Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERSALINAN LAMA

Oleh:
NADIAH FEBYANTI .H

111 2017 2094

Pembimbing Supervisor :
dr. DEWI SETIAWATI, Sp.OG, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadiah Febyanti .H

NIM : 111 2017 2094

Referat : Persalinan Lama

Adalah benar telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik


berjudul Persalinan Lama dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan
pembimbing supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juli 2019

Mengetahui,

Supervisor

dr. Dewi Setiawati, Sp.OG, M.Kes

1
DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .................................................................................... 1

Daftar Isi...................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan .................................................................................... 3

BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................ 5

2. 1 Fisiologi Persalinan Normal ......................................................... 5

2. 2 Mekanisme Persalinan Normal ..................................................... 8

2. 3 Persalinan Lama ............................................................................ 10

2. 4 Insidensi Persalinan Lama di Indonesia ........................................ 11

2. 5 Etiologi Persalinan Lama .............................................................. 13

2. 6 Klasifikasi Persalinan Lama ......................................................... 26

2.7 Diagnosis Persalinan Lama ........................................................... 32

2. 8 Tatalaksana Persalinan Lama ........................................................ 34

2. 9 Komplikasi Persalinan Lama ........................................................ 37

BAB III Kesimpulan ................................................................................... 41

Daftar Pustaka ............................................................................................. 43

2
BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan lama (Prolonged Labor/partus lama) masih merupakan salah

satu masalah kesehatan yang penting. Persalinan lama merupakan penyebab 8%

kematian ibu di negara-negara berkembang. Namun angka ini sebenarnya terlalu

menyederhanakan pemasalahan persalinan lama. Hal ini dikarenakan dalam angka

ini belum tercakup jumlah kematian ibu akibat komplikasi dari persalinan lama itu

sendiri (misalnya: sepsis, perdarahan ante partum, atau ruptur uterus). Selain itu,

bila ibu selamat, bukan berarti telah lepas dari masalah.

Di lain pihak, dapat pula terjadi overdiagnosa terhadap persalinan lama. Di

Amerika Serikat, persalinan lama (juga disebut distosia) merupakan indikasi

dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang menjalani operasi

seksio sesar primer. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain diagnosis

yang tidak tepat, penggunaan anestesi epidural, kekhawatiran yang berlebihan dan

keterbatasan ketersediaan waktu para klinisi. Tidak semua kondisi persalinan lama

disebabkan oleh kondisi-kondisi patologis. Namun kondisi ini perlu dikenali

karena persalinan lama bisa saja merupakan sebuah indikasi bahwa diperlukan

pengawasan dan penanganan yang lebih intensif. Atau bahkan diperlukan

tindakan intervensi untuk mengakhiri persalinan. yang menarik adalah persalinan

lama sebenarnya dapat dicegah, dan hendaknya usaha pencegahan ini menjadi

perhatian bagi seluruh tenaga kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut, penting bagi seorang tenaga kesehatan khususnya

dokter umum untuk mengerti dan memahami kondisi persalinan lama ini agar

3
dapat dilakukan diagnosa yang tepat, dan penanganan yang tepat waktu pula, yang

pada akhirnya diharapkan dapat membantu mengurangi angka morbiditas dan

mortalitas ibu dan anak.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Fisiologi Persalinan Normal

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun

pada janin.

Pada persalinan terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan pada

persalinan ialah :

1) Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan

mengejan. His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan

dilatasi serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi

kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke

dalam rongga panggul.1,2

2) Keadaan jalan lahir (tulang panggul ibu). Mekanisme persalinan pada

dasarnya adalah proses akomodasi janin kesaluran bertulang yang harus

dilewatinya. Karena itu, ukuran dan bentuk panggul sangat penting dalam

obstetri. Panggul dewasa terdiri dari empat tulang : sakrum, koksigis dan dua

tulang inominata. Masing-masing tulang inominata dibentuk oleh fusi ilium,

iskium, dan pubis. Tulang inominata dihubungkan secara erat ke sakrum di

sinkrondosis sakroiliaka dan ke satu sama lain di simfisis pubis. Pada tahun

1933, dua ahli obstetri Amerika menciptakan sebuah klasifikasi panggul (

klasifikasi Caldwell-Moloy). Klasifikasi ini didasarkan pada bentuk panggul,

5
dan pengenalan klasifikasi ini membantu dokter memahami mekanisme

persalinan ada panggul yang berbentuk normal dan abnormal, yaitu : panggul

ginekoid, android, antropoid, dan panggul paltipeloid. Jenis panggul ginekoid

memiliki karakteristik anatomik yang biasanya dikaitkan dengan panggul

perempuan. Proses persalinan pervaginam melalui panggul ini adalah yang

terbaik.1,2,3

3) Janinnya sendiri. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan, janin mengambil

postur khas yang kadang-kadang disebut sikap (attitude) atau habitus. Postur

khas ini sebagian disebabkan oleh pertumbuhan alamiah janin dan sebagian

lagi oleh proses akomodasi rongga uterus. Letak janin adalah hubungan

antara sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu dan dapat longitudinal

atau transversa. Kadang-kadang, sumbu janin dan ibu dapat berpotongan

dengan sudut 45 derajat, membentuk letak oblik, yang tidak stabil dan selalu

menjadi longitudinal atau transversa selama proses persalinan. Letak

longitudinal terdapat pada lebih 99% persalinan aterm. Bagian terbawah

menentukan presentasi. Dengan deikian, pada letak longitudinal, bagian

terbawah mungkin adalah kepala atau bokong, yang menghasilkan presentasi

kepala dan presentasi bokong (breech). Presentasi kepala diklasifikasikan

berdasarkan hubungan kepala ke tubuh janin. Biasanya kepala menekuk tajam

sehingga dagu menyentuh toraks. Presentasi seperti ini biasanya disebut

sebagai presentasi verteks/oksiput. Posisi janin adalah hubungan antara titik

penentu dari bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir.

6
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium

yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin

intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos

uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi

dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan,

sertasecara berangsur menghilang pada periode postpartum.

Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus

yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar

melalui jalan lahir.

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu peralinan

dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan

durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang

progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap

(sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala

satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua

persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhi ketika janin

sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala

tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya

plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga sebagai

stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.1,2

7
2. 2 Mekanisme Persalinan Normal

Gerakan-gerakan utama persalinan adalah (1) engagement (“masuk”), (2)

penurunan, (3) flexi, (4) rotasi internal (putaran paksi dalam), (5) ekstensi, (6)

rotasi eksternal (putaran paksi luar), dan (7) ekspulsi.

1) Engagement. Engagement (masuk/turunnya) kepala janin terjadi saat

diameter biparietal melewati pintu masuk panggul. Kepala janin biasanya

memasuki pintu atas panggul dengan diameter transversal atau salah satu

diameter oblik.

2) Penurunan. Penurunan terjadi akibat salah satu atau lebih dari empat gaya: (1)

tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung fundus terhadap bokong, (3)

kontraksi otot-otot abdomen, (4) ekstensi dan melurusnya tubuh janin.

3) Fleksi. Segera setelah kepala yang turun menemui tahanan, terjadi fleksi, dan

diameter suboksipitobregmatika yang relatif pendek digantikan oleh diameter

oksipitofrontal yang lebih panjang.

4) Rotasi Internal. Gerakan ini adalah perputaran kepala dengan cara sedemikian

rupa sehingga oksiput secara bertahap bergerak dari posisi semula ke anterior

menuju simfisis pubis atau yang lebih jarang ke posterior ke arah cekungan

sakrum.

5) Ekstensi. Setelah rotasi internal jika, kepala yang terfleksi tajam mencapai

vulva, kepala akan mengalami ekstensi sehingga dasar oksiput bersinggungan

langsung dengan batas inferior simfisis pubis. Seiring dengan peningkatan

distensi perineum dan bukaan vagina, semakin banyak bagian oksiput yang

muncul. Kepala dilahirkan melalui ekstensi lebih lanjut sewaktu oksiput,

8
bregma, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu keluar secara berurutan

melewati batas anterior perineum.

6) Rotasi Eksternal. Kepala yang sudah lahir mengalami restitusi. Jika semula

mengarah ke kanan, oksiput akan berputar ke arah stuberositas iskiadika kiri;

jika semula mengarah ke kiri, oksiput berputar ke kanan. Kembalinya kepala

ke posisi oblik (restitusi) diikuti oleh penuntasan rotasi eksternal ke posisi

transversal, suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi tubuh janin, yang

berfungsi membawa diameter bisakromialis agar berhubungan dengan

diameter anteroposterior pintu keluar panggul. Dengan demikian, satu bahu di

anterior, dibelakang simfisis, dan yang lain di posterior. Gerakan ini

tampaknya ditimbulkan oleh faktor-faktor panggul yang sama dengan yang

menyebabkan rotasi internal kepala janin.

7) Ekspulsi. Terjadi segera setelah rotasi eksterna, bahu depan akan tampak

dibawah simfisis dan perineum akan diregang oleh bahu belakang dan dengan

datangnya his maka bahu depan akan lahir serta menjadi hipomokhlion bagi

lahirnya bahu belakang dan bagian tubuh lainnya segera dikeluarkan.

Kelahiran bahu dapat terjadi secara spontan, tetapi sering memerlukan

bantuan tangan. Dengan sedikit menekan kepala tanpa melakukan tarikan

akan membantu bahu depan berada di bawah simfisis. Selanjutnya dengan

mengangkat kepala akan mengakibatkan kelahiran bahu belakang terkendali.

Diatas telah diuraikan jalannya persalinan dengan positio occipito transverssa

ialah dengan ubun-ubun kecil kiri melintang. Kalau ubun-ubun kecil kanan

melintang maka jalannya persalinan sama, hanya ubun-ubun kecil sekarang

9
memutar ke kanan artinya searah jarum jam. Putaran paksi luar terjadi ke arah

tuber ischiadikum sebelah kanan. Pada positio occipito anterior putaran paksi

hanya 45 derajat ke kanan atau ke kiri.2,3,4,5

2,3,4,5
Gambar 1. Mekanisme Persalinan Normal.

2. 3 Persalinan Lama

Partus atau persalinan lama (difficult labor / prolonged labor) atau dsebut

juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit, yang ditandai

oleh kemajuan partus yang sangat lambat dan abnormal. Partus lama diakibatkan

oleh kelainan tenaga (kelainan his), kelainan jalan lahir, dan kelainan janin.

Dikatakan partus lama apabila pada perpanjangan fase laten ( nulipara 20 jam,

multipara 14 jam), fase aktif (nulipara 1,2 cm per jam, multipara 1,5 cm per jam)

atau kala pengeluaran yang memanjang (nulipara 2 jam, multipara 1 jam).1,3,8,10

10
Persalinan lama atau distosia adalah komplikasi persalinan yang umum dan

merupakan indikasi utama persalinan instrumental dan persalinan melalui operasi

caesar darurat. Mendiagnosis persalinan lama secara inheren sulit dan ini

merupakan masalah kontroversial yang telah dibahas sejak Friedman

memperkenalkan analisis grafis tentang persalinan, sebuah studi yang didasarkan

pada 100 wanita.6

2. 4 Insidensi Persalinan Lama di Indonesia

Menurut Survei Demografi Kesehatan tahun 1997 partus lama merupakan

penyebab kematian ibu dan bayi yang utama disusul oleh perdarahan, infeksi, dan

eklampsi. Dimana bila suatu persalinan berlangsung lama maka dapat

menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap bayi dan

dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Di Rumah Sakit Roemani

Semarang angka kejadian partus lama sebesar 65 orang dan total persalinan

selama satu tahun (2009) sebanyak 499 orang presentasi partus lama masih tinggi

yaitu sekitar 13%. Kematian dan kesakitan ibu hamil dan bersalin serta bayi baru

lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara berkembang.

World Health Organiation (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 210

kehamilan di seluruh dunia. Dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2003 menunjukkan sekitar 15.000 ibu meninggal karena melahirkan

setiap tahun atau 1279 atau 172 setiap pekan atau 43 orang setiap hari atau hampir

dua orang ibu meninggal setiap dua jam. AKI merupakan banyaknya kematian

wanita yang terjadi saat hamil, bersalin dan masa nifas (dalam 42 hari) setelah

persalinan. Jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia mencapai angka yang

11
spektakular yaitu per 100.000 kelahiran dari rata-rata kelahiran sekitar 3-4 juta

setiap tahun. Banyaknya kematian ibu bukan saja merupakan tolok ukur untuk

menilai keadaan pelayanan obstetri di suatu negara, tetapi juga menggambarkan

tingkat akses, integritas, dan efektivitas sektor kesehatan.

Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu Tahun 2010-2013.9

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2010-2013, pada gambar terlihat bahwa penyebab terbesar kematian ibu selama

tahun 2010-2013 yaitu perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan

penyumbang kematian ibu terendah.9

Oleh karena itu bila AKI masih tinggi berarti sistem pelayanan obstetri

masih buruk. Penyebab kematian ibu dan bayi meliputi tiga faktor utama: Faktor

medik (langsung dan tidak langsung), faktor sistem pelayanan (sistem pelayanan

antenatal, sistem pelayanan persalinan dan sistem pelayanan pasca persalinan dan

persalinan kesehatan anak), faktor ekonomi, sosial, budaya dan peran serta

masyarakat kurangnya pengenalan masalah, terlambatnya proses pengambilan

keputusan, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, pengaruh utamaan

gender, dan peran masyarakat dalam kesehatan ibu dan anak.7

12
2. 5 Etiologi Persalinan Lama

1) Kelainan HIS

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan dilatasi serviks

membuka dan mendorong janin ke bawah. Menurut WHO, his dinyatakan

memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun

waktu 10 menit dan masing-masing lamanya >40 detik. His yang normal

mulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata

simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada

fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian

mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga tekanan dalam

ruang amnuon balik ke asalnya ± 10 mmHg.1,2,11

Adapun beberapa jenis kelainan His :

a. Inersia Uteri

Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat

dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap

menonjol. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman,

singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya

baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya

tidak berbahaya, baik bagi ibu dan janin, kecuali persalinan berlangsung

terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin

baik. Inersia uteri tebagi menjadi dua, yaitu inersia uteri primer dan

inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah kondisi dimana his

lemah dari awal persalinan, sedangkan inersia uteri sekunder adalah

13
keadaan dimana mula-mula his baik, tetapi kemudian melemah karena

otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena

kelelahan). Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa

laten. Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk

menjadi dasar utama diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.1,2,11

− Kardiotokografi

Kardiotokografi adalah alat elektronik yang dapat memantau kualitas

his dan DJJ didalam persalinan dan merekam hubungan yang sinkron

di antara keduanya dalam bentuk grafik. Pemantauan kardiotokografi

dilakukan selama 30 menit. Adapun 3 kriteria yang harus dinilai pada

rekaman DJJ dengan KTG, yaitu :

Tabel 1. Klasifikasi pola denyut jantung janin.11

14
Gambar 3. Rekaman KTG normal.11

Pada gambar 3, rekam KTG menunjukkan denyut jantung dasar

sebesar 125-135x/menit dan variabilitas 5-15 menit. His disebut baik

bila tekanan intrauterine mencapai 50-60 mmHg. Pada inersia uteri

sekunder, pada KTG didapatkan tekanan tampak kurang dari 15

mmHg. Pada palpitasi, frekuensi his teraba jarang, dan pada puncak

kontraksi dinding, rahim masih dapat ditekan ke dalam.11

− Partograf

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan. Tujuan

utama adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan

dan mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Pada

partograf terdapat beberapa komponen yang harus diobservasi.

15
Gambar 4. Partograf.1,2

Dalam kaitannya dengan inersia uteri, salah satu komponen nya

adalah kontraksi uterus. Dibawah jalur waktu partograf terdapat lima

lajur kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah luar

kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30

menit, kontraksi uterus diraba dan dicatat jumlahnya dalam 10 menit

dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.

Gambar 5. Kontraksi uterus.1,2

16
Titik-titik pada kotak menunjukkan kontraksi uterus yang lamanya

kurang dari 20 detik. Garis-garis pada kotak menunjukkan kontraksi

yang lamanya 20-40 detik. Sedangkan kotak yang berwarna hitam

menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik. Dengan

melihat grafik yang terbentuk pada partograf, dapat membantu dalam

mempermudah diagnosa persalinan lama, terutama membantu dalam

pengawasan fase aktif persalinan.1,2

b. His Terlampau Kuat

Sering juga disebut hypertonic uterine contraction. His terlalu kuat dan

terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat

singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus

presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot di luar

his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus

presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir,

khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam

tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu

yang singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau

lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan

demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran retraksi patologik atau

lingkaran Bandl. 1,2

c. Incoordinate Uterine Action

Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan

kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada

17
sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya kontraksi bagian

atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam

mengadakan pembukaan. Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik

menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula

menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis juga disebut incoordinated

hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama

dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan

spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri

pada tempat ini. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran

konstriksi..1,2

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya

primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang

bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan dalam

kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his,

khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan

rapat dengan segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak janin atau

disproporsi sefalopelvik. Pereegangan rahim yang berlebihan pada kehamilan

ganda ataupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri yang

murni. Akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional,

misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his.

Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lebih separuhnya, penyebab

inersia uteri tidak diketahui.1,2,3

18
2) Kelainan Jalan Lahir

Berdasarkan klasifikasi Caldwell-Moloy, jenis panggul terbagi atas empat,

yaitu panggul ginekoid, panggul android, panggul antropoid, panggul

platipeloid. Menurut Caldwell-Moloy jenis panggul ginekoid memiliki

karakteristik anatomik yang biasanya dikaitkan dengan panggul normal pada

perempuan. Panggul ginekoid memiliki bentuk pintu atas panggul yang

hampir bulat dmana panjang diameter anteroposterior sama dengan diameter

transversa.

Gambar 6. Klasifikasi Caldwell-Moloy.1,2

Gambar 7. Panggul perempuan dewasa. Pada keadaan normal, panjang

konjugata obstetrik lebih dari 10 cm.1,2

19
Panggul dikatakan sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari normal.

Panggul sempit merupakan salah satu penyebab tersering distosia. Setiap

penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat

menimbulkan distosia selama persalinan. Penyempitan panggul dapat

diklasifikasikan :

a. Panggul sempit atas

Pintu masuk panggul biasanya dianggap menyempit jika diameter

anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau jika diameter

transversal terbesar kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu

masuk panggul biasanya diperkirakan dengan mengukur konjugata

diagonalis secara manual, yaitu sekitar 1.5 cm lebih besar dari diameter

anteroposterior. Dengan demikian, penyempitan pintu masuk panggul

biasanya didefinisikan sebagai konugata diagonalis yang kurang dari 11.5

cm.

Tatalaksana penyempitan pintu masuk panggul terutama ditentukan oleh

prognosis untuk pelahiran pervaginam yang aman. Jika berdasarkan

kriteria yang dikaji, tidak dapat dilakukan partus spontan yang aman bagi

ibu dan bayinya, harus dilakukan seksio sesaria.1,2

b. Panggul sempit tengah

Panggul tengah mungkin menyempit jika jumlah diameter interspinarum

dan diameter sagitalis posterior (pada keadaan normal 10.5 ditambah 5

cm atau 15.5 cm) besarnya 13.5 cm atau kurang. Terdapat alasan untuk

20
mencurigai adanya penyempitan panggul tengah jika diameter

interspinarum kurang dari 10 cm.

Dalam penatalaksanaan persalinan yang dipersulit oleh penyempitan

panggul tengah, prosedur yang utama adalah membiarkan gaya-gaya

alamiah dalam proses persalinan mendorong diameter biparietal kepala

melewati obstruksi antarspinosa. Hanya setelah kepala dibiarkan turun

sedemikian rupa sehinga perineum menonjol dan verteks tampak, kita

dapat yakin bahwa kepala telah melewati obstruksi. Penggunaan forcep

sesudah ini biasanya aman. Penekanan suprafundus secara kuat untuk

mencoba mendorong kepala melewati obstruksi tidak boleh dilakukan.1,2

c. Panggul sempit bawah

Biasanya didefinisikan sebagai pemendekan diameter intertuberosa

menjadi 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu keluar panggul terjadi

pada sekitar 0.9% primigravida. Diameter intertuberosa yang pendek

yang menyebabkan penyempitan segitiga anterior akan mendorong

kepala janin ke arah posterior. Dengan demikian kemungkinan terjadinya

pelahiran sebagian bergantung pada ukuran segitiga posterior atau lebih

spesifik, diameter intertuberosa iskiadika dan diameter sagitalis posterior

pintu keluar panggul.1,2

d. Panggul sempit menyeluruh

Karena penyempitan terjadi pada semua bagian kanalis panggul,

persalinan tidak cepat selesai setelah kepala janin melewati pintu masuk

panggul.2,5

21
3) Kelainan Janin

Pada waktu persalinan, hubungan antara janin dan jalan lahir sangatlah

penting untuk diperhatikan oleh karena menentukan mekanisme dan

prognosis persalinannya. Dalam keadaan normal, presentasi janin adalah

belakang kepala dengan petunjuk ubun-ubun kecil dalam posisi transversal

(saat masuk pintu atau panggul), dan posisi anterior (setelah melewati pintu

tengah panggul). Dengan presentasi tersebut, kepala janin akan masuk

panggul dalam ukuran terkecilnya (sirkumferensia suboksipitobregmatikus).

Hal tersebut dicapai bila sikap kepala janin fleksi. Sikap yang tidak normal

akan menimbulkan malpresentasi pada janin, dan kesulitan persalinan terjadi

oleh karena diameter kepala yang harus melalui panggul menjadi lebih besar.

Sikap ekstensi ringan akan menjadikan presentasi puncak kepala (dengan

petunjuk ubun-ubun besar), ekstensi sedang menjadikan presentasi dahi

(dengan petunjuk sinsiput), dan ekstensi maksimal akan menjadikan

presentasi muka (dengan petunjuk dagu). Apabila janin dalam keadaan

malpresentasi atau malposisi, maka dapat terjadi persalinan yang lama atau

bahkan macet.1,2,3

a. Presentasi dahi

Terjadi manakala kepala janin dalam sikap ekstensi sedang. Pada

pemeriksaan dalam dapat diraba daerah sinsiput yang berada diantara

ubun-ubun besar dan pangkal hidung. Bila menetap, janin dengan

presentasi ini tidak dapat dilahirkan oleh karena besarnya diameter

oksipitomental yang harus melalui panggul. Janin dengan ukuran kecil

22
dan punggungnya berada di posterior atau ukuran panggul yang

sedemikian luas mungkin masih dapat dilahirkan pervaginam.

Gambar 8. Presentasi dahi1

Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan persalinan

secara bedah sesar untuk menghindari manipulasi vaginal yang sangat

meningkatkan mortalitas perinatal. Apabila presentasi dahi didiagnosis

pada persalinan awal dengan selaput ketuban yang utuh, observasi ketat

dapat dilakukan. Observasi dimasudkan untuk menunggu kemungkinan

perubahan secara spontan. Presentasi dahi yang menetap atau dengan

selaput ketuban yang sudah pecah sebaiknya dilakukan bedah sesar.

Jangan melahirkan menggunakan bantuan ekstraksi vakum, forceps, atau

simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas.1,2

b. Presentasi muka

Terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga oksiput mendekat

kearah punggung janin dan dagu menjadi bagian presentasinya. Pada

pemeriksaan vaginal dapat diraba mulut, hidung, tepi orbita dan dagu.

23
Petunjuk presentasi muka adalah dagu. Pada palpasi abdomen kadang

dapat diraba tonjolan kepala janin didekat punggung janin.

Gambar 9. Presentasi muka1

Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi apabila janin

presentasi muka hendak dilahirkan pervaginam. Apabila tidak ada gawat

janin dan persalinan berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup

dilakukan observasi terlebih dahulu hingga terjadi pembukaan lengkap.

Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di anterior, maka

persalinan pervaginam dapat dilanjutkan seperti persalinan dengan

presentasi belakang kepala. Bedah sesar dilakukan apabila setelah

pembukaan lengkap posisi dagu masih di posterior, didapatkan tanda-

tanda disproporsi, atau atas indikasi obstetri lainnya.1,2

c. Presentasi majemuk

Adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi

kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan

kaki dan/atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala

bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan. Kemungkinan

24
adanya presentasi majemuk dapat dipikirkan apabila terjadi kelambatan

kemajuan persalinan pada persalinan fase aktif, bagian terendah janin

(kepala atau bokong) tidak dapat memasuki panggul terutama setelah

terjadi pecah ketuban. Diagnosis presentasi majemuk dibuat melalui

pemeriksaan dalam vagina. Apabila pada presentasi kepala teraba juga

tangan/lengan dan atau kaki atau apabila pada presentasi bokong teraba

juga tangan/lengan maka diagnosis presentasi majemuk dapat

ditegakkan.1,2,5

Gambar 10. Presentasi majemuk1

d. Presentasi bokong

Presentasi bokong adalah janin terletak memanjang dengan bagian

terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Presentasi bokong

dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen. Manuver Leopold

perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur

kehamilannya ≥34 minggu. Untuk memastikan apabila masih terdapat

keraguan pada pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan periksa dalam

vagina dan/atau pemeriksaan USG. Klasifikasi presentasi bokong dibuat

25
terutama untuk kepentingan seleksi pasien yang akan dicoba persalinan

pervaginam. Terdapat tiga macam presentasi bokong, yaitu bokong

murni (60-70% kasus), bokong komplit (10% kasus), dan kaki. Varian

presentasi kaki adalah presentasi bokong inkomplit, kaki komplit, kaki

inkomplit, dan lutut. Janin dengan presentasi kaki dan variannya

direkomendasikan untuk tidak dilakukan percobaan persalinan

pervaginam.1,5

Gambar 11. Presentasi bokong1

2. 6 Klasifikasi Persalinan Lama

1. Kelainan Kala Satu

a. Fase laten memanjang

Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan

untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada

tahap persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit pembukaan

serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen jaringan

26
ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division) adalah saat

pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division)

berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik

persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada presentasi

kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi dalam,

ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.

Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan

jelas.

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan

persalinan normal adlah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks

adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang

sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif

menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase

deselerasi.

27
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai

merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientasi kontraksi

uterus berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria

minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan

pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara.

Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan

tertentu. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten

berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada

nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi

durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang

berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami

pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman

mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan

amannya dalam dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat

lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena

adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak

dianjurkan.1,2,5

28
b. Fase aktif memanjang

Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena

kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman

pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan

dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi

berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi

uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan

aktif. Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter

mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinkan

didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.

Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada

nulipara adalah 1,2 cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5

cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan

pembukaan 3 – 4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10

cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Sokol

dan rekan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan

fase aktif, sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.

Memahami analisis Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan

penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan

keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap

akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman

membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction

(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).

29
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau

penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan

pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per

jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan

pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm

per jam. Sementara itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya

secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan pembukaan

didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2 jam, dan

kemacetan penurunan sebagai tidak danya penurunan janin dalam 1 jam.

Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana

disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan

protraksi. Sedangkan disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu

dengan persalinan macet. Keterkaitan atau faktor lain yang berperan

dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi

berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang

berkepanjang dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan

fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik. Terapi yang

dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah

penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk

persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.

Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO

mengajukan penggunaan partograf dalam tatalaksana persalinan. Dimana

berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didiagnosa bila pembukaan

30
serviks kurang dari 1 cm/jam selama minimal 4 jam. Sementara itu,

American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria

diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada

tabel dibawah ini.1,3,8

Tabel 2. Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan.1,3,8

2. Kelainan Kala Dua

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan

keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20

menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan

perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah

pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya

pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau denan

kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka

kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinan nulipara dibatasi 2 jam

dan diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional.

Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan

anestesia regional.1,3,8

31
2. 7 Diagnosis Persalinan Lama

Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi

yang disarankan ditampilkan pada tabel dibawah ini. Selain kriteria diatas,

terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat membantu dalam mempermudah

diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf terutama

membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua jenis gangguan dalam

fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk pada partograf.

Protraction disorder pada fase aktif (partus lama) dapat didagnosa bila

pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan

arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan

pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin

dalam jangka waktu 1 jam.1,2

32
Tabel 3. Pola Persalinan Abnormal, Kriteria Diagnostik, dan Tatalaksana.1,2

KRITERIA TERAPI
TERAPI
DIAGNOSTIK YANG
POLA PARTUS PENGECUALIA
NULIPAR MULTIPA DIANJURKA
N
A RA N
Oksitosin atau
Prolongation disorder seksio sesarea
>20 jam >14 jam istirahat
(fase laten memanjang) untuk masalah
yang mendesak
Protraction disorder
1. Dilatasi fase aktif yang
<1.2 cm/j <1.5 cm/j Observasi dan Seksio sesarea
memanjang
suportif untuk CPD
2. Penurunan janin yang
<1.0 cm/j < 2 cm/j
memanjang
Arrest disorder
1. Laju deselerasi yang
>3 jam >1 jam
memanjang

2. Penghentian dilatasi Tanpa CPD :


>2 jam >2 jam Istirahat jika
sekunder oksitosin
kelelahan
Dengan CPD:
3. Penurunan terhenti > 1 jam >1 jam Seksio sesarea
seksio sesarea
Tidak ada penurunan
4. Tidak dapat turun pada fase deselerasi
atau partus kala dua

Dalam mendiagnosis perlu diperhatikan yang utama adalah keadaan umum

ibu, apakah dehidrasi, febris, meteorismus, syok, atau oligouri. Lalu pada

pemeriksaan fisis didapatkan pada pemeriksaan palpasi his yang melemah atau

hilang, gerak janin berkurang atau tidak ada; pada pemeriksaan auskultasi

didapatkan denyut jantung janin yang lemah atau menghilang,

takikardi/bradikardi, tidak teratur, dan atau menghilang (bila sudah meninggal).

Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan dalam vagina. Pada pemeriksaan

33
dalam vagina bisa didapatkan pelepasan air ketuban yang keruh, berbau dan

bercampur mekonium; bagian terendah anak sukar digerakkan bila belum terjadi

ruptur, dan mudah digerakan bila sudah terjadi ruptur; kelainan letak (pada yang

kelainan letak).10

2. 8 Tatalaksana Persalinan Lama

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama

adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama

adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi

patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode

yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan

pervaginam, atau akan dilakukan per abdominam melalui seksio sesarea.1

Penanganan awal yang dapat kita lakukan ialah dengan memperbaiki

keadaan umum penderita, dengan cara :

1. Rehidrasi

Pemberian cairan yang memadai, Dextrose 5% (500cc) dan NaCl (500cc)

dalam 1 -2 jam pertama , dengan memantau produksi urin (pasang kateter).

2. Pemberian antibiotik

− Ampicillin 1gram / 8 jam IM selama 2 hari, dilanjutkan 4 x 500 mg /

hari peroral selama 3 hari dan

− Gentamycin 60 - 80 mg, 2 - 3 kali sehari selama 5 hari, atau -

Sephalosporin 1 gr / 12 jam / IV selama 5 hari.

Dapat dikombinasi dengan :

− Metronidasole 500 mg suppositoria/ 8 jam, selama 5 hari.

34
3. Penurunan panas

− Antipiretika per oral (paracetamol 3 x 500 mg) atau iv 1gr/8jam.

− Kompres basah (dingin).10

Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu

disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya

disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lama merupakan indikasi

utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari

pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal:

tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan

berukuran besar (TBBJ > 4000 gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat

badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi

sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah

menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai

fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi

atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan

dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan

observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami

persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4

cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8

jam ini, bila terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks,

maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu

35
tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan

agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah

kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction

disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam

kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik.

Disarankan agar dilakukan seksio sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama,

maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali

dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya

obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka

penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.

Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran

janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat

meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali

harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi

dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan

percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak

mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis

upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin

teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin

berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum

atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisis

36
pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station 0 dan

station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi.

Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisis pubis atau ujung

penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan

secara seksio sesaria.1,2

Terminasi kehamilan dilakukan sesuai dengan penyebab dan keadaan.

Pervaginam bila pembukaaan lengkap serta memenuhi syarat pervaginam.

(Vakum / forsep atau perforasi kranioklast). Seksio sesar bila syarat pervaginam

tidak terpenuhi dan belum lengkap.10

2. 9 Komplikasi Persalinan Lama

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun

bagi anak yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat

persalinan lama antara lain adalah :

a. Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus

lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion

menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga

terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,

akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius

lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri

vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan,

terutama apabila terjadi persalinan lama.1,5

37
b. Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius

selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada

mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala

janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak

terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang

kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk

cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal

atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus.

Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam

segera.

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu

pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering

timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan

berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat

terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan menandakan akan

rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat

dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara

normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera

menghasilkan prognosis yang lebih baik.1,5

c. Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak

maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak

38
diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.

Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam

beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal,

vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini

pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan

operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini

jarang, kecuali di negara-negara yang belum berkembang.1,5

d. Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot

dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan

konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama

apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan

tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya

mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul,

sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan

ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar

panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan

alvi serta prolaps organ panggul.1,5

e. Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput

suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat

berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius.

Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara kepala belum

39
engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara

prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.1,5

f. Molase Kepala Janin

Molase atau penyusupan kepala bayi adalah indikator tentang seberapa jauh

kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu.

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang

disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak

menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi

mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi

pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.1,5

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, penyusupan kepala janin dinilai

berdasarkan :

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat

dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.1

40
BAB III

KESIMPULAN

1. Pada persalinan terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan pada

persalinan, yaitu : kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu, keadaan jalan lahir,

dan janin itu sendiri.

2. Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu persalinan

selesai ketika serviks sudah membuka lengkap, kala dua persalinan dimulai

ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir,

kala tiga berakhir pada saat plasenta sudah lahir.

3. Gerakan-gerakan utama persalinan adalah (1) engagement (“masuk”), (2)

penurunan, (3) flexi, (4) rotasi internal (putaran paksi dalam), (5) ekstensi, (6)

rotasi eksternal (putaran paksi luar), dan (7) ekspulsi.

4. Persalinan lama adalah yang juga disebut distosia didefinisikan sebagai

persalinan yang sulit. Patokan waktu yang digunakan oleh WHO adalah bila

lama persalinan > 24 jam.

5. Penyebab dari persalinan lama yaitu adanya kelainan his, kelainan jalan lahir,

dan kelainan pada janin.

6. Persalinan lama dapat diklasfikan berdasarkan fase persalinan yang

memanjang (dibagi menjadi fase laten memanjang, fase aktif memanjang dan

kala II memanjang).

7. Pengawasan persalinan dengan partograf dapat digunakan sebagai patokan

untuk mendiagnosa persalinan lama.

41
8. Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul akibat persalinan lama adalah

infeksi intrapartum, ruptura uteri, cincin retraksi patologis, pembentukan

fistula, cedera otot-otot dsar panggul, kaput suksedaneum dan molase kepala

janin.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 2016. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Halaman 296-297, 310-314, 562-579.

2. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-Dasar Ginekologi dan Obstetri. 2013.

Jakarta : ECG. Halaman 354-358, 364-366, 422-428, 429-437, 438-441.

3. Thorp JM, Grantz KL. Clinical Aspects of Normal and Abnormal Labor in

Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice.

Eighth Edition. 2019. Philadelphia : Elsevier. Page : 723-731.

4. Milton SH. Normal Labor and Delivery. 2019.

https://emedicine.medscape.com/article/260036-overview . Page 1-2, 6.

5. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Williams Obstetrics 25th

Edition. 2018. New York : McGraw-Hill. Page : 658.

6. Nystedt A, Hildingsson I. Diverse definitions of prolonged labour and its

consequences with sometimes subsequent inappropriate treatment. 2014.

http://www.biomedcentral.com/1471-2393/14/233 . Page 2.

7. Hinelo F, Suparman E, Tendean HMM. Luaran Partus Lama di Blu RSU

Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Volume 1. Nomor 1. 2013. Manado :

Universitas Sam Ratulangi. Halaman 102.

8. Shelbani L, Wing DA. Abnormal Labor and Induction of Labor in

Obstetrics : Normal and Problem Pregnancies. Seventh Edition. 2017.

Philadelphia : Elsevier. Page 273-274.

9. Infodatin Kementerian Kesehatan RI. 2014.

www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf

43
10. Usmany H, dr., Manoe I.M.S.M, dr., Sp.OG. Protap Obstetri Unhas. 2013.

Halaman 247.

11. Martaadisoebrata D, et al. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi.

Edisi 3. 2013. Jakarta : EGC. Halaman 127-135.

44

Anda mungkin juga menyukai