Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIPERTROFI TONSIL

Disusun oleh :
NADIAH FEBYANTI .H
111 2017 2094

Dosen Pembimbing:
dr. Silva Sari Indah, Sp.THT-KL, M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit THT-KL
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadiah Febyanti .H

NIM : 111 2017 2094

Laporan Kasus : Hipertrofi Tonsil

Adalah benar telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik berjudul
Hipertrofi Tonsil dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan pembimbing
supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Oktober 2019

Mengetahui,

Supervisor

dr. Silva Sari Indah, Sp.THT-KL, M.Kes

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. MR
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Nuri 2
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah

B. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA: Nyeri menelan
1. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
OS datang bersama dengan orangtua nya ke poliklinik THT RS dengan
keluhan nyeri saat menelan yang dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu, nyeri
dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak ± 2 minggu terakhir. OS juga
mengeluhkan ada rasa yang mengganjal pada tenggorokan, rasa kering, dan
gatal pada tenggorokan, batuk, pilek dan demam yang dirasakan OS terutama
ketika serangan. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan hilang timbul sejak 1
tahun lalu. Orang tua OS juga mengeluhkan saat tidur, OS mendengkur
(ngorok).
Dalam 1 tahun ini, orangtua OS mengaku telah mengalami serangan 3-4
kali dalam setahun, keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut
dirasakan terutama setelah OS mengkonsumsi gorengan, dan minuman dingin
dan terkadang keluhan tersebut akan hilang sendiri tanpa pengobatan.
Keluhan batuk, pilek, hidung tersumbat, demam, bersin-bersin dan sakit
kepala/ sakit didaerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di
tenggorokan disangkal. Keluhan nyeri pada telinga, telingga terasa

3
mendengung dan rasa penuh di telinga disangkal. Keluhan gangguan
suara/suara serak, sukar membuka mulut, sesak nafas disangkal.
Riwayat berobat karena keluhan yang sama ada, dan diberikan terapi
beberapa jenis obat, salah satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang
sementara kemudian muncul kembali.
2. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat mengeluhkankeluhan yang sama ada sejak 1 tahun yang lalu
- Riwayat alergi obat, makanan, debu/ udara dingin disangkal.
- Riwayat dirawat di RS, operasi THT disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37.0˚C
Pernapasan : 20 x/menit
Berat badan : 45 kg

II. TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Congenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan Daun Tidak ada Tidak ada
Telinga
Kelainan pre-, infra-, Tidak ada Tidak ada
retroaurikuler
Regio Mastoid Tidak ada kelaianan Tidak ada kelaianan
Liang Telinga CAE lapang, CAE lapang, serumen
serumen tidak ada tidak ada
Valsava Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Toyinbee Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Membran Timpani MT intak, hiperemis MT intak, hiperemis
(-), edema (-), refleks (-), edema (-), refleks
cahaya (+) jam 5 cahaya (+) jam 7

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

4
 Bentuk : Normal, tidak ada deformitas
 Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-),
Bengkak (-)
 Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
 Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
 Konka inferior : Eutrofi/eutrofi
 Meatus nasi inferior : Eutrofi/eutrofi
 Konka medius : Eutrofi/eutrofi
 Meatus nasi medius : Sekret -/-
 Septum nasi : Deviasi -/-
 Pasase udara : Hambatan -/-
 Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
 Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
Kanan Kiri
Sinus frontalis Bayangan kemerahan Bayangan kemerahan
(+) terang (+) terang
Sinus maksilaris Bayangan kemerahan Bayangan kemerahan
(+) terang (+) terang
RHINOSKOPI POSTERIOR
 Koana : polip (-)
 Septum nasi : Deviasi -/-
 Muara tuba eustachius : penonjolan (-)
 Torus tubarius : penonjolan (-)
 Konka superior dan media : Eutrofi/eutrofi
 Dinding posterior faring : adenoid (+) hipertrofi

IV. TENGGOROK
PHARYNX
 Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)
 Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)
 Tonsil :
- T4/T4
- hiperemis -/-
- permukaan mukosa tidak rata/ granular +/+
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+
- Perlengketan -/-
 Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)

5
 Gigi : gigi geligi lengkap,caries (-)
 Lain-lain : radang ginggiva (-),mukosa pharynx tenang,post
nasal drip (-)

LARING (Laringoskopi) --- tidak dilakukan


 Epiglotis :-
 Plika aryepiglotis : -
 Arytenoid :-
 Ventrikular band : -
 Pita suara asli :-
 Rima glotis :-
 Cincin trakea :-
 Sinus piriformis : -

V. LEHER
 Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
 Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

VI. MAKSILO-FASIAL
 Parese nervus cranial : tidak ada
 Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah
- Hemoglobin : 13,3 mg/dl
- Hematokrit : 43.3 g%
- Leukosit : 11.800/uL
- Trombosit : 305.000/uL
- PT : 11.2 detik
- APTT : 23.4 detik

E. RESUME
Dari anamnesis didapatkan :
OS datang bersama dengan orangtua nya ke poliklinik THT RS dengan
keluhan nyeri saat menelan yang dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu, nyeri
dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak ± 2 minggu terakhir. OS juga
mengeluhkan ada rasa yang mengganjal pada tenggorokan, rasa kering, dan
gatal pada tenggorokan, batuk, pilek dan demam yang dirasakan OS terutama

6
ketika serangan. Keluhan-keluhan tersebut dirasakan hilang timbul sejak 1
tahun lalu. Orang tua OS juga mengeluhkan saat tidur, OS mendengkur
(ngorok). Keluhan-keluhan dirasakan terutama setelah OS mengkonsumsi
gorengan, dan minuman dingin dan terkadang keluhan tersebut akan hilang
sendiri tanpa pengobatan. Riwayat berobat karena keluhan yang sama ada, dan
diberikan terapi beberapa jenis obat, salah satunya antibiotik, namun
keluhannya hanya hilang sementara kemudian muncul kembali.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan:
- tonsil hipertrofi dengan ukuran T4/T4
- tonsil hiperemis -/-
- permukaan mukosa tidak rata/ granular +/+
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+
- Kelejar limfe tidak teraba

F. DIAGNOSIS KERJA
Hipertrofi tonsil + adenoid

G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1. Ivfd RL 20 tpm
2. Cefotaxime 1 gr/ 1 jam pre op
3. Chrome 1 jam pre op
Operatif: Adenotonsilektomi

H. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan fisiologi tonsil
Jaringan limfoid yang terdapat di sekitar pintu masuk sistem respirasi dan
pencernaan membentuk sebuah cincin yang dinamakan cincin waldeyer. Bagian
lateral cincin dibentuk oleh tonsil palatina dan tonsil tubaria. Bagian atasnya
dibentuk oleh tonsila pharyngeus yang terdapat di atap nasopharynx dan bagian
bawahnya dibentuk oleh tonsila lingualis yang terdapat pada sepertiga posterior
lidah.5

Gambar 1. Oropharynx dilihat dari mulut yang terbuka5


Tonsil palatina berbentuk dua massa jaringan limfoid yang masing-masing
terletak di dalam cekungan di dinding lateral oropharynx di antara arcus
palatoglossus dan palatopharyngeus. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan
celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah
tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan tonsil yang berbintik
disebabkan oleh banyak muara kelenjar yang terbuka ke kripte tonsilaris. Setiap
tonsil diliputi oleh epitel skuamosa yang juga meliputi kripte. Di dalam kripte
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul

8
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari A. Palatina minor, A.
Palatina ascendens, cabang tonsil A. Maksila eksternaa, A. Faring ascendens dan
A. lingualis posterior. Tonsil palatina mencapai ukuran maksimum pada masa
kanak-kanak dan ukurannya menjadi sangat berkurang seiring bertambahnya usia.
Tonsil ini berfungsi sebagai proteksi imunologis terhadap patogen yang masuk ke
dalam tubuh melalui sistem pencernaan dan pernapasan.4-6
II. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Penyakit ini disebabkan oleh virus atau bakteri sehingga tonsil
menjadi bengkak, merah, melunak dan memiliki bintik-bintik putih pada
permukaannya.2,4 Tonsilitis diklasifikasikan menjadi:7
1. Tonsillitis akut
Berdasarkan penyebabnya, tonsillitis akut dibagi menjadi dua kelompok yaitu
tonsilitis viral dan tonsilitis bakterial.
2. Tonsillitis membranosa
a. Tonsillitis difteri
b. Tonsillitis septik (Septic sore throat)
c. Angina Plaut Vincent
d. Penyakit kelainan darah
e. Proses spesifik luas dan tuberculosis
f. Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis
g. Infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina
3. Tonsilitis kronik.
Secara umum, penyakit ini diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsil
palatina yang menetap.2 Ada tiga jenis tonsillitis kronik, yaitu7:
a. Tonsilitis folikular kronik
Pada tonsilitis folikular kronik, kripte terisi oleh material perkejuan yang
tampak sebagai bintik kekuningan.
b. Tonsilitis parenkimatous kronik
Pada tonsilits parenkimatous kronik terdapat hiperplasia kelenjar limfoid.
Tonsil berukuran besar dan dapat mengganggu bicara, menelan dan
pernapasan.
c. Tonsilitis fibrosa kronik
Pada tonsilitis fibrosa kronik, tonsil yang terinfeksi berukuran kecil dan
didapatkan riwayat nyeri tenggorok berulang.

III.Epidemiologi

9
Di Indonesia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) masih merupakan
penyakit yang sering ditemukan. Tonsillitis merupakan salah satu yang sering
terjadi. Berdasarkan hasil RISKESDAS tahun 2018, tercatat prevalensi ISPA
berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 9.3% dari total penduduk dengan
prevalensi tertinggi (15%) di daerah NTT disusul Papua, Banten, Bengkulu dan
NTB. Berdasarkan sumber yang sama, didapatkan prevalensi ISPA di Provinsi
Sulawesi Selatan berkisar 8-9%.1-3
Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur namun paling sering terjadi pada
anak-anak. Meskipun demikian, penyakit ini jarang ditemukan pada anak < 2
tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada
anak usia 5 – 15 tahun sementara tonsilitis viral lebih sering terjadi pada usia yang
lebih muda. Pada dewasa muda, penyakit ini biasanya ditemukan pada rentang
usia 15 – 25 tahun.4,8,9

IV. Etiologi
Tonsilitis kronik dapat terjadi sebagai komplikasi dari tonsilitis akut.
Selain itu, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh infeksi subklinis tonsil tanpa
serangan akut.7 Faktor-faktor predisposisi penyakit ini adalah sebagai berikut4:
a. Rangsangan menahun dari rokok,
b. Beberapa jenis makanan,
c. Higienitas mulut yang buruk,
d. Pengaruh cuaca,
e. Kelelahan fisik
f. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
Kuman penyebab tonsillitis kronik sama dengan tonsillitis akut yaitu virus
Epstein Barr, Hemofilus influenza, Streptococcus β group A yang dikenal sebagai
Pneumococcus, Streptococcus viridian dan Streptococcus pyogens.4

V. Patofisiologi
Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana
kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Proses radang berulang menyebabkan epitel
mukosa dan limfoid terkikis sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte
melebar. Kripte yang melebar memungkinkan makanan dan mukosa yang

10
terkelupas menumpuk di dalamnya sehingga memberikan lingkungan yang ideal
untuk pertumbuhan bakteri, terutama bakteri anaerob. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi Secara klinis, kripte
ini tampak diisi oleh detritus. Proses ini berlangsung terus menerus sehingga
menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di
sekitar fossa tonsilaris. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar
limfa submandibula.4,10

VI. Manifestasi klinis


Tonsilitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus. Manifestasi
klinis yang ditemukan juga berdasarkan dari etiologi penyakit ini. Nyeri
tenggorokan merupakan gejala utama dari penyakit ini. Beberapa pasien
mengalami nyeri tenggorokan kronis karena infeksi persisten. Nyeri tenggorokan
yang parah biasanya dikaitkan dengan disfagia. Pasien tonsillitis biasanya
menggeluhkan rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di
tenggorok dan napas berbau.10-12
Eritema merupakan temuan fisik yang paling umum dan bervariasi dari
sedikit merah hingga sangat merah. Juga dapat ditemukan tonsil membesar
dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus. Dalam menilai pembesaran tonsil, perlu untuk menggunakan sistem
pengukuran standar seperti gambar berikut.4,12

11
Gambar 2. Pembesaran tonsil12

Gambar 3. Tonsilitis yang disebabkan Streptococcus dan virus Epstein barr12

Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi.
Pembesaran tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane (1993)
membagi pembesaran tonsil dalam ukuran berikut :
 T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior uvula
 T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai
½ jarak pilar anterior-uvula

12
 T3 = batas medial tonsil
melewati ½ jarak pilar anterior-
uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-
uvula
 T4 = batas medial tonsil
melewati ¾ jarak pilar anterior-
uvula atau lebih.

Gambar 4. Klasifikasi Cody&


Thane

Pada tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri streptococcus dapat dijumpai


gejala infeksi sistemik seperti demam tinggi, nyeri kepala, odinofagia, nyeri
tenggorok, lidah merah dengan pembesaran papil, tonsil berwarna merah terang
dan membesar (dengan atau tanpa detritus), peteki palatum, pembengkakan uvula
dan pembesaran kelenjar limfa cervical anterior. Pada infeksi virus herpes simplex
atau enterovirus dapat ditemukan adanya vesikel. Demam, malaise, tonsillitis
eksudatif dan splenomegali mungkin disebabkan oleh virus Epstein-Barr.11-12

Gambar 5. Tonsilitis kronik2


Tonsilitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul
servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsilitis kronik berupa2:

13
1. Pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,
kripte melebar di atasnya tertutup eksudat yang purulent
2. Tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripte melebar dan
diatasnya tampak eksudat yang purulent.

VII. Diagnosis
Diagnosis tonsilitis kronik dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan lokal seperti nyeri
menelan, nyeri tenggorok, rasa mengganjal di tenggorok, mulut berbau, demam,
mendengkur, gangguan bernapas, hidung tersumbat dan batuk pilek berulang.
Selain itu, juga dapat ditemukan keluhan sistemik seperti rasa lemah, nafsu makan
berkurang, nyeri kepala dan nyeri sendi.13
Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran tonsil, permukaan kripte tonsil
melebar, detritus pada penekanan kripte, arkus anterior atau posterior hiperemis
dan pembesaran kelenjar submanibula. Adapun pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan meliputi13:
1. Kultur retensi dari swab tenggorok
2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral, polisomnografi
3. Pasca operasi: pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan atau adenoid bila
dicurigai keganasan
Diagnosis dapat ditegakkan jika didapatkan satu atau lebih keluhan dari
anamnesis yang berulang disertai dengan pembesaran ukuran tonsil dan atau
pemeriksaan fisik lainnya.13

VIII. Diagnosis banding


Faringitis, faringitis merupakan peradangan pada dinding faring yang
dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan
lain-lain. Penularan penyakit ini melalui sekret hidung dan ludah (droplet
infection). Pada pemeriksaan, penyakit ini dapat memberikan gambaran faring dan
tonsil hiperemis dengan atau tanpa eksudat di permukaannya4.
Scarlet fever, penyakit ini disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
strain Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptococcus beta-hemolitic

14
group A. Penyakit menular melalui udara (droplet). Masa inkubasi penyakit ini
sekitar 2-3 hari. Ruam pucat biasanya muncul pada hari kedua, mulai dari dada
dan menyebar ke daerah abdomen dan ekstremitas. Dapat ditemukan
tonsilofaringitis eksudatif juga bintik perdarahan kecil pada palatum9.
HIV, penyakit ini dapat meyebabkan tonsillitis ulseratif, dan faringitis
dengan gejala demam. Kondisi ini terjadi setelah masa inkubasi selama 3-5
minggu dengan gejala myalgia, arthralgia, lethragia dan ruam makulopapular yang
tidak gatal pada sebagian penderita9.

IX. Tatalaksana
Terapi diberikan sesuai gejala yang ada. Dapat diberikan analgetik-
antipiretik dan atau antiinflamasi. Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut.
Termasuk berkumur dengan obat kumur hydrogen peroksida 3%, air garam (1/4
sendok teh garam dalam 1 gelas air hangat) atau obat isap dan sesekali
mengeluarkan debris dari tonsil secara manual.4,13,14
Pada tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus
group A, selain pengobatan simptomatis juga diberikan antibiotik golongan
penisillin atau amoxicillin selama 10 hari. Infeksi organisme actynomices yang
merupakan bakteri komensal rongga mulut dan nasofaring merupakan indikasi
infeksi kronis.10,14
Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
riitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum sehingga
tonsilektomi mungkin perlu untuk dipertimbangkan. Tonsilektomi adalah prosedur
pengangkatan tonsil yang dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi. Prosedur
ini dilakukan dengan mengangkat seluruh tonsil dan kapsulnya dengan melakukan
diseksi pada ruang peritonsil di antara kapsul tonsil dan otot dinding fossa tonsil.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi berulang atau kronik, gejala sumbatan
serta adanya kecurigaan neoplasma.4,13 Berikut adalah indikasi tonsilektomi
berdasarkan The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium tahun 1995:4
1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat

15
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale
4. Rhinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Stroptococcus β hemoliticus
group A
7. Hipertofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. Otitis media efusi/ otitis media supuratif.
Kontra indikasi relatif dari tindakan ini meliputi penyakit kelainan darah seperti
hemophilia, diskrasia darah dan anemia serta adanya risiko tinggi pembiusan
umum.13

X. Pencegahan
Tonsillitis kronik dapat terjadi sebagai komplikasi dari tonsillitis akut juga
karena pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat sehingga perlu untuk
memberikan edukasi kepada pasien tentang pencegahan yang dapat dilakukan.
Perlu dipahami bahwa tonsillitis dapat menular melalui kontak dengan penderita
tonsillitis sehingga menjaga higienitas seperti mencuci tangan secara rutin dapat
mencegah penularan bakteri dan virus. Selain itu, menjaga kebersihan rongga
mulut dengan sikat gigi dan kumur-kumur teratur. Pencegahan juga dapat
dilakukan dengan tidak berbagi alat makan dan minum serta menghindari kontak
dengan penderita.4,13,14

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Zeny Prasetya, Gita., Candra, Gita., M kurniawati, Dewi. 2018. Pengaruh


Suplementasi Seng Terhadap Kejadian Tonsilitis pada Balita. Jurnal. Journal
of Nutrition College. Volume 7. [online] available on:
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/
2. Ayu Harry Sundariyati, I Gusti. 2017. “Tonsilitis kronis Eksaserbasi Akut”.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. [online] available on:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce84a52f23a3735f4
ce7b202a8877d93.pdf
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Masyarakat.
2018. “Hasil Utama Riskesdas 2018”. [online] available on:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf
4. Rusmarjono., Arsyad Soepardi, Efiaty. 2014. Faringitis, Tonsilitis dan
Hipertrofi Adenoid. Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke tujuh: FK
UI. h. 195, 199-202
5. Snell, R. S. 2012. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC, h. 59,
275
6. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC. h.
488
7. Dhingra, P. L. 2010. Diseases of Ear, Nose & Throat fourth edition. Elsevier
India. h.
8. K Shah, Udayan (et.al). 2018. “Tonsillitis and Peritonsillar Abscess”
[online] available on: https://emedicine.medscape.com/article/871977-
overview
9. Walijee, H., Patel, C., Brahmabhatt, P., & Krishnan, M. (2017).
Tonsillitis. InnovAiT, 10(10),
10. Paul W. Flint. 2016. Throat disorder. Dalam : Goldman, Lee., Scafer,
Andrew. Goldman-Cecil Medicine. Elsevier
11. Fort, Glenn G. 2019. Pharyngitis/ Tonsillitis. Dalam : Ferri, Fred F. Ferri’s
Clinical Advisor. Elsevier
12. Yellon, Robert., Chi, David. 2018. Otolaryngology. Dalam : Zitelli, Basil.,
McIntire, Sara., Nowalk, Andrew. Zitelli and Davis’ Atlas of Pediatric
Physical Diagnosis. Elsevier. Pittsburgh

17
13. Perhimpunan dokter spesialis THT-KL Indonesia. 2015. Panduan Praktik
Klinis, Panduan Praktik Klinis Prosedur Tindakan, Clinical Pathways di
bidang THT-KL. Jakarta. Volume 1. [online] available on: http://perhati-
kl.or.id/wp-content/uploads/2017/05/ppk-perhati-vol1-okt2015.pdf
14. The American Academy of Family Physicians. 2017. Patient education:
Tonsillitis.[online].available:
https://www.clinicalkey.com/#!/content/patient_handout/5-s2.0-
pe_AAFP_tonsillitis_en

18

Anda mungkin juga menyukai