Anda di halaman 1dari 22

ANESTESIA PADA PASIEN PEDIATRIK

Oleh :
1. M. Syah Insyah
2. Yudia Hartika
3. Rini. S
4. Maryalis
5. Ahmad Ridwan
6. Wati

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN ANESTESIOLOGI
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
Daftar Tabel .................................................................................................. iv
Daftar Gambar............................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................. 2
2.1 Definisi dan Batasan ........................................................................ 2
2.2 Perubahan pada Pasien Pediatrik ..................................................... 2
2.2.1 Sistem Respirasi ..................................................................... 2
2.2.2 Sistem Sirkulasi ...................................................................... 4
2.2.3 Sistem Ekskresi dan Elektrolit................................................ 6
2.2.4 Sistem Saraf ............................................................................ 6
2.2.5 Fungsi Hati ............................................................................. 7
2.2.6 Regulasi Suhu ......................................................................... 7
2.2.7 Respon Psikologis................................................................... 8
2.2.8 Respon Farmakologi............................................................... 9
2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik .................................... 9
2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi ...................................... 9
2.3.2 Induksi Pada Pasien Pediatrik................................................. 12
2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik ................................................ 13
2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................ 14
2.3.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatrik .......................... 15
2.3.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik ........................... 16
2.3.7 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatrik ..................................... 16
BAB III Simpulan ......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Parameter Tanda Vital pada Pasien Pediatrik ................................ 5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skala Aldrete ............................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi dan reanimasi telah berhasil memungkinkan sesorang dilakukan


pembedahan tanpa siksaan dan rasa nyeri. Dewasa ini, anestesi dan reanimasi
telah jauh berkembang semenjak ditemukan pertama kali oleh Morton pada tahun
1846.1 Mulai dari zat-zat yang dipakai, alat-alat dan mesin anestesi, hingga teknik
anestesi yang memungkinkannya jenis dan lama pembedahan yang lebih maju.
Anestesi dan reanimasi juga berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
kelompok umur pediatrik.
Anestesi dan reanimasi pediatrik sendiri dapat dibagi menjadi empat
kelompok umur yaitu neonatus, bayi, anak pra sekolah dan anak usia sekolah. 2
Kelompok umur ini mempunyai kebutuhan dan karakteristik yang sangat berbeda
dengan orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan anatomi, fisiologi,
psikologi, dan biokimia yang berbeda.3 Dari segi anatomi, jalan nafas anak-anak
terlebih neonatus dan bayi jauh lebih kecil daripada orang dewasa. Mukosa jalan
nafas juga lebih mudah teriritasi sehingga dapat membahayakan jalan nafas.
Permasalahan juga ditambah dengan lidah yang besar sehingga cenderung
menutup jalan nafas saat dalam pengaruh anestesi. Belum matangnya organ-organ
seperti hati, jantung, otak dan ginjal pada neonatus dan bayi juga merupakan
masalah tersendiri yang dapat menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas
pediatri dalam pengaruh anestesi. Respon psikologi seperti menangis, agitasi,
retensi urine, nafas dalam, dan respon lain yang sering dikeluarkan oleh pasien
pediatrik sering kali mengganggu proses anestesi dan reanimasi.3,4,5
Anestesi dan reanimasi pada pasien pediatrik bukan hanya penyesuaian
dosis dan ukuran alat-alat yang akan dipakai, melainkan juga pendekatan-
pendekatan yang sesuai dengan anatomi, fisiologi, psikologi, dan biokimia pasien
pediatrik sendiri.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Batasan

Anestesia pediatrik merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat


dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (umur 1-28 hari), bayi (sampai 1
tahun), anak pra sekolah (2-5 tahun), dan anak usia sekolah (6-14 tahun).2
Anestesi pada pasien pediatrik memerlukan perhatian dan kebutuhan khusus
dimana anak- anak bukan merupakan miniatur dari orang dewasa namun
merupakan kelompok individu yang mempunyai anatomi, fisiologi, psikologi dan
biokimia yang berbeda dari orang dewasa.3 Kebutuhan dan karakteristik juga
berbeda pada masing-masing kelompok umur pasien pediatrik. Ditambah lagi
pasien pediatrik mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang dewasa.

2.2 Perubahan pada Pasien Pediatrik

Masa neonatus dan bayi adalah masa dimana terjadi perubahan yang
sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini
terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Sistem respirasi, sirkulasi,
dan ekskresi penting untuk anestesi pada kelompok umur ini. Begitu pula dengan
kelompok anak pra sekolah dan anak usia sekolah dimana secara anatomi,
fisiologi, psikologi, dan biokimia yang berbeda dari orang dewasa. Kelompok ini
cenderung memerlukan pendekartan-pendekatan psikologis yang berbeda sekali
dengan orang dewasa.3,4,5 Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan
persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap pasien
pediatrik.

2
2.2.1 Sistem Respirasi

Secara anatomi jalur nafas neonatus dan bayi lebih rentan tersumbat
daripada orang dewasa.3,4 Diameter dari lubang hidung, orofaring, dan trakea
relatif lebih kecil pada anak-anak daripada orang dewasa. Diameter tersempit
terdapat didaerah cricoid, berbeda dengan orang dewasa dimana tersempit pada
daerah epiglottis. Perbedaan ini membuat pernfasan lebih mudah tersumbat oleh
edema mukosa yang dapat disebabkan oleh inflamasi ataupun iritasi dan dapat
bersifat fatal.4,5 Produksi mukosa pada neonatus dan bayi juga lebih banyak
daripada orang dewasa, sehingga membuat jalur pernafasan lebih mudah
tersumbat.5 Lidah pada neonatus dan bayi juga relatif lebih besar dan cenderung
jatuh saat dalam pengaruh anestesi. Pada neonatus dan bayi ukuran epiglottis lebih
besar, berbentuk U, dan lebih terkulai.3,4 Hal ini membuat terkadang pengangkatan
epiglottis diperlukan untuk visualisasi pada proses intubasi. Ukuran tonsil dan
adenoid juga harus diperhatikan karena dapat mempersulit proses intubasi.
Karakteristik anatomis neonatus membuat neonatus hanya dapat bernafas melalui
hidung sampai berumur 5 bulan, sehingga pemasangan pipa naso-gastrik dapat
membahayakan pernafasan.5 Hampir sama dengan neonatus dan bayi, pada
kelompok anak-anak juga mempunyai lidah yang lebih besar, laring yang letaknya
lebih anterior, epiglottis yang lebih panjang, serta leher dan trakea yang lebih
pendek daripada dewasa membuat membuat seorang anestesi lebih berhati-hati.6
Jenis pernafasan neonatus adalah pernafasan diafragma. Hal ini
disebabkan oleh thoraks pada neonatus berukuran kecil dan iga horizontal, otot-
otot pernafasan pada neonatus belum berkembang dengan baik, diafragma
terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam
memelihara tekanan negatif intratorakal dan volume paru rendah sehingga
memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas
secara diafragmatis.3,4,5,6 Kadang- kadang tekanan negatif dapat timbul dalam
lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah
terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan
perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan

3
pipa lambung.Pada neonatus juga ditemukan pola nafas periodik dimana ada -
periode dimana nafas berhenti sebentar selama kurang dari 10 detik.5 Hal ini harus
dibedakan dengan apneu, dimana apneu berhubungan dengan desaturasi dan
bradikardi. Pada anak yang lebih besar, pola pernafasan sudah hampir sama
dengan orang dewasa namum frekuensi lebih cepat karena berhubungna dengan
tingkat metabolism yang lebih tinggi daripada orang dewasa (Tabel 1).
Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong
diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya
elemen elastis paru atau surfaktan, maka akan menurunkan FRC (Functional
Residual Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap (7 mL/kgBB).3,4 Untuk
meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas
(40-60 kali/menit), karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas.6 Peningkatan
frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang
relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan
orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga
dua kalinya.4,5 Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa
desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada neonatus
prematur, karena adanya stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.6

2.2.2 Sistem Sirkulasi

Estimasi volume darah pada neonatus dan bayi adalah sekitar 85 mL/kg
dan lebih tinggi pada bayi prematur (95 mL/kg) dengan nilai hematokrit neonatus
dan bayi berisar antara 45-65 %. Komposisi cairan pada neonatus dan bayi adalah
75- 80% dari berat badan dimana sebanyak 30% berada di ekstraselular, 40% di
intraselular, dan sekitar 5% di plasma. Semakin bertambah umur, komposisi
semakin menyerupai orang dewasa dimana komposisi cairan sekitar 60% dari
berat badan. 4,5,6
Hemoglobin yang terdapat pada bayi terlebih neonatus
kebanyakan adalah hemoglobin fetal (HbF) yang mempunyai afinitas oksigen
yang lebih tinggi daripada hemoglobin dewasa (HbA). Hal ini membuat oksigen
lebih susah untuk

4
ditransfer ke jaringan dalam tubuh.4 Seiring berjalannya waktu, jumlah HbF akan
berkurang dan HbA akan meningkat dimana kadar hemoglobin terendah pada saat
usia 3 bulan dan HbA menggantikan HbF seluruhnya pada usia sekitar 6 bulan.4,5
Pada neonatus dan bayi reaksi pembuluh darah masih sangat kurang,
sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat
kurang ditoleransi.6 Manajemen cairan pada neonatus dan bayi harus dilakukan
dengan cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk
menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat
terhadap penggantian volume.5 Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir
tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi
nadi neonatus dan bayi antara 80-160 dengan rata-rata 120 kali/menit dengan
tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.4,5 Sedangkan tekanan darah dan frekuensi
nadi pada anak-anak bervariasi menurut umur dan semakin lama semakin sama
dengan orang dewasa seiring dengan bertambahya usia (Tabel 1).

Tabel 1. Parameter Tanda Vital pada Pasien Pediatrik5


Frekuensi Napas
Frekuensi Jantung Tekanan Darah (mmHg)
Umur (kali/menit) (kali/menit) Sistol Diastol
Neonatus 40-60 120-160 60-80 40-60
Bayi 30-40 100-140 70-90 50-70
2-5 tahun 25-30 80-120 80-100 60-75
>6 tahun 18-25 70-110 90-110 70-80

Aktivasi dari sistem saraf parasimpaik, overdosis anestesi, ataupun


hypoxia dapat memicu bradikardi secara cepat meskipun denyut nadi pada bayi
lebih cepat dan mengurangi cardiac output yang dapat menyebabkan hipotensi,
asistol, hingga kematian intraoperative. Sesitivitas jantung terhadap rangsangan
parasimpatis, obat anestesi seperti opioid dan volatile neonatus dan bayi dapat
disebabkan oleh belum

5
matangnya jantung, sistem saraf simpatik, dan reflek baroreseptor.4,5,6 Untuk itu
monitor kardiovaskular harus dilakukan secara hati-hati.

2.2.3 Sistem Ekskresi dan Elektrolit

Filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% dibanding orang dewasa akibat


belum matangnya ginjal neonatus. Fungsi tubulus juga belum matang sehingga
resorbsi terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amino dan bikarbonat
juga rendah. Fungsi ginjal akan berangsur matang pada puncaknya sekitar umur 8
tahun. Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-
obatan juga menjadi diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air
tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. Pemberian cairan dan
perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecermatan lebih
dibanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang
biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.6 Perhitungan kebutuhan cairan per
jam pada pasien pediari menggunakan auran “4- 2-1” , dimana 4 ml/kgBB/jam
untuk 10 kg pertama, ditambah 2 ml/kgBB/jam untuk 10 kg kedua, dan ditambah
1 ml/kgBB/jam untuk sisa berat badan.5,6

2.2.4 Sistem Saraf

Myelinisasi pada neonatus belum sempurna dan akan matang dan lengkap
pada usia 3-4 tahun. Jadi saat neonatus, otak sangat sensitive terhadap keadaan-
keadaan hipoksia. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular
junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat
pelumpuh otot non depolarizing.6
Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya
refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada
saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring.4,5
Sirkulasi

6
bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Belum sempurnanya mielinisasi
dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasi
obat- obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang
lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari blok obat relaksasi otot
dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat menyebabkan kelelahan otot-
otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada periode pasca anestesi.6
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia
dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong
baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.6

2.2.5 Fungsi Hati

Fungsi hati belum matang pada bayi terlebih neonatus. 3,4 Fungsi
detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula
yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. 6
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir
adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg/dL) sukar diketahui
tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang.
Sintesis vitamin K juga belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan
dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%).3,6

2.2.6 Regulasi Suhu


Pusat pengaturan suhu di hipothalamus belum berkembang, walaupun
sudah aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, luas permukaan besar,
tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air membuat mudah
kehilangan panas tubuh, sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat
terpengaruh oleh suhu lingkungan. Produksi panas mengandalkan pada proses
non- shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang
terletak diantara scapula, axila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia
mencegah produksi panas dari lemak coklat.3,4,6

7
Hipertermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas,
selimut atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal:
atropin, skopolamin). Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan
yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infus atau tranfusi darah
dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum yang menekan
pusat regulasi suhu, maupun obat vasodilator.6,7
Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah
270C.4,5 Pemantauan suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau
pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat,
gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang hangat dapat dilakukan
untuk mencegah hipotermia.5,6 Untuk anak yang lebih besar, penanganan suhu
sama dengan orang dewasa.6

2.2.7 Respon Psikologis


Respon psikologis pada pasien pediatrik terutama pada kelompok umur
anak pra sekolah dan usia sekolah sangat berbeda dengan orang dewasa. Pada
kelompok ini diperlukan pendekatan-pendekatan khusus.7 Respon psikologis
kelompok ini terhadap rasa takut, tidak nyaman, dan stress emosional seringkali
membuat masalah pada proses pre operatif, durante, maupun post operatif. Rasa
takut bisa datang dari nyeri fisik seperti jarum suntik, luka pasca bedah, dan
penggantian bebat. Rasa tidak nyaman yang seringkali dirasakan pasien pediatrik
adalah pusing, mual, infus, kateter, drain, dll. Sedangkan stress emosional yang
paling sering dirasakan adalah pisah dari orangtua, bau-bauan, alat-alat dan suara
di rumah sakit atau kamar bedah, ataupun ketakutan akan operasi yang akan
pasien jalani.5,7 Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak mau bicara, dan
pernafasan dalam merupakan respon yang biasa dilakukan anak-anak. Untuk itu
mungkin diperlukan pendekatan terhadap anak-anak seperti menggunakan mainan
atau permainan tertentu, selalu tersenyum dan menggunakan intonasi yang
meyakinkan anak, anak didampingi orangtua, dll.7

8
2.2.8 Respon Farmakologi
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada
neonatus dan bayi berbeda dibandingkan dengan dewasa karena6:
1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler
berbeda dengan orang dewasa.
2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3. Laju metabolisme yang tinggi
4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses
biotransformasi obat.
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung,
liver dan ginjal)
7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan:
ventilasi alveolar tinggi, minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya
MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat,
mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya.

2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik

2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi

 Evaluasi dan Persiapan


Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau
mendekati normal. Heteroanamnesis dari orang tua, penilaian keadaan
umum dan fisik, serta menilai masalah anestesi yang akan dialami juga
harus dilakukan.6,7 Pemeriksaan tambahan yang rutin dilakukan adalah
darah lengkap dan faal hemostatis, sdangkan pemeriksaan lain sesuai
dengan kebutuhan1,6. Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar
bedah sedapat mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan.
Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas
harus rendah,

9
anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Biasanya digunakan system
anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari
Jackson-Rees.5,6,7 Untuk anestesi yang lama, gas-gas anestetik
dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab listrik.6 Pada kelompok anak
pra sekolah dan usia sekolah, kunjungan anestesi dilakukan selain untuk
menilai keadaan umum, keadaan fisik, mental, dan menilai masalah yang
akan dihadapi penderita, juga merupakan kesempatan untuk mendapatkan
kepercayaan anak tersebut sehingga mengurangi kecemasan anak.7
 Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama
puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan pemberian air gula 2
jam sebelum anestesi untuk umur < 6 bulan. Stop susu 6 jam dan
pemberian air gula 3 jam sebelum anestesi untuk umur 6-36 bulan. Untuk
>36 bulan dengan cara stop susu 8 jam dan pemberian air gula 3 jam
sebelum anestesi.3,6 Untuk anak yang sudah lebih besar, puasa seperti
orang dewasa yaitu 6-8 jam.7

 Infus

Infus dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa,


mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi
dapat dipantau melalui produksi urin (> 0,5ml/kgBB/jam). 1,3,7 Untuk
pemeliharaan digunakan preparat D5% dalam NaCl 0,225% untuk anak <
2 tahun dan preparat D5% dalam NaCl 0,45 % untuk anak > 2 tahun.1

 Persiapan Kamar Operasi


Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan
tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan

10
rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu
dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai,
dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan
baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan, tube
trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam
persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus
dipersiapkan. Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa,
sehingga cenderung untuk terjadi hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu
harus disesuaikan, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga
suhu pasien.3,7

 Keberadaan Orang Tua Pasien


Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara
untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan
menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan
video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya,
tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan
sebaiknya. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki
tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk
mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua
pasien memiliki kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan
membantu, atau bahkan menjadi lebih sulit. Jika pasien telah ter sedasi,
keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana hal ini tidak akan
berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan orang tua saat
induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang
diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.3,6,7

11
 Premedikasi
1. Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan,
Enfluran, Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02
mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara
intravena dengan pengenceran. Hati-hati pada bayi demam, takikardi,
dan keadaan umumnya jelek.3,6
2. Penenang
Tidak dianjurkan pada neonatus dan bayi, karena susunan saraf
pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi. Untuk anak pra
sekolah dan usia sekolah yang tidak bisa tenang dan cemas, pemberian
penenang dapat dilakukan dengan pemberian midazolam. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya cemas
dapat timbul 10 menit setelah pemberian. 3,6

2.3.2 Induksi pada Pasien Pediatrik

Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan
tipe operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik
tersendiri dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang
adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien,
jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental
(kooperatif/tidak) pasien. Hal ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan
seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi,
dan perawatan intensif yang memadai.3,4,5
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu.
Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin.
Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.3

12
 Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang
takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N2O dalam
oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 0,5 vol% kemudian
dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka
mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah
tidur barn dirapatkan ke muka penderita.3,4

 Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada
mereka yang sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan dengan
menggunakan propofol 2-3 mg/kg diikuti dengan pemberian pelumpuh
otot non depolarizing seperti atrakurium 0,3 -0,6 mg/kg.3,4 Seringkali pada
praktik pediatri, intubasi bisa dilakukan dengan kombinasi propofol,
lidokain, dan opiate dengan atau tanpa agen inhalasi sehingga tidak
diperlukan pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga tidak diperlukan saat
pemasangan LMA.3

2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik


Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan membuat
posisi fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit mengangkat
bahu dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal berbentuk
donat.3,4,6 Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di
ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid.
Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih
pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau
pada bayi prematur.3,6 Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas
pertimbangan dapat

13
ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa
pelumpuh otot. Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus
pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm
sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. Pipa yang digunakan juga jenis pipa non
kinking atau yang tidak mudah tertekuk.7
Pada anak-anak, digunakan blade laringkoskop yang lebih kecil dan lurus,
jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran
pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat
dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah
harus disiapkan bila diperlukan.3,7
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff.
Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau
jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea
sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Untuk
menghitung perkiraan diameter dan panjang pipa dapat menggunakan formula3 :

4 + umur/4 = diameter pipa


(mm) dan
12 + umur/2 = panjang pipa (cm)

Pada pasien pediatrik, intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat


menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan harus dengan
ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees.6

2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik


Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.
Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk
tindakan ringan yang tidak lama.6 Gas anestetika yang umum digunakan adalah
N2O dicampur dengan 02 perbandingan 50:50 untuk neonatus, 60:40 untuk
bayi, dan 70:30 untuk anak-anak. Walapun N2O mempunyai sifat analgesia
kuat, tetapi

14
sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan,
enfluran atau isofluran. 1,3
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun
atau pacta berat diatas 10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2
mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus
diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit.6
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan
banyaknya cairan yang hilang. Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan
yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan, adanya perdarahan dan
oleh sebab-sebab lain, cairan fistula dan lain-lainnya. Cairan yang seharusnya
masuk, karena puasa harus diganti dengan pedoman1,3,4 :
Pada jam I diberikan 50% defisit + cairan
pemeliharaan/jam Pada jam II diberikan 25% nya + cairan
pemeliharaan/jam Pada jam III diberikan 25% nya + cairan
pemeliharaan/jam
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan
kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat
sedangkan diatas 10% dilakukan transfusi.6
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan6,7:
1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum
dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan
keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung
misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain
penutup dan lain-lain.
2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada
neonatus harus diganti dengan darah.

2.3.5 Pengakhiran Anestesi pada Pasien Pediatrik


Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya.
Berikan oksigen murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari
lendir kalau perlu. Jika menggunakan pelumpuh otot, dapat dinetralkan dengan
prostigmin (0,04 mg/kg) atau neostigmine (0,05 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg).

15
Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan nalokson 0,2-0,4 mg
secara titrasi.3,4,6
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota
badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam
keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau
bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang
traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik
dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi.3,6

2.3.6 Komplikasi Anestesi pada Pasien Pediatrik


Semua pasien anestesi pediatri, terutama yang diintubasi, lebih memiliki
resiko untuk mengalami komplikasi. Mual dan munatah adalah hal yang paling
sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa
ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak.
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya
terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan,
bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.6,7

2.3.6 Pasca Anestesi pada Pasien Pediatrik


Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan
ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif
dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Hal yang perlu diawasi adalah
kesadaran, pernafasan yang spontan dan adekuat serta bebas dari pengaruh efek
sisa obat pelumpuh otot, denyut nadi dan tekanan darah, warna kulit, dan suhu
tubuh.6,7 Pasien dapat dipindahkan ke ruangan jika skor Aldretenya mencapai 10
dan tidak ada penyulit.1

16
Yang Dinilai Nilai
GERAKAN
Menggerakkan 4 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 2
Menggerakkan 2 ekstremitas sendiri atau dengan perintah 1
Tidak dapat menggerakkan ekstremitas 0
PERNAFASAN
Bernafas dalam dan kuat serta batuk 2
Bernafas berat atay dispneu 1
Apneu atau perlu dibantu 0
TEKANAN DARAH
Sama dengan nilai awal + 20% 2
Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
WARNA KULIT
Merah 2
Pucat, Ikterus, dan lain-lain 1
Sianosis 0
KESADARAN
Sadar penuh 2
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1
Tidak ada reaksi 0
Gambar 1. Skala Aldrete.7

17
BAB III
SIMPULAN

Anestesia pediatrik merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat


dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (umur 1-28 hari), bayi (sampai 1
tahun), anak pra sekolah (2-5 tahun), dan anak usia sekolah (6-14 tahun). Anestesi
dan reanimasi pada pediatrik dibuat untuk memenuhi kebutuhan kelompok
pediatrik sendiri dimana berbeda dari segi anatomi, fisiologi, psikologis, dan
biokimia dengan orang dewasa. Perbedaan anatomi dimana jalan nafas pediatri
lebih kecil dan mudah tersumbat membuat ahli anestesi harus lebih berhati-hati.
Alat-alat khusus yang berbeda dari segi ukuran, bentuk, dan fungsi seperti blade
laringoskop yang lebih lurus, mesin Jackson-Rees, dan lainnya diperlukan pada
anestesi pediatri. Perubahan fisiologi dan biokimia juga membuat diperlukannya
pengaturan dosis obat, kebutuhan cairan, pengaturan suhu, dan penyesuaian
lainnya. Respon psikologi pediatri yang sering menyulitkan proses anestesi dan
reanimasi membuat diperlukannya pendekatan-pendekatan tersendiri pada pasien
pediatrik. Hal-hal ini membuat tatalaksana anestesi dan reanimasi pada pasien
pediatrik cukup berbeda dari orang dewasa, dimulai dari evaluasi dan persiapan
pra anestesi, induksi, pemeliharaan, pemulihan, hingga perawatan pasca anestesi
dan reanimasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Mangku, Tjokorda Gde Agung Senapthi. Buku Ajar Ilmu


Anestesia dan Reanimasi. Indeks; 2010. 6-7; 149-59
2. K Rupp, J Holzki, T Fischer, C Keller. Pediatric Anesthesia. Drager;
2015.
3. Smith dan Aitkenhead. Pediatric Anaesthesia dalam Textbook of
Anaesthesia Sixth Edition. Churchill Livingstone Elsevier; 2013. 731-
47
4. John Butterworth, David Mackey, dan Wasnick. Pediatric Anesthesia
dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology Fifth Edition. Mc
Graw Hill; 2013. 877-97
5. Erin Gottlieb dan Andropoulos. Pediatrics dalam Miller’s Basic of
Anesthesia Sixth Edition. Elsevier; 2011. 546-57
6. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. [internet] tersedia di
http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient.
Diakses pada 28 Juli 2016.

Anda mungkin juga menyukai