“KARDIOTOKOGRAFI”
Kelompok 10 :
Hesti Puji Lestari (R0318037)
D3 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan
oleh penyakit penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan
pemantauan kesejahteraan janin dalam rahim. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan
untuk mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan hipoksia janin dalam rahim, seberapa
jauh gangguan tersebut dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan
tersebut.
Hampir semua ibu hamil pasti menginginkan kehamilannya berjalan lancar,
persalinan berjalan normal, dan melahirkan bayi sehat. Untuk mewujudkan keinginan
tersebut tak pelak lagi dibutuhkan pemeriksaan kehamilan yang teratur.
Sebenarnya bukan hanya untuk ibu, pemeriksaan kehamilan pun bermanfaat
untuk kesejahteraan janin. Untuk ibu, pemeriksaan berguna untuk mendeteksi dini jika
ada komplikasi kehamilan, sehingga dapat segera mengobatinya, mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan selama kehamilan, mempersiapkan mental dan fisik dalam
menghadapi persalinan, mengetahui berbagai masalah yang berkaitan dengan
kehamilannya, juga bila kehamilannya dikategorikan dalam risiko tinggi, sehingga dapat
segera ditentukan pertolongan persalinan yang aman kelak.
Sementara untuk bayi, pemeriksaan itu bisa meningkatkan kesehatan janin dan
mencegah janin lahir prematur, berat bayi lahir rendah, lahir mati, ataupun mengalami
kematian saat baru lahir.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari kardiotokografi?
2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari kardiotokografi?
3. Bagaimana persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan dengan kardiotokografi?
4. Apa saja syarat pemeriksaan kardiotokografi?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kardiotokografi.
2. Mengetahui apa saja indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan kardiotokografi.
3. Mengetahui persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan kardiotokografi.
4. Mengetahui apa saja syarat-syarat pemeriksaan kardiotokografi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian KTG
Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor adalah alat yang
digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin di dalam rahim, dengan merekam
pola denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan
kondisi janin terutama dalam keadaan:
1. Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit
infeksi kronis, dll)
2. Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction)
3. Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
4. Polihidramnion (air ketuban berlebih)
Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan dan pada
saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa signal irama denyut
jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi rahim. Bila terdapat perlambatan maka
itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik. Pada
saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila denyut jantung janin dalam keadaan
reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan kontraksi rahim yang adekuat.
Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka dokter akan melakukan
pemeriksaan NST (non stress test) dengan memberikan infus oksitosin untuk
menimbulkan kontraksi rahim (his) dan denyut jantung janin diperiksa dengan CTG.
Apabila tampak kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter kandungan akan
melakukan tindakan persalinan dengan segera.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi
kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit.
1. Ibu
a) Pre-eklampsia-eklampsia
b) Ketuban pecah
c) Diabetes mellitus
d) Kehamilan > 40 minggu
e) Vitium cordis
f) Asthma bronkhiale
h) Infeksi TORCH
i) Bekas SC
k) Persalinan preterm.
l) Hipotensi.
m) Perdarahan antepartum.
n) Ibu perokok.
p) Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru,
penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
2. Janin
e) Hidrops fetalis
j) Dan lain-lain
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin,
ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel
yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman cardiotokografi.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat
pada tempatnya.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau
paramedic membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada
dokter.
Pembacaan hasil :
1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam 20 menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ”omega” pada NST yang reaktif
berarti janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari, tipe
yang lain diulang setiap minggu
2. Tidak reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
b. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
c. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
d. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari
luar
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang
reaktif. Keadaan ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat
seperti : barbiturat, demerol, penotiasid dan metildopa.
3. Sinusoidal, bila :
a. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal
b. Tidak ada gerakan janin
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur,
janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH.
4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih
Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin
sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan
ulang dianjurkan 1 minggu kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti
hipertensi/gestosis, DM, perdarahan atau oligohidramnion hasil CTG yang reaktif
tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap baik sampai 1 minggu
kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu). Hasil CTG
non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai
prediksi positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak dipakai
sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan
oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil
biofisik janin yang lainnya).
B. Saran
Agar pelayanan pemantauan pada ibu hamil dan bersalin berjalan dengan baik,
maka pada rumah bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta sebaiknya
memiliki CTG agar tidak ada kasus keterlambatan dalam mendiagnosis adanya
masalah pada ibu hamil dan melahirkan.
C. Daftar Pustaka