Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesejahteraan janin intrauterin dan intrapartum merupakan kesatuan yang memerlukan

perhatian serius.Karena penyebab yang kurang jelas, dapat terjadi kematian janin intrauterin

secara mendadak.terdapat beberapa faktor yang memelihara janin didalam uterus sehinga

janin tersebut bertumbuh kembang secara optimal. Dengan demikian, pada saat persalinan,

dapat tercapai well born baby dan well health mother.2

Dengan diketahuinya kehamilan beresiko tinggi untuk janin, tes untuk menentukan

kesejahteraan janin harus dimulai setelah kehamilan minggu ke 30. Dalam 10 tahun lalu, tes

biofisik untuk menentukan kesejahteraan janin telah menggantikantes bio kimia. Tes ini

adalah:2

- Perhitungan pergerakan janin ( tendangan janin)

- Kardiotokograf

- Pemeriksaan ultrasonografi serial

- Bentuk gelombang kecepatan aliran doppler

Tidak satupun tes ini mempunyai nilai tes prediksi positif yang tinggi, namun masing-

masing mempunyai nilai prediksi prediksi negatif yang tinggi.4

Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas pelayanan

obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal Indonesia masih jauh diatas

rata-rata negara maju, yaitu 60 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup.

Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin.

Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk

1
mengidentifikasi janin yang mempunyai risiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin

atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi segera

untuk memperbaiki nasib neonatus tersebut.4

1.1 Batasan Masalah

Laporan Kasus ini membahas tentang definisi, indikasi, cara pemeriksaan dan

interpretasi pemeriksaan CTG

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis mengenai

definisi, indikasi, cara pemeriksaan dan interpretasi pemeriksaan CTG

1.3 Manfaat Penulisan

Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literature.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kardiotokografi (KTG) adalah seperangkat alat elektronik yang dapat dipergunakan

dalam memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian denyut jantung janin (DJJ), kontraksi

uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan

kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan

amnion yang cukup.2

Pada prinsipnya kardiotokografi berfungsi sebagai pengevaluasi kondisi janin dengan

merekam pola denyut jantung janin dan memantau efek kontraksi uterus.Atau secara

pengertian bisa dikatakan kardiotokografi adalah : Suatu instrumen elektronik yang dirancang

untuk mendeteksi kecepatan denyut jantung janin (KDJ) secara serentak dan mengukur

intensitas dan lama nya kontraksi uterus ( KU). 2

Kardiotokografi didasarkan pada asumsi bahwa janin yang sehat akan lebih aktif dari

pada janin yang beresiko dan jantungnya akan berespon terhadap kontraksi uterus dengan

berdetak lebih cepat. 1

2.2 Cara Pemeriksaan

Ada 2 metode pemeriksaan kardiotokografi :

- Metode Eksternal

Dilakukan dengan memasangkan sensor bertekanan ( pressure sensor) di pasangkan

pada bdomen wanita, dengan posisi duduk setengah berbaring ( bukan terlentang lurus karena

dapat menghasilkan temuan yang keliru)dihubungkan ke ultrasound. 2

3
- Metode Internal

Pencatatan langsung dengan cara lain bisa dilakukan, setelah ketuban pecah dengan

menggunakan slang bertekanan yang dimasukkan kerongga amnion melalui

vagina.Pengamatan janin secara langsung ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban

pecah dan servik agak dilatasi.Perekaman yang segera dan terus menerus frekwensi denyut

jantung janin, khususnya dalam hubungan nya dengan kontraksi uterus,memberikan suatu

penilaian terhadap kesejahteraan janin. Perubahan pada frekwensi jantung janin merupakan

petunjuk paling awal dari insufisiensi uteroplasenter atau kompresi tali pusat. Jika kontraksi

spontan tidak terjadi pada 30 menit, dapat dirangsang dengan merangsang puting susu. Variasi

denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi dicatat. Jika janin letargik, ia dapat

dirangsang untuk bergerak dengan melakukan ketukan pada uterus secara lembut. 1

4
2.3 Indikasi Pemeriksaan CTG

Pada kehamilan normal, pemeriksaan CTG pada umumnya bisa di abaikan. Pada

persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan secara intermiten

selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila grafiknya abnormal atau adanya

resiko yang baru terlihat, perlu dilakukan pencatatan terus menerus. 4

Indikasi pemeriksaan CTG sebelum dan selama persalinan (menurut Berg, 1988) :

1. Indikasi Absolut

No Indikasi Waktu

1 Post maturitas >7 hari Setiap hari

2 Insufisiensi placenta Beberapa kali/hari

3 Hipertonus, imaturitas janin Setiap 4 hari

4 Kontraksi terlampau dini Beberapa kali/hari

5 Berisiko persalinan prematur Setiap 2 hari

6 Diabetes Setiap 1-2 hari

7 Kehamilan ganda Setiap 4 hari

8 Inkompatibilitas Rh Setiap hari s/d setiapminggu

9 Plasenta letak rendah Beberapakali /hari

10 Plasenta previa Setiap 4 hari

11 Perdarahan trimester ke dua Setiap 4 hari

12 Setelah mengalami trauma / kecelakaan Diulang setiap hari/setiap 4 hari

5
2. Indikasi Relatif

No Indikasi Waktu

1 Usia ibu dibawah 18 tahun, diatas 40 tahun Setiap 2 hari

Riwayan kehamilan dengan komplikasi

2 Oligohidramnion, polihidramnion Setiap 2-4 hari

3 Gerakan janin terasa berkurang Setiap 2-4 hari

4 Setiap hari

2.4 Kontra Indikasi

Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun

janin. 1

2.5 Fisiologi Kesejahteraan Janin dan Faktor Yang Mempengaruhiya

Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP) arteri uterina

adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg, dan tekanan dalam cairan

amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi normal

pada rongga intervillus. Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat

menjadi 90 mmHg, tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalam cairan

amnion menjadi 60 mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah

intramiometrium.Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut akan

menekan Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi oklusi aliran darah

(terutama VKI). Bila kondisi janin dan ibu baik, maka proses oklusi tersebut tidak

menimbulkan dampak negatif pada janin. 1

6
Gambar 2.1Sirkulasi utero-plasenta di luar kontraksi uterus. 1

Gambar 2.2 Sirkulasi utero-plasenta saat kontraksi uterus. 1

Aliran darah ke uterus dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu posisi ibu, aktivitas

fisik (olahraga atau exercise), kontraksi uterus, area permukaan plasenta, anestesia,

hipertensi, dan jarak difusi . Gangguan pada faktor-faktor tersebut akan menurunkan aliran

darah ke uterus. 1

2.6 Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu sistem saraf simpatis, sistem

saraf para simpatis, baroreseptor, kemoreseptor, susunan saraf pusat (SSP), sistem pengaturan

7
hormonal, dan Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,

stretchreceptors dan pusat pengaturan). 1

1. Sistem Saraf Simpatis

Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf

simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ,

menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam

keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.

Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ

dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.

2. Sistem saraf Parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari

batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak di

antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan

menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan

meningkatkan frekuensi DJJ.

3. Baroreseptor

Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah

meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada

batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi

DJJ dan curah jantung.

4. Kemoreseptor

Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah

karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini

8
berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan

serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi

refleks dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan

memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar

karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan

menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan

bradikardi dan hipotensi.

5. Susunan Saraf Pusat

Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan

janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan

berkurang.

6. Sistem Pengaturan Hormonal

Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan

epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan

kontraksi jantung dan hipertensi.

7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretchreceptors dan

pusat pengaturan. 1

Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber,

yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri

yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan

arteri karotis, dan stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke

cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya

menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ.

9
Gambar 2.3 Faktor yang mempengaruhi DJJ. 1

Gambar 2.4 Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ. 1

10
2.7 Teknik Pemeriksaan

1. Persiapan Pasien

a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan

kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter

penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).

b. Kosongkan kandung kencing.

c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.

d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu

tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.

e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum maksimum

DJJ

f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi

berakhir..

g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum

maksimum.

h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang

telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman

CTG.

i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.

j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai).

k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.

l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).

11
m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada

tempatnya.

n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.

o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik membantu

membacakan hasil interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter. 2

2. Evaluasi / pembacaan hasil CTG

Ada 4 pola kardiotokografi yang mungkin terjadi, yaitu :

- Normal

Pola normal menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati dalam 7-10 hari

berikutnya Janin ini disebut reaktif.Frekwensi denyut jantung janin normal adalah antara 110

dan 160 denyut permenit dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15 denyut permenit.

Selama pola ini persisten sepanjang persalinan, prognosis neonatus baik.

- Suboptimal

Jika di dapati pola suboptimal,resiko janin sedikit meningkat dan tes harus diulang dalam3-4

hari.

12
- Deselerasi

pola deselerasi menunjukkan bahwa tes harus diulang keesokan harinya, kecuali jika kondisi-

kondisi untuk melahirkan sudah memungkinkan, sehinggapersalinan harus di induksi.

- Preterminal

Pola preterminal menunjukkan bahwa janin mempunyai resiko kematian didalam uterus yang

tinggi dan harus dilahirkan segera.Satu masalah dengan kardiotokografi adalah bahwa pola

yang normal meramalkan bahwa janin tidak dalamkeadaan yang bahaya, dan pola abnormal

tidak memberikan prediksi yang akurat terhadap bahaya janin. 2

2.8 Interpretasi CTG

a.Kontraksi Uterus

Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau dalam 30

menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap lama kontraksi, intensitas

(amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua kontraksi. Beberapa batasan berikut ini

berkaitan dengan kontraksi uterus yaitu :1

1. Kontraksi Uterus Normal

Terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10 menit, rata-rata dipantau selama 30 menit

pemeriksaan.

2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau selama 30

menit pemeriksaan.

3. Catatan : istilah hiperstimulasi dan hiperkontraktilitas sudah tidak dipergunakan lagi.

Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan dengan

deselerasi DJJ.Istilah takhisitol dipergunakan pada persalinan spontan atau dengan

13
induksi.Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda tergantung apakah kontraksi

tersebut timbul spontan atau akibat induksi persalinan.

b. Frekuensi dasar (Baseline)

Freeman dkk (2012) memberi batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 160 dpm

teratur.Definisi frekuensi dasar DJJ menurut NICHD adalah nilai ratarata DJJ yang dipantau

selama 10 menit, dengan peningkatan 5 dpm.Bila perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini

disebut perubahan periodik atau berkala (periodic changes).

c. Bradikardia

Freeman dkk (2012) memberi batasan bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ < 110 dpm.

Secara umum, bradikardia dengan frekuensi antara 80 110 dpm yang disertai variabilitas

moderat (5 25 dpm) menunjukkan oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan DJJ

tersering sebagai respons akibat peningkatan tonus vagal.

Gambar 2.5 Bradikardi Janin

d. Takhikardia

Freeman dkk (2012) memberi batasan takhikardia adalah frekuensi dasar DJJ > 160

dpm.Takhikardi menggambarkan peningkatan rangsang simpatis dan atau penurunan rangsang

parasimpatis, dan secara umum berkaitan dengan hilangnya variabilitas.Kebanyakan

takhikardia janin tidak berhubungan dengan adanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan

aterm. Lakukan pengamatan dengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada

janin aterm tanpa diketahu apa faktor penyebabnya.

14
Faktor-faktor yang berkaitan atau menjadi etiologi takhikardia adalah:1

1. Hipoksia janin

2. Demam pada ibu

3. Obat-obatan parasimpatolitik

4. Atropin

5. Hydroxyzine hydrochloride (Atarax atau Vistaril)

6. Phenothiazines

7. Hiperthiroid pada ibu

8. Anemia janin

9. Sepsis Janin

10. Gagal jantung janin

11. Khorioamnionitis

12. Takhiaritmia jantung janin

13. Obat-obatan simpatomimetik beta

Gambar 2.6 Takikardi Janin

e. Variabilitas

Varibilitas normal bila amplitudonya 5-25bpm.Interval DJJ pada janin yang sehat

menunjukkan gambaran yang tidak uniform (nonuniformity), dikenal sebagai variabilitas beat

to beat.Variabilitas tersebut menggambarkan fungsi simpatis dan parasimpatis dan disebut

15
sebagai variabilitas jangka pendek (short term variability atau STV).STV tidak dapat dilihat

oleh mata, tetapi dinilai oleh sistem komputer dalam peralatan KTG tersebut. Komputer

menilai dalam interval rata-rata setiap 20 30 milidetik atau 2 3 dpm bila dikonversi ke

dalam frekuensi DJJ. Variabilitas berkurang, bila interval amplitude kurang dari 5 bpm selama

lebih dari 50 menit pada frekuensi dasar.Variabilitas yang kita lihat pada kertas KTG adalah

variabilitas jangka panjang (long term variability atau LTV). Fluktuasi LTV DJJ memiliki

siklus 3 5 per menit dengan amplitudo 5 20 dpm.LTV berkurang bila variabilitasnya < 5

dpm.Druzen dkk (1979) menyatakan bahwa sistem parasimpatis lebih berperan dalam

pengaturan STV sedangkan sistem parasimpatis lebih berperan pada pengaturan LTV.1

Gambar 2.7Variabilitas berkurang

Gambar 2.8 Variabilitas jangka panjang (long-term variability). 1

16
Variabilitas meningkat bila interval amplitudonya lebih dari 25 bpm selama lebih dari

30menit.

Gambar 2.9 Variabiltas meningkat

f. Akselerasi

Akselerasi adalah peningkatan DJJ 15 dpm tiba-tiba (onset ke puncak dalam waktu kurang

dari 30 detik) dari frekuensi dasar DJJ, dan berlangsung lebih dari 15 detik, tetapi kurang dari

10 menit. Adanya akselerasi DJJ dapat dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang

dalam kondisi depresi atau asidosis 1

g. Perubahan Periodik

Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselerasi DJJ yang bersifat transien yang kembali

ke frekuensi dasar semula atau frekuensi dasarnya menjadi berubah.Pada umumnya,

perubahan periodik ini terjadi sebagai respon terhadap kontraksi uterus atau gerakan

janin.Takhikardia, bradikardia, dan variabilitas memengaruhi perubahan frekuensi dasar DJJ. 1

h. Deselerasi

Deselerasi adalah penurunan DJJ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ, dan berlangsung lebih

dari 15 detik.Deselerasi dapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau

insufisiensi uteroplasenta.Dikenalada empat jenis deselerasi yaitu deselerasi dini, lambat,

variabel dan lama (prolonged decelerations).

17
i.Deselerasi dini

Deselerasi yang dangkal, pendek terus menerus dengan variabilitas normal dalam

deselerasi dan bertepatan dengan kontraksi.Hal disebabkan oleh kompresi kepala janin dan

tidak menunjukkan adanya janin hipoksia / asidosis.7

Gambar 2.8 Mekanisme deselerasi dini (kompresi kepala). 1

Gambar 2.9 Deselerasi lambat

j.Deselerasi Variabel

Deselerasi yang memperlihatkanpenurunan yang cepat (onset ke titik puncak dalam

waktu kurang dari 30 detik), baik variabilitas dalam deselerasi, pemulihan yang cepat dengan

18
baseline, variasi ukuran, bentuk, dan hubungan dengan kontraksi uterus.Deselerasi variabel

merupakan mayoritas deselerasi, dan dimediasi oleh respon baroreseptor yang menyebabkan

peningkatan tekanan arteri, seperti yang terjadi dengan kompresi tali pusat. Deselerasi variabel

jarang berhubungan dengan janin hipoksia / asidosis.7

Deselerasi variabel seringkali menunjukkan adanya obstrusi sirkulasi umbilikus.Pada

kala dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai akibat kompresi kepala.Deselerasi

variabel juga dapat disebabkan oleh regangan umbilikus, suhu dingin, dan peningkatan

tekanan pO2 pada saat bayi mulai bernafas. 1

Gambar 2.10 Mekanisme deselarsi variabel

Gambar 2.11KTG dengan deselerasi variabel. 6

19
Gambar 2.12 Variabel deselerasi.pemantauan FHR internal pada 1 cm / min (grafik atas), 2

cm / min (grafik tengah) dan 3 cm / min (grafik bawah).

k.Deselerasi Lambat

Deselerasi lambat (berbentuk U) adalah deselerasi dengan onset bertahap dan / atau

kembali secara bertahap ke baseline dan / atau variabilitas berkurang dalam deselerasi.

Deselerasi ini adalah indikasi dari respon kemoreseptor dan dimediasi hipoksemia janin.7

Deselerasi lambat adalah penurunan frekuensi DJJ 15 dpm, deselarasi terjadi setelah

tercapainya puncak kontraksi uterus.Deselerasi lambat terjadi akibat terganggunya sirkulasi

uteroplasenta di daerah rongga intervilus. 1

Deselerasi dengan onset bertahap dan / atau kembali secara bertahap ke dasar dan /

atau mengurangi variabilitas dalam deselerasi .Onset bertahap dan kembali terjadi ketika lebih

dari 30 detik berlalu antara awal / akhir deselerasi dan titik nadir.Ketika kontraksi dipantau,

deselerasi lambat mulai lebih dari 20 detik setelah timbulnya kontraksi, mencapai puncak

setelah kontraksi, dan kembali ke baseline setelah akhir kontraksi. 7

20
Gambar 2.13 Mekanisme Deselerasi lambat

l.Deselerasi lama (prolonged decelerations)

Deselerasi berkepanjangan: berlangsung lebih dari 3 menit dan hal ini dimediasi oleh

komponen kemoreseptor dan dengan demikian untuk menunjukkan hipoksemia. Deselerasi

melebihi 5 menit, dengan FHR dipertahankan kurang dari 80 bpm dan mengurangi variabilitas

dalam deselerasi, sering dikaitkan dengan janin akut hipoksia / asidosis dan memerlukan

intervensi muncul.

21
Gambar 2.14 Deselerasi prolonged

Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali disertai

penurunan variabilitas dan berkaitan dengan insufisiensi uteroplasenta.Disfungsi SSP : Martin

dkk (1979) menyatakan bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka akan timbul deselerasi

lama sebagai tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut tidak diperbaiki,maka akan terjadi

disfungsi SSP yang ditandai dengan hilangnya variabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ

menunjukkan janin telah mengalami asidemia yang parah (berat).Gambaran disfungsi SSP

dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut : 1. Datar (flat) 2. Tumpul (blunted) 3. Frekuensi

dasar tidak stabil (unstable baseline) 4. Overshoot 5. Pola sinusoidal (Sinusoidal patterns) 6.

Check mark patterns

Berikut ini disampaikan beberapa contoh hasil rekaman KTG yang menunjukkan adanya

disfungsi SSP

22
Gambar 2.15 Pola DJJ datar (flat) tanpa perubahan periodik.Keadaan ini dapat disebabkan

oleh adanya abnormalitas SSP, obat-obatan, atau janin yang mengalami disfungsi SSP dan

hipoksia.1

Gambar 2.13 Pola DJJ tumpul, janin meninggal saat dalam pemantauan.Plasenta menunjukkan

gambaran khorioamnionitis akut dan funisitis yang menunjukkan kausa kematian adalah

reaksi inflamasi. 1

23
Gambar 2.14 Pola frekuensi dasar DJJ tidak stabil (wandering). 1

m. pola sinusoidal

Pola sinusoidal yaitu pola yang halus, sinyal bergelombang, menyerupai gelombang

sinus, dengan amplitudo 5-15 bpm, dan frekuensi 3-5 siklus per menit.Pola ini berlangsung

lebih dari 30 menit, dan bertepatan dengan absen percepatan.

Dasar patofisiologi dari pola sinusoidal belum jelas, tapi itu ada hubungan dengan

anemia janin yang parah, seperti ditemukan anti-D alloimmunization, perdarahan pada ibu,

twin-to twin sindrom transfusi, dan pecah vasa previa.Hal ini juga telah dijelaskan dalam

kasus-kasus akut janin hipoksia, infeksi, kelainan jantung, hidrosefalus, dan gastroschisis.

Gambar 2.15 Pola sinusoid

24
n. Pola Pseudosinusoidal

Pola menyerupai pola sinusoidal, tetapi dengan penampilan lebih bergerigi "Melihat-

gigi", bukan pada bentuk gelombang sinus halus .Durasinya jarang melebihi 30 menit dan itu

ditandai oleh pola normal sebelum dan sesudah.Pola ini banyak terjadi setelah pemberian

analgesik dengan ibu, dan selama janin mengisap dan gerakan mulut lainnya.Kadang sangat

sulit untuk membedakan pola pseudosinusoidal dari pola sinusoidal benar.

Gambar 2.16 Pola pseudosinosoid

Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi :

1. Janin hidup dengan usia kehamilan 28 minggu.

2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).

3.Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus uteri diketahui.

4. Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.

5. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG terkomputerisasi)

sesuai buku petunjuk dari pabrik.

Sebelum melakukan interpretasi KTG harus mengetahui bagaimana kondisi ibu dan

janin, peralatan yang dipakai, dan sarana pendukung lainnya yang berkaitan dengan PKJ.Hal

25
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitan dengan risiko hipoksia pada janin.

NICHD (2008) dan Freeman dkk (2012) merekomendasikan penerapan Tiga Katagori dalam

interpretasi DJJ sebagai berikut : 1,5,6

a. Katagori I

Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan menggambarkan status asam

basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal. Katagori I dapat dipantau pada

pemeriksaan rutin asuhan antenatal dan tidak memerlukan tatalaksana khusus.

b.Katagori II

Katagori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin, saat ini belum

ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan katagori ini menjadi Katagori I atau

Katagori III.Katagori II memerlukan evaluasi dan pemantauan lanjut serta reevaluasi dan

mencari factor-faktor yang berkaitan dengan keadaan klinis.Pada beberapa keadaan

diperlukan uji diagnostic untuk memastikan status kesejahteraan janin atau melakukan

resusitasi intrauterine pada hasil Katagori II ini.1

c.Katagori III

Katagori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada saat pemantauan janin

tersebut dilakukan.Katagori III memerlukan evaluasi yang baik (akurat). Pada kondisi ini,

tindakan yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk memberikan oksigenasi bagi ibu,

merubah posisi ibu, menghentikan stimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan

penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu itu. Bila

Katagori III tidak dapat diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (persalinan).1

Kategori I : Pola DJJ Normal

1. Frekuensi dasar DJJ : 110 160 dpm

26
2. Variabilitas DJJ : moderat (5 25 dpm)

3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel

4. Tidak ada atau ada deselerasi dini

5. Ada atau tidak ada akselerasi

KategoriII : Pola DJJ Ekuivokal

Frekuensi Dasar dan Variabilitas

1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai hilangnya variabilitas

(absent variability)

2. Takhikardia ( DJJ>160 dpm)

3. Variabilitas minimal (1 5 dpm)

4. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang

5. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)

Perubahan Periodik

1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi

2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau moderat

3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi< 10 menit

4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate baseline variability)

5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke frekuensi dasar

lambat atau ada gambaran overshoot

KategoriIII : Pola DJJ abnormal

Tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :

1. Deselerasi lambat berulang

2. Deselerasi variabel berulang

27
3. Bradikardia

4. Pola sinusoid (sinusoidal pattern). 1

28
BAB 3
LAPORAN KASUS

Seorang pasien wanita berusia 25 tahun datang ke KB IGD RSUPDr. M. Djamil

Padang pada tanggal 29 Desember 2016, pukul 19.30 WIB dengan identitas:

Nama : Ny. D

Usia : 25 tahun

Alamat : Jln. M. Yamin, Pariaman

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status Menikah : Menikah

Pendidikan : SMA

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Pasien wanita umur 25 tahun masuk KB RSUP Dr. M Djamil padang

tanggal 29 Desember 2016 pukul 19.30 WIB. Rujukan dari RS Aisyah Pariaman dengan

diagnosis G1P0A0H0 gravid 28-29 minggu + PRM + oligohidroamnion

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 1 hari SMRS, membasahi beberapa helai

kain sarung, warna jernih, bau amis.

Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari ada.

Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada.

Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.

Demam tidak ada.

29
Tidak haid sejak 7 bulan yang lalu.

HPHT : 18 6 2016 TP : 25 03 -2016

Gerak anak dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).

ANC : kontrol ke bidan teratur, sejak usia kehamilan 3 bulan

Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, siklus tidakteratur , lamanya 4-5 hari,

jumlah 2-3 ganti duk/hari, nyeri haid (-).

Riwayat Kehamilan / Persalinan / Nifas / Ginekologi :

1. Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakitketurunan, menular dan kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan& kebiasaan :

Riwayat Perkawinan : 1 tahun 2007

Riwayat pendidikan : SLTA

Riwayat pekerjaan : ibu rumah tangga

Riwayat kebiasaan : tidak merokok, minum alkohol dan narkoba

Riwayat imunisasi :-
30
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit sedang Nadi : 85 kali/menit

Kesadaran : Komposmentis kooperatif Nafas : 22 kali/menit

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,7C

BB : 60 kg TB : 160 cm

BMI : 22,38 kg/m2 Edema :-/-

Sianosis : - /- Anemis : - /-

Ikterik :-/-

STATUS GENERALISATA

Kulit : tidak tampak kelainan

KGB : tidak tampak dan tidak teraba pembesaran

Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.

Leher : JVP 5 2 CmH2O, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan KGB.

Paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis.

Palpasi : fremitus kiri dan kanansama

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

31
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada, bunyi tambahan tidak ada

Abdomen : Status obstetrikus

Punggung : Tidak ada kelainan

Genitalia : Status obstetrikus

Anus : Colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema - / - pada kedua tungkai bawah, Reflek

fisiologis + / +, Reflek patologis - / -

Status Obstetrikus

Muka : chloasma gravidarum (+)

Mammae : I : areola dan papilla hiperpigmentasi,

Abdomen :

Inspeksi : -tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm

-Linea mediana hiperpigmentasi,

-striae gravidarum (+)

-sikatrik (-).

Palpasi : L I : FUT teraba 3 jari di atas pusat

Teraba massa besar, lunak, noduler di kanan ibu

L II : Teraba tahanan terbesar di kanan ibu

Teraba bagian-bagian kecil di kiri ibu

L III : Teraba bagian terbawah janin keras, konvergen

32
His : -

Perkusi : Tymphani

Auskultasi : BJA (+) 140-152x/menit

Genitalia :

Inspekulo : Vagina : Tumor (-), laserasi (-), fluksus (-), tampak cairan jernih di

fornix posterior

Portion : NP, tampak sebesar jempol tangan dewasa, tumor (-), laserasi

(-), fluksus (+), tampak cairan jernih mengalir dari kanalis

servikalis

Diagnosis Kerja :

- G1P0A0H0 gravid preterm 28-29 minggu + PPROM.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium(29 Desember 2016) :

Darah

Hb : 10,4gr/dl Hematokrit : 32%

Leukosit : 12.020/mm3 MCV : 86fl

Trombosit : 279.000/mm3 MCH : 28 pg

MCHC : 33 %

Kesan :

- Anemia ringan

- Leukositosis

33
Urin

- Makroskopis: Warna : kuning

Kekeruhan : negatif

- Mikroskopis: Leukosit : 0-1/ LPB

Eritrosit : 0-1 / LPB

Silinder : negatif

Kristal : negatif

Epitel : gepeng (+)

- Kimia : Protein :-

Glukosa :-

Bilirubin : negatif

Urobilinogen : positif

Kesan :

- Hasil dalam batas normal

USG:

- janin hidup tunggal intrauterin. Aktivitas gerak janin terbatas.

- Biometri:

o BPD: 72 mm

o AC: 240 mm

o FL: 57 mm

o EFW: 1200-1300 gr

- AFI ; 4,3

34
- Plasenta tertanam di korpus belakang,

Kesan: gravid 28-29 minggu, janin hidup, dan oligohidromnion.

35
Diagnosis :

- G1P0A0H0 gravid preterm 28-29 minggu + PPROM + Oligohidromnion.

Tatalaksana

- Kontrol KU, VS, His, DJJ

- IVFD RL 28 tpm

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Dexametason 2 x 2 amp

- As. Mefenamat 3 x 500 mg

- Nifedipin 3 x 10 mg

- CTG / 12 jam

36
Follow-up

Hasil CTG pasien pada tanggal 31 Desember pukul 18.00

Interpretasi CTG

Variabilitas :< 6

Baseline : 140-150 bpm

Akselerasi : tidak ada

Deselerasi : tidak ada

37
Gerak janin : ada

Kontraksi : tidak ada

Kesan : CTG non reaktif

Tanggal Follow Up

30/ 12/2016 S/ demam (-), tanda-tanda inpartu (-), gerak anak (+),

PPV (-)

O/

KU Kes TD Nd Nfs Sh
Sedang CMC 110/80 82 x/i 20 x/i 36,70
C

Abdomen :His (-), DJJ; 140-150 x/i

Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

A/ G1P0A0H0 gravid preterm 28-29 minggu + PPROM +

Oligohidromnion.

P/ Kontrol KU, VS, His, DJJ

- IVFD RL 28 tpm

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Dexametason 2 x 2 amp

- As. Mefenamat 3 x 500 mg

- Nifedipin 3 x 10 mg

- CTG / 12 jam

38
31 / 12 / 2017 S/ demam (-), tanda-tanda inpartu (-), gerak anak (+),

PPV (-)

O/

KU Kes TD Nd Nfs Sh
Sedang CMC 110/80 82 x/i 20 x/i 36,70
C

Abdomen :His (-), DJJ; 140-150 x/i

Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

A/ G1P0A0H0 gravid preterm 28-29 minggu + PPROM +

Oligohidromnion.

P/ Kontrol KU, VS, His, DJJ

- IVFD RL 28 tpm

- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr

- Inj. Dexametason 2 x 2 amp

- As. Mefenamat 3 x 500 mg

- Nifedipin 3 x 10 mg

- CTG / 12 jam

39
BAB 4
DISKUSI

Telah ditampilkan kasus seorang primigravida berumur 25 tahun yang masuk Kamar

Bersalin RSUP Dr. M. Djamil Padang,Rujukan dari RS Aisyah Pariaman dengan diagnosis

G1P0A0H0 gravid 28-29 minggu + PRM + oligohidroamnion

Diagnosis PRM pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Dari anamnesis diketahui pasien mengeluh keluar air-air yang banyak dari kemaluan

sejak 1 hari sebelum masuk RS, yang membasahi beberapa helai kain sarung dengan bau

amis dan warna jernih, dengan test lakmus positif (merubah warna lakmus merah menjadi

biru) yang menunjukkan cairan ini memiliki pH > 7, sesuai dengan karakter cairan ketuban

dan terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak didapatkan tanda-tanda persalinan (in

partu), disimpulkan pasien belum in partu. Sehingga diagnosa PRM pada pasien ini sudah

sesuai dengan definisi PRM, yaitu pecahnya ketuban sebelum proses persalinan. Pada

pemeriksaan CTG ditemukan variabilitas <6 bpm, baseline 140-150, tidak ada akselerasi , dan

tidak ada deselerasi, gerak janin ada, kontraksi tidak ada. Kesan dari hasil pemeriksaan CTG

adalah CTG non reaktif. Pada pasien dengan oligohidramnion dan ketuban pecah dini

biasanya akan terjadi deselerasi pada gambaran CTG karena cairan amnion yang merupakan

pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan, sarana yang

memungkinkan janin bergerak bebas sudah berkurang dan akibatnya gerak janin menjadi

terbatas dan mudah terjadi hipoksia pada janin.

40
`Maka rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah ekspektatif dengan melakukan

kontrol KU, VS, His, DJJ , IVFD RL 28 tpm, Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr, Inj. Dexametason 2 x 2

amp, As. Mefenamat 3 x 500 mg, Nifedipin 3 x 10 mg, CTG / 12 jam.

41
Daftar Pustaka

1. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP, Miller LA.Fetal Heart Rate Monitoring.4th ED.

Lippincott, Williams & Wilkins, 2012.

2. Endjun JJ, Santana S, Resistantie N. Standarisasi pemantauan kesejahteraan janin.

Pengalaman RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad/FK UPN Veteran. PIT POGI, Balikpapan,

2008.

3. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic fetal monitoring.UK,

2003.Di unduh dari http://www.nice.org.uk pada tanggal 31 desember 2016.

4. Karsono B. Kardiotokografi. Pemantauan Elektronik Denyut Jantung Janin. Bagian Obstetri

dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

5.RCOG. The use of electronic fetal monitoring : The use and interpretation of

cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based Clinical Guideline

Number 8. 2001. Di unduh dari http://www.rcog.org.uk pada bulan Juni 2005.

6.Cardiotocography. Di unduh dari http://www.fetal.freeserve.co.od pada tanggal 31

Desember 2016.

7.Campos DAD, Spong CY, Chadraharan E.FIGO consensus guidelines on intrapartum fetal

monitoring: Cardiotocography. International Journal of Gynecology and Obstetrics:2015,

131,1324.

42

Anda mungkin juga menyukai