Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KONTRAKSI UTERUS (HIS)

Oleh:
NADIAH FEBYANTI .H

111 2017 2094

Pembimbing Supervisor :
DR. dr. NASRUDIN ANDI MAPPAWARE, Sp.OG(K), MARS.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadiah Febyanti .H

NIM : 111 2017 2094

Referat : Kontraksi Uterus (HIS)

Adalah benar telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik


berjudul Kontraksi Uterus (HIS) dan telah disetujui serta telah dibacakan
dihadapan pembimbing supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juli 2019

Mengetahui,

Supervisor

DR.dr. Nasrudin Andi Mappaware,Sp.OG(K),MARS

1
DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .................................................................................... 1

Daftar Isi...................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan .................................................................................... 3

BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................ 4

2. 1 Fisiologi Persalinan Normal ......................................................... 4

2. 2 His ................................................................................................. 7

2. 3 Kontraksi Uterus ........................................................................... 7

2. 4 Kelainan His.................................................................................. 9

2. 5 Deteksi Aktifitas Uterus ................................................................ 11

2. 6 Tatalaksana ................................................................................... 15

2. 7 Komplikasi .................................................................................... 17

BAB III Kesimpulan ................................................................................... 21

Daftar Pustaka ............................................................................................. 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

Interpretasi pola denyut jantung janin dalam persalinan tidak dimungkinkan

tanpa menghubungkannya dengan kontraksi uterus. Pada proses persalinan

terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi, salah satu nya adalah his.

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan dilatasi serviks

membuka dan mendorong janin ke bawah. His yang normal mulai dari salah satu

sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus

uteri.

Tetapi pada beberapa keadaan, pada ibu hamil terdapat beberapa kelainan

pada his yang dapat menyebabkan pemajangan dalam proses persalinan sehingga

mengakibatkan komplikasi pada persalinan. Berdasarkan hal tersebut, penting

bagi seorang tenaga kesehatan khususnya dokter umum untuk mengerti dan

memahami kondisi tersebut agar dapat melakukan diagnosa yang tepat, dan

penanganan yang tepat, yang pada akhirnya diharapkan dapat membantu

mengurangi angka morbiditas.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Fisiologi Persalinan Normal

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun

pada janin.

Pada persalinan terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan pada

persalinan ialah :

1) Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan

mengejan. His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan

dilatasi serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi

kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke

dalam rongga panggul.1,2

2) Keadaan jalan lahir (tulang panggul ibu). Mekanisme persalinan pada

dasarnya adalah proses akomodasi janin kesaluran bertulang yang harus

dilewatinya. Karena itu, ukuran dan bentuk panggul sangat penting dalam

obstetri. Panggul dewasa terdiri dari empat tulang : sakrum, koksigis dan dua

tulang inominata. Masing-masing tulang inominata dibentuk oleh fusi ilium,

iskium, dan pubis. Tulang inominata dihubungkan secara erat ke sakrum di

sinkrondosis sakroiliaka dan ke satu sama lain di simfisis pubis. Pada tahun

1933, dua ahli obstetri Amerika menciptakan sebuah klasifikasi panggul (

klasifikasi Caldwell-Moloy). Klasifikasi ini didasarkan pada bentuk panggul,

4
dan pengenalan klasifikasi ini membantu dokter memahami mekanisme

persalinan ada panggul yang berbentuk normal dan abnormal, yaitu : panggul

ginekoid, android, antropoid, dan panggul paltipeloid. Jenis panggul ginekoid

memiliki karakteristik anatomik yang biasanya dikaitkan dengan panggul

perempuan. Proses persalinan pervaginam melalui panggul ini adalah yang

terbaik.1,2,3

3) Janinnya sendiri. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan, janin mengambil

postur khas yang kadang-kadang disebut sikap (attitude) atau habitus. Postur

khas ini sebagian disebabkan oleh pertumbuhan alamiah janin dan sebagian

lagi oleh proses akomodasi rongga uterus. Letak janin adalah hubungan

antara sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu dan dapat longitudinal

atau transversa. Kadang-kadang, sumbu janin dan ibu dapat berpotongan

dengan sudut 45 derajat, membentuk letak oblik, yang tidak stabil dan selalu

menjadi longitudinal atau transversa selama proses persalinan. Letak

longitudinal terdapat pada lebih 99% persalinan aterm. Bagian terbawah

menentukan presentasi. Dengan deikian, pada letak longitudinal, bagian

terbawah mungkin adalah kepala atau bokong, yang menghasilkan presentasi

kepala dan presentasi bokong (breech). Presentasi kepala diklasifikasikan

berdasarkan hubungan kepala ke tubuh janin. Biasanya kepala menekuk tajam

sehingga dagu menyentuh toraks. Presentasi seperti ini biasanya disebut

sebagai presentasi verteks/oksiput. Posisi janin adalah hubungan antara titik

penentu dari bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir.

5
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium

yang relatif tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin

intrauterin sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos

uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi

dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan,

sertasecara berangsur menghilang pada periode postpartum.

Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus

yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar

melalui jalan lahir.

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu peralinan

dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan

durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang

progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap

(sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala

satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua

persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhi ketika janin

sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala

tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya

plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga sebagai

stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.1,2

6
2. 2 His

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan dilatasi serviks

membuka dan mendorong janin ke bawah. Menurut WHO, his dinyatakan

memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun

waktu 10 menit dan masing-masing lamanya >40 detik. His yang normal mulai

dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke

seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri dimana

lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata

dan menyeluruh, hingga tekanan dalam ruang amnuon balik ke asalnya ± 10

mmHg.1,2,4

Interpretasi pola denyut jantung janin dalam persalinan tidak dimungkinkan

tanpa menghubungkannya dengan kontraksi uterus. Kontraksi dipantau dengan

meraba uterus antara fundus uterus dan umbilikus. Dengan menghitung jumlah

kontraksi selama periode 10 menit, frekuensi kontraksi uterus dapat dinilai secara

akurat. Durasi kontraksi dapat dinilai sampai tingkat tertentu melalui palpasi.

Tekanan dasar dan amplitudo atau kekuatan kontraksi tidak dapat disimpulkan

dengan palpasi. Aktivitas uterus yang diamati biasanya dipetakan dalam kotak

khusus yang disediakan pada partograf.5

2. 3 Kontraksi Uterus

Uterus (rahim) merupakan organ otot polos, berkontraksi sepanjang

kehamilan dengan frekuensi bervariasi. Melahirkan memverifikasi awal

persalinan ketika dia merasakan kontraksi uterus yang teratur dan tidak nyaman.

Pada beberapa wanita, uterus tetap relatif diam sampai awal persalinan yang tiba-

7
tiba. Pada yang lain, rahim berkontraksi beberapa kali per jam selama berhari-hari

tanpa menyebabkan rasa sakit atau bahkan persepsi yang jelas tentang kontraksi

uterus.

Selama persalinan, frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi uterus

meningkat. Selama persalinan awal, kontraksi dapat terjadi setiap 5 hingga 7

menit, berlangsung 30 hingga 40 detik, dan mengembangkan tekanan intrauterin

(intensitas) 20 hingga 30mmHg di atas nada basal (10 hingga 15mmHg).

Terlambat pada tahap pertama persalinan, kontraksi biasanya terjadi setiap 2

hingga 3 menit, berlangsung 50 hingga 70 detik, dan intensitasnya 40 hingga

60mmHg. Intensitas yang lebih tinggi ini mencerminkan penyebaran kontraksi

yang lebih luas, dengan perekrutan lebih banyak sel miometrium.

Aktivitas uterus yang efisien sangat penting untuk pembentukan jalan lahir

dan memberikan fleksi dan rotasi kepada bayi sehingga dapat melewati saluran

geometri kompleks.6

Retraksi menyertai kontraksi ketika sel miometrium memendek. Dinding

bagian uterus kontraktil yang menebal. Dilatasi dan penipisan serviks

mencerminkan traksi yang diletakkan pada serviks oleh uterus yang berkontraksi.

Segmen uterus bawah yang pasif membesar dan menjadi lebih tipis ketika

jaringan serviks ditarik ke bagian presentasi janin dengan traksi dari bagian atas

rahim.7

Pada tahap pertama persalinan, ada sedikit perubahan dalam volume uterus.

Kontraksi miometrium, isometrik (yaitu, ada pemendekan minimal dari serat otot

ketika mereka mengembangkan ketegangan). Ketegangan dinding diperlukan

8
untuk melebarkan serviks, tetapi penting bahwa serat otot tidak memendek secara

signifikan pada tahap ini karena ini akan membawa risiko secara bertahap tetapi

secara progresif mengompresi pembuluh darah yang melintasi miometrium. Ini,

pada gilirannya, akan mengurangi perfusi plasenta terus menerus daripada

pengurangan dan pemulihan intermiten yang terkait dengan kontraksi isometrik

yang sesungguhnya. 6

Pada akhir tahap pertama persalinan, tidak ada serviks yang teraba pada

pemeriksaan vagina (sesuai dengan pelebaran serviks lengkap). Jika tidak ada

obstruksi mekanis, kontraksi rahim tambahan memaksa janin untuk turun melalui

jalan lahir. Pada saat ini, ibu melahirkan merasakan keinginan untuk buang air

besar (mencerminkan tekanan pada dubur). Usahanya yang ekspulsif menambah

kekuatan kontraksi uterus untuk mempercepat penurunan dan mempersingkat

tahap persalinan kedua.7

2. 4 Kelainan His

a. Inersia Uteri

Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat

dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap

menonjol. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman,

singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya

baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya

tidak berbahaya, baik bagi ibu dan janin, kecuali persalinan berlangsung

terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin

baik. Inersia uteri tebagi menjadi dua, yaitu inersia uteri primer dan

9
inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer adalah kondisi dimana his

lemah dari awal persalinan, sedangkan inersia uteri sekunder adalah

keadaan dimana mula-mula his baik, tetapi kemudian melemah karena

otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena

kelelahan). 1,2,4

b. His Terlampau Kuat

Sering juga disebut hypertonic uterine contraction. His terlalu kuat dan

terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat

singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus

presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot di luar

his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus

presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir,

khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam

tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu

yang singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau

lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan

demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran retraksi patologik atau

lingkaran Bandl. 1,2

c. Incoordinate Uterine Action

Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan

kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada

sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya kontraksi bagian

atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam

10
mengadakan pembukaan. Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik

menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula

menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis juga disebut incoordinated

hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama

dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan

spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri

pada tempat ini. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran

konstriksi..1,2

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya

primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang

bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan dalam

kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan

his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak

berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak

janin atau disproporsi sefalopelvik. Pereegangan rahim yang berlebihan

pada kehamilan ganda ataupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab

inersia uteri yang murni. Akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus

pada masa embrional, misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula

mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang

lebih separuhnya, penyebab inersia uteri tidak diketahui.1,2,3

2. 5 Deteksi Aktivitas Uterus

Diagnosis kelainan his paling sulit ditegakkan pada masa inpartu kala I fase

laten. Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk menjadi

11
dasar utama diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.1,2,4 Adapun alat bantu

deteksi yang dapat digunakan untuk pemantauan kontraksi uterus adalah :

− Kardiotokografi

Kardiotokografi adalah alat elektronik yang dapat memantau kualitas his

dan DJJ didalam persalinan dan merekam hubungan yang sinkron di antara

keduanya dalam bentuk grafik. Pemantauan kardiotokografi dilakukan

selama 30 menit.

Gambar 3. Rekaman KTG normal.4

Kardiotokografi atau tocodynamometer adalah perangkat eksternal yang

ditempatkan di dinding perut ibu di atas fundus uterus. Pengetatan fundus

dengan setiap kontraksi terdeteksi oleh tekanan pada tombol kecil di tengah

transduser, dan aktivitas uterus ditampilkan pada perekam. Kerjanya seperti

tangan yang diletakkan pada fundus uterus melalui dinding perut untuk

mendeteksi aktivitas uterus. Perangkat ini mendeteksi frekuensi dan durasi

kontraksi uterus tetapi bukan intensitas kontraksi yang sebenarnya. Salah

satu kelemahan dari tocodynamometer adalah ia bekerja paling baik dengan

12
ibu dalam posisi terlentang. Keterbatasan ini mungkin tidak selalu sesuai

dengan kenyamanan ibu, kesejahteraan janin, atau perkembangan

persalinan. Dengan reposisi pasien, penting untuk membangun kembali

pemantauan jantung janin dan aktivitas uterus yang akurat. Tantangan

tambahan untuk FHR eksternal dan pemantauan kontraksi uterus diajukan

oleh pasien dengan obesitas yang tidak wajar.8

− Kateter Intraamniotik

Sarana internal untuk mendeteksi aktivitas uterus biasanya menggunakan

kateter transduser berujung transduser yang lunak, plastik, ditempatkan

secara transcervisal ke dalam rongga amniotik. Tekanan nada uterus awal

dan kontraksi uterus apa pun diterjemahkan menjadi sinyal listrik, yang

dikalibrasi dan ditampilkan secara langsung (sebagai milimeter air raksa

[mm Hg]).8

− Partograf

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan. Tujuan

utama adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dan

mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Pada partograf

terdapat beberapa komponen yang harus diobservasi.

13
Gambar 4. Partograf.1,2

Dalam kaitannya dengan inersia uteri, salah satu komponen nya adalah

kontraksi uterus. Dibawah jalur waktu partograf terdapat lima lajur kotak

dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri.

Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, kontraksi uterus

diraba dan dicatat jumlahnya dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam

satuan detik.

Gambar 5. Kontraksi uterus.1,2

14
Titik-titik pada kotak menunjukkan kontraksi uterus yang lamanya kurang

dari 20 detik. Garis-garis pada kotak menunjukkan kontraksi yang lamanya

20-40 detik. Sedangkan kotak yang berwarna hitam menyatakan kontraksi

yang lamanya lebih dari 40 detik. Dengan melihat grafik yang terbentuk

pada partograf, dapat membantu dalam mempermudah diagnosa persalinan

lama, terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan.1,2

2. 6 Tatalaksana

Penanganan awal yang dapat kita lakukan ialah dengan memperbaiki

keadaan umum penderita, dengan cara rehidrasi dan pemberian asupan nutrisi bagi

ibu.9

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah

menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai

fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi

atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan

dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan

observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan mengalami

persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4

cm maka pasien dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8

jam ini, bila terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks,

maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu

tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan

agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

15
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah

kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction

disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam

kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik.

Disarankan agar dilakukan seksio sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama,

maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali

dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya

obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka

penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.

Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran

janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat

meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali

harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi

dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan

percepatan persalinan dengan oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak

mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis

upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin

teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin

berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum

atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisis

pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station 0 dan

station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi.

16
Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisis pubis atau ujung

penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan

secara seksio sesaria.1,2

Terminasi kehamilan dilakukan sesuai dengan penyebab dan keadaan.

Pervaginam bila pembukaaan lengkap serta memenuhi syarat pervaginam.

(Vakum / forsep atau perforasi kranioklast). Seksio sesar bila syarat pervaginam

tidak terpenuhi dan belum lengkap.9

2. 7 Komplikasi

His yang tidak adekuat dapat menyebabkan persalinan lama. Persalinan

lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak yang

dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara

lain adalah :

a. Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus

lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion

menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga

terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin,

akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah konsekuensi serius

lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri

vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan,

terutama apabila terjadi persalinan lama.1,10

17
b. Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius

selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada

mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala

janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak

terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat teregang

kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk

cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal

atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus.

Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam

segera.

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu

pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering

timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan

berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini, cincin dapat

terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan menandakan akan

rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat

dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara

normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera

menghasilkan prognosis yang lebih baik.1,10

c. Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak

maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak

18
diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.

Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam

beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal,

vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini

pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan

operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini

jarang, kecuali di negara-negara yang belum berkembang.1,10

d. Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot

dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan

konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama

apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan

tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya

mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul,

sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan

ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar

panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan

alvi serta prolaps organ panggul.1,10

e. Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput

suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat

berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius.

Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara kepala belum

19
engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara

prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.1,10

f. Molase Kepala Janin

Molase atau penyusupan kepala bayi adalah indikator tentang seberapa jauh

kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu.

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang

disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak

menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi

mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi

pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.1,10

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, penyusupan kepala janin dinilai

berdasarkan :

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat

dipisahkan

3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.1

20
BAB III

KESIMPULAN

1. Pada persalinan terdapat tiga faktor penting yang memegang peranan pada

persalinan, yaitu : kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu, keadaan jalan lahir,

dan janin itu sendiri.

2. Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala satu persalinan

selesai ketika serviks sudah membuka lengkap, kala dua persalinan dimulai

ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir,

kala tiga berakhir pada saat plasenta sudah lahir.

3. His yang adekuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun waktu 10 menit

dan masing-masing lamanya >40 detik

4. Kelainan his yang dibagi menjadi tiga, yaitu, inersia uteri, his yang terlampau

adekuat, dan incoordinate uterine contraction.

5. Dalam mendiagnosa his yang tidak adekuat, dapat digunakan alat bantu

diagnosa seperti kadiotokografi, kateter intraamniotik, dan partograf.

6. His yang tidak adekuat dapat menimbulkan kemajuan persalinan yang lama

sehingga memungkinkan terjadi komplikasi-komplikasi pada persalinan

seperti: infeksi intrapartum, ruptura uteri, cincin retraksi patologis,

pembentukan fistula, cedera otot-otot dsar panggul, kaput suksedaneum dan

molase kepala janin.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 2016. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Halaman 296-297, 310-314, 562-579.

2. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-Dasar Ginekologi dan Obstetri. 2013.

Jakarta : ECG. Halaman 354-358, 364-366, 422-428, 429-437, 438-441.

3. Thorp JM, Grantz KL. Clinical Aspects of Normal and Abnormal Labor in

Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice.

Eighth Edition. 2019. Philadelphia : Elsevier. Page : 723-731.

4. Martaadisoebrata D, et al. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi.

Edisi 3. 2013. Jakarta : EGC. Halaman 127-135.

5. Arulkumaran S. 2014. Fetal Surveillance in Labour in Munro Kerr’s

Operative Obstetrics. 12th Edition. Page 49. Philadelphia : Elsevier.

6. Gee H. 2011. Dysfunctional Labor in High Risk Pregnancy. 4th Edition.

1171-1172. Philadelphia : Elsevier.

7. Subramaniam A. 2019. Obstetric Management of Labor and Vaginal

Delivery in Chestnut’s Obstetric Anesthesia : Principles and Practice. 6th

Edition. Page 394. Philadelphia : Elsevier.

8. Nageotte MP. 2019. Intrapartum Fetal Surveillance in Creasy and Resnik’s

Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice. 8th Edition. Page 566.

Philadelphia : Elsevier.

9. Usmany H, dr., Manoe I.M.S.M, dr., Sp.OG. Protap Obstetri Unhas. 2013.

Halaman 247.

10. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Williams Obstetrics 25th

22
Edition. 2018. New York : McGraw-Hill. Page : 658.

23

Anda mungkin juga menyukai