Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

HIRSCHSPRUNG PASCA OPERASI PULL-THROUGH

Disusun Oleh:

Rahmi Mulyani Hasibuan


Bintang Sawitri ASB
Defrika Muharani
Hasan Husein

Pembimbing :
dr. Hotber Edwin Rolan Pasaribu, M.Si.Med, Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan kasus yang berjudul “Hirschsprung”.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan terima kasih

ini penulis sampaikan kepada:

1. dr. H. Nuzelly Husnedi, MARS selaku Direktur RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan kegiatan kepaniteraan klinik di RSUD Arifin Achmad.

2. dr. Hotber Edwin Rolan Pasaribu, M.Si.Med, Sp.A(K), selaku pembimbing

yang telah memberikan waktu, ilmu, pikiran, serta membimbing dengan penuh

kesabaran dari awal hingga selesainya penulisan laporan kasus ini.

3. dr. Nazardi Oyong, Sp.A, dr. Ismet, Sp.A, dr. Deddy Satriya Putra,

Sp.Aselaku penguji pada laporan kasus ini.

4. Teman-teman seperjuangan terima kasih atas motivasi dan perhatian kepada

penulis.

Setelah berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik, penulis

menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam laporan kasus

ini.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini.Akhir kata, semoga laporan

kasus ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Pekanbaru, Juli 2019

4
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................ iv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ............................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 2


2.1. Definisi Hirschsprung .................................................... 2
2.2. Epidemiologi Hirschsprung ........................................... 3
2.3. Embriologi Hirschsprung ............................................... 4
2.4. Etiologi Hirschsprung .................................................... 5
2.5. Patofisiologi Hirschsprung............................................. 5
2.6. Klasifikasi Hirschsprung................................................ 5
2.7. Manifestasi klinis Hirschsprung .................................... 8
2.8. Diagnosis Hirschsprung ................................................. 9
2.9. Tatalaksana Hirschsprung .............................................. 11

BAB III. LAPORAN KASUS.............................................................. 13

BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 24

5
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Gambar malformasi anorektal pada laki-laki ................................ 6
Gambar 2.2 Gambar malformasi anorektal pada perempuan ............................ 6
Gambar 2.3 Contoh kasus malformasi anorektal dengan fistula perineal ........ 8
Gambar 2.4 Contoh kasus malformasi anorektal tanpa fistula perineal ............ 8
Gambar 2.5 Foto Rontgen knee-chest position.................................................. 10
Gambar 2.6 Foto Rontgen knee-chest position menunjukkan letak tinggi ........ 10
Gambar 2.7 Algoritma penatalaksanaan MAR pada neonatus laki-laki ........... 11
Gambar 2.8 Algoritma penatalaksanaan MAR pada neonatus perempuan ....... 12
Gambar 3.1 Foto genitalia pasien ...................................................................... 17
Gambar 3.2 Foto abdomen pasien ..................................................................... 17

6
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Follow up ........................................................................................... 17

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Hirschsprung yang sering disebut juga sebagai megakolon kongenital

adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal

internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, selalu termasuk anus,

dan setidak-tidaknya sebagian rektum.1 Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap

5000 kelahiran hidup. Kejadian Hirschsprung lebih banyak pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 4:1.1 Penelitian yang

dilakukan Rahman Z. dkk (2010) dari tahun 2005 sampai 2009 dirumah sakit

Chittagong Bangladesh, mendapatkan proporsi jenis kelamin laki-laki (122 dari

181 kasus) lebih banyak dari pada perempuan dengan rasio 2,08:1.2

Di Indonesia insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui

secara pasti, tetapi berkisar di satu di antara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah

penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan

setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit Hirschsprung.1 Di Provinsi

Riau menurut penelitian yang dilakukan oleh Odih T di RSUD Arifin Achmad

jumlah pasien yang mengalami Hirschsprung periode tahun 2010 hingga 2016

berjumlah sebanyak 29 kasus terdapat 16(55,2%) pasien laki-laki dan 13(44,8%)

pasien perempuan.3

8
Hirschsprung dibagi dalam dua jenis berdasarkan panjang segmen yang

terkena yaitu segmen pendek, dan segmen panjang. Diagnosis Hirschsprung

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang, pada

anamnesis perlu menanyakan mengenai riwayat kehamilan dan kelahiran, tanda

obstipasi merupakan tanda utama dan dapat merupakan gejala obstruksi akut.

Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang terlambat keluar lebih dari

24 jam, perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar

kadang-kadang ditemukan keluhan diare atau enterokolitis kronik lebih menonjol

dari pada tanda-tanda obstipasi. Penatalaksanaan Hirschsprung ialah

menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit. Sebelum operasi

definitif dapat dilakukan, pengobatan konsirvatif yaitu tindakan darurat untuk

menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube

dengan atau tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara teratur.

Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk

menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki

keadaan umum penderita sebelum operasi definitif. Operasi definitif dilakukan

dengan pull through.4

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hirschsprung

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana


tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh
persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh
kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA). Tidak adanya
ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga
terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan
pada kolon yang lebih proksimal.5

2.2 Epidemiologi Hirschprung

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko


tertinggi terjadinya penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down
Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis
atau colon transversum pada 17% kasus.5 Anak kembar dan adanya riwayat
keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan
insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih
tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan.5
Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti,
tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.6

10
2.3 Embriologi Kolon dan Rektum

Secara embriologi, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri

sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologik

kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional, sehingga kolon kanan dan sekum

mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran

atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan

mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.7

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan

perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut

parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan

saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut

simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai

kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,

serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis

mempunyai efek yang berlawanan.8

Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :8

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ketiga

pleksus tersebut.8

13
Gambar 1. Skema syaraf autonom intrinsik usus
Jadi pasien dengan kerusakan medulla spinalis, maka fungsi ususnya tetap
normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschprung akan mempunyai fungsi usus
yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan
meissner.9
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N.
hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N.
splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf
parasimpatis).8

2.4 Etiologi Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf


parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak
ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.8
a) Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk

14
Hirschsprung’s disease. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa
ada namun gagal untuk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau
bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan
karena elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor
yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel
ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya.
b) Mutasi pada RET Proto-oncogene

Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2,


telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen panjang
dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat
molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik.
c) Kelainan dalam lingkungan

Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah


migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan
bermakna dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah
terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus pasien dengan Hirschsprung’s
disease, namun tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol,
mengajukan suatu mekanisme autoimun pada perkembangan penyakit ini.
d) Matriks Protein Ekstraseluler

Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus
aganglionik.

2.5 Patofisiologi Hirschsprung

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan

sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian

15
yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga

bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian

aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum.10

Dasar patofisiologi dari penyakit ini adalah tidak adanya

gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter

anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis

pada usus besar.10

a. Hipoganglionosis

Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari

jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon

inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis

kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh

colon.

b. Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan

pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma

yang dapat menghasilkan dehidrogenase sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi

sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui

dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah

padaminggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi

SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun.

Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.

16
c. Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau

nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi

(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis.

Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah

pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau

Soave.

2.6 Klasifikasi Hirschsprung

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena.

Tipe Hirschsprun disease meliputi:

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.

Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.

Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang

sebagian usus kecil.

Usus sehat Short segment Long segment

2.7 Diagnosis Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis

mulai terlihat :

17
a. Periode Neonatal.

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium

yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran meconium yang

terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan.

Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium

dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi

yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada

usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat

dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau

busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang

dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah

dilakukan kolostomi.11

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen

sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.11

18
b. Periode anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi

kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di

dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya

keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.11

Gambar 3. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan definitif bedah.

Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.11

Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus

kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan

pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan

barium enema adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi yang

disebabkan oleh penyakit Hirschsprung ini.12

19
Pemeriksaan barium enema

Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung

adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi;

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah

daerah dilatasi;

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit

Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah

24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah

terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan

pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,

maka barium terlihat menggumpal di daereah rectum dan sigmoid.11

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya terbatas

pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita

dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke atas bayi,

yaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi, didapatkan pemeriksaan

dengan CT scan juga bermanfaat untuk menentukan letak zona transisi dari penyakit

ini. Hasil gambaran CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil pemeriksaan

histopatologis pada biopsi rektum.12

20
Pemeriksaan lainnya

Laboratorium Studi

CBC count: Tes ini dilakukan untuk mendeteksi terjadinya komplikasi seperti

enterokolitis yang disebabkan oleh penyakit Hirschsprung. Peningkatan WBC count

atau bandemia harus dicurigai terjadinya enterokolitis.12

Anorektal manometri

Pada anak berusia lebih lanjut dengan keluhan sembelit kronis dan riwayat

atipikal baik untuk penyakit Hirschsprung atau konstipasi fungsional, manometri

anorektal dapat membantu dalam membuat diagnosis. Pemeriksaan ini dilakukan

untuk melihat refleks anorektal pada pasien yang dicurigai dengan penyakit

Hischsprung. Orang yang menderita penyakit ini biasanya akan kehilangan atau

berkurang refleks anorektalnya. Penurunan refleks anorektal yang dimaksudkan

adalah kurangnya relaksasi pada bagian anus setelah dilakukan inflasi balon di bagian

rektum.13

Biopsi rektum

Biopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk mendeteksi penyakit

Hirschsprung. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan

menggunakan alat penghisap. Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit

Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh,

biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung.

Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam

dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Tidak

adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.13

21
2.8 Tatalaksana Hirschsprung

1. Penanganan umum

Stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika jika

terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema.

2. Penanganan khusus

Tindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan dengan

pembedahan definitif.14

Kesimpulannya, selain kasus bayi sehat dengan segmen aganglionosis yang

pendek, operasi merupakan pilihan terapi yang terbaik untuk dilakukan.

Bagaimanapun, biasanya setelah prosedur operasi ini, keadaan kolon tetap dalam

kedaan abnormal (kurang baik) dan hasil penanganan operasi selanjutnya akan lebih

bervariasi.14

22
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AAP/ Laki-laki
No MR : 01002679
Alamat : Jl. Nusa Indah Gg. Chili Kp. Baru, selat panjang
Agama : Islam
Suku : Melayu
Nama Orang tua
Ayah : Tn. AS
Ibu : Ny. R
Tanggal masuk RSUD AA : 14 Juli 2019 pukul 17.23 WIB
Tanggal periksa : 28 Juli 2019 pukul 13.30 WIB
Tanggal pulang :
Status pulang :

ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan utama : Bayi laki-laki usia 8 bulan masuk via poliklinik dengan rencana
Pull-Through

Riwayat penyakit sekarang :


Bayi datang dengan rencana Pull-Through post colostoy hirschsprung disease
8 bulan yang lalu. Keluhan demam, batuk, pilek disangkal. Nafsu makan anak baik,
keluhan perut kembung setelah colostomy disangkal. BAB anak melalui colostomy
tidak ada keluhan, konsistensi lembek, 2-3 kali sehari. BAK lancar.

23
Neonatus lahir pada tanggal 16/11/2018 secara spontan di RSUD Selat
Panjang. Pasien lahir dibantu dokter obgyn. Saat lahir bayi langsung menangis,
sianosis (-) BAB (-), BAK (+). Saat hamil ibu bayi rutin kontrol ke puskesmas.
Setelah lahir bayi dirawat dalam inkubator, pada hari ke 2 dan 3 bayi terlihat sesak
dan telah diberikan oksigen nasal kanul. Keluhan sesak berkurang pasien
dipulangkan. Setelah dirumah pada hari ke 4, perutnya membesar, tidak bisa BAB,
perut menjadi kembung, muntah (+) berwarna hijau yang keluar dari hidung dan
mulut. BAK normal. Setelah 18 hari dibiarkan keluarga bayi, perut bayi semakin
membesar. Kemudian dibawa ke RSUD Selat Panjang dipasang rectal tube, dilakukan
spooling kemudian BAB mulai keluar dan dirujuk ke RSUD Arifin Achmad.
Hari ke 19 bayi datang dengan keluhan tidak buang air besar sejak 16 hari
sebelum masuk rumah sakit, keluhan tidak BAB disertai perut yang semakin
membesar dari hari ke hari serta perut terlihat tegang sejak 16 hari SMRS. Perut
membesar dan tegang serta muntah berwarna hijau setiap kali minum ASI dan belum
kentut. Dilakukan pemeriksaan babygram, barium enema dan serta foto thorax.
Terdapat riwayat keterlambatan keluarnya mekonium (+).

Riwayat kehamilan dan kelahiran :


Neonatus laki-laki lahir pada tanggal 16/11/2018 di RSUD Selat Panjang
secara spontan pervaginam, usia kehamilan 40 minggu, neonatus langsung menangis
dan tonus otot baik saat lahir, setelah itu dilakukan perawatan rutin. Didapatkan
Apgar score 8/9, merintih (-), retraksi (-), sesak (-), sianosis (-), Downe score nol, sisa
ketuban jernih, tidak dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD) dikarnakan bayi
langsung dibawa dengan inkubator. Kemudian neonatus diberikan injeksi vitamin K1
(1 mg) intramuskular di paha kiri, salep mata (+).
Ibu dengan G4P4A0H4 hari pertama haid terakhir (HPHT) bulan febuari 2018
dan taksiran usia kehamilan 38-40 minggu melahirkan anak laki-laki secara spontan.
Ibu melakukan antenatal care (ANC) sebanyak 9 kali di bidan dan dikatakan janin
dalam keadaan baik. Ibu juga sudah melakukan pemeriksaan ultrasonography (USG).
Tekanan darah ibu tinggi selama hamil namun tidak ingat tekanan darahnya, serta

24
tidak pernah minum obat dan kontrol tekanan darah dengan alasan takut. Serta
memiliki riwayat gula darah tinggi 1 tahun terakhir, tidak kntrol dan tidak minum
obat. Ibu mengaku tidak mengetahui ukuran lingkar lengan atas, tinggi fundus uteri,
dan denyut jantung janin. Presentasi janin kepala tunggal hidup. Ibu tidak
mengkonsumsi obat-obatan, rokok dan alkohol selama hamil. Ibu memiliki berat
badan sebelum hamil 58 kg, berat badan hamil 70 kg dan tinggi badan 160 cm. Ibu
mengkonsumsi suplemen asam folat dan tablet Fe selama kehamilan, namun tidak
melakukan senam hamil, konsultasi gizi maupun imunisasi TT saat hamil. Demam (-)
dan riwayat keputihan (+). Riwayat Ibu menggunakan KB setiap 3 bulan dengan jenis
KB suntik.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


Ibu memiliki riwayat hipertensi (+), diabetes melitus (+), penyakit jantung (-).

Riwayat obstetri :
 Ibu G4P4A0H4, aterm, periksa rutin ke puskesmas
 Anak pertama, BBL= 3100 gr, normal di bidan
 Anak kedua, BBL = 2900 gr, normal di bidan
 Anak ketiga, BBL = 3300 gr, normal di bidan
 Riwayat kelahiran spontan ditolong dokter obgyn, langsung menangis, BBL 3100
gr
 Usia ibu saat melahirkan 33 tahun

Riwayat sosial ekonomi :


 Ayah usia 36 tahun, pekerjaan buruh
 Ibu usia 33 tahun, pekerjaan IRT
 Orang tua memiliki asuransi kesehatan BPJS.

25
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Gerakan aktif, tangis kuat, kesadaran alert.

Tanda-tanda vital Ukuran pertumbuhan :


HR : 117 dpm BBL : 3.100 gr
RR : 30 kali/menit BBM : 8.5 kg
T : 37oC PB : 49 cm
CRT : < 3 detik LD : 31 cm

Sistem saraf pusat


Warna kulit kemerahan, aktivitas anak bangun, kesadaran alert, pupil isokor, spina
bifida (-), kejang (-).

Kepala/wajah
LK: 42 cm, fontanella datar, sutura normal, langit-langit utuh, sianosis sentral (-), low
set ear (-).

Sistem respiratori
RR : 30 kali/menit, bernafas tanpa upaya keras, merintih (-), pernafasan cuping
hidung (-), retraksi (-), gerakan dada simetris, bunyi nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-).

Sistem kardiovaskular
HR : 117 dpm, bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

26
Sistem gastrointestinal
Warna dinding perut kemerahan, dinding perut > dinding dada, distended (+), LP
±60 cm, massa (-), organomegali (-), BU (+) meningkat, edema tali pusat (-), nyeri
tekan (-), anus paten.

Genitalia
Jenis kelamin laki-laki, kelainan kongenital (-).

Ekstremitas
LILA : 13 cm, bentuk simetris, CRT <3 detik, CTEV (-).

Diagnosis masuk :
 Post op Pull-Through atas indikasi Hirschsprung disease

Pemeriksaan penunjang :
Darah rutin:
-Hb : 9 g/dl (L)
-Ht : 28,7 % (L)
-Trombosit : 645.000/Ul (H)

27
-Leukosit : 24.090/Ul (H)
-Eritrosit : 3.610.000/Ul (L)
- MCV :79,5 fL
- MCH : 24,9 pg (L)
- MCHC : 31,4 g/dl (L)

Diff Count :
- Neutrofil : 82,0 (↑)
-Limfosit : 14,4 (↑)
-Monosit : 2,9
-Eosinofil : 0,5 (↓)
- Basofil : 0,2

Tatalaksana
 Pasang OGT
 Puasa
 Direncanakan Pull-Through pada tanggal 16-07-2019

Prognosis :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam :bonam

28
21 April 2018
Tanda-tanda vital GDS Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
(TTV) Penunjang
Kesadaranalert, suhu, 89 Susu formula D10 1/5 NS 2860 gram Hb 16,7 mg/dL, Ht 47%,
frekuensipernapasandan 70cc/3 jam . 17,7cc/jam leukosit 10.670/uL,
naditidakstabil trombosit 307.000/uL,
albumin : 3.9. PT13,3
APTT : 41,8. INR 0,98

22 April 2018
Tanda-tanda vital GDS Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
(TTV) Penunjang
Kesadaranbayialert, - Susu formula 2920 gram - Cryopresipitat
namunsuhu, 70cc/3 jam 6x30cc, 2 kantong
frekuensipernapasan, hari pertama.
dan nadistabil

23 April 2018
Tanda-tanda vital GDS Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
(TTV) Penunjang
Kesadaranbayialert, - Susu formula 3070 gram - Cryopresipitat
dengankeadaansuhu, 70cc/3 jam 6x30cc, 2
frekuensipernapasan, kantong hari
naditidakstabil kedua

24 April 2018

13
Tanda-tanda vital GDS Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Terapi
(TTV) Penunjang
Kesadaran alert, suhu, Susu formula 3195 gram Hb 13,3 g/dL Cryopresipitat
frekuensipernapasan, 70cc/3 jam Ht 39,6 % 6x30cc, 2
nadistabil, Leukosit 11.730/uL kantong hari
danmulaibergerakaktif Trombosit 355.000 ketiga.
CRP reaktif
IT Ratio 0,4
Bayi kemudian dilakukan operasi colostomy pada jam 12.00 sampai 12.45

25 April 2018
Tanda-tanda GDS Asupan Cairan Berat badan Pemeriksaan Terapi
vital (TTV) penunjang
Kesadaran alert Susu formula 3250 gram Ampicilin
keadaansuhu 70cc/3 jam sulbactam
tinggi, frekuensi 225mg/12 jam
pernapasan dan Amikasin
nadistabil 22,5mg/12 jam

26 April 2018
Tanda-tanda vital GDS Asupan Cairan BeratBadan PemeriksaanPenunjang Terapi
(TTV)
Kesadaran alert - Susu formula 3200 gram Ampicilin
keadaansuhu tinggi, 70cc/3 jam sulbactam
frekuensipernapasan, 225mg/12 jam
nadistabil Amikasin
22,5mg/12 jam
Bayikemudian dipulangkan dalam keadaan sadar, suhu tubuh dalambatas normal, refleks hisap dan
toleransiminumbaiksertamengalamipeningkatanberatbadan. Pasien kontrol ulang ke bedah anak untuk tindakan selanjutnya.

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Neonatus laki-laki lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan dari hasil

pemeriksaan pada saat ANC ke bidan. Penilaian taksiran maturitas berdasarkan

HPHT saat hamil yaitu 38−40 minggu dan berat badan lahir bayi 3100 gram

sesuai masa kehamilan dari ibu dengan riwayat obstetri(G4P4A0H4).

Ibu melakukan antenatal caredi Bidan sebanyak 9 kali selama kehamilan.

Hal ini sudah sesuai dengan anjuran dari Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia yang menganjurkan ANC pada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada

trimester 1, 1 kali pada trimester 2 dan 2 kali pada trimester 3. Berat badan ibu

sebelum hamil 58 kg, berat badan saat hamil 70 kg dan tinggi badan 160 cm.

Kenaikan berat badan saat hamil sesuai dengan kenaikan berat badan barat

menurut IMT. Ibu memiliki IMT 22,65 mm2, kenaikan berat badan untuk ibu

dengan IMT 18,5-22,9 adalah11,3 sampai dengan 15,9 kg. Pada ibu ini kenaikan

berat badan sebanyak 13 kg. Tekanan darah ibu selama hamil adalah 110/80

mmHg, ibu mengatakan tidak pernah mengalami darah tinggi selama hamil. Ibu

mengaku tidak mengetahui ukuran lingkar lengan atas, tinggi fundus uteri, dan

denyut jantung janin. Presentasi janin kepala tunggal hidup. Ibu rutin

mengonsumsi tablet besi yang diberikan oleh bidan. Ibu tidak pernah melakukan

imunisasi TT, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kasus penyakit menular

seksual. Saat hamil ibu sudah melakukan temu wicara dengan bidan mengenai

kehamilannyadan perencanaan persalinan. Riwayat persalinan bayi lahir secara

21
spontan di RSUD Selat Panjang, langsung menangis, tonus otot kuat dan refleks

kuat.

Diagnosis Hirschsprung pada bayi ini ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien mengatakan

bahwa anaknya tidak bisa BAB disertai perut yang semakin membesar dan tegang

serta muntah hijau setiap kali minum ASI. Dari seluruh kasus Hirschsprung, 6%-

42% kasus Hirschsprung disertai dengan adanya keterlambatan mekonium untuk

dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Gejala lain yang biasanya terdapat

adalah distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting.10

Sebelum dilakukan tindakan pull through dilakukan terlebih dahulu

tindakan kolostomi, kolostomi merupakan suatu tindakan pembuatan sebuah

lubang di dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Penyebab Hirschsprung

karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke

caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan

panjangnya bervariasi keproksimal.8

Sebelum pulang, telah diberikan edukasi kepada orang tua pasien untuk

menjaga kebersihan luka post colostomy, mengganti kasa penutup luka setiap

terisi penuh dengan buang air besar, membersihkan kulit sekitar luka dengan air

bersih hangat serta membawa neonatus ke dokter jika ditemukan adanya tanda-

tanda infeksi seperti demam, kulit disekitar luka berwarna merah dan luka bekas

operasi berair dan berbau busuk. Pasien harus kontrol ke dokter spesialis bedah

anak dihari ketujuh setelah tindakan colostomy untuk penatalaksanaan definitif

colostomy. Tindakan yang akan dilakukan selanjutnya yaitu pull trough tetapi

biasanya tindakan tersebut dapat dilakukan saat pasien sudah berumur 6 bulan.

22
Pada usia 8 bulan ibu membawa bayi ke RSUD AA untuk dilakukan pull

trough

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawan B. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit hirschsprung


pasca operasi pull-through. Departemen Bedah Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. 2003.

2. Rahman Z, Hannan J, Islam S. Hirschprung’s disease: role of rectal suction


biopsy-data on 216 specimens. Jurnal of indian association pediatric surgery.
2010;15;56-58.

3. Odih T. Hasil luaran operasi pulltrough pada hirsprung dengan skoring klotz di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 2010-2016 . Riau: Universitas Riau: 2018

4. Hasan R, Alatas H. Penyakit Hirschsprung. Dalam: Hasan R, Alatas H,


penyunting. Buku kuliah 1 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta;h.205-7

5. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON


TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia.
Page 2113-2114.

6. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:
Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New
York. Page 1496-1498.

7. Sadler,T.W, 2000. Sistem Pencernaan.Dalam : Embriologi Kedokteran Langma


n Edisi 7,Jakarta : EGC, 243-271

8. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies
of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th
edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

9. Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi,


Obstruksiusus. Mahanani, Dewi Asih,dkk. Ringkasan Patologi Anatomi.
Jakarta.EGC5. 532-538

10. Febrina A, 2014. Seorang bayi laki-laki usia 10 hati dengan megacolon
kongenital. Fakultas kedokteran UNS; Surakarta

11. Budi Irawan , Bab 1 dan Bab 2 dalam; Pengamatan fungsi anorektal pada
penderita penyakit Hirschprung pasca operasi pull- through .Bagian ilmu bedah
fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara 2003. Halaman
1,3,4,5,6,7,8,9,10,11 dan 15.

24
12. Pediatric Surgical Problem, Chapter 18.Colon and Rectal Surgery.Marwin
L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005. Halaman 559
dan 560.

13. Alberto Pena dan Marc A Levitt, Surgical Therapy of Hirschprung Disease
dalam Constipation Etiology, Evaluation and Management. Ditulis oleh;
Steven Wexner dan Graeme S. Duthie. Springer- Verlag London Limited 2006.
Pediatric Surgical Problem Chapter 18 dalam Colon and Rectal Surgery ditulis
oleh Marwin L.Corman. Edisi ke 5. Lippincott Williams and Wilkins 2005.

14. Jon A. Vanderhoof And Rosemary J. Young, Chapter 130, Hirschprung


Disease dalam Current Pedaitric Therapy 18th Edition. Saundey 2006.

25

Anda mungkin juga menyukai