
sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Untuk
menghitung perkiraan diameter dan panjang pipa dapat menggunakan formula3 :

4 + umur/4 = diameter pipa (mm)


dan

12 + umur/2 = panjang pipa (cm)

Pada pasien pediatrik, intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat


menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan harus dengan
ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees.6

11
2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.
Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk
tindakan ringan yang tidak lama.6 Gas anestetika yang umum digunakan adalah
N2O dicampur dengan 02 perbandingan 50:50 untuk neonatus, 60:40 untuk
bayi, dan 70:30 untuk anak-anak. Walapun N2O mempunyai sifat analgesia
kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur
dengan halotan, enfluran atau isofluran. 1,3
Narkotika hanya diberikan untuk
usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg
atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif,
karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit.6
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan
banyaknya cairan yang hilang. Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan
yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan, adanya perdarahan dan
oleh sebab-sebab lain, cairan fistula dan lain-lainnya. Cairan yang seharusnya
masuk, karena puasa harus diganti dengan pedoman1,3,4 :
Pada jam I diberikan 50% defisit + cairan
pemeliharaan/jam Pada jam II diberikan 25% nya + cairan
pemeliharaan/jam Pada jam III diberikan 25% nya + cairan
pemeliharaan/jam
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan
cairan kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-
Iaktat sedangkan diatas 10% dilakukan transfusi.6

12
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan6,7:
1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum
dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan
keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung
misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain
penutup dan lain-lain.
2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada
neonatus harus diganti dengan darah.

2.3.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatrik


Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya.
Berikan oksigen murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari
lendir kalau perlu. Jika menggunakan pelumpuh otot, dapat dinetralkan dengan
prostigmin (0,04 mg/kg) atau neostigmine (0,05 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg).
Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan nalokson 0,2-0,4 mg
secara titrasi.3,4,6
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota
badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam
keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau
bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang
traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik
dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi.3,6

2.3.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik


Semua pasien anestesi pediatri, terutama yang diintubasi, lebih memiliki
resiko untuk mengalami komplikasi. Mual dan munatah adalah hal yang paling
sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa
ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak.
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya
terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan,
bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.6,7

13
2.3.7 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatrik

Yang Dinilai Nilai


GERAKAN
Menggerakkan 4 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 2
Menggerakkan 2 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 1
Tidak dapat menggerakkan ekstremitas 0
PERNAFASAN
Bernafas dalam dan kuat serta batuk 2
Bernafas berat atay dispneu 1
Apneu atau perlu dibantu 0
TEKANAN DARAH
Sama dengan nilai awal + 20% 2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
WARNA KULIT
Merah 2
Pucat, Ikterus, dan lain-lain 1
Sianosis 0
KESADARAN
Sadar penuh 2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
Tidak ada reaksi 0

Gambar 2. Skala Aldrete.7

Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang
pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan
dengan pengawasan sebelumnya. Hal yang perlu diawasi adalah kesadaran, pernafasan
yang spontan dan adekuat serta bebas dari pengaruh efek sisa obat pelumpuh otot, denyut
nadi dan tekanan darah, warna kulit, dan suhu tubuh. Pasien dapat dipindahkan ke
ruangan jika skor Aldretenya mencapai 10 dan tidak ada penyulit.

14
BAB III
SIMPULAN

Anestesia pediatrik merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat


dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (umur 1-28 hari), bayi (sampai 1
tahun), anak pra sekolah (2-5 tahun), dan anak usia sekolah (6-14 tahun). Anestesi
pada pediatrik dibuat untuk memenuhi kebutuhan kelompok pediatrik sendiri
dimana berbeda dari segi anatomi, fisiologi, psikologis, dan biokimia dengan
orang dewasa. Perbedaan anatomi dimana jalan nafas pediatri lebih kecil dan
mudah tersumbat membuat ahli anestesi harus lebih berhati-hati. Alat-alat khusus
yang berbeda dari segi ukuran, bentuk, dan fungsi seperti blade laringoskop yang
lebih lurus, mesin Jackson-Rees, dan lainnya diperlukan pada anestesi pediatri.
Perubahan fisiologi dan biokimia juga membuat diperlukannya pengaturan dosis
obat, kebutuhan cairan, pengaturan suhu, dan penyesuaian lainnya. Respon
pediatri yang sering menyulitkan proses anestesi membuat diperlukannya
pendekatan-pendekatan tersendiri pada pasien pediatrik. Hal-hal ini membuat
tatalaksana anestesi pada pasien pediatrik cukup berbeda dari orang dewasa,
dimulai dari evaluasi dan persiapan pra anestesi, induksi, pemeliharaan,
pemulihan, hingga perawatan pasca anestesi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Mangku, Tjokorda Gde Agung Senapthi. Buku Ajar Ilmu


Anestesia dan Reanimasi. Indeks; 2010. 6-7; 149-59
2. K Rupp, J Holzki, T Fischer, C Keller. Pediatric Anesthesia. Drager;
2015.
3. Smith dan Aitkenhead. Pediatric Anaesthesia dalam Textbook of
Anaesthesia Sixth Edition. Churchill Livingstone Elsevier; 2013. 731-
47
4. John Butterworth, David Mackey, dan Wasnick. Pediatric Anesthesia
dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology Fifth Edition. Mc
Graw Hill; 2013. 877-97
5. Erin Gottlieb dan Andropoulos. Pediatrics dalam Miller’s Basic of
Anesthesia Sixth Edition. Elsevier; 2011. 546-57
6. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. [internet] tersedia di
http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient.
Diakses pada 28 Juli 2016.

Anda mungkin juga menyukai