TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Kardiotokografi dan probe untuk menilai denyut jantung janin, gerak janin
dan kontraksi uterus
4
Gambar 2. Kardiotokografi alat perekam rata-rata denyut jantung janin dan kontraksi
uterus
Kardiotokografi dapat merekam denyut jantung janin yang tergambar dibagian atas dari
kertas KTG dan kontraksi dibagian bawahnya. Umumnya dilakukan pada usia kehamilan
minimal 26-28 minggu atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.2
Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasive/internal) yakni dengan alat
pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non
invasive/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu. Pada saat ini cara
eksternal yang lebih popular karena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis,
aman, dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih
invasive.2,4,6
Kardiotokografi diindikasikan bila ditemukan denyut jantung janin dan kontraksi uterus
yang abnormal pada pemeriksaan secara intermiten. Namun tidak direkomendasikan penggunaan
kardiotokografi secara rutin pada wanita-wanita hamil tanpa komplikasi.Ada beberapa indikasi
pemeriksaan kardiotokografi antara lain terdapat indikasi pada ibu dan indikasi pada janin,
seperti :4,6
5
1. Indikasi pada ibu
a. Pre-eklampsia-eklampsia
b. Ketuban pecah dini
c. Diabetes melitus
d. Kehamilan≥ 40 minggu
e. Asthma bronkhiale
f. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
g. Infeksi TORCH
h. Bekas SC
i. Induksi atau akselerasi persalinan
j. Persalinan Preterm
k. Hipotensi
l. Perdarahan antepartum
m. Ibu berusia lanjut,
n. Dan lain-lain
6
Adapun manfaat dilakukan pemeriksaan kaardiotokografi ini adalah dengan
kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat antenatal dan pada proses
menjelang persalinan dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi miometrium
secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-tanda yang menunjukkan
kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan intervensi tepat waktu1,2
Sampai saat ini belum ditemukan kontraindikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun
janin. Pemeriksaan CTG dengan pembebanan (Contraction stress test) tidak boleh dilakukan
pada bekas operasi SC, gemeli, ketuban pecah dini.4
7
2.3 Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin
Sambil melakukan anamnesis yang teliti, perhatikan juga keadaan fisik dan
psikologis dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis dengan
baik pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah per vaginam
merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.
8
Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP) arteri uterina
adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg, dan tekanan dalam cairan
amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi
normal pada rongga intervillus.6
Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat menjadi 90
mmHg, tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalam cairan
amnion menjadi 60 mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah
intramiometrium.6
Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut akan menekan
Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi oklusi
alirandarah(terutamaVKI).Bilakondisijanindanibubaik,makaprosesoklusitersebut tidak
menimbulkan dampak negatif pada janin.6
9
Gambar5. Sirkulasi utero-plasenta saat kontraksi uterus
10
Aliran darah ke uterus dipengaruhi oleh beberpa faktor yaitu posisi ibu, aktivitas fisik
(olahraga atau exercise), kontraksi uterus, area permukaan plasenta, anestesia, hipertensi,
danjarak difusi. Gangguan pada faktor-faktor tersebut akan menurunkan aliran darah ke
uterus.6
Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm) dengan
variasi normal 20 dpm diatas atau dibawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal denyut jantung
janin antara 120-160 dpm (beberapa penulis menganut nilai normal denyut jantung janin
antara 120-150 dpm).1,6
Seperti telah diketahui bahwa mekanisme pengaturan denyut jantung janin dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain melalui:2,6
a) Sistem saraf simpatis, yang sebagian besar berada didalam miokardium. Rangsangan
saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi
denyut jantung janin, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan
volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem saraf simpatis ini berfungsi
mempertahankan aktivitas jantung. Hambatan pada saraf simpatis, misalnya dengan
obat propanolol, akan menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi variabilitas denyut
jantung janin.
b) Sistem saraf parasimpatis, yang terutama terdiri atas serabut n.vagus berasal dari batang
otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, VA, dan neuron yang terletak diantara
atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan n.vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan
menurunkan frekuensi denyut jantung janin, sedangkan hambatan n.vagus, misalnya
dengan atropine, akan meningkatkan frekuensi denyut jantung janin.
c) Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus carotid. Bila tekanan
meningkat, reseptor ini akan merangsang n.vagus dan n.glosofaringeus, yang akibatnya
akan terjadi penekanan aktivitas jantungberupa penurunan frekuensi denyut jantung
janin.
11
Gambar 7. Baroreseptor dan kemoreseptor
d) Kemoreseptor, yang terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak didaerah
karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang otak. Reseptor
ini berfungsi mengatur mengatur perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah serta cairan
otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi reflex dari reseptor
sentral berupa takhikardi dan peningkatan tekanan darah untuk memperlancar aliran
darah, meningkatkan kadar O2 dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau
hiperkapnea akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan reflex bradikardi.
Hasil interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan
hipertensi.
e) Susunan saraf pusat. Variabilitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai dengan
aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun maka
12
variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun. Rangsangan hypothalamus akan
menyebabkan takikardi.
f) Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada keadaan
stress, misalnya asfiksia maka medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan
tekanan darah .
g) Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,stretch receptors dan
pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari tiga
sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut
saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringankulit; dan (3) baroreseptor di aorta
askendens dan arteri karotis, danstretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal
tersebut diteruskan kecardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan
saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ
(lihat gambar 8 dan 9).
13
Gambar 9. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ
Berikut adalah tabel mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap denyut jantung janin :2
14
pada percabangan regang untuk mengirim impuls darah
arteri karotis interna via nervus vagus atau
Menurunkan output
dan eksterna glossofaringeal ke otak tengah,
kardiak
menimbulkan respon vagal dan
menurunkan aktivitas jantung
15
plasma) menstimulasi pelepasan darah
aldosteron, penurunan output
Meningkatnya output
natrium, meningkatkan retensi
kardiak
cairan yang menyebabkan
meningkatnya volume darah Mempertahankan
yang bersirkulasi homeostasis volume
darah
Menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah nonvital pada Distribusi aliran darah
fetus yang asfiksia untuk mempertahankan
DJJ dan variabilitas
16
peningkatan aliran masuk, menyebabkan jantung Penurunan DJJ =
darah vena yang berkontraksi dengan daya yang penurunan kardiak
masuk ke atrium lebih kuat dari sebelumnya dan oupput dan sebaliknya
kanan memompa keluar lebih banyak
darah; oleh karena itu orang
dewasa mempu meningkatkan
output kardiak dengan
meningkatkan denyut jantung
dan stroke volume; mekanisme
ini belum berkembang dengan
baik pada janin
17
eksternal terhadap denyut jantung janin tidak adekuat, atau membutuhkan pengawasan yang
lebih lanjut. 1,4,6
Sebelum melakukan pemeriksaan kardiotokografi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
antara lain :2
Setelah beberapa syarat untuk dilakukan pemeriksaan kardiotokografi terpenuhi, maka ada
beberapa persiapan yang dapat dilakukan terhadap pasein, antara lain :
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin,
ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum
maksimum DJJ. Bila inpartu, lakukan periksa dalam.
6. Hitung DJJ selama satu menit penuh (dengarkan apakah ada deselerasi atau takikardi).
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, rubah posisi ibu menjadi setengah duduk dan beri
tahu ibu bila janin terasa bergerak, tekan bel yang telah disediakan serta hitung berapa
gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
9. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 10 sampai 20 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang
ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
18
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj yang terjadi akibat
kontraksi uterus; sedangkan perubahan episodik djj adalah perubahan DJJ yang bukan
disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat). 1,2,5
Bradikardia
Bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ < 110 dpm. Secara umum, bradikardia dengan
frekuensi antara 80–110 dpm yang disertai variabilitas moderat (5–25dpm) menunjukkan
oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respons akibat
peningkatan tonus vagal.1,5,9
19
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia
ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan variabilitas DJJ masih normal. Hal ini
menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia.
Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.
Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan
berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.1,7,11
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk
bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang
bukan hipoksia, seperti:2,7
1. Kehamilan postterm.
2. Hipotermia.
3.Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.
4.Obat (propranolol, analgetika golongan –kain).
5. Bradiaritmia janin.
Takhikardia
Takhikardi adalah frekuensi dasar DJJ > 160 dpm. Takhikardi menggambarkan peningkatan
rangsang simpatis dan atau penurunan rangsang parasimpatis, dan secara umum
berkaitan dengan hilangnya variabilitas. Kebanyakan takhikardia janin tidak berhubungan
dengan adanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan aterm. Lakukan pengamatan
dengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada janin aterm tanpa diketahu
apa faktor penyebabnya. Faktor-faktor yang berkaitan atau menjadi etiologi takhikardia
adalah:1,2,5
1. Hipoksia janin
3. Obat-obatan parasimpatolitik
4. Atropin
6. Phenothiazines
20
7. Hiperthiroid pada ibu
8. Anemia janin
9. Sepsis Janin
11.Khorioamnionitis
21
Variabilitas
Variabilitas DJJ adalah gambaran ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ. Fisiologi
terjadinya variabilitas DJJ masih mengandung perdebatan, diduga akibat adanya
keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis
(kardiodeselerator). Tetapi ada bukti lain bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di
daerah korteks serebri yang merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang otak
dengan perantaraan nervus vagus. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah
dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas (long term variability). Berdasarkan
besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat dikategorikan sbb:1,5,10
1.Variabilitas normal : amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm.
2.Variabilitas berkurang : amplitudo 2 – 5 dpm.
3.Variabilitas menghilang : amplitudo kurang dari 2 dpm.
4.Variabilitas berlebih(saltatory) : amplitudo lebih dari 25 dpm.
22
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu
mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi
serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem
persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem
konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang
mengalami asidosis metabolik. Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan
variabilitas DJJ berkurang:2,7,12
1.Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang).
2.Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk).
3.Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna).
4.Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason).
5. Blokade vagal.
6.Defek jantung bawaan.
23
Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan djj sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15
detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang
berlangsung selama 2 – 10 menit disebut akselerasi memanjang (prolonged
acceleration).2,8,12
Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan kesejahteraan janin, dan
merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan
tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk
pemeriksaan lebihlanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik
janin. 2,8,12
Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat.Gambaran akselerasi yang
menghilang dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan
tanda-tanda lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.2,8
Deselerasi
Deselerasi adalah penurunan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Deselerasi
dapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau insufisiensi
uteroplasenta. Dikenal ada empat jenis deselerasi yaitu deselerasi dini, lambat, variabel
dan lama (prolonged decelerations).2,4,14
24
Deselerasi dini (early decelerations)
Deselerasi dini adalah penurunan djj sesaat yang terjadi bersamaan dengan
timbulnya kontraksi.Gambaran penurunan djj pada deselerasi dini menyerupai bayangan
cermin dari kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul
dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak
kontraksi.1,5,7
Penurunan djj pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.Deselerasi
dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan padagambaran djj lainnya.
Penekanan pada kepala janin dapat menyebabkan penurunan frekuensi DJJ, hal ini
disebabkan oleh perubahan lokal aliran darah serebral akibat stimulasi pusat vagal.
Deselerasi dini tidak berkaitan dengan hipoksia atau asidosis. Secara singkat, mekanisme
terjadinya deselerasi dini dapat dilihat pada Gambar berikut: 1,5,7
25
Gambar15 : Mekanisme deselerasi dini (kompresi kepala)
26
Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan
insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang
berkurang atau kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin
(fetal distress), sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.1,4
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan djj sangat sedikit) mungkin
sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal).2,12
27
Gambar 17. Deselerasi variabel berat
28
Gambar18 : Mekanisme deselarsi variabel
29
Deselerasi lama (prolonged decelerations)
Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali disertai
penurunan variabilitas dan berkaitan dengan insufisiensi uteroplasenta sebagai akibat
akhirnya adalah menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat (SSP) janin.2,11
Bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka akan timbul deselarsi lama sebagai
tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut tidak diperbaiki, maka akan terjadi disfungsi SSP
yang ditandai dengan hilangnya variabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ menunjukkan
janin telah mengalami asidemia yang parah (berat). 2,11
30
Gambaran disfungsi SSP dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut :
1. Datar (flat)
2. Tumpul (blunted)
4. Overshoot
Berikut ini disampaikan beberapa contoh hasil rekaman KTG yang menunjukkan
adanya disfungsi SSP.
Gambar 20 : Pola DJJ datar (flat) tanpa perubahan periodik. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh adanya abnormalitas SSP, obat-obatan, atau janin yang mengalami
disfungsi SSP dan hipoksia.
31
Gambar 21 : Pola DJJ tumpul, janin meninggal saat dalam pemantauan. Plasenta
menunjukkan gambaran khorioamnionitis akut dan funisitis yang menunjukkan
kausa kematian adalah reaksi inflamasi.
32
Gambar 23 : Pada gambar bagian atas tampak Pola DJJ overshoot setelah deselerasi
variabel. Perhatikan kembalinya DJJ ke frekuensi dasar sangat lambat dan adanya pola
DJJ yang datar. Pada gambar bagian bawah diperoleh dari janin anensefalus. Tampak
pola DJJ datar, deselerasi variabel tumpul, dan overshoot. Janin meninggal saat
persalinan.
33
Gambar24 : Pola DJJ sinusoidal
Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam10 menit, rata-rata dipantau dalam
30 menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap lama kontraksi,
intensitas (amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua kontraksi. Beberapa batasan
berikut ini berkaitan dengan kontraksi uterus, yaitu :2,15
1. Kontraksi uterus normal: terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10 menit, rata-
rata dipantau selama 30 menit pemeriksaan.
35
2.6 Aplikasi dan interpretasi Kardiotokografi
Secara sederhana pada aplikasinya dapat disimpulkan interpretasi dari pemeriksaan
Kardiotokografi adalah sebagai berikut :2,7
ANTEPARTUM
1. Normal
Disebut pola normal jika :
2. Suspicious
Disebut suspicious jika terdapat salah satu dari tanda di bawah ini:
Frekuensi dasar antara 150 – 170 dpm atau antara 110 – 100 dpm
Amplitudo variabilitas antara 5 – 10 dpm selama 40 menit atau lebih
Peningkatan variabilitas diatas 25 dpm
Tidak ada akselerasi selama lebih dari 40 menit
Deselerasi sporadik apapun jenisnya kecuali berat
3. Patologis
Disebut pola patologis jika ditemukan salah satu tanda di bawah ini:
36
Pola sinusoidal. Pola sinusoidal adalah perubahan siklik pada frekuensi
dasar seperti ombak. Dengan karakteristik: frekuensi kurang dari 6
siklus/menit, amplitudo paling tidak 10 dpm dan durasi minimal 20
menit.
INTRAPARTUM
1. Normal
Frekuensi dasar antara 110 – 150 dmp
Amplitudo variabilitas 5-25 dpm
2. Suspicious
Frekuensi dasar antara 150 – 170 dpm atau antara 110 – 100 dpm
Amplitudo variabilitas antara 5 – 10 dpm selama 40 menit atau lebih
Peningkatan variabilitas diatas 25 dpm
Deselerasi variabel
3. Patologis
37
Cara interpretasi lain adalah dengan membagi menjadi reassuring dan non reassuring.
1. Reassuring
Jika frekuensi dasar antara 120 – 160 dpm tanpa takikardi ataupun bradikardia,
menampakan variabilitas long term dan short term, disebut reaktif jika terdapat akselerasi
pada pergerakan janin, dan tanpa adanya deselerasi lambat periodik dan non periodik &
tanpa adanya non reassuring deselerasi variabel.
2. Nonreassuring
Variabel deselerasi berat dengan adanya salah satu tanda : adanya peningkatan
frekuensi dasar, berkurangnya variabilitas, lambat kembali ke frekuensi dasar,
Övershoot” tanpa variabilitas.
Deselerasi lambat sebesar apapun, semakin serius jika terjadi penurunan variabilitas
atau peningkatan frekuensi dasar
Hilangnya variabilitas
Prolong deselerasi
Bradikardia hebat
Interpretasi NST
1. Reaktif:
a. Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi
sedikitnya 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
c. Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.
2. Non-reaktif:
a. Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada
gerakan janin.
b. Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).
c. Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
3. Meragukan:
a. Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang
kurang dari 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj abnormal.
c. Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
39
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1
minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%).Hasil NST yangnon-reaktif disertai dengan
keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilaiApgar rendah, adanya deselerasi
lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%.Hasil NST yang meragukan harus
diulang dalam waktu 24 jam.Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap
hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengancontraction stress
test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.
40
Interpretasi CST
1. Negatif:
a. Frekuensi dasar djj normal.
b. Variabilitas DJJ normal.
c. Tidak terdapat deselerasi lambat.
2. Positif:
a. Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
b. Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
c. Deselerasi 41ntraute berat yang persisten pada setiap kontraksi.
d. Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.
3. Mencurigakan(suspicious):
a. Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
b. Deselerasi 41ntraute (derajat ringan atau sedang).
c. Frekuensi dasar djj abnormal.
4. Tidak memuaskan(unsatisfactory):
a. Hasil perekaman tidak baik, misalnya oleh karena ibu gemuk, atau gerakan janin
yang berlebihan.
b. Tidak terdapat kontraksi yang adekuat.
5. Hiperstimulasi:
a. Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama kontraksi lebih dari
90 detik.
b. Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.
Hasil CST 41ntraute menggambarkan keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu pasca pemeriksaan (spesifisitas 99%).Hasil CST positif disertai dengan nasib
perinatal yang jelek pada 50% kasus.
41
Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat(CST diulang
setiap 30 – 60 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan Ph darah janin. Hasil
CST yang tidak memuaskan harus diulang dalam waktu 24 jam.Bila terdapat hiperstimulasi,
kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri.
Kontraindikasi CST
1. Mutlak:
a. Adanya risiko 42ntraut uteri: bekas seksio sesarea klasik, riwayat
b. miomektomi42ntrau, dsb.
c. Perdarahan antepartum: plasenta previa, solusio plasenta.
d. Ketuban pecah dini.
e. Tali pusat terkemuka.
f. Vasa previa.
2. Relatif:
a. Persalinan preterm.
b. Kehamilan kembar (< 36 minggu).
c. Inkompetensia serviks.
Resusitasi intrauterine
Tindakan resusitasi intrauterine dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi
danoksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterine. Beberapatindakan yang
bisa dikerjakan antara lain:
1. Perbaikan sirkulasi:
a. Pasien dibaringkan dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miringke kiri.
b. Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi.
c. Menormalkan tekanan darah bila terdapat hipertensi atau hipotensi
d. Amnioinfusi, bila terdapat oligohidramnion.
2. Perbaikan oksigenasi:
a. Pemberian oksigen.
42
b. Perbaikan anemia.
43
Format laporan hasil pemeriksaan Kardiotokografi
LAPORANKARDIOTOKOGRAFI(KTG)
Data Pasien
Diagnosisibu :……………………………………………………………………….
Diagnosisjanin : ……………………………………………………………….………
Obat-obatan :………………………………………………………………………
SARAN :……………………………………………………………………………...
CATATAN :Laporan ini harus segera dibuat setelah peme riksaan selesai dan disimpan dalam status
pasien. PPDS dan Bidan jaga harus MENANDATANGANI dan mendiskusikan hasil pemeriksaan KTG
tersebut dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
44
45