Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh
penyakit penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan
kesejahteraan janin dalam rahim. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi
adanya gangguan yang berkaitan hipoksia janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan
tersebut dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut.
Hampir semua ibu hamil pasti menginginkan kehamilannya berjalan lancar, persalinan
berjalan normal, dan melahirkan bayi sehat. Untuk mewujudkan keinginan tersebut tak pelak
lagi dibutuhkan pemeriksaan kehamilan yang teratur.
Sebenarnya bukan hanya untuk ibu, pemeriksaan kehamilan pun bermanfaat untuk
kesejahteraan janin. "Untuk ibu, misalnya, pemeriksaan berguna untuk mendeteksi dini jika
ada komplikasi kehamilan, sehingga dapat segera mengobatinya; mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan selama kehamilan; mempersiapkan mental dan fisik dalam
menghadapi persalinan; mengetahui berbagai masalah yang berkaitan dengan kehamilannya,
juga bila kehamilannya dikategorikan dalam risiko tinggi, sehingga dapat segera ditentukan
pertolongan persalinan yang aman kelak."
Sementara untuk bayi, pemeriksaan itu bisa meningkatkan kesehatan janin dan mencegah
janin lahir prematur, berat bayi lahir rendah, lahir mati, ataupun mengalami kematian saat
baru lahir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu cardiotokografi?
2. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi cardiotokografi?
3. Bagaimana persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan cardiotokografi?
4. Bagaimana cara menginterpretasi hasil pemeriksaan cardiotokografi?
5. Apa manfaat pemeriksaan cardiotokografi dalam kehamilan dan persalinan?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian cardiotokografi
2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi cardiotokografi
3. Mengetahui persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan cardiotokografi
4. Mengetahui cara menginterpretasi hasil pemeriksaan cardiotokografi
5. Mengetahui manfaat pemeriksaan cardiotokografi dalam kehamilan dan persalinan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kardiotokografi menyajikan kesejahteraan janin
Kardio → denyut jantung
Toko → kontraksi uterus
Keduanya disajikan pada waktu yang bersamaan, denyut jantung terdapat dibagian atas
catatan dan kontraksi dibawahnya. Cardiotokografi adalah suatu metoda elektronik untuk
memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan.
Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan apakah bayi
menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia kandungan minimal 26-28 minggu,
atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi. Cardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut
jantung janin untuk menilai kesejahteraanya (fetal-wellbeing).
Dalam Cardiotokografi terdapat 3 hal yang di catat :
1. Denyut jantung janin
2. Kontraksi Rahim
3. Gerakan janin.
Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan
gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan
frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi tidak
diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut jantung janin.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu
24 jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang
tidak bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin
diperlukan.
2.2 Indikasi
Pemeriksaan Cardiotokografi biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan
indikasinya terdiri dari :
1. IBU
a) Pre-eklampsia-eklampsia

3
b) Ketuban pecah
c) Diabetes mellitus
d) Kehamilan > 40 minggu
e) Vitium cordis
f) Asthma bronkhiale
g) Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h) Infeksi TORCH
i) Bekas SC
j) Induksi atau akselerasi persalinan
k) Persalinan preterm.
l) Hipotensi.
m) Perdarahan antepartum.
n) Ibu perokok.
o) Ibu berusia lanjut.
p) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru,
penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
2. JANIN
a) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b) Gerakan janin berkurang
c) Suspek lilitan tali pusat
d) Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e) Hidrops fetalis
f) Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g) Mekoneum dalam cairan ketuban
h) Riwayat lahir mati
i) Kehamilan ganda
j) Dan lain-lain

4
2.3 Syarat Pemeriksaan Cardiotokografi
1. Usia kehamilan > 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada Cardiotokografi
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
2.4 Kontraindikasi Cardiotokografi
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan Cardiotokografi terhadap
ibu maupun janin.
2.5 Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punctum
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir..
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang
telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman cardiotokografi.
9. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.

5
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.
2.6 Cara Melakukan
Persiapan tes tanpa kontraksi :
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.
Prosedur pelaksanaan :
1. Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
2. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3. Dipasang kardio dan tokodinamometer
4. Frekuensi jantung janin dicatat
5. Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
6. Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
7. Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif,
pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam
kemudian (sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
8. Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara
individual
2.7 Cara Membaca Hasil
1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam 20 menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ”omega” pada NST yang
reaktif berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu
kemudian

6
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari,
tipe yang lain diulang setiap minggu
2. Tidak reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
b. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
c. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
d. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari
luar
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang reaktif.
Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat seperti :
barbiturat, demerol, penotiasid dan metildopa.
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan CTG
diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan pemeriksaan tes dengan
kontraksi (OCT).
3. Sinusoidal, bila :
a. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal
b. Tidak ada gerakan janin
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin
matur, janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-
RH.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu
24 jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang
tidak bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin
diperlukan.

4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih

7
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viable
atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1
minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan
atau oligohidramnion hasil CTG yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan
masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering
(1 minggu).
Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai
prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak dipakai sebagai
parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena
tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang
lainnya).
5. Saat persalinan
a. Hasil tekanan positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, hal ini
mendorong untuk melakukan seksio sesarea.
b. Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama pada persalinan,
sehingga memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi
c. Hal – hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila
terdapat :
 Deselarasi lambat berulang
 Variabilitas yang abnormal (< 5 dpm)
 Pewarnaan mekonium
 Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit )
 Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
NST adalah cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi, pada umur
kehamilan ≥ 32 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud melihat hubungan
perubahan denyut jantung dengan gerakan janin.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada saat kehamilan maupun persalinan.
3.2 Saran
Kami berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Jee, Lofever, J, ( 1997 ), Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6, EGC,
Jakarta. 

http://citraabadi2010.blogspot.com/2012/02/cardiotokografi.html

10

Anda mungkin juga menyukai