PENDAHULUAN
perhatian serius.Karena penyebab yang kurang jelas, dapat terjadi kematian janin intrauterin
secara mendadak.terdapat beberapa faktor yang memelihara janin didalam uterus sehinga
janin tersebut bertumbuh kembang secara optimal. Dengan demikian, pada saat persalinan,
Dengan diketahuinya kehamilan beresiko tinggi untuk janin, tes untuk menentukan
kesejahteraan janin harus dimulai setelah kehamilan minggu ke 30. Dalam 10 tahun lalu, tes
biofisik untuk menentukan kesejahteraan janin telah menggantikantes bio kimia. Tes ini
adalah:2
- Kardiotokograf
Tidak satupun tes ini mempunyai nilai tes prediksi positif yang tinggi, namun masing-
obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia masih jauh diatas
rata-rata negara maju, yaitu 60 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup.
Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin.
1
mengidentifikasi janin yang mempunyai risiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin
atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi segera
Laporan Kasus ini membahas tentang definisi, indikasi, cara pemeriksaan dan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai
Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
dalam memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan
kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan
merekam pola denyut jantung janin dan memantau efek kontraksi uterus.Atau secara
pengertian bisa dikatakan kardiotokografi adalah : Suatu instrumen elektronik yang dirancang
untuk mendeteksi kecepatan denyut jantung janin (KDJ) secara serentak dan mengukur
Kardiotokografi didasarkan pada asumsi bahwa janin yang sehat akan lebih aktif dari
pada janin yang beresiko dan jantungnya akan berespon terhadap kontraksi uterus dengan
- Metode Eksternal
pada bdomen wanita, dengan posisi duduk setengah berbaring ( bukan terlentang lurus karena
3
- Metode Internal
Pencatatan langsung dengan cara lain bisa dilakukan, setelah ketuban pecah dengan
vagina.Pengamatan janin secara langsung ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban
pecah dan servik agak dilatasi.Perekaman yang segera dan terus menerus frekwensi denyut
jantung janin, khususnya dalam hubungan nya dengan kontraksi uterus,memberikan suatu
penilaian terhadap kesejahteraan janin. Perubahan pada frekwensi jantung janin merupakan
petunjuk paling awal dari insufisiensi uteroplasenter atau kompresi tali pusat. Jika kontraksi
spontan tidak terjadi pada 30 menit, dapat dirangsang dengan merangsang puting susu. Variasi
denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi dicatat. Jika janin letargik, ia dapat
dirangsang untuk bergerak dengan melakukan ketukan pada uterus secara lembut. 1
4
2.3 Indikasi Pemeriksaan CTG
Pada kehamilan normal, pemeriksaan CTG pada umumnya bisa di abaikan. Pada
persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan secara intermiten
selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila grafiknya abnormal atau adanya
Indikasi pemeriksaan CTG sebelum dan selama persalinan (menurut Berg, 1988) :
1. Indikasi Absolut
No Indikasi Waktu
5
2. Indikasi Relatif
No Indikasi Waktu
4 Setiap hari
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun
janin. 1
Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP) arteri uterina
adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg, dan tekanan dalam cairan
amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi normal
pada rongga intervillus. Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat
menjadi 90 mmHg, tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalam cairan
amnion menjadi 60 mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah
intramiometrium.Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut akan
menekan Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi oklusi aliran darah
(terutama VKI). Bila kondisi janin dan ibu baik, maka proses oklusi tersebut tidak
6
Gambar 2.1Sirkulasi utero-plasenta di luar kontraksi uterus. 1
Aliran darah ke uterus dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu posisi ibu, aktivitas
fisik (olahraga atau exercise), kontraksi uterus, area permukaan plasenta, anestesia,
hipertensi, dan jarak difusi . Gangguan pada faktor-faktor tersebut akan menurunkan aliran
darah ke uterus. 1
Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu sistem saraf simpatis, sistem
saraf para simpatis, baroreseptor, kemoreseptor, susunan saraf pusat (SSP), sistem pengaturan
7
hormonal, dan Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf
menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam
keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.
Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari
batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak di
antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan
menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah
meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada
batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah
karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini
8
berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan
serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi
refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan
karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan
menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan
janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan
berkurang.
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan
pusat pengaturan. 1
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber,
yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri
yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan
arteri karotis, dan stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke
cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya
9
Gambar 2.3 Faktor yang mempengaruhi DJJ. 1
10
2.7 Teknik Pemeriksaan
1. Persiapan Pasien
a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan
kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter
d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum maksimum
DJJ
f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir..
g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang
telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman
CTG.
j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai).
l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
11
m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik membantu
- Normal
Pola normal menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati dalam 7-10 hari
berikutnya Janin ini disebut reaktif.Frekwensi denyut jantung janin normal adalah antara 110
dan 160 denyut permenit dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15 denyut permenit.
- Suboptimal
Jika di dapati pola suboptimal,resiko janin sedikit meningkat dan tes harus diulang dalam3-4
hari.
12
- Deselerasi
pola deselerasi menunjukkan bahwa tes harus diulang keesokan harinya, kecuali jika kondisi-
- Preterminal
Pola preterminal menunjukkan bahwa janin mempunyai resiko kematian didalam uterus yang
tinggi dan harus dilahirkan segera.Satu masalah dengan kardiotokografi adalah bahwa pola
yang normal meramalkan bahwa janin tidak dalamkeadaan yang bahaya, dan pola abnormal
a.Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau dalam 30
menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap lama kontraksi, intensitas
(amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua kontraksi. Beberapa batasan berikut ini
Terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10 menit, rata-rata dipantau selama 30 menit
pemeriksaan.
2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau selama 30
menit pemeriksaan.
Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan dengan
13
induksi.Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda tergantung apakah kontraksi
Freeman dkk (2012) memberi batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 160 dpm
teratur.Definisi frekuensi dasar DJJ menurut NICHD adalah nilai ratarata DJJ yang dipantau
selama 10 menit, dengan peningkatan 5 dpm.Bila perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini
c. Bradikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ < 110 dpm.
Secara umum, bradikardia dengan frekuensi antara 80 110 dpm yang disertai variabilitas
moderat (5 25 dpm) menunjukkan oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan DJJ
d. Takhikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan takhikardia adalah frekuensi dasar DJJ > 160
takhikardia janin tidak berhubungan dengan adanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan
aterm. Lakukan pengamatan dengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada
14
Faktor-faktor yang berkaitan atau menjadi etiologi takhikardia adalah:1
1. Hipoksia janin
3. Obat-obatan parasimpatolitik
4. Atropin
6. Phenothiazines
8. Anemia janin
9. Sepsis Janin
11. Khorioamnionitis
e. Variabilitas
Varibilitas normal bila amplitudonya 5-25bpm.Interval DJJ pada janin yang sehat
menunjukkan gambaran yang tidak uniform (nonuniformity), dikenal sebagai variabilitas beat
15
sebagai variabilitas jangka pendek (short term variability atau STV).STV tidak dapat dilihat
oleh mata, tetapi dinilai oleh sistem komputer dalam peralatan KTG tersebut. Komputer
menilai dalam interval rata-rata setiap 20 30 milidetik atau 2 3 dpm bila dikonversi ke
dalam frekuensi DJJ. Variabilitas berkurang, bila interval amplitude kurang dari 5 bpm selama
lebih dari 50 menit pada frekuensi dasar.Variabilitas yang kita lihat pada kertas KTG adalah
variabilitas jangka panjang (long term variability atau LTV). Fluktuasi LTV DJJ memiliki
siklus 3 5 per menit dengan amplitudo 5 20 dpm.LTV berkurang bila variabilitasnya < 5
dpm.Druzen dkk (1979) menyatakan bahwa sistem parasimpatis lebih berperan dalam
pengaturan STV sedangkan sistem parasimpatis lebih berperan pada pengaturan LTV.1
16
Variabilitas meningkat bila interval amplitudonya lebih dari 25 bpm selama lebih dari
30menit.
f. Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan DJJ 15 dpm tiba-tiba (onset ke puncak dalam waktu kurang
dari 30 detik) dari frekuensi dasar DJJ, dan berlangsung lebih dari 15 detik, tetapi kurang dari
10 menit. Adanya akselerasi DJJ dapat dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang
g. Perubahan Periodik
Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselerasi DJJ yang bersifat transien yang kembali
perubahan periodik ini terjadi sebagai respon terhadap kontraksi uterus atau gerakan
h. Deselerasi
Deselerasi adalah penurunan DJJ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ, dan berlangsung lebih
dari 15 detik.Deselerasi dapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau
17
i.Deselerasi dini
Deselerasi yang dangkal, pendek terus menerus dengan variabilitas normal dalam
deselerasi dan bertepatan dengan kontraksi.Hal disebabkan oleh kompresi kepala janin dan
j.Deselerasi Variabel
waktu kurang dari 30 detik), baik variabilitas dalam deselerasi, pemulihan yang cepat dengan
18
baseline, variasi ukuran, bentuk, dan hubungan dengan kontraksi uterus.Deselerasi variabel
merupakan mayoritas deselerasi, dan dimediasi oleh respon baroreseptor yang menyebabkan
peningkatan tekanan arteri, seperti yang terjadi dengan kompresi tali pusat. Deselerasi variabel
kala dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai akibat kompresi kepala.Deselerasi
variabel juga dapat disebabkan oleh regangan umbilikus, suhu dingin, dan peningkatan
19
Gambar 2.12 Variabel deselerasi.pemantauan FHR internal pada 1 cm / min (grafik atas), 2
k.Deselerasi Lambat
Deselerasi lambat (berbentuk U) adalah deselerasi dengan onset bertahap dan / atau
kembali secara bertahap ke baseline dan / atau variabilitas berkurang dalam deselerasi.
Deselerasi ini adalah indikasi dari respon kemoreseptor dan dimediasi hipoksemia janin.7
Deselerasi lambat adalah penurunan frekuensi DJJ 15 dpm, deselarasi terjadi setelah
Deselerasi dengan onset bertahap dan / atau kembali secara bertahap ke dasar dan /
atau mengurangi variabilitas dalam deselerasi .Onset bertahap dan kembali terjadi ketika lebih
dari 30 detik berlalu antara awal / akhir deselerasi dan titik nadir.Ketika kontraksi dipantau,
deselerasi lambat mulai lebih dari 20 detik setelah timbulnya kontraksi, mencapai puncak
20
Gambar 2.13 Mekanisme Deselerasi lambat
Deselerasi berkepanjangan: berlangsung lebih dari 3 menit dan hal ini dimediasi oleh
melebihi 5 menit, dengan FHR dipertahankan kurang dari 80 bpm dan mengurangi variabilitas
dalam deselerasi, sering dikaitkan dengan janin akut hipoksia / asidosis dan memerlukan
intervensi muncul.
21
Gambar 2.14 Deselerasi prolonged
Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali disertai
dkk (1979) menyatakan bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka akan timbul deselerasi
lama sebagai tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut tidak diperbaiki,maka akan terjadi
disfungsi SSP yang ditandai dengan hilangnya variabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ
menunjukkan janin telah mengalami asidemia yang parah (berat).Gambaran disfungsi SSP
dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut : 1. Datar (flat) 2. Tumpul (blunted) 3. Frekuensi
dasar tidak stabil (unstable baseline) 4. Overshoot 5. Pola sinusoidal (Sinusoidal patterns) 6.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh hasil rekaman KTG yang menunjukkan adanya
disfungsi SSP
22
Gambar 2.15 Pola DJJ datar (flat) tanpa perubahan periodik.Keadaan ini dapat disebabkan
oleh adanya abnormalitas SSP, obat-obatan, atau janin yang mengalami disfungsi SSP dan
hipoksia.1
Gambar 2.13 Pola DJJ tumpul, janin meninggal saat dalam pemantauan.Plasenta menunjukkan
gambaran khorioamnionitis akut dan funisitis yang menunjukkan kausa kematian adalah
reaksi inflamasi. 1
23
Gambar 2.14 Pola frekuensi dasar DJJ tidak stabil (wandering). 1
m. pola sinusoidal
Pola sinusoidal yaitu pola yang halus, sinyal bergelombang, menyerupai gelombang
sinus, dengan amplitudo 5-15 bpm, dan frekuensi 3-5 siklus per menit.Pola ini berlangsung
Dasar patofisiologi dari pola sinusoidal belum jelas, tapi itu ada hubungan dengan
anemia janin yang parah, seperti ditemukan anti-D alloimmunization, perdarahan pada ibu,
twin-to twin sindrom transfusi, dan pecah vasa previa.Hal ini juga telah dijelaskan dalam
kasus-kasus akut janin hipoksia, infeksi, kelainan jantung, hidrosefalus, dan gastroschisis.
24
n. Pola Pseudosinusoidal
Pola menyerupai pola sinusoidal, tetapi dengan penampilan lebih bergerigi "Melihat-
gigi", bukan pada bentuk gelombang sinus halus .Durasinya jarang melebihi 30 menit dan itu
ditandai oleh pola normal sebelum dan sesudah.Pola ini banyak terjadi setelah pemberian
analgesik dengan ibu, dan selama janin mengisap dan gerakan mulut lainnya.Kadang sangat
3.Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus uteri diketahui.
5. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG terkomputerisasi)
Sebelum melakukan interpretasi KTG harus mengetahui bagaimana kondisi ibu dan
janin, peralatan yang dipakai, dan sarana pendukung lainnya yang berkaitan dengan PKJ.Hal
25
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitan dengan risiko hipoksia pada janin.
NICHD (2008) dan Freeman dkk (2012) merekomendasikan penerapan Tiga Katagori dalam
a. Katagori I
Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan menggambarkan status asam
basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal. Katagori I dapat dipantau pada
b.Katagori II
Katagori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin, saat ini belum
ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan katagori ini menjadi Katagori I atau
Katagori III.Katagori II memerlukan evaluasi dan pemantauan lanjut serta reevaluasi dan
diperlukan uji diagnostic untuk memastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
c.Katagori III
Katagori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada saat pemantauan janin
tersebut dilakukan.Katagori III memerlukan evaluasi yang baik (akurat). Pada kondisi ini,
tindakan yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk memberikan oksigenasi bagi ibu,
merubah posisi ibu, menghentikan stimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu itu. Bila
Katagori III tidak dapat diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (persalinan).1
26
2. Variabilitas DJJ : moderat (5 25 dpm)
1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai hilangnya variabilitas
(absent variability)
Perubahan Periodik
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau moderat
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate baseline variability)
5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke frekuensi dasar
27
3. Bradikardia
28
BAB 3
LAPORAN KASUS
Padang pada tanggal 29 Desember 2016, pukul 19.30 WIB dengan identitas:
Nama : Ny. D
Usia : 25 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien wanita umur 25 tahun masuk KB RSUP Dr. M Djamil padang
tanggal 29 Desember 2016 pukul 19.30 WIB. Rujukan dari RS Aisyah Pariaman dengan
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 1 hari SMRS, membasahi beberapa helai
29
Tidak haid sejak 7 bulan yang lalu.
Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, siklus tidakteratur , lamanya 4-5 hari,
1. Sekarang
Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Riwayat imunisasi :-
30
PEMERIKSAAN FISIK
BB : 60 kg TB : 160 cm
Sianosis : - /- Anemis : - /-
Ikterik :-/-
STATUS GENERALISATA
Leher : JVP 5 2 CmH2O, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.
Paru
Perkusi : sonor
Jantung
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
31
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada, bunyi tambahan tidak ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema - / - pada kedua tungkai bawah, Reflek
Status Obstetrikus
Abdomen :
-sikatrik (-).
32
His : -
Perkusi : Tymphani
Genitalia :
Inspekulo : Vagina : Tumor (-), laserasi (-), fluksus (-), tampak cairan jernih di
fornix posterior
Portion : NP, tampak sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-), laserasi
servikalis
Diagnosis Kerja :
Pemeriksaan Penunjang
Darah
MCHC : 33 %
Kesan :
- Anemia ringan
- Leukositosis
33
Urin
Kekeruhan : negatif
Silinder : negatif
Kristal : negatif
- Kimia : Protein :-
Glukosa :-
Bilirubin : negatif
Urobilinogen : positif
Kesan :
USG:
- Biometri:
o BPD: 72 mm
o AC: 240 mm
o FL: 57 mm
o EFW: 1200-1300 gr
- AFI ; 4,3
34
- Plasenta tertanam di korpus belakang,
35
Diagnosis :
Tatalaksana
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Nifedipin 3 x 10 mg
- CTG / 12 jam
36
Follow-up
Interpretasi CTG
Variabilitas :< 6
37
Gerak janin : ada
Tanggal Follow Up
30/ 12/2016 S/ demam (-), tanda-tanda inpartu (-), gerak anak (+),
PPV (-)
O/
KU Kes TD Nd Nfs Sh
Sedang CMC 110/80 82 x/i 20 x/i 36,70
C
Oligohidromnion.
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Nifedipin 3 x 10 mg
- CTG / 12 jam
38
31 / 12 / 2017 S/ demam (-), tanda-tanda inpartu (-), gerak anak (+),
PPV (-)
O/
KU Kes TD Nd Nfs Sh
Sedang CMC 110/80 82 x/i 20 x/i 36,70
C
Oligohidromnion.
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
- Nifedipin 3 x 10 mg
- CTG / 12 jam
39
BAB 4
DISKUSI
Telah ditampilkan kasus seorang primigravida berumur 25 tahun yang masuk Kamar
Bersalin RSUP Dr. M. Djamil Padang,Rujukan dari RS Aisyah Pariaman dengan diagnosis
Diagnosis PRM pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis diketahui pasien mengeluh keluar air-air yang banyak dari kemaluan
sejak 1 hari sebelum masuk RS, yang membasahi beberapa helai kain sarung dengan bau
amis dan warna jernih, dengan test lakmus positif (merubah warna lakmus merah menjadi
biru) yang menunjukkan cairan ini memiliki pH > 7, sesuai dengan karakter cairan ketuban
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak didapatkan tanda-tanda persalinan (in
partu), disimpulkan pasien belum in partu. Sehingga diagnosa PRM pada pasien ini sudah
sesuai dengan definisi PRM, yaitu pecahnya ketuban sebelum proses persalinan. Pada
pemeriksaan CTG ditemukan variabilitas <6 bpm, baseline 140-150, tidak ada akselerasi , dan
tidak ada deselerasi, gerak janin ada, kontraksi tidak ada. Kesan dari hasil pemeriksaan CTG
adalah CTG non reaktif. Pada pasien dengan oligohidramnion dan ketuban pecah dini
biasanya akan terjadi deselerasi pada gambaran CTG karena cairan amnion yang merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan, sarana yang
memungkinkan janin bergerak bebas sudah berkurang dan akibatnya gerak janin menjadi
40
`Maka rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah ekspektatif dengan melakukan
kontrol KU, VS, His, DJJ , IVFD RL 28 tpm, Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr, Inj. Dexametason 2 x 2
41
Daftar Pustaka
1. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP, Miller LA.Fetal Heart Rate Monitoring.4th ED.
Pengalaman RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad/FK UPN Veteran. PIT POGI, Balikpapan,
2008.
3. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic fetal monitoring.UK,
5.RCOG. The use of electronic fetal monitoring : The use and interpretation of
Desember 2016.
7.Campos DAD, Spong CY, Chadraharan E.FIGO consensus guidelines on intrapartum fetal
131,1324.
42