Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan abnormal


diantara dasar tengkorak hingga klavikula.1 Massa leher pada pasien dewasa harus dianggap
ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa leher yang bersifat metastatis cenderung
asimtomatik yang membesar perlahan-lahan. Gejala yang terkait sering berhubungan dengan
massa leher termasuk odinofagia, disfagia, disfonia, otalgia dan penurunan berat badan.2

Massa leher dapat menjadi situasi yang membingungkan dan menantang, terutama
pada pelayanan primer. Diagnosis banding sangat luas, bahkan untuk dokter yang
berpengalaman. Pemahaman yang kuat tentang anatomi, etiologi dan presentasi klinis massa
leher, dapat dengan cepat menegakan diagnosis, mengurangi tes laboratorium yang tidak
perlu, dan meningkatkan kepuasan pasien dengan mengurangi ketakutan dan kecemasan
pasien.3

Tumor leher ditemukan sekitar 3% dari keseluruhan kasus kanker yang ada di
Amerika Serikat (dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia pada tahun 2002), dan
sekitar 45.000 kasus kanker kepala dan leher didiagnosis pada tahun 2004 Perbandingan
dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70
tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di
daerah leher.4

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih


besar dari 1 cm2.5 Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka, atau poplitea
dengan ukuran berapapun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari
5mm merupakan keadaan abnormal.6

Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher sering terjadi pada anak-anak.
Sekitar 38% sampai 45% pada anak normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang
teraba.6

Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranyadirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus
membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan.6

1
Limfadenopati dapat disebabkan oleh keganasan, infeksi, penyakit autoimun,
kelainan-kelainan yang jarang didapatkan dan iatrogenic (obat). Anamnesis dan pemeriksaan
fisik penting untuk mengevaluasi usia penderita, lokasi, karakteristik dan lamanya
limfadenopati, serta gejala lain yang menyertai untuk mengarahkan pada penyebab
limfadenopati.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Leher dan Kelenjar Getah Bening

2.1.1 Anatomi Leher

Batas leher adalah merupakan bidang yang ditarik melalui tepi inferior mandibula,
apex dari prosesus mastoideus dan tonjolan luar oksipital. Sedangkan batas bawah leher
adalah bidang yang ditarik melalui incissura suprasternal, klavikula serta prosesus spinosus
vertebra servikalis VII.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai anatomi leher, maka leher dibagi atas dua
segitiga leher yaitu : 7

1. Segitiga anterior : Segitiga ini memiliki batas superior mandibula, di bagian anterior
dibatasi midline dan di bagian posterior terdapat muskulus Sternokleidomastoideus, didalam
segitiga anterior terdapat :

Segitiga submaksilar (digastrikus) : Batasnya di bagian superior mandibula, bagian


anterior oleh m. Digastrikus venter anterior sedangkan bagian posterior dibatasi oleh:
m Digastrikus venter posterior.
Segitiga carotis : Dibatasi di bagian superior oleh m. Digastrikus venter posterior,
bagian anterior oleh m. Omohyoid bagian superior, di bagian posterior oleh m.
Sternocleidomastoideus
Segitiga muskularis : Batasnya di bagian superior oleh m. Omohyoid bagian superior,
bagian anterior oleh midline dan bagian posterior oleh m. Sternocleidomastoideus
Segitiga submental (suprahyoid) : Di bagian superior dibatasi oleh simfisis
mandibula, di bagian inferior oleh os. Hyoid dan di lateraloleh m. Digastricus venter
anterior.

2. Segitiga posterior : Batasnya di bagian anterior oleh musculus Sternocleidomastoideus, di


bagian posterior oleh m. Trapezius dan di bagian inferior terdapat klavicula. Didalamnya
terdapat :7

Segitiga occipital : Dengan batasnya di anterior olehm. Sternocleidomastoideus, di


posterior oleh m. Trapezius dan di inferior oleh m. Omohyoid.

3
Segitiga subclavia : Dibatasi superior oleh m. Omohyoid,di Inferior oleh klavicula,
dan di anterior oleh m. Sternocleidomastoideus.

Gambar 2.1. Segitiga Leher

2.1.2 Persarafan Daerah Leher

Terdapat 4 saraf superfsial yang berhubungan dengan tepi posterior m.


sternocleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit didaerah yang bersangkutan.
Saraf superficial yang dimaksud adalah:

1. N. Oksipitalis minor (C2)


2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N. Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3)
4. N. Supraklavikularis (C3 dan C4)

Keempat saraf ini berasal dari Nn. Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah otot.
Dalam perjalanan ekstra kranialnya. 4 nervi cranial terletak di daerah M. Digastrikus. Saraf-
saraf cranial yang dimaksud:

1. N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, mensarafi: saluran pernafasan dan


saluran pencernaan.

4
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus, terletak diantara karotis interna dan
jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk m. Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk M. SCM
dan m. Trapezius, sedangkan cabang cervicalnya merupakan sensorik.
4. N. Hypoglosus, keluar melalui cranial hypoglosus, merupakan motorik untuk lidah.

Gambar 2.2 Persarafan Leher8

2.1.3 Vaskularisasi Daerah Leher


Sirkulasi darah arteri
Aliran darah menuju kepala dibawa melalui arteri carotis dan arteri vertebralis.Arteri
vertebralis dalam rongga kepala bersatu membentuk arteri basilaris. Memberikan cabang-
cabangnya pada struktur intracranial, tidak ada cabang-cabang.9,10,11
1. A. Karotis komunis.
Pembuluh darah yang sebelah kanan berasal dari A. Inominata sedangkan yang kiri berasal
dari Arkus Aorta, berjalan di belakang m. Sternocleidomastoid. Pada level Thyroid Notch
melebar, disebut Bulbus Karotis, kemudian bercabang dua menjadi A. Karotis eksterna dan
A.Karotis interna .Setelah percabangannya, arteri ini berjalan ke dalan kanalis karotikus ossis

5
temporalis.Memperdarahi otak dan mata.Di daerah leher tidak memberikan percabangan.Di
bawah m. Digastricus tertutup oleh m.Sternocleidomastoid. 9,10,11

2. A.Karotis eksterna.
Berjalan menuju collum mandibula. Memberikan 8 percabangan yang berdasarkan
letaknya terhadap M. Digastricus, adalah sbb :
Diatas M. Digastricus memberi 3 percabangan :
1. A. Temporalis superfisialis.
2. A. Maxillaris interna.
3. A. Auricularis posterior. 14
Dibawah M. Digastricus memberi 5 percabangan :
1. A. Thyroidea superior.
2. A. Linguaalis.
3. A. Pharyngealis ascendens.
4. A. Facialis.
5. Ramus Oksipitalis.

Gambar 2.3 Vaskularisasi Arteri Leher

6
Sirkulasi darah vena
Aliran darah balik dari kepala dan leher dialirkan melalui sistem jugularis (anterior,
eksterna, interna, posterior) dan beberapa plexus venosus (pterygoid, orbital, vertebral,
perilaryngeal, esophageal).Dari semua aliran darah balik ini v. jugularis internalah yang
paling penting. Pleksus brakialis terdiri dari dua sistem yang terpisah, yaitu bagian interna
yang terdapat antara duramater dan tulang, dan bagian exsterna yang mengelilingi lengkung
vertebrae terletak di dalam otot-otot leher dan punggung.10,11

Gambar 2.4 Vaskularisasi Vena Leher

3. V. Jugularis eksterna
Dimulai dari bawah telinga dan berasal dari gabungan V. Aurikularis posterior dan V.
Facialis posterior, terletak diantara platysma dan fascia superfisialis colli.Di daerah bawah
leher bergabung dengan V. Jugularis anterior dan V. Subklavia tranversa.

7
4. V. Jugularis interna
Merupakan kelanjutan dari sinus tranversus, di sebelah atasnya terletak dibawah Glandula
Parotis dan sebagian besar dari vena ini terletak dibawah m.sternocleidomastoid.Di bagian
bawah terletak M. Infrahyoid. Menerima/menampung darah dari :
Sinus petrosus inferior
V.pharyngealis
V. facialis
V. Lingualis
V. Thyroidea superior dan media

2.1.4 Kelenjar Getah Bening

Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi terdapatnya KGB
pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut: 11,12

Gambar 2.5 Anatomi Kelenjar Getah Bening pada Kepala dan Leher

Daerah kelenjar limfe leher, menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classification membagi kelenjar getah bening leher sisi lateral menjadi V level dan kelenjar
getah bening di kompartemen sentral leher menjadi level VI dan level VII.12

8
Gambar 2.6 Klasifikasi Kelenjar Getah Bening

Level I: dibagi menjadi submental (level IB) dan submandibular (level IA). Submental group
adalah kelenjar getah bening yang terletak di antara muskulus digastrikus anterior belly dan
cephalad dari tulang hyoid. Submandibular group adalah kelenjar getah bening dalam bidang
segitiga yang dibatasi oleh muskulus digastrikus anterior dan posterior belly dan tepi bawah
corpus mandibular.
Level II: upper jugular group adalah kelenjar getah bening sekitar vena jugularis interna
bagian atas dan bagian atas dari n. assesorius. Kelenjar getah bening ini terbentang dari dasar
tengkorak sampai bifurkasio arteri karotis atau setinggi tulang hyoid.Dibagi atas IIB untuk
yang terletak diatas n. Assesorius dan IIA untuk yang dibawah n. Assesorius.Batas posterior
adalah tepi posterior m. Sternokleidomastoideus dan tepi anteriornya adalah tepi lateral m.
sternohioid.
Level III: mid jugular group merupakan kelenjar getah bening disekitar vena jugularis
interna sepertiga tengah dari bagian bawah level II sampai persilangan m. omohioideus atau
setinggi tepi bawah kartilago cricoidea. Batas anterior posterior sama dengan level II.
Level IV: lower jugular group adalah kelenjar getah bening disekitar v. jugularis interna
sepertiga bawah dari tepi bawah level III sampai klavikula. Batas anterior dan posterior sama
dengan level II dan III

9
Level V: posterior triangle group adalah kelenjar getah bening sekitar n. Assesorius bagian
bawah dan sepanjang pembuluh transversalis servikalis. Level ini dibatasioleh segitiga yang
dibentuk oleh klavikula, tepi posterior m. sternokleidomastoideus dan tepi anterior m.
trapezius. Dibagi atas level VA (diatas m. omohioideus)
Level VI: central compartement group adalah kelenjar getah bening di prelaringeal,
pretrakheal, paratrakheal dan trakheo-esophageal groove. Dibatasi oleh tulang hyoid dan
suprasternal notch dan diantara tepi median carotid sheath.
Level VII: superior mediastinal group merupakan kelenjar getah bening di anterior dari
mediastinum superior dan trakeo-esophageal groove terbentang dari suprasternal notch
sampai arteri innonimata. Paratracheal nodes: inferior dari suprasternal notch di upper
mediastinum

Aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul) dan
membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar
dari KGB melalui hilus.Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang
di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan
yang disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel.10,11
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan simpai
dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh
darah dan syaraf.10,11
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang
juga dilapisi sel endotel.Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating melalui
hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebihluas dan disebut sinus meduleri.Dari hilus
cairan ini selanjutnya menuju alirangetah bening eferen.10,11,13

10
Gambar 2.7 Skema Aliran Kelenjar Getah Bening

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T(thymus) dan
sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-selturunanya seperti sel
plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoralimmunity, sedangkan T limfosit
berperan terutama pada cell-mediated immunity.13
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks,
ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla merupakan daerah yang
mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteksmengandung sel T. 13
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masapostnatal,
biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, selB didalam germinal
centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anakinti menonjol. Yang sebelumnya
dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besaryang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974)
sebagai sel noncleaved besar, dansel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan
pada limphopoiesis atauberubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan
berkembang didalamsel plasma.13
Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai mikroorganisme
asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel ataumetabolisme.

11
2.2 TUMOR LEHER

2.2.1 Definisi

Tumor leher adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang timbul di
segitiga anterior atau posterior leher diantara klavikula pada bagian inferior dan mandibular
serta dasar tengkorak pada bagian superior. Kanker kepala dan leher adalah keganasan yang
muncul pada semua struktur dari cephal sampai ke klavikula kecuali otak, spinal cord, tiroid
dan dasar otak (base of skull). Secara umum massa leher dapat dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu inflamasi, neoplasma dan kongenital. Setiap benjolan yang terdapat di leher
harus dipikirkan akan kemungkinan suatu keganasan atau metastasis dari tumor primer di
tempat lain.1,9

2.2.2 Epidemiologi

Tumor leher ditemukan sekitar 3% dari keseluruhan kasus kanker yang ada di
Amerika Serikat (dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia pada tahun 2002), dan
sekitar 45.000 kasus kanker kepala dan leher didiagnosis pada tahun 2004 Perbandingan
dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70
tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di
daerah leher.

Pada tahun 2003 di perkirakan bahwa kanker kepala dan leher akan terdiri dari 2%-
3% dari seluruh kanker di Amerika Serikat dan untuk 1%-2% dari semua kematian kanker.
Total ini mencakup 19.400 kasus kanker rongga mulut, 9500 kasus kanker laring dan 8300
kasus kanker faring. Kebanyakan pasien dengan kanker kepala dan leher regional nodal
kanker leher memiliki penyakit metastasis pada saat diagnosis 43% dan metastasis dalam
10%.14
Penggunaan tembakau dan alkohol yang berlebihan merupakan faktor resiko yang
paling umum dan dapat dicegah yang dihubungkan dengan perkembangan tumor kepala dan
leher. Merokok meningkatkan resiko sebesar 1,9x lebih besar pada laki-laki dan
meningkatkan resiko 3x lipat perkembangan tumor leher pada wanita dibandingkan dengan
mereka yang tidak merokok.Resiko meningkat seiring bertambahnya angka perokok dan
jumlah rokok yang dihisap setiap harinya semakin meningkat.Alkohol sendiri menyumbang
sekitar 1,7x lipat meningkatnya resiko pada laki-laki yang minum alkohol 1-2 gelas per hari

12
ketika dibandingkan dengan mereka yang non alkohol. Resiko semakin besar sekitar 3x pada
peminum alkohol berat.15

2.2.3 Etiologi12,13

Anomali celah brankial


Kista celah brankial, sinus, dan sisa-sisa karilagenus, berasal dari penyatuaan
celah brankial yang tidak lengkap.Arkus brankial ke-3 membentuk os.Hyioid,
sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu rawan tiroid, krikoid,
dan aritenoid.Fistel cranial dari tulang hyoid yang berhubungan dengan meatus
akustikus eksternus berasal dari celah pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir
depan m. sternokleidomastoideus berasal dari celah ke-2. fistel yang masuk ke sinus
piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah ke-4 tidak pernah
ditemukan.Sinus atau fistel mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin
menutup sebagian. Sisanya akan membentuk kista yang terletak agak tinggi di bawah
sudut rahang.
Divertikulum paten duktus tiroglosus
Kelenjar tiroid berasal dari dasar faring pada foramen sekum selama masa
kehamilan empat minggu, kemudian turun sesuai dengan garis tengah leher dekat
dengan os.Hyoid.Divertikulum paten yang disebabkan oleh penurunan ini disebut
duktus tiroglosus. Jika semua atau sebagian dari duktus ini menetap, maka akan
terbentuk kista-kista atau sinus-sinus duktus tiroglosus.
Malformasi limfatik (higroma kistik)
Anyaman pembuluh limf yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh
vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan
berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan, pembentukan sakus
primitive telah sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka
timbulah penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan.Hal ini
paling sering terjadi didaerah leher, kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti
ke jaringan sublingualis di mulut.
Hemangioma dan malformasi vaskuler
Hemangioma mempunyai aktivitas mitosis yang meningkat dan keadaan
demikian dianggap sebagai neoplasma sejati.Malformasi vaskuler tidak seperti

13
hemangioma, mempunyai kecepatan penggantian sel endothelial yang normal. Lesi
yang tinggi akibat kelainan menyolok yang berhubungan dengan sistem arterial dan
venousa dan dapat menyebabkan masalah yang berbahaya dari adanya perdarahan
masif, gagal jantung dan kongestif curah tinggi, dan anemia hemolitik

Gambar 2.8 Etiologi massa leher non tiroid


2.2.5 Patogenesis

Pembengkakan pada leher dapat dibagi kedalam 3 golongan.16


1. Kelainan kongenital
Kista dan fistel leher lateral dan median, seperti hygroma colli cysticum, kista
dermoid.
2. Inflamasi atau peradangan
Limfadenitis sekunder karena inflamasi banal (acne facies, kelainan gigi dan
tonsilitis) atau proses infamasi yang lebih spesifik (tuberculosis, tuberculosis atipik,
penyakit garukan kuku, actinomikosis, toksoplasmosis). Disamping itu di leher
dijumpai perbesaran kelenjar limfe pada penyakit infeksi umum seperti rubella dan
mononukleosis infeksiosa.

3. Neoplasma
Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma caroticum yang jarang
terdapat (terutama carotid body; tumor glomus caroticum) yang berasal dari

14
paraganglion caroticum yang terletak di bifurcatio carotis,merupakan tumor benigna.
Selanjutnya tumor benigna dari kutub bawah glandula parotidea, glandula
submandibularis dan kelenjar tiroid.Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam
kelenjar limfe (limfoma maligna), glandula parotidea, glandula submandibularis,
glandula tiroidea atau lebih jarang timbul dari pembuluh darah, saraf, otot, jaringan
ikat, lemak dan tulang.Tumor maligna sekunder di leher pada umumnya adalah
metastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer disuatu tempat didaerah kepala
dan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat didaerah supraclavikula
kemungkinan lebuh besar bahwa tumor primernya terdapat ditempat lain di dalam
tubuh.

Squamous cell carcinoma (SCC) merupakan tipe histologi terbanyak dari


kanker kepala leher, lebih dari 90% dari semua tumor.Sisanya (10%) adalah basal cell
carcinoma, malignant melanoma, minor salivary gland, sarcoma, lymphoma, dan
metastatic tumor.Pertumbuhan tumor dapat ulseratif atau eksofilitik. Secara histologi,
tumor mungkin in situ atau invasif dengan diferensiasi histologic baik (well:
keratinisasi lebih dari 75%), sedang (moderate: keratinisasi 25-75%) dan buruk
(poorly: keratinisasi kurang dari 25%). Perbedaan diferensiasi ini berimplikasi pada
prognosis namun belum dikonfirmasi secara universal. Basaloid dan karsinoma
verrucous diyakini merupakan varian dari karsinoma sel skuamous dan perbedaan
varian juga berpengaruh pada prognosis.17
Lesi premaligna seperti leukoplakia, hiperplasia, erithroplakia dan displasia
beresiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker.Perilaku karsinoma sel skuamous
tergantung tempat asal tumbuhnya.Masing-masing lokasi anatomis memiliki pola
penyebaran dan prognosis yang berbeda.Karsinoma sel skuamous di mukosa memiliki
penyebaran yang lebih cepat dengan prognosis lebih buruk dibanding karsinoma sel
skuamous di kulit.Karsinoma sel skuamous tumbuh dari sel keratin atau sel epitel
malphigian.Setengah dari karsinoma sel skuamous terdapat sel keratin atau mutiara
keratin (keratin pearl) pada pemeriksaan histologi. Tipe histologi lain adalah
mucoepidermoid carcinoma, adeno carcinoma dan adenoid cystic carcinoma yang
muncul dari kelenjar liur, melanoma dan limfoma dan pleomorphic carcinoma.
Kanker kepala dan leher umumnya menyebar dengan invasi ke jaringan sekitar
dan metastasis ke kelenjar getah bening regional, metastasis jauh jarang terjadi.17

15
Perkembangan dari sebuah tumor memperlihatkan hilangnya mekanisme
signal seluler yang melibatkan regulasi pertumbuhan. Mengikuti transformasi
keganasan, proses replikasi (mitosis), program kematian sel (apoptosis) dan interaksi
sel dengan lingkungan sekitarnya telah mengalami perubahan. Secara biologi
molekuler telah mengidentifikasi banyak mutasi yang berhubungan dengan
transformasi ini.15
Overekspresi dari mutan p53 dihubungakn dengan carcinogenesis di beberapa
tempat pada tubuh.Mutasi pada p53 telah dilaporkan pada 45% kanker kepala dan
leher.Koch menyatakan bahwa mutasi p53 adalah kunci utama dari transformasi
keganasan lebih dari 50% squamous cell carcinoma kepala dan leher pada perokok.
Karsinogenesis dijelaskan sebagai proses yang melibatkan kerusakan DNA dan
progresi dari sel yang mengalami mutasi melalui siklus sel. Dua kejadian ini dikenal
sebagai inisiasi dan promosi. Dijelaskan bahwa diperlukan 6 dari 10 mutasi genetik
independen untuk perkembangan keganasan. Overekspresi dari reseptor mitogenik,
hilangnya protein penekan tumor (tumor-suppresor protein), ekspresi dari oncogene-
derived proteins yang menghambat apoptosis, overekspresi dari protein yang
mengendalikan siklus sel yang mengakibatkan pertumbuhan sel tak beregulasi.15
Mutasi genetik bisa terjadi karena hasil paparan lingkungan (paparan
radiasi/karsinogen), infeksi virus atau mutasi spontan (delesi, translokasi). Perubahan
genetik umum seperti kehilangan heterozigositas pada 3p, 4q dan 11q13 dan
kehilangan keseluruhan angka pada mikrosatelit kromosomal ditemukan lebih sering
pada tumor yang pasiennya merokok daripada non perokok.15
Slaughter pada tahun 1950 mencoba menjelaskan mengapa pada beberapa
pasien dengan tumor primer multiple. Dihipotesiskan bahwa paparan karsinogenik
pada permukaan mukosa dari saluran aerodigestif atas menyebabkan mutasi serupa
pada beberapa tempat dan perkembangan pada karsinoma multipel.15

2.2.5 Klasifikasi

Ketika memeriksa pasien dengan massa leher, pertimbangan pertama dokter harus
membedakan kelompok pasien usia anak (<15 tahun), dewasa muda (16-40 tahun) atau
dewasa (>40 tahun). Setiap kelompok, kejadian penyakit bawaan, inflamasi dan neoplastic
harus diperhatikan karena sebagian besar massa leher masuk ke dalam salah satu dari tiga
kategori. Pasien anak umumnya menunjukkan massa leher inflamasi lebih sering daripada

16
kelainan bawaan dan neoplasma. Insiden ini mirip dengan yang ditemukan pada orang
dewasa muda. Sebaliknya, pertimbangan pertama pada orang dewasa yang lebih tua harus
selalu neoplasia, massa inflamasi dan kelainan bawaan. Pertimbangan berikutnya adalah
lokasi massa leher. Hal tersebut penting dalam diferensiasi kelainan bawaan karena mereka
biasanya terjadi di lokasi yang khas. Penyebaran karsinoma kepala dan leher karsinoma mirip
dengan penyakit inflamasi,umumnya mengikuti penyebaran limfatik. Penampilan dan lokasi
massa leher metastatik dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi tumor primer atau sumber
infeksi.18

Tabel 2.1 Kelompok diagnostik massa leher berdasarkan umur

Umur 0-15 16-40 >40


Kelompok Inflamasi Inflamasi Neoplasia
diagnostik Kongenital/perkembangan Kongenital/perkembangan (maligna/benign)
Neoplasia Neoplasia Inflamasi
(maligna/benign) (maligna/benign) Kongenital/perkemban
gan

Tabel 2.2 Klasifikasi etiologi massa leher non tiroid

Umur 0-15 16-40 >40


Lokasi Midline/anterior neck Segitiga anterior Segitiga posterior
Kongenital/perkembang Kongenital/perkembangan Kongenital/perkembangan
an Kista brankial Limfangioma
Kista Duktus Kista timus
Tiroglosus Sialadenopati
Dermoid (parotis dan
Laringokel submaksila)
Inflamasi Inflamasi Inflamasi
Adenitis Adenitis (bakteri, Adenitis (bakteri,
(bakteri, virus, virus, virus,
granulomatosa) granulomatosa) granulomatosa)
Sialadenitis (parotis dan
submaksila)

17
Neoplasma Neoplasma Neoplasma
Tiroid Tiroid Tiroid
Limfoma Limfoma LImfoma
Metastase Metastase
Upper jugular Jugular
Orofaring Posterior
Laring (nasofaring&scalp)
Lower jugular Supraklavikula
(hipofaring&tiroid) (infraklavikula dan
Submaksila (rongga primer)
mulut, sinus nasal,
wajah)
Primary Vascular
Carotid body
Glomus
Hemangioma
Neurogenik
Neurilemoma
Salivary
(parotis&submaksil
a)

2.2.6 Diagnosis

Langkah diagnostik yang paling tepat adalah anamnesis serta pemeriksaan fisik
kepala dan leher.Visualilsasi dan palpasi adalah komponen yang paling penting dari
pemeriksaan fisik. Hal ini membantu menentukan lokasi massa sesuai dengan daerah drainase
limfatik, ukuran lesi dan hubungannya dengan struktur sekitarnya (terfiksasi atau tidak
terfiksasi), konsistensi massa dan berdenyutan atau bruit18
Massa leher berdenyut, bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk
membedakan masalah vascular degenerative (misalnya aneurisma) dari kondisi neoplastic
(cth: glomus dan tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat membantu untuk membedakan

18
massa baik yang solid dan kistik atau kista brankialis bawaan dan kista tiroglosus dari
kelenjar getah bening yang solid, tumor neurogenik dan ektopik. 18
Pada pasien yang memiliki massa leher yang membingungkan namun diduga mengalami
proses inflamasi, terapi antibiotik dan observasi, tidak lebih dari 2 minggu, dapat diterima
sebagai uji klinis. Jika massa tersebut terus menerus atau meningkat dalam ukuran setelah
pemberian antibiotik, pemeriksaan tambahan lain diperlukan. Biopsi dengan pemeriksaan
patologi adalah tes diagnostikdefinitif.Biopsi terbuka harus dilakukan, namun hanya setelah
dokter telah melakukan pemeriksaan kepala dan leher lengkap dengan menggunakan metode
langsung dan tidak langsung dan telah melakukan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), yang
merupakan standar perawatan untuk biopsi awal.Hal ini terutama diperlukan untuk orang
dewasa. Biopsi umumnya harus dilakukan bila massa leher yang semakin membesar, massa
leher asimetris tunggal massa leher keras tanpa tanda-tanda infeksi aktif dan kondisi aktif
menular yang tidak merespon terhadap antibiotic konvensional dan dimana penentuan
bakteriologis rutin tidak berhasil, sehingga sampel jaringan yang dibutuhkan untuk studi
bakteriologis lanjut.18
1. Anamnesis
Progresifitas tumor; pertumbuhan tumor jinak lama, tumor ganas cepat.
Gangguan menelan, sesak napas, suara serak, nyeri tenggorokan infiltrasi
tumor ke daerah sekitar.
Asal dan tempat tinggal (pengunungan dan lantai)
Faktor resiko : riwayat radiasi daerah leher, riwayat keluarga
Gejala-gejala hipertiroid/hipotiroid

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Adanya benjolan di leher depan atau lateral
Bila terlihat sesak, waspada adanya penekanan pada trakea.
b. Palpasi
Hal ini membantu menentukan lokasi tumor sesuai dengan daerah drainase
limfatik, ukuran lesi, bentuk, sifat permukaan dan hubungannya dengan struktur
sekitarnya (terfiksasi atau tidak terfiksasi), konsistensi massa, fluktuasi,
pulsasi(berdenyutan atau bruit). Suhu setempat dibandingkan dengan suhu
sekitarnya. Dilakukan pemeriksaan transluminasi dan auskultasi. 9,12

19
Massa leher berdenyut, bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk
membedakan masalah vaskular degeneratif (misalnya aneurisma) dari kondisi
neoplastik (misalnya, glomus dan tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat
membantu untuk membedakan massa yang solid dan kistik, atau kista brankialis
bawaan dan kista tiroglosus dari kelenjar getah bening yang solid, tumor
neurogenik, dan ektopik. 9,12
Benjolan dipalpasi, kalau dari tiroid maka pada waktu menelan akan ikut ke
atas.
Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel dengan
konsistensi bervariasi dari kistik sampai dengan keras bergantung dari jenis
patologi anatominya tetapi biasanya massa yang merupakan suatu karsinoma
berukuran >4 cm dengan konsistensi keras dan tidak bisa digerakkan dari
dasarnya.
Bila kelenjar besar sekali tetapi belum terlihat gejala sesak napas, kita bisa tetap
curiga ada tidaknya penekanan pada trakhea, caranya dengan menekan lobus
lateral kelenjar maka akan timbul stridor akibat penekanan pada trakea.
Perlu diketahui juga ada tidaknya pembesaran KGB regional secara lengkap.
Dicari juga ada tidaknya benjolan pada tulang belakang, clavicula, sternum serta
tempat metastase jauh lainnya di paru, hati, ginjal dan otak.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan kadarT4 dan TSH untuk menilai fungsi tiroid.
Untuk pasien yang dicurgai karsinoma medulare harus diperiksa kadar
kalsitonin. 9,18
b. Radiologi9,18
Foto polos leher AP dan lateral dengan metode soft tissue technique dengan
posisi leher hiperekstensi , bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya
kalsifikasi.
Dilakukan pemeriksaan foto thorax pa untuk menilai ada tidaknya metastase dan
pendesakkan trakea.
Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi
ke esophagus.

20
Pembuatan foto tulang belakang bila dicurigai adanya tanda-tanda metastase ke
tulang belakang yang bersangkutan. CT scan atau MRI untuk mengevaluasi
staging dari karsinoma tersebut dan bisa untuk menilai sampai di mana
metastase terjadi.
CT Scan dan MRI: membedakan kista dari lesi padat, mengetahui lokasi massa
dalam atau diluar kelenjar
c. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi nodul yang kecil atau yang berada di posterior yang secara klinis
belum dapat dipalpasi dan mendeteksi nodul yang multiple dan pembesaran KGB.Di
samping itu dapat dipakai untuk membedakan yang padat dan kistik serta dapat
dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan FNAB. 9,18
d. Scanning tiroid
Pemeriksaan scanning ini dapat memberikan beberapa gambaran aktivitas, bentuk dan
besar kelenjar tiroid.
e. Jarum biopsi: standar emas dalam diagnosis massa leher; menggunakan jarum kecil
halus; mendapatkan jaringan limfoid
f. Endoskopi dan biopsi: untuk mengidentifikasi tumor primer sebagai sumber
metastasis; digunakan dalam semua pasien yang diduga menderita neoplasia
g. Biopsi terbuka: gunakan hanya setelah semua pemeriksaan dilakukan dan jika
diagnosis tidak jelas, specimen untuk pemeriksaan patologi.
Jika anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes diagnostik rutin tidak mengarah ke diagnosis
definitif, setiap massa leher tidak diketahui, terutama unilateral, massa leher tanpa gejala
yang sesuai dengan lokasi kelompok kelenjar getah bening, harus dipertimbangkan lesi
neoplastic metastasis sampai terbukti sebaliknya.9,18

1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) dan Biopsi Terbuka


FNAB dilakukan sebelum endoskopi tapi setelah pemeriksaan kepala dan leher yang
menyeluruh. FNAB telah menjadi standar dalam membuat keputusan diagnostic dan
manajemen massa leher.18
FNAB juga digunakan pada pasien dengan keganasan untuk konfirmasi metastasis
yang diperlukan untuk stadium tumor dan perencanaan terapi, pada pasien dengan tumor
primer leher untuk memulai terapi non bedah, pada pasien dengan massa leher tidak
diketahui. FNAB biasanya dapat membedakan lesi kistik dan inflamasi, lesi tumor jinak dan

21
keganasan, limfoma dan karsinoma.Khusus untuk lesi limfoma harus dilakukan biopsy eksisi
untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk diagnosis dan rencana kemoterapi.Untuk
lesi persisten dan curiga ganas, FNAB dapat diindikasikan.FNAB juga pemeriksaan
diagnostic pilihan pada sebagian besar yang dicurigai keganasan leher.18

2. Endoskopi dan Biopsi Dipandu


Pencarian untuk lesi primer harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh baik langsung
dan tidak langsung, yaitu pemeriksaan rongga mulut, nasofaring, hipofaring, laring, tiroid,
kelenjar ludah dan kulit kepala dan wajah. Pemeriksaan toraks dan abdomen juga dapat
dilakukan, tetapi biasanya jarang membantu dalam membedakan massa leher. FNAB adalah
standar evaluasi setelah pemeriksaan fisik lengkap. Jika sifat massa atau sumber dari
metastasis yang diidentifikasi oleh FNAB tetap sulit ditentukan, saluran aerodigestif harus
diperiksa secara endoskopi, terutama di daerah sumber drainase limfatik. Jika ditemukan lesi
tumor pada saluran aerodigestif, lesi tumor tersebut harus dibiopsi, bila tidak ada lesi tumor,
biopsy dipandu (guided biopsy) harus dilakukan dari daerah yang paling memungkinkan
untuk tumor primer berdasarkan drainase limfatik.Daerah ini biasanya pada nasofaring
sekitar fossa Rosenmuller, tonsil (dalam hal ini tonsilektomi menggantikan biopsi insisi),
dasar lidah dan sinus piriformis.Tumor primer seringkali submukosa atau timbul jauh di
dalam kripta dari tonsil palatine atau lipatan jaringan limfoid lingual. Hal ini yang menjadi
alasan mengapa harus dilakukan biopsy pada saluran aerodigestif.18

3. Biopsi Eksisi
Ketika pemeriksaan FNAB positif untuk karsinoma, pemeriksaan klinis dan
endoskopi tidak mengungkapkan lokasi tumor primer, biopsi eksisi adalah langkah
berikutnya dalam mengkonfirmasikan atau mendiagnosis massa leher.18
Ketika biopsi eksisi dilakukan, harus segera dilakukan pemeriksaan patologi dibawah
mikroskop. Jika diagnosis karsinoma sel skuamosa, melanoma atau adenokarsinoma (kecuali
massa adalah supraklavikula), diseksi leher radikal harus dilakukan.10. khusus untuk lesi
limfoma harus dilakukan biopsy eksisi untuk pemeriksaan patologi yang digunakan untuk
diagnosis dan rencana kemoterapi.18

4. Pemeriksaan Pencitraan
PET Scan memiliki akurasi penentuan stadium kanker sekitar 69-78%, nilai prediksi
positif 56-83%, nilai prediksi negative 75-86%, sensitivitas 63-100% dan spesifisitas 90-
22
94%. Tumor wilayah supraglottic dan cincin tonsil Waldeyer adalah yang paling sulit untuk
didiagnosis FDG-PET.Hal ini karena volume tumor rendah kecil, lesi superfisial, terdapat
jaringan limfoid normal, dan akumulasi FDG disekresikan oleh kelenjar ludah ke dalam
valekula dan sinus piriformis. Semua kelenjar getah bening leher metastasis terdeteksi oleh
CT dikonfirmasi oleh PET Scan. 9,18
CT Scan dengan kontras untuk massa leher dapat melokalisasi dan karakterisasi lesi
leher. Karena CT Scan dapat dilakukan cepat , ditoleransi dengan baik dan cukup tersedia,
dapat digunakan untuk evaluasi awal, perencanaan pra operasi, penargetan biopsy dan
evaluasi pasca operasi. Namun histopatologi tetap gold standard.
Evaluasi harus terdiri dari pemeriksaan menyeluruh diikuti dengan scan MRI, jika
memungkinkan. MRI memungkinkan untuk perbedaan jaringan lunak yang lebih baik dari
CT Scan. Oleh karena itu, MRI lebih baik dapat menilai lokasi tumor kecil serta lebih jelas
menunjukkan metastasis leher.
PET Scan menunjukkan peningkatan aktivitas glikolitik sel tumor, mengidentifikasi
local tumor yang potensial. PET scan dapat mengidentifikasi tumor kecil, biasanya di pangkal
lidah dan di tonsil. PET scan dan kombinasi PET/CT scan telah digunakan untuk
menindaklanjuti pasien setelah pengobatan untuk mengevaluasi rekurensi

Stadium Tumor Leher


Staging klinis diperoleh dari pemeriksaan fisik dan tambahan informasi dari MRI atau
CT Scan. Staging kanker kepala dan leher menurut TNM system diusulkan oleh American
Joint Committee 2002. Stadium T berdasarkan lokasi tumor primer dan bervariasi tergantung
lokasi tumor pada kepala dan leher. Klasifikasi N dan M serta pengelompokan stadium
(stage grouping) adalah sama untuk semua kanker kepala dan leher kecuali karsinoma
nasopharing. Stadium IV dibagi menjadi 3 kelompok yakni locally advance tapi resectable
(IVA), unresectable locally advance (IVB) dan metastasis jauh (IVC).

23
Gambar 2.9 Staging kanker kepala dan leher berdasarkan AJCC

2.3 Massa leher yang tidak diketahui asal tumor primer


Massa leher pada pasien dewasa harus dicurigai tumor dan keganasan. Pada tahun
1952, Martin dan Romieu, pada 1.300 tumor primer dari kepala dan leher bermanifestasi
massa leher pada 12,4% kasus. Mereka menyatakan, "pembesaran asimetris dari satu atau
lebih kelenjar getah bening leher pada orang dewasa hampir selalu kanker dan biasanya
disebabkan oleh metastasis dari lesi primer di mulut atau faring." Prinsip ini dapat berlaku
saat ini.10
Menurut Lee dan Helmus mendukung teori bahwa massa leher asimetris pada orang
dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Mereka meneliti spesimen biopsi
dari massa leher pada 163 pasien, dari pasien >40 tahun, 29,4% memiliki karsinoma dan
21,4% memiliki limfoma. Penelitian tersebut hampir sama dengan Slaughter, Majarakis, dan
Southwick dan Mayo dan Lee, yang melaporkan bahwa sekitar 50% merupakan keganasan

24
pada massa di leher. Insiden penyakit ganas dalam massa leher naik menjadi 80% ketika
nodul tiroid jinak dieksklusikan.12
Prinsip kedua mengenai lesi primer yang tidak diketahui adalah bahwa pengambilan
kelenjar getah bening yang membesar untuk tujuan diagnostik adalah merugikan untuk pasien
dengan metastasis karena metastasis jauh dan rekurensi regional lebih sering terjadi pada
pasien yang telah menjalani biopsi eksisi dibandingkan pada mereka dengan stadium yang
sama yang belum dilakukan biopsi eksisi. Temuan ini menunjukkan bahwa terjadi gangguan
drainase limfatik dan manipulasi massa metastasis. Pada tes limfangiografi leher menunjukan
adanya gangguan pola drainase limfatik yang normal pada terapi pembedahan. Gooder dan
Palmer telah sama menegaskan hal ini yaitu terjadi peningkatan insidensi rekurensi dan
komplikasi luka pada pasien yang dilakukan biopsi.12
Upaya untuk mendiagnosa dan manajemen massa di leher harus dimulai dengan
pemeriksaan yang cermat dari rongga mulut, nasofaring, hipofaring, laring, tiroid, kelenjar
ludah, dan kulit kepala dan leher. 50-67% pasien yang memiliki massa leher, lokasi tumor
primer diidentifikasi dengan pemeriksaan kepala dan leher yang menyuluruh.12

2.4 Massa leher yang diketahui asal tumor primer


Insidensi metastasis kelenjar getah bening leher antara lain tumor rongga mulut 30-
65%, tumor orofaring 29-83%, tumor nasofaring 60-90%, tumor hipofaring 52-72%, tumor
supraglotis 35-54%, tumor glotis 7-9%, tumor sinonasal 10-20%, kelenjar ludah 25-50%,
kelenjar tiroid 18-84%.10

Gambar 2.10 Kelompok metastasis kelenjar getah bening dengan lesi primer yang
diketahui.

25
Lebih dari 90% dari metastasis leher terdiri karsinoma sel skuamosa sedangkan
adenokarsinoma, karsinoma undifferentiated, dan keganasan lainnya (misalnya, karsinoma
tiroid, melanoma) kurang umum di dunia Barat. Karsinoma undifferentiated lebih sering
terjadi di negara-negara dengan prevalensi tinggi karsinoma nasofaring.14

2.5 Tumor Leher Primer


Neoplasma primer leher termasuk yang tumor yang muncul dari struktur
limfovaskuler leher dan jaringan lunak leher. Neoplasma ini dapat berupa jinak atau ganas.
Meskipun jarang penyebab massa leher, kita harus selalu mempertimbangkan tumor ini
dalam diagnosis bandung dari massa leher.12
Diagnosis neoplasma leher memerlukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik
yang cermat. Harus ditanyakan riwayat tumor leher sebelumnya, riwayat keluarga, tanda-
tanda sistemik dan terapi radiasi sebelumnya daerah kepala dan leher. Pemeriksaan kepala
dan leher yang komprehensif harus mencakup telinga dan tulang temporal, rongga sinonasal,
nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring serta pemeriksaan saraf kranial. Jika massa leher
tidak berdenyut, FNAB harus dilakukan.12
Pemeriksaan radiologi CT-scan dan magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan
untuk evaluasi tumor jaringan lunak dari daerah kepala dan leher dengan keuntungan tertentu
dari setiap jenis tumor, lokasi, dan kedekatan dengan struktur vital. Meskipun temuan
radiografi dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis, diagnosis yang akurat tidak dapat
dikonfirmasi tanpa evaluasi histologis. CT scan sangat berguna dalam mengevaluasi
kalsifikasi dalam tumor.
Selain itu. MRI memeberikan keuntungan daripada CT scan dalam mengevaluasi
jaringan lunak tumor di daerah kepala dan leher. MRI direkomendasikan pada tumor jaringan
lunak yang berdekatan dengan struktur vital di sekitar leher. Positron emission tomography
(PET) scan untuk mengevaluasi tumor primer dan penyakit metastasis tertentu.12

2.5.1 Tumor Jinak Leher


Neoplasma jinak leher sering salah diagnosis sebagai infeksi (misalnya, limfadenitis)
atau bawaan (misalnya, kista brakialis) pada pemeriksaan awal.
Dengan demikian, diagnosis semua massa leher memerlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologis, dan FNAB. Neoplasma primer jinak leher termasuk tumor

26
pembuluh darah, seperti paragangliomas; neoplasma saraf perifer, seperti schwannomas atau
Neurofibroma; dan lipoma. Neoplasma vaskular.12

Hemangioma

Gambar 2.11 Hemangioma leher


Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah yang berproliferasi dari sel-sel
endotelium pembuluh darah diikuti involusi terus menerus meyebabkan kelainan yang
merupakan hasil dari anomali perkembangan pleksus vascular.Di daerah leher, hemangioma
biasanya berjenis kavernosa yang merupakan benjolan lunak yang mengempis bila ditekan
dan menggelembung saat dilepaskan lagi.Tumor ini ditangani dengan ekstirpasi, bila besar
perlu persiapan berupa arterigrafi atau flebografi. 18

Gejala klinis
Lesi hemangioma tidak ada pada saat kelahiran.Bermanifestasi pada bulan pertama
kehidupan, menunjukkan fase proliferasi yang cepat dan perlahan-lahan berinvolusi menuju
bentuk lesi yang sempurna.
Gambaran klinis hemangioma bervariasi sesuai dengan jenisnya.Hemangioma kapiler
(nevus strawberry) tampak sebagai bercak merah menyala, tegang dan berbentuk lobular,
berbatas tegas, yang dapat timbul pada berbagai tempat pada tubuh.Berbeda dengan
hemangioma kapiler, lesi pada hemangioma kavernosum tidak berbatas tegas, dapat berupa
makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis
dan akan cepat menggembung kembali apabila dilepas. Gambaran klinis hemangioma
campuran merupakan gabungan dari jenis kapiler dan jenis kavernosum.Lesi berupa tumor
27
yang lunak, berwarna merah kebiruan yang pada perkembangannya dapat memberikan
gambaran keratotik dan verukosa.Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas inferior dan
biasanya unilateral.18

Patofisiologi
Proses angiogenesis memegang peranan penting terjadinya hemangioma. Sitokin,
seperti basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF)
telah terbukti berhubungan dengan proses angiogenesis. Peningkatan kadar faktor
angiogenesis tersebut dan atau berkurangnya kadar angiogenesis inhibitor seperti gamma
interferon (-IF), tumor necrosis factor-beta (TNF-) dan transforming growth factor-beta
(TGF-) diduga menjadi penyebab terjadinya hemangioma. Proses ini diawali dengan suatu
proliferasi dari sel-sel endotelium yang belum teratur dan dengan perjalanan waktu menjadi
teratur dengan membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi
sel-sel darah. Sifat pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran basalis
tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti. 14,18

Tatalaksana
Secara umum perawatan hemangioma dapat dibagi menjadi terapi secara konservatif
(observasi) di mana secara alamiah lesi hemangioma akan mengalami perubahan dalam
bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan setelah itu terjadi regresi
spontan sekitar usia 12 bulan. Lesi terus mengadakan regresi sampai usia lima tahun. Selain
perawatan secara konservatif, lesi hemangioma juga dapat dilakukan secara aktif yaitu
tindakan bedah, radiasi, penggunaan kortikosteroid, dan, elektrokoagulasi.14,18
Perawatan dengan tindakan bedah telah banyak berkembang, beberapa diantaranya
adalah eksisi, laser, bedah krio, dan skleroterapi.Eksisi biasanya jarang dilakukan karena
hemangioma cenderung untuk berdarah. Eksisi dilakukan dengan cara dikombinasikan
dengan skleroterapi untuk mengurangi perdarahan tersebut. Tindakan bedah mnggunakan
Argon laser telah dikenal dalam memberikan hasil yang lebih baik.14,18
Indikasi untuk dilakukan tindakan bedah adalah:
1. Terdapat tanda tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam beberapa
minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.
2. Hemangioma yang besar dengan trombositopenia.
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6 - 7 tahun.

28
Perawatan dengan radiasi pada tahun tahun terakhir sudah banyak ditinggalkan
karena penyinaran berakibat kurang baik pada anak anak yang pertumbuhan tulangnya
masih aktif, komplikasi perawatan berupa keganasan yang terjadi dalam jangka waktu lama,
dan menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila
diperlukan suatu tindakan. 14,18
Perawatan dengan bedah krio merupakan aplikasi dingin dengan memakai nitrogen
cair.Sedangkan pengobatan dengan kortikosteroid (prednisone) dilakukan untuk jenis
hemangioma stroberi, kavernosum, dan campuran agar hemangioma mengadakan regresi.14,18

Tumor Glomus Karotis


Tumor glomus karotis yang merupakan tumor cukup jarang ditemukan, terutama di
setinggi sisi leher. Umumnya tumor ini tidak menunjukan gejala dan pada palpasi terdapat
denyut nadi a.karotis. Tumor ini dapat di gerakan di bidang horizontal tetapi tidak di bidang
vertical karena hubungan erat pada bifurkasio a.karotis komunis, penanganannya yaitu
ekstirpasi massa tumor.18

Schwannoma
Schwannoma, tumor yang berasal dari sel Schwann saraf perifer. Tumor ini biasanya
soliter. Secara klinis, schwannomas leher mungkin bersifat massa leher yang nyeri. Pada
pemeriksaan radiologi, schwannomas biasanya berbatas tegas pada CT-scan kontras.
Pemeriksaan selanjutnya dengan pemeriksaan histopatologi. Transformasi maligna dari
schwannomas jarang terjadi. Manajemen pilihan schwannomas leher biasanya melibatkan
reseksi bedah.18

Neurofibroma
Neurofibroma adalah tumor jinak selubung saraf, massa leher soliter atau beberapa
nodul tumor. Neuofibroma berkaitan dengan penyakit autosomal dominan von
Recklinghausen. Berbeda dengan schwannomas, neurofibroma yang unencapsulated dan
histologis menunjukkan bundel jalinan sel spindle. Seperti schwannomas, neurofibroma
soliter mengalami mengalami transformasi maligna dan paling baik diobati dengan reseksi
bedah. Bedah untuk neurofibromatosis biasanya diperuntukkan bagi mereka lesi yang nyeri,
mereka yang dapat menyebabkan tekanan daerah sekitar dari ukurannya yang besar, atau lesi
yang ganas.18

29
Lipoma
Lipoma adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan adiposa. Lipoma adalah tumor
jaringan lunak yang paling sering dari leher dan biasanya terdapat sebagai massa leher yang
tidak nyeri. Manajemen lipoma adalah dengan reseksi bedah lengkap untuk alasan estetika.

2.5.2 Tumor Ganas Leher


Pembahasan berikut akan termasuk tumor ganas primer yang beasal dari struktur di
leher. Neoplasma berikut ini tidak termasuk semua tapi termasuk yang paling sering harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding massa ganas di daerah leher.18

Tumor Tiroid
Neoplasma tiroid, baik jinak maupun ganas, adalah penyebab utama massa leher
kompartemen anterior di semua kelompok usia dan bersama dengan metastasis kelenjar getah
bening. Metastasis kelenjar getah bening adalah gejala awal pada sekitar 15% kasus
karsinoma papilar.18
Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30 -50 tahun. Apabila nodul
dijumpai pada umur < 20 tahun, 20-70% adalah ganas, demikian juga kalau umur > 50 tahun.
Adanya gejala lokal suara parau dan disfagi biasanya dapat merupakan petunjuk adanya sifat
invasif suatu keganasan tiroid. Suatu nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya tetap
biasanya jinak, akan tetapi apabila berubah menjadi membesar dalam waktu yang singkat
(bulan/minggu) maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas. Lakukan pemeriksaan
sistematis(urut dari atas ke bawah), simetris (bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan
dan kiri bersamaan ), seksama dan jangan lupa melihat kepala bagian belakang. Secara rutin
harus dievalusi juga keadaan kelenjar getah bening lehernya, adakah pembesaran, lakukan
evaluasi tersebut secara sistematis pula.
Pada penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan fungsi normal (eutiroid),
berkurang (hipotiroid) atau meningkat (hipertiroid). Bila disertai dengan fungsi berkurang
atau meningkat biasanya gambaran klinisnya jelas, sehingga diagnosis agak mudah
ditegakkan. Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-
assay (RIA) dan cara enzyme-linked immunoassay (ELISA) dalam serum atau plasma darah.
Pemeriksaan T4 total ( TT4) dikerjakan pada semua penderita dengan penyakit tiroid. T3
total ( TT3 ) sangat membantu untuk hipertiroid dan TSH sangat diperlukan untuk
mengetahui hipotiroid.

30
Dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran
struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis sudah bisa kita duga, foto rontgen leher
posisi antero posterior dan posisi lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
Adanya kalsifikasi halus pada struma menunjukkan karsinoma papiler sedang kalsifikasi
yang kasar bisa terdapat pada endemik goiter yang lanjut atau juga bisa pada karsinoma
meduler. Prinsip sidik tiroid adalah daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap
radioaktivitas yang lebih tinggi.

Limfoma
Morbus Hodgkin
Morbus Hodgkin adalah merupakan limfoma ganas yang bersifat sistemik dan dapat
muncul sebagai limfoma dileher.Lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan, dan
lebih banyak pada orang kulit putih daripada orang Asia Pasifik. Banyak diharapkan pada
penderita usia 15-34 tahun dan diatas 55 tahun. 9

Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi infeksi virus Epstein-Barr diperkirakan memegang
peranan penting dalam terjadinya penyakit ini.

Gejala Klinis
Kelenjar biasanya membesar, kenyal, umumnya berbenjol-benjol, dan tidak
nyeri.Biasa ada gejala umum seperti rasa capai, berkeringat dan demam malam.

Diagnosis
Diagnosis ditegakan melalui pemeriksaan patologi jaringan melalui biopsi dan
pemeriksaan patologi jaringan melalui biopsi dan pemeriksaan histopatologik.

Limfoma Non-Hodgkin (NHL) adalah kelompok penyakit limfoma ganas yang


heterogen yang juga mungkin muncul pertama sebagai limfoma leher.18
Penentuan stadium yang tepat sangat penting sebelum memulai terapi.Pasien harus
melalui pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, termasuk
laringoskopi indirek. Pemeriksaan penunjang seperti Computed tomography (CT) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menilai secara lebih lengkap perluasan dari suatu
tumor di daerah kepala dan leher.
31
Limfoma biasanya diskrit, kenyal, dan tidak nyeri tekan. Spesimen dari massa dapat
awalnya dibiopsi oleh FNAB. Bila hasil FNAB masih belum jelas, langkah diagnostik
berikutnya harus dilakkukan biopsi terbuka untuk pemeriksaan histopatologi lengkap.Jika
pemeriksaan fisik atau laringfaringoskopi terdapat kelainan cincin Waldeyer, biopsi pada
daerah tersebut diperlukan untuk diagnosis dan penentuan stadium limfoma. 9
Pemeriksaan FNAB dapat mendeteksi suatu penyakit yang rekuren atau perubahan
histologis, namun tidak dapat membedakan, apakah limfoma tersebut bersifat folikuler atau
difus, yang merupakan faktor penting dalam menentukan derajat dan prognosis suatu
limfoma.Untuk itulah biopsi terbuka lebih dipilih untuk menentukan diagnosis awal.
Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu membedakan limfoma dengan
keganasan anaplastik atau undifferentiated : antibodi antikeratin untuk karsinoma, antibodi
protein anti-S-100 untuk melanoma dan antibodi panleukosit untuk limfoma. Pemeriksaan
imunohistokimia juga dapat membantu membedakan infiltrat limfoid jinak dari suatu
limfoma dengan bantuan mikroskop cahaya.9,18
Sebagian besar NHL mengekspresikan penanda sel T atau sel B. Satu set panel
pemeriksaan antigen sel T dapat membedakan limfoma sel T dengan suatu hiperplasia.
Limfoma sel B mengekspresikan satu kelas tunggal dari rantai ringan (kappa atau lamda),
sedangkan hiperplasia menunjukkan suatu campuran dari kedua kelas tersebut.
Pemeriksaan imunohistokima atau pemeriksaan molekuler lainnya akan lebih baik
apabila dilakukan pada jaringan yang masih segar, maka sebaiknya klinisi memberikan
informasi tentang adanya kecurigaan diagnosis adalah suatu limfoma kepada ahli patologi.
Suatu jenis subtipe histologis suatu NHL mempengaruhi penentuan stadium, terapi dan
harapan hidup pasien. 9,18
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) berguna untuk mengevaluasi sisa
masa tumor pada akhir terapi untuk menentukan status kekambuhan penyakit.9,18

Kanker Paragangliomas
Setiap massa pada leher harus diraba dan auskultasi untuk memastikan bahwa massa
tidak melekat atau timbul dari struktur vaskular. Mayoritas paraganglioma tidak memerlukan
jaringan untuk diagnosis yang akurat, seperti yang dijelaskan di bagian sebelumnya. Potensi
keganasan paraganglioma berkorelasi dengan lokasi asal, 2% sampai 19% dilaporkan
menjadi ganas, tumor glomus jugulare, merupakan presentase paling rendah dan tumor vagal
presentase tertinggi. Sekitar 6% dari tumor karotis menunjukkan kejanasan, meskipun
pemeriksaan histologis dianggap tidak cukup untuk menentukan keganasan. Hal ini
32
berdasarkan pada perilaku tumor seperti metastasis kelenjar getah bening atau metastasis
jauh.

Neoplasma Ruang Parapharyngeal


Berbagai tipe keganasan primer ruang parapharyngeal telah dilaporkan, misalnya
tumor ganas kelenjar liur (karsinoma adenoid kistik, carcinoma expleomorfik adenoma,
karsinoma sel acinic), tumor neurogenik ganas, limfoma, liposarkoma, fibrosarkoma,
meningioma ganas, dan lain-lain.

Sarkoma
Leher dan parotis merupakan lokasi terbanyak terjadinya sarcoma pada kepala dan
leher, meskipun kurang dari 1% dari semua keganasan kepala dan leher. Di Amerika Serikat,
kurang dari 5000 kasus yang dilaporkan setiap tahunnya, 80% pada dewasa. Dari jumlah
tersebut, hanya 15% sampai 20% pada kepala dan leher, dengan lokasi di jaringan lunak leher
dan daerah sinus paranasal yang paling sering. Meskipun etiologi belum diketahui,
neoplasma ini berasal dari sel mesenchymal, contohnya sel endotel, otot, tulang rawan, dan
jaringan ikat. Lebih dari 80% ri sarkoma berasal dari jaringan lunak, sedangkan sekitar 20%
muncul dalam tulang.19
Apabila semua lokasi dipertimbangkan, tipe paling sering adalah histiocytoma fibrous
malignan (HFM). Di kepala dan leher, sarkoma yang paling sering pada anak-anak adalah
rhabdomyosarcoma (RMS); pada orang dewasa, osteosarcoma, angiosarcoma, HFM, dan
fibrosarcoma terjadi paling sering. RMS adalah sarkoma yang paling sering pada anak-anak
dan juga merupakan sarkoma paling banyak pada daerah kepala dan leher. Secara
keseluruhan, HFM dianggap jenis yang paling sering dari sarcoma.19

33
Gambar 2.12 Pasien berusia 27 tahun dengan sarkoma jaringan lunak pada leher kiri19

Sarkoma diklasifikasikan dan diberi penamaan sesuai dengan jaringan asalnya, bukan
dari lokasi asal. Banyak "jaringan lunak" sarkoma seperti HMF dapat didiagnosis pada
tulang, tetapi diagnosis tergantung pada sediaan histologi. Sistem stadium sekarang terpisah
apakah berasal dari tulang atau jaringan lunak asal sarkoma tersebut.
Pengobatan sarkoma di daerah kepala dan leher melibatkan pendekatan multidisiplin,
evaluasi, sehingga dapat optimal dan rehabilitasi. Perawatan harus selalu menyertakan
konsultasi dengan ahli bedah kepala dan leher, onkologi medis, dan onkologi radiasi dalam
kerjasama yang erat dengan kepala dan leher patologi dan neuroradiologist. Spesialis lain
sering terlibat dalam perawatan pasien ini termasuk ahli onkologi gigi, prosthodontist
maksilofasial, dan spesialis rehabilitasi. Histologi, evaluasi, dan pengobatan setiap jenis
histologis sarkoma dan situs asal akan bervariasi, dan dengan demikian, akan dibahas sesuai
dengan sel asal.19

Sarkoma Alveolar
Sarkoma alveolar jaringan lunak adalah tumor langka yang melibatkan kepala dan
leher pada 25% kasus, meskipun kurang dari 1% dari semua sarkoma. Sel asal tidak
diketahui, meskipun diferensiasi sel otot dan saraf telah diidentifikasi. Lokasi tersering yang
terkena di kepala dan leher adalah lidah dan orbit.

34
2.6 Manajemen Tumor Leher
Pembedahan, radioterapi dan kemoterapi merupakan modalitas terapi untuk kanker
kepala dan leher.Terapi utama kanker kepala dan leher stadium dini adalah modalitas tunggal
berupa pembedahan atau radioterapi.Radioterapi pada kanker ini mempunyai efek samping
yang sangat mengganggu seperti mukositis dan xerostomia dan responnya terbatas pada tipe
kanker tertentu (umumnya grading tinggi) disamping biayanya yang mahal oleh karena itu
terapi pembedahan merupakan pilihan utama terapi pada kanker kepala dan leher.
Pembedahan sangat memungkinkan pengangkatan tumor secara komplit yang dapat
dibuktikan dengan histopatologi.
Metastasis ke kelenjar getah bening khususnya dari kanker rongga mulut, sinus
paranasal dan hipofaring, terapi yang terbaik adalah pembedahan walaupun radiasi pasca
operasi terkadang diindikasikan.Kanker dengan stadium lebih tinggi memerlukan terapi
multimodalitas.
Terapi multimodalitas merupakan terapi standar untuk stadium lanjut (stadium III dan
IV).Satu hal yang paling penting dalam terapi adalah preservasi fungsi pasca terapi.
Rehabilitasi organ adalah penting khususnya untuk mempertahankan fungsi menelan
(swallowing) dan bicara (voice).,
Kemoterapi memainkan peranan yang meningkat sebagai terapi adjuvant setelah
operasi atau radiasi.Keuntungan paling baik telah terbukti pada terapi karsinoma laring dan
ansofaring.Agent kemoterapi yang efektif pada terappi kanker kepala dengan reduksi tumor
15-30% adalah cisplatin.
Induksi kemoterapi (diberikan sebelum operasi atau radioterapi) untuk pasien kanker
kepala dan leher menghasilkan regresi tumor lebih dari 80% dengan respon komplit 20-50%
dan penurunan frekuensi metastasis jauh.
Rehabilitasi sangat penting selama dan pasca terapi dan termasuk fisikal dan
okupasional terapi, rehabilitasi fungsi bicara (speech) dan proses menelan (swallowing) dan
dukungan nutrisi.

Tumor Leher yang tidak diketahui asal tumor primer


Jika hasil pemeriksaan untuk leher dan pemeriksaan saluran aerodigestif secara
menyeluruh telah dilakukan namun lokasi lesi primer masih belum jelas , terapi biopsy eksisi
harus dilakukan bahkan diseksi leher. Ketika ditemukan adenocarcinoma, sebagian besar
pasien (86%) memilki metastasis distal lain. Sekitar 5% kanker leher didiagnosis dari seluruh

35
pasien dengan massa leher yang tidak diketahui, sehingga memerlukan biopsy eksisi untuk
diagnosis.18
Pasien tumor leher yang lesi primernya tidak diketahui harus dilkaukan pemeriksaan
yang berulang.Lesi primer yang paling sering adalah nasofaring karena merupakan bagian
yang paling sulit untuk diperiksa. Pemeriksaan laboratorium PCR digunakan untuk
mendeteksi EBV pada karsinoma nodal metastasis dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi karsinoma nasofaring.18

Massa leher yang diketahui asal tumor primer


-Manajemen pada tumor primer yang secara klinis positif terdapat metastasis ke
kelenjar getah bening leher
Massa leher pada pasien dengan tumor primer yang diketahui dari kepala dan leher
harus diterapi sesuai dengan prinsip-prinsip masing-masing tumor.Secara umum, ketika
terjadi metastasis kelenjar getah bening, limfadenektomi harus dilakukan bersamaan dengan
pengangkatan tumor primer. Bila tumor primer tidak terletak di kepala atau leher, biopsy
eksisi massa leher dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan stadium, manajemen selanjutnya
tergantung dari tumor primer.18
Pasien metastasis N1 harus dilakukan diseksi leher yang sesuai atau radioterapi
(dengan atau tanpa kemoterapi).Jika metastasis stadium N1 tersebur respon komplit terhadap
radioterapi saja, observasi lebih dianjurkan daripada terapi bedah.Setelah dilakukan diseksi
leher untuk metastasis leher N1, radioterapi adjuvant pasca operasi harus dipertimbangkan,
terutama yang mempunyai angka rekurensi yang tinggi.Pasien metastasis leher N2 atau N3
harus dilakukan diseksi leher diikuti oleh radioterapi eksternal atau radioterapi eksternal
terlebih dahulu lalu diseksi leher.
Jika massa metastasis di leher terfiksasi dan unresectable, radioterapi dan kemoterapi
menjadi terapi pilihan.18

-Manajemen pada tumor primer yang secara klinis negatif terdapat metastasis ke
kelenjar getah bening leher
Beberapa seri retrospektif besar telah melaporkan kejadian metastasis kelenjar getah
bening leher ditemukan pada pemeriksaan patologi dari specimen leher setelah diseksi leher
radikal pada pasien secara klinis tidak memiliki metastasis ke leher (N0). Nama lainnya
adalah metastasis samar (occult metastasis). Tumor orofaring dan hipofaring memiliki

36
metastasis samar >50% kasus, tumor rongga >20% kasus, tumor supraglotis 8-30% kasus,
tumor glottis 0-15% kasus.9
Risiko Metastasis samar dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukan terapi
profilaksis leher. Pasien stadium N0 leher secara klinis yang memiliki resiko lebih dari 20%
dari metastasis samar di leher, harus dilakukan terapi profilaksis leher, baik dengan diseksi
leher atau dengan radioterapi eksternal.9

Gambar 2.13 Evaluasi dan manajemen massa leher pada pasien dewasa

37
Gambar 2.14 Algoritma evaluasi dan manajemen massa leher

2.7 Prognosis
Prognosis mempunyai korelasi yang kuat dengan stadium saat didiagnosa. Secara
umum prognosis ditentukan oleh ukuran tumor, adanya metastasis kelenjar getah bening
regional dan metastasis jauh, semakin besar massa tumor, prognosis semakin buruk. Adanya
metastasis ke kelenjar getah bening regional menurunkan survival rate hingga 50% dan
meningkatkan risiko metastasis jauh
Faktor-faktor yang merupakan risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi local dan
metastasis jauh pasca operasi adalah positive surgical margin, ekstensi limf node ekstra
kapsul, kelenjar getah bening mengalami metastasis lebih dari satu, invasi perineural dan
vascular embolism. Marker prognostic yaitu tebalnya invasi, invasi perineural dan
perivascular dan ekstensi ekstrakapsular limp node berhubungan dengan prognosa yang
buruk.

38
Angka bertahan hidup selama lima tahun pasien tumor jinak biasanya mencapai
100%, dengan kemungkinan rekurensi yang tinggi pada pasien yang terapi inisialnya tidak
adekuat. Untuk tumor ganas, angka bertahan hidup selama 5 tahun adalah sekitar 70% hingga
90% untuk tumor tahap dini, dan 20% hingga 30% untuk tumor tahap lanjut. Resiko
rekurensi regional dan daerah yang lebih adalah sekitar 15% hingga 20% dan sering terjadi
pada kasus invasi perineural.
Follow up utnuk akner kepala dan leher adalah penting sebab umumnya rekurrensi
akan terjadi dalam 2 tahun setelah terapi.

2.8 Pembesaran Kelenjar Getah Bening


Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal (limfadenopati
lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata). Limfadenopati
lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan
limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang
berjauhan dan simetris.13
Pembesaran kelenjar getah bening terjadi karena proses berikut :
Peningkatan jumlah limfosit dan makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
Proliferasi dari limfosit maligna.
Infiltrasi oleh kelenjar sel ganas metastastik.
Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam cadangan
lipid.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan
histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di
kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari
penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).13

2.8.1 Etiologi Pembesaran Kelenjar Getah Bening


Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
Infeksi13
a. Infeksi Virus

39
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV),
Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks
Virus,Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang merupakan salah satu
gejala umum infeksi primer HIV.Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh
sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk
demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza like
illness).
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.Sebagian
melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri dalam sel di
KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada dalam darah.Sisanya ada pada sistem
limfatik, termasuk limpa, lapisan usus dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat mengandung immunoblas yang sangat
banyak.Pada beberapa kasus juga tampak sel-sel imatur yang banyak. Pada fase deplesi, pada
aspirat sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas dan tingible body macrophage, tetapi banyak
dijumpai sel-sel plasma.13
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized
lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari duatempat KGB yang
berjauhan, simetris dan bertahan lama.PGL adalahgejala khusus infeksi HIV yang timbul
pada lebih dari 50% OrangDengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering disebabkan
olehinfeksi HIV-nya itu sendiri.
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di
atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga kadar CD4 200. Kurang lebih
30% orang dengan PGL juga mengalami splenomegali. 13,15
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam setiap
kelompok
Berlangsung lebih dari satu bulan
Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya

40
Infeksi Bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup
A atau stafilokokus aureus.Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan
penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian, Biasanya penderita demam dan
terjadi leukositosis neutrofil pada pemeriksaan darah tepi.13,15
Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak karakteristik sel
epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma.Sel epiteloid berupa sel bentuk
poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak jelas, kadang
seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat, berlekuk dengan
kromatin halus.

Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga
dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan
biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi
jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi
sel yang monoton dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak
berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda
klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan
histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated
dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.13
Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati
dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan
teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma
daripada limfoma.13

41
Gambar 2.15 Limfoma Hodgkin Tampak sel Reed Sternberg klasik dengan latar
belakang limfosit dan eosinofil.

Penyakit lainnya
Salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki, penyakit
Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman,
Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus (SLE).

Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat
timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.Obat-obatan lainnya
seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).

Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti
setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.

2.8.2 Diagnosis Pembesaran Kelenjar Getah Bening


2.8.2.1 Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta, riwayat
penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.

42
2.8.2.2 Pemeriksaan Fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system kekebalan
tubuh.Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.KGB harus diukur
untuk perbandingan berikutnya.Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat
pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapatdigerakkan, apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.13
Ukuran : normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis.Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang memiliki risiko keganasan
lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh
infeksi virus.Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan dengan
pembesaran KGB generalisata.13
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan dapat
digerakkan.Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu
sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.Adanya kemerahan dan suhu lebih
panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan
terjadinya abses.Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada,
KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikrobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit
diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik
merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.Adanya selaput pada

43
dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh
bakteri difteri.Faringitis dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr
Virus (EBV).13
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak.Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam,
kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue, perubahan pada
tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki) dan limfadenopati satu
sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit Kawasaki.13

2.8.2.3 Pemeriksaan Penunjang


Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis.Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity,
gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi.

Gambar 2.16 Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic, round,
tanpa echogenic hilus (tanda panah).Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).

USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan
spesivisitas 95%.

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau
lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada

44
penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT Scan. 13

2.8.3 Tatalaksana Pembesaran Kelenjar Getah Bening


Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.Banyak kasus
dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidakmembutuhkan pengobatan
apapun selain observasi.13
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB.Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan
pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.13
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasadisebabkan
oleh Staphyilococcus.aureusdan Streptococcus pyogenes (group A).Pemberian antibiotik
dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72 jam.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkankembali diagnosis dan penanganannya.7,11
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasidengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini. 13

45
BAB III
KESIMPULAN

Tumor leher adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang timbul di
segitiga anterior atau posterior leher diantara klavikula pada bagian inferior dan mandibula
serta dasar tengkorak pada bagian superior.Kanker kepala dan leher adalah keganasan yang
muncul pada semua struktur dari cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, spinal cord,
tiroid dan dasar otak ( base of skull). Tumor leher dibagi atas tumor leher medial yang dapat
bersifat solid dan kistik; dan tumor leher lateral yang juga bersifat solid dan bersifat
kistik.4,5Umumnya tumor primer dapat ditemukan kecuali pada 5-15% penderita. Umumnya
dari jumlah tersebut 60% diantaranya tumor primernya tidak pernah ditemukan. Dapat
ditemukan pada kira-kira 3% dari keseluruhan kasus kanker yang ada di Amerika Serikat
(dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia pada tahun 2002), dan sekitar 45.000 kasus
kanker kepala dan leher didiagnosis pada tahun 2004 Perbandingan dalam jenis kelamin
wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita
kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah leher.
Angka bertahan hidup selama lima tahun pasien tumor jinak biasanya mencapai
100%, dengan kemungkinan rekurensi yang tinggi pada pasien yang terapi inisialnya tidak
adekuat. Untuk tumor ganas, angka bertahan hidup selama 5 tahun adalah sekitar 70% hingga
90% untuk tumor tahap dini, dan 20% hingga 30% untuk tumor tahap lanjut. Resiko
rekurensi regional dan daerah yang lebih adalah sekitar 15% hingga 20% dan sering terjadi
pada kasus invasi perineural.
Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB local(limfadenopati
lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopatigeneralisata).Limfadenopati lokalisata
didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan
limfadenopati generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang
berjauhan dan simetris.
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah Infeksi virus (Infeksi yang
disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus,
influenza Virus,Respiratory Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun
Retroviru), dan Keganasan (Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-
sarkoma dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati).

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Roseman B, Clark O. Neck Mass. Dalam: Souba WW, Fink MP, Kaiser LR, Surgeons
ACo, Pearce WH, penyunting. ACS surgery: principles & practice.Edisi ke 6.
Chicago: WebMD Professional Pub.; 2007.
2. Lalwani A. CURRENT Diagnosis & Treatment Otolaryngology--Head and Neck
Surgery, Third Edition.Edisi.: Mcgraw-hill; 2011.
3. Fowler JC, Marovich R, Johnson JT. Evaluating a neck mass: narrowing the
differential diagnosis. Jaapa. 2012;25(3):30-5.
4. Doherty G. CURRENT Diagnosis and Treatment Surgery: Thirteenth Edition.Edisi ke
13. Michigan: McGraw-Hill Education; 2009.
5. Ferrer R. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. Am Fam
Physician. 1998;58:1315
6. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10.
7. Lalwani A. CURRENT Diagnosis & Treatment Otolaryngology--Head and Neck
Surgery, Third Edition.Edisi.: Mcgraw-hill; 2011.
8. Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ. Bailey's Head and Neck Surgery-
otolaryngology.Edisi ke 5. Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins;
2014.
9. Sidik M.H.Tumor Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Rumah Sakit
DR.Hasan Sadikin.Bandung: 2014.(diakses tanggal 14 November 2016).
10. McKinley, OLoughlin. Human Anatomy. Edisi 3. New York: McGrawHill. 2008.
11. Snell, Richard S. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2006
12. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, RestutiRD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. 2008.
13. Baratawidjaja, KG. Imunologi Dasar. Dalam: Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
14. Doherty G. Current Diagnosis and Treatment Surgery. Edisi ke 13.Michigan:
McGraw Hill; 2011.

47
15. Brunicardi, Andersen. Schwartzs Principle of Surgery. 8th Edition. New York:
McGraw Hill. 2004.
16. Robbins KT, Fried MP. Cervical Metastatic Squamous Carcinoma of Unknown or
Occult Primary Source. Head Neck. 2000
17. Suyatno, Taris E. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi.Jakarta:2009
18. McGuirt WF. Differential Diagnosis of Neck Masses. Dalam: Flint PW, Cummings
CW, penyunting. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. Edisi ke 5.
Philadelphia: Mosby/Elsevier; 2010.
19. Day T, Joe J. Primary Neoplasm of The Neck Dalam: Flint PW, Cummings CW,
penyunting. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery.Edisi ke 5.
Philadelphia: Mosby/Elsevier; 2010.

48

Anda mungkin juga menyukai