Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kardiotokografi

Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraan


janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ),
kontraksi uterus, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut.Jika doppler
hanya menghasilkan DJJ maka pada KTG kontraksi ibu juga bisa terekam dan kemudian dilihat
perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraski. Cara pengukuran KTG hampir sama
dengan doppler hanya pada KTG yang ditempelkan 2 alat yang satu mendeteksi yang satu untuk
mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama ±10 – 15 menit.2,4

Gambar 1. Kardiotokografi dan probe untuk menilai denyut jantung janin, gerak janin
dan kontraksi uterus

4
Gambar 2. Kardiotokografi alat perekam rata-rata denyut jantung janin dan kontraksi
uterus

Kardiotokografi dapat merekam denyut jantung janin yang tergambar dibagian atas dari
kertas KTG dan kontraksi dibagian bawahnya. Umumnya dilakukan pada usia kehamilan
minimal 26-28 minggu atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.2

Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasive/internal) yakni dengan alat
pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non
invasive/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu. Pada saat ini cara
eksternal yang lebih popular karena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis,
aman, dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih
invasive.2,4,6

2.2 Indikasi dan manfaat Kardiotokografi

Kardiotokografi diindikasikan bila ditemukan denyut jantung janin dan kontraksi uterus
yang abnormal pada pemeriksaan secara intermiten. Namun tidak direkomendasikan penggunaan
kardiotokografi secara rutin pada wanita-wanita hamil tanpa komplikasi.Ada beberapa indikasi
pemeriksaan kardiotokografi antara lain terdapat indikasi pada ibu dan indikasi pada janin,
seperti :4,6

5
1. Indikasi pada ibu
a. Pre-eklampsia-eklampsia
b. Ketuban pecah dini
c. Diabetes melitus
d. Kehamilan≥ 40 minggu
e. Asthma bronkhiale
f. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
g. Infeksi TORCH
h. Bekas SC
i. Induksi atau akselerasi persalinan
j. Persalinan Preterm
k. Hipotensi
l. Perdarahan antepartum
m. Ibu berusia lanjut,
n. Dan lain-lain

2. Indikasi pada janin


a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b. Gerakan janin berkurang
c. Suspek lilitan tali pusat pada pemeriksaan USG
d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e. Hidrops fetalis
f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g. Mekoneum dalam cairan ketuban atau ketuban terlihat keruh pada pemeriksaan USG
h. Riwayat lahir mati
i. Kehamilan ganda
j. Dan lain-lain

6
Adapun manfaat dilakukan pemeriksaan kaardiotokografi ini adalah dengan
kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat antenatal dan pada proses
menjelang persalinan dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi miometrium
secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-tanda yang menunjukkan
kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan intervensi tepat waktu1,2

Sampai saat ini belum ditemukan kontraindikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun
janin. Pemeriksaan CTG dengan pembebanan (Contraction stress test) tidak boleh dilakukan
pada bekas operasi SC, gemeli, ketuban pecah dini.4

7
2.3 Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin

Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan


janin,dari cara sederhana hingga yang canggih.1,7

Cara sederhana. Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa


keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan kartu gerak janin,
pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter, pemantauan denyut jantung janin
(DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.1,7

Sambil melakukan anamnesis yang teliti, perhatikan juga keadaan fisik dan
psikologis dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis dengan
baik pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah per vaginam
merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.

Cara canggih. Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih terdiri


dari ultrasonografi (USG), kardiotokografi (KTG), untuk menilai profil biofisik (Manning)
atau fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) Gulardi, analisa gas darah dan pemeriksaan
penunjang canggih lainnya. Pembahasan berikut dibatasi pada KTG.6,7

Gambar 3. Posisi pasien saat pemeriksaan CTG

8
Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP) arteri uterina
adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg, dan tekanan dalam cairan
amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi
normal pada rongga intervillus.6
Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat menjadi 90
mmHg, tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalam cairan
amnion menjadi 60 mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah
intramiometrium.6

Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut akan menekan
Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi oklusi
alirandarah(terutamaVKI).Bilakondisijanindanibubaik,makaprosesoklusitersebut tidak
menimbulkan dampak negatif pada janin.6

Gambar4. Sirkulasi utero-plasenta di luar kontraksi uterus

9
Gambar5. Sirkulasi utero-plasenta saat kontraksi uterus

Gambar 6. Potongan melintang uterus gravidus. Uterus menekan pembuluh darah


besar disamping vertebra sehingga terjadi oklusi aliran darah

10
Aliran darah ke uterus dipengaruhi oleh beberpa faktor yaitu posisi ibu, aktivitas fisik
(olahraga atau exercise), kontraksi uterus, area permukaan plasenta, anestesia, hipertensi,
danjarak difusi. Gangguan pada faktor-faktor tersebut akan menurunkan aliran darah ke
uterus.6

Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm) dengan
variasi normal 20 dpm diatas atau dibawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal denyut jantung
janin antara 120-160 dpm (beberapa penulis menganut nilai normal denyut jantung janin
antara 120-150 dpm).1,6

Seperti telah diketahui bahwa mekanisme pengaturan denyut jantung janin dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain melalui:2,6

a) Sistem saraf simpatis, yang sebagian besar berada didalam miokardium. Rangsangan
saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi
denyut jantung janin, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan
volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem saraf simpatis ini berfungsi
mempertahankan aktivitas jantung. Hambatan pada saraf simpatis, misalnya dengan
obat propanolol, akan menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi variabilitas denyut
jantung janin.
b) Sistem saraf parasimpatis, yang terutama terdiri atas serabut n.vagus berasal dari batang
otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, VA, dan neuron yang terletak diantara
atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan n.vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan
menurunkan frekuensi denyut jantung janin, sedangkan hambatan n.vagus, misalnya
dengan atropine, akan meningkatkan frekuensi denyut jantung janin.
c) Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus carotid. Bila tekanan
meningkat, reseptor ini akan merangsang n.vagus dan n.glosofaringeus, yang akibatnya
akan terjadi penekanan aktivitas jantungberupa penurunan frekuensi denyut jantung
janin.

11
Gambar 7. Baroreseptor dan kemoreseptor

d) Kemoreseptor, yang terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak didaerah
karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang otak. Reseptor
ini berfungsi mengatur mengatur perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah serta cairan
otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi reflex dari reseptor
sentral berupa takhikardi dan peningkatan tekanan darah untuk memperlancar aliran
darah, meningkatkan kadar O2 dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau
hiperkapnea akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan reflex bradikardi.
Hasil interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan
hipertensi.
e) Susunan saraf pusat. Variabilitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai dengan
aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun maka
12
variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun. Rangsangan hypothalamus akan
menyebabkan takikardi.
f) Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada keadaan
stress, misalnya asfiksia maka medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan
tekanan darah .
g) Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,stretch receptors dan
pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari tiga
sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut
saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringankulit; dan (3) baroreseptor di aorta
askendens dan arteri karotis, danstretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal
tersebut diteruskan kecardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan
saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ
(lihat gambar 8 dan 9).

Gambar 8. Faktor yang mempengaruhi DJJ

13
Gambar 9. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ

Berikut adalah tabel mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap denyut jantung janin :2

Faktor Lokasi Cara Kerja Efek

Divisi Serabut N. Vagus Stimulasi menyebabkan Denyut jantung janin


Parasimpatik mensuplai nodus pelepasan asetilkolin pada berkurang
dari Sistem Sinoatrial dan nodus sinap mioneural
Mempertahankan
syaraf otonom atrioventrikular
variabilitas beat to beat

Divisi Simpatik Terdistribusi luas Stimulasi menyebabkan Meningkatkan DJJ


dari sistem pada miokardium pelepasan nerepinefrin pada
Meningkatkan
syaraf otonom sinaps
kekuatan kontraktilitas
miokard

Baroreseptor Reseptor regang Berespon terhadap Menurunkan DJJ


pada lengkung aorta peningkatkan tekanan darah
Menurunkan tekanan
dan sinus karotis dengan menstimulasi reseptor

14
pada percabangan regang untuk mengirim impuls darah
arteri karotis interna via nervus vagus atau
Menurunkan output
dan eksterna glossofaringeal ke otak tengah,
kardiak
menimbulkan respon vagal dan
menurunkan aktivitas jantung

Kemoreseptor Perifer : badan Berespon terhadap penurunan Bradikardia, kadang


karotis dan aorta yang bermakna O2 dan dengan peningkatan
peningkatan CO2 di perifer. variabilitas
Sentral : medula
oblongata Kemoreseptor sentral Takikardi dan
bererspon terhadap penurunan peningkatan tekandan
tekanan O2 dan CO2 pada darah dengna
darah dan/atau cairan penurunan variabilitas
serebrospinal

Sistem syaraf Korteks serebri Berespon terhadap gerakan Meningkatkan


pusat janin reaktivitas dan
Hipotalamus
variabilitas
Berespon terhadap tidurnya
Medula oblongata
janin Menurunkan
reaktivitas dan
Mengatur dan koordinasi
variabilitas
aktivitas otonom (simpatik dan
parasimpatik) Mempertahankan
keseimbangan
Mediasi reflek kardiak dan
kardioakselerasi dan
pusat vasomotor dengan
kardiodeselerasi
mengontrol aksi jantung dan
diameter pembuluh darah

Regulasi Medula adrenal Melepaskan epinefrin dan Meningkatnya DJJ


hormonal norepinefrin dengan hipoksia
Korteks adrenal Meningkatnya
janin berat yang menyebabkan
kekuatan kontraktilitas
Vasopresin timbulnya respon simpatis
miokard dan tekanan
(katekolamin
Turunnya tekanan darah janin

15
plasma) menstimulasi pelepasan darah
aldosteron, penurunan output
Meningkatnya output
natrium, meningkatkan retensi
kardiak
cairan yang menyebabkan
meningkatnya volume darah Mempertahankan
yang bersirkulasi homeostasis volume
darah
Menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah nonvital pada Distribusi aliran darah
fetus yang asfiksia untuk mempertahankan
DJJ dan variabilitas

Volume darah / Pergerakan cairan Berespon terhadap peningkatan Penurunan volume


pergeseran antara kapiler dan tekanan darah dengan darah dan tekanan
cairan kapiler ruang intersisial menyebabkan perpindarahn darah
dcairan keluar dari kapiler ke
Peningkatan volume
ruang intersisial
dan tekanan darah
Berespon terhadap tekanan
darah rendah dengan
menyebabkan cairan pindah
dari ruang intersisial ke kapiler

Tekanan Ruang intervilus Cairan berpindah antara darah Meregulasi volume


intraplasenta janin dan ibu berdasarkan darah dan tekanan
tekanan osmotik dan gradien darah
tekanan darah; tekanan darah
ibu sekitar 100mmHg dan
janin 55 mmHg; oleh karena
itu penyeimbangan dijaga oleh
beberapa compensatory factor

Mekanisme Berdasarkan Pada orang dewasa Output kardiak


Frank-Starling peregangan miokardium diregangkan tergantung dari denyut
miokardium dengan dengan peningkatan darah jantung janin :

16
peningkatan aliran masuk, menyebabkan jantung Penurunan DJJ =
darah vena yang berkontraksi dengan daya yang penurunan kardiak
masuk ke atrium lebih kuat dari sebelumnya dan oupput dan sebaliknya
kanan memompa keluar lebih banyak
darah; oleh karena itu orang
dewasa mempu meningkatkan
output kardiak dengan
meningkatkan denyut jantung
dan stroke volume; mekanisme
ini belum berkembang dengan
baik pada janin

2.4 Persiapan dan Cara Pemeriksaan Kardiotokografi

Cara pemantauan dengan kardiotokografi bisa dilakukan secara langsung


(invasive/internal) yakni dengan alat pemantau yang dimaksudkan dengan rongga rahim atau
secara tidak langsung (non infasif/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding
perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih populer karena bisa dilakukan selama
antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih
sama dengan cara internal yang lebih invasive.1,4,6
External cardiotocography untuk memonitoring rata-rata denyut jantung janin dan
aktivitas dari otot uterin baik secara kontinyu maupun secara intermitten yang dideteksi
melalui dua transduser yang diletakkan pada perut ibu (satu diletakkan diatas jantung janin
dan satunya lagi difundus). Doppler ultrasound menyediakan informasi berupa rekaman pada
sebuah kertas strip yang dikenal sebagai kardiotokograf. 1,4,6
Internal cardiotocography menggunakan transduser elektronik yang berhubungan
langsung dengan scalp fetus. Sebuah kabel elektroda didempetkan pada kulit kepala fetus
sampai ke cerviks dan kemudian terhubung dengan monitor. Tipe elektroda ini biasa disebut
sebuah spiral atau scalp elektroda. Monitoring secara internal ini lebih akurat dan memiliki
transmisi denyut jantung janin yang lebih konsisten dibandingkan dengan monitoring
eksternal karena beberapa faktor seperti pergerakan pada janin tidak memberikan efek
terhadap monitoring internal ini. Monitoring internal mungkin digunakan ketika monitoring

17
eksternal terhadap denyut jantung janin tidak adekuat, atau membutuhkan pengawasan yang
lebih lanjut. 1,4,6

Sebelum melakukan pemeriksaan kardiotokografi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
antara lain :2

a. Usia kehamilan >28 minggu.


b. Ada persetujuan tindak medik dari pasien.
c. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
d. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

Setelah beberapa syarat untuk dilakukan pemeriksaan kardiotokografi terpenuhi, maka ada
beberapa persiapan yang dapat dilakukan terhadap pasein, antara lain :
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh
dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin,
ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum
maksimum DJJ. Bila inpartu, lakukan periksa dalam.
6. Hitung DJJ selama satu menit penuh (dengarkan apakah ada deselerasi atau takikardi).
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, rubah posisi ibu menjadi setengah duduk dan beri
tahu ibu bila janin terasa bergerak, tekan bel yang telah disediakan serta hitung berapa
gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
9. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 10 sampai 20 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang
ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).

18
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.

2.5 Interpretasi Kardiotokografi

Frekuensi dasar DJJ


Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10
menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak
terdapat perubahan periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar
yang lebih dari 25 denyut per menit(dpm).1,2,5
Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120 – 160dpm (pendapat
ini yang dianut di Indonesia). Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut
takikardia; bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada juga yang memakai batasan
normal115 – 160 dpm atau 110 – 160 dpm. 1,2,5
Bila perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini disebut perubahan periodik atau
berkala (periodic changes).

Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah perubahan djj yang terjadi akibat
kontraksi uterus; sedangkan perubahan episodik djj adalah perubahan DJJ yang bukan
disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan refleks tali pusat). 1,2,5

Bradikardia

Bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ < 110 dpm. Secara umum, bradikardia dengan
frekuensi antara 80–110 dpm yang disertai variabilitas moderat (5–25dpm) menunjukkan
oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respons akibat
peningkatan tonus vagal.1,5,9

Gambar10. Bradikardia Janin

19
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia
ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan variabilitas DJJ masih normal. Hal ini
menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia.
Bila hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut.
Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan
berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.1,7,11
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk
bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang
bukan hipoksia, seperti:2,7
1. Kehamilan postterm.
2. Hipotermia.
3.Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang.
4.Obat (propranolol, analgetika golongan –kain).
5. Bradiaritmia janin.

Takhikardia

Takhikardi adalah frekuensi dasar DJJ > 160 dpm. Takhikardi menggambarkan peningkatan
rangsang simpatis dan atau penurunan rangsang parasimpatis, dan secara umum
berkaitan dengan hilangnya variabilitas. Kebanyakan takhikardia janin tidak berhubungan
dengan adanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan aterm. Lakukan pengamatan
dengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada janin aterm tanpa diketahu
apa faktor penyebabnya. Faktor-faktor yang berkaitan atau menjadi etiologi takhikardia
adalah:1,2,5

1. Hipoksia janin

2. Demam pada ibu

3. Obat-obatan parasimpatolitik

4. Atropin

5. Hydroxyzine hydrochloride (Atarax atau Vistaril)

6. Phenothiazines

20
7. Hiperthiroid pada ibu

8. Anemia janin

9. Sepsis Janin

10.Gagal jantung janin

11.Khorioamnionitis

12.Takhiaritmia jantung janin

13.Obat-obatan simpatomimetik beta

Gambar 11. Takhikardia Janin

21
Variabilitas

Variabilitas DJJ adalah gambaran ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ. Fisiologi
terjadinya variabilitas DJJ masih mengandung perdebatan, diduga akibat adanya
keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis
(kardiodeselerator). Tetapi ada bukti lain bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di
daerah korteks serebri yang merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang otak
dengan perantaraan nervus vagus. Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah
dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas (long term variability). Berdasarkan
besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat dikategorikan sbb:1,5,10
1.Variabilitas normal : amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm.
2.Variabilitas berkurang : amplitudo 2 – 5 dpm.
3.Variabilitas menghilang : amplitudo kurang dari 2 dpm.
4.Variabilitas berlebih(saltatory) : amplitudo lebih dari 25 dpm.

Gambar 12. Variabilitas normal dan Variabilitas menghilang

22
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu
mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi
serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem
persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem
konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang
mengalami asidosis metabolik. Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan
variabilitas DJJ berkurang:2,7,12
1.Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang).
2.Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk).
3.Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna).
4.Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason).
5. Blokade vagal.
6.Defek jantung bawaan.

Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada pemeriksaan


KTG adalah:
1. Akselerasi.
2. Deselerasi dini.
3. Deselerasi lambat.
4. Deselerasi variabel.

23
Akselerasi

Akselerasi adalah peningkatan djj sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung selama 15
detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin. Akselerasi yang
berlangsung selama 2 – 10 menit disebut akselerasi memanjang (prolonged
acceleration).2,8,12
Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan kesejahteraan janin, dan
merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test (NST). Janin yang tidak menunjukkan
tanda akselerasi DJJ bukan berarti dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk
pemeriksaan lebihlanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik
janin. 2,8,12

Gambar 13 : akselarasi DJJ

Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat.Gambaran akselerasi yang
menghilang dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan
tanda-tanda lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia.2,8

Deselerasi

Deselerasi adalah penurunan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Deselerasi
dapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau insufisiensi
uteroplasenta. Dikenal ada empat jenis deselerasi yaitu deselerasi dini, lambat, variabel
dan lama (prolonged decelerations).2,4,14
24
Deselerasi dini (early decelerations)
Deselerasi dini adalah penurunan djj sesaat yang terjadi bersamaan dengan
timbulnya kontraksi.Gambaran penurunan djj pada deselerasi dini menyerupai bayangan
cermin dari kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul
dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak
kontraksi.1,5,7
Penurunan djj pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.Deselerasi
dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan padagambaran djj lainnya.

Gambar 14 : Patofisiologi deselarasi DJJ

Penekanan pada kepala janin dapat menyebabkan penurunan frekuensi DJJ, hal ini
disebabkan oleh perubahan lokal aliran darah serebral akibat stimulasi pusat vagal.
Deselerasi dini tidak berkaitan dengan hipoksia atau asidosis. Secara singkat, mekanisme
terjadinya deselerasi dini dapat dilihat pada Gambar berikut: 1,5,7

25
Gambar15 : Mekanisme deselerasi dini (kompresi kepala)

Deselerasi lambat (late decelerations)


Deselerasi lambat merupakan penurunan djj yang terjadi beberapa saat setelah
kontraksi dimulai. Titik terbawah deselerasi terjadi lebih lambat dari puncak kontraksi; dan
deselerasi menghilang lebih lambat dari saat menghilangnya kontraksi.1,5,14

Gambar 16. Deselerasi lambat (Bambang Karsono)

26
Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada keadaan
insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai variabilitas yang
berkurang atau kelainan djj lainnya, keadaan tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin
(fetal distress), sehingga perlu segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.1,4
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan djj sangat sedikit) mungkin
sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal).2,12

Deselerasi variabel (variable decelerations)


Deselerasi variabel mempunyai bentuk yang bervariasi, dan kaitan timbulnya
deselerasi dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel paling sering terjadi akibat
kontraksi uterus, terutama pada partus kala II dan penyebabnya yang paling sering adalah
kompresi tali pusat.1,5,110
Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel
berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori: 1,5,110
1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan djj tidak mencapai 80 dpm dan
lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan djj mencapai 70-80 dpm
dan lamanya antara 30-60 detik.
3. Deselerasi variabel berat, apabila djj menurun sampai di bawah 70 dpm dan
lamanya lebih dari 60 detik.
Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable decelerations) digunakan
untuk menyatakan penurunan djj lebih dari 30 dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit
Deselerasi variabel merupakan jenis deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu
pada sekitar 50% - 80% partus kala II dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-
tanda deselerasi variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah:
1.Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
2.Variabilitas djj masih normal.
3.Terdapat akselerasi djj pada saat kontraksi.

27
Gambar 17. Deselerasi variabel berat

Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah:


1. Terjadinya lebih lambat dari saat timbulnya kontraksi.
2. Pemulihan (menghilangnya) deselerasi berlangsung lambat.
3. Variabilitas djj berkurang, atau meningkat secara berlebihan.
4. Menghilangnya akselerasi pra- dan pasca-deselerasi.
5. Semakin beratnya derajat deselerasi variabel.
Derajat beratnya deselerasi variabel ditentukan oleh amplitudo, frekuensi, dan
lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanya sekali tidak berarti abnormal,
oleh karena mungkin terjadi akibat pemeriksaan dalam (PD), atau akibat perubahan posisi.

Deselerasi variabel seringkali menunjukkan adanya obstrusi sirkulasi umbilikus.


Pada kala dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai akibat kompresi kepala.
Deselerasi variabel juga dapat disebabkan oleh regangan umbilikus, suhu dingin, dan
peningkatan tekanan pO2 pada saat bayi mulai bernafas. Secara ringkas mekanisme
terjadinya deselerasi variabel dapat dilihat pada gambar berikut.

28
Gambar18 : Mekanisme deselarsi variabel

Gambar 19: KTG dengan deselerasi variabel

29
Deselerasi lama (prolonged decelerations)

Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali disertai
penurunan variabilitas dan berkaitan dengan insufisiensi uteroplasenta sebagai akibat
akhirnya adalah menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat (SSP) janin.2,11

Bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka akan timbul deselarsi lama sebagai
tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut tidak diperbaiki, maka akan terjadi disfungsi SSP
yang ditandai dengan hilangnya variabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ menunjukkan
janin telah mengalami asidemia yang parah (berat). 2,11

30
Gambaran disfungsi SSP dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut :

1. Datar (flat)

2. Tumpul (blunted)

3. Frekuensi dasar tidak stabil (unstable baseline)

4. Overshoot

5. Pola sinusoidal (Sinusoidal patterns)

6. ”Check mark” patterns

Berikut ini disampaikan beberapa contoh hasil rekaman KTG yang menunjukkan
adanya disfungsi SSP.

Gambar 20 : Pola DJJ datar (flat) tanpa perubahan periodik. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh adanya abnormalitas SSP, obat-obatan, atau janin yang mengalami
disfungsi SSP dan hipoksia.

31
Gambar 21 : Pola DJJ tumpul, janin meninggal saat dalam pemantauan. Plasenta
menunjukkan gambaran khorioamnionitis akut dan funisitis yang menunjukkan
kausa kematian adalah reaksi inflamasi.

Gambar 22 : Pola frekuensi dasar DJJ tidak stabil (wandering).

32
Gambar 23 : Pada gambar bagian atas tampak Pola DJJ overshoot setelah deselerasi
variabel. Perhatikan kembalinya DJJ ke frekuensi dasar sangat lambat dan adanya pola
DJJ yang datar. Pada gambar bagian bawah diperoleh dari janin anensefalus. Tampak
pola DJJ datar, deselerasi variabel tumpul, dan overshoot. Janin meninggal saat
persalinan.

33
Gambar24 : Pola DJJ sinusoidal

Gambar25 : Pola DJJ ”check mark”.


34
Kontraksi Uterus

Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam10 menit, rata-rata dipantau dalam
30 menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap lama kontraksi,
intensitas (amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua kontraksi. Beberapa batasan
berikut ini berkaitan dengan kontraksi uterus, yaitu :2,15

1. Kontraksi uterus normal: terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10 menit, rata-
rata dipantau selama 30 menit pemeriksaan.

2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau


selama 30 menit pemeriksaan

Catatan : istilah hiperstimulasi dan hiperkontraktilitas sudah tidak dipergunakan lagi.


Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan
dengan deselerasi DJJ. Istilah takhisitol dipergunakan pada persalinan spontan atau dengan
induksi. Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda tergantung apakah kontraksi
tersebut timbul spontan atau akibat induksi persalinan.

35
2.6 Aplikasi dan interpretasi Kardiotokografi
Secara sederhana pada aplikasinya dapat disimpulkan interpretasi dari pemeriksaan
Kardiotokografi adalah sebagai berikut :2,7

ANTEPARTUM
1. Normal
Disebut pola normal jika :

 Frekuensi dasar antara 110 – 150 dmp


 Amplitudo variabilitas 5-25 dmpm
 Tidak ada deselerasi, kecuali deselerasi sporadik dan ringan dengan durasi
yang sangat ringan.
 Dua atau lebih akselerasi dalam periode 10 menit

2. Suspicious

Disebut suspicious jika terdapat salah satu dari tanda di bawah ini:

 Frekuensi dasar antara 150 – 170 dpm atau antara 110 – 100 dpm
 Amplitudo variabilitas antara 5 – 10 dpm selama 40 menit atau lebih
 Peningkatan variabilitas diatas 25 dpm
 Tidak ada akselerasi selama lebih dari 40 menit
 Deselerasi sporadik apapun jenisnya kecuali berat

3. Patologis

Disebut pola patologis jika ditemukan salah satu tanda di bawah ini:

 Frekuensi dasar kurang dari 100 atau diatas 170 dpm


 Variabilitas kurang dari 5 dpm yang menetap lebih dari 40 mentig
 Deselerasi apapun yang berulang dan terjadi periodik
 Deselerasi sporadik dan tidak berulang pada tipe deselerasi variabel
berat, prolong deselerasi, deselerasi lambat

36
 Pola sinusoidal. Pola sinusoidal adalah perubahan siklik pada frekuensi
dasar seperti ombak. Dengan karakteristik: frekuensi kurang dari 6
siklus/menit, amplitudo paling tidak 10 dpm dan durasi minimal 20
menit.

INTRAPARTUM

1. Normal
 Frekuensi dasar antara 110 – 150 dmp
 Amplitudo variabilitas 5-25 dpm

2. Suspicious

 Frekuensi dasar antara 150 – 170 dpm atau antara 110 – 100 dpm
 Amplitudo variabilitas antara 5 – 10 dpm selama 40 menit atau lebih
 Peningkatan variabilitas diatas 25 dpm
 Deselerasi variabel

3. Patologis

 Frekuensi dasar kurang dari 100 atau diatas 170 dpm


 Variabilitas kurang dari 5 dpm yang menetap lebih dari 40 menit
 Deselerasi variabel berat atau deselerasi dini yang berat dan repetitif
 Prolong deselerasi
 Deselerasi lambat
 Pola sinusoidal

37
Cara interpretasi lain adalah dengan membagi menjadi reassuring dan non reassuring.

1. Reassuring

Jika frekuensi dasar antara 120 – 160 dpm tanpa takikardi ataupun bradikardia,
menampakan variabilitas long term dan short term, disebut reaktif jika terdapat akselerasi
pada pergerakan janin, dan tanpa adanya deselerasi lambat periodik dan non periodik &
tanpa adanya non reassuring deselerasi variabel.

2. Nonreassuring

 Variabel deselerasi berat dengan adanya salah satu tanda : adanya peningkatan
frekuensi dasar, berkurangnya variabilitas, lambat kembali ke frekuensi dasar,
Övershoot” tanpa variabilitas.
 Deselerasi lambat sebesar apapun, semakin serius jika terjadi penurunan variabilitas
atau peningkatan frekuensi dasar
 Hilangnya variabilitas
 Prolong deselerasi
 Bradikardia hebat

Berdasarkan mekanisme dan cara pemeriksaan kardiotokografi dapat diinterpretasikan


sebagai berikut :2,7,14

Non-stress test (NST)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas
janin. Cara pemeriksaan ini dikenal juga dengan nama aktokardiografi, atau fetal activity
acceleration determination (FAD; FAAD).Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar
sDJJ, variabilitas, dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan janin.

Tehnik pemeriksaan NST


1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri. Hal ini
berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah ke janin dan mencegahterjadinya
hipotensi.
38
2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,dan
frekuensi pernafasan ibu.Kemudian selama pemeriksaan dilakukan,tensi diukur
setiap 10-15 menit (hasilnya dicatat pada kertas KTG).
3. Aktivitas gerakan janin diperhatikan dengan cara:
a. Menanyakan kepada pasien.
b. Melakukan palpasi abdomen.
c. Melihat gerakan tajam pada rekaman tokogram (kertas KTG).
Bila dalam beberapa menit pemeriksaan tidak terdapat gerakan janin,dilakukan
perangsangan janin, misalnya dengan menggoyang kepala atau bagian janin
lainnya, atau dengan rangsang vibro-akustik(dengan membunyikan bel, atau
dengan menggunakan alat khusus untuk keperluan tersebut).
4. Perhatikan frekuensi dasar DJJ (normal antara 120 – 160 dpm).
5. Setiap terjadi gerakan janin diberikan tanda pada kertas KTG.
6. Perhatikan variabilitas DJJ (normal antara 5 – 25 dpm).
7. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit.

Interpretasi NST
1. Reaktif:
a. Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi
sedikitnya 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120 – 160 dpm.
c. Variabilitas djj antara 5 – 25 dpm.
2. Non-reaktif:
a. Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada
gerakan janin.
b. Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).
c. Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
3. Meragukan:
a. Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang
kurang dari 15 dpm.
b. Frekuensi dasar djj abnormal.
c. Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
39
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1
minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%).Hasil NST yangnon-reaktif disertai dengan
keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilaiApgar rendah, adanya deselerasi
lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%.Hasil NST yang meragukan harus
diulang dalam waktu 24 jam.Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap
hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengancontraction stress
test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.

Contraction stress test (CST)


Pemeriksaan ini menilai hubungan gambaran djj dan kontraksi uterus.
Dalampemeriksaan ini dilakukan pengamatan terhadap frekuensi dasar DJJ,variabilitas, dan
perubahan 40ntraute djj akibat kontraksi uterus.

Tehnik pemeriksaan CST


1. Pasien berbaring dalam posisi semi-Fowler, atau sedikit miring ke kiri.
2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi,dan
frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan,tensi diukur
setiap 10-15 menit (dicatat pada kertas KTG).
3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG.
Kontraksi uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.
4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit pemeriksaan,dilakukan
stimulasi, misalnya dengan cara Pemberian oksitosin (inhalasi,sublingual, atau
intravena). Stimulasi dilakukan sampai timbul kontraksi yangadekuat. Apabila
selama stimulasi terjadi deselerasi lambat meskipunkontraksi belum adekuat, maka
pemeriksaan harus segera dihentikan danhasilnya dinyatakan positif.
5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan
40ntraute djj akibat kontraksi.
6. Pemeriksaan dianggap cukup bila didapatkan kontraksi yang adekuatselama 10
menit. Stimulasi oksitosin harus segera dihentikan, dan pasiendiawasi terus sampai
kontraksi menghilang.

40
Interpretasi CST

1. Negatif:
a. Frekuensi dasar djj normal.
b. Variabilitas DJJ normal.
c. Tidak terdapat deselerasi lambat.

2. Positif:
a. Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
b. Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
c. Deselerasi 41ntraute berat yang persisten pada setiap kontraksi.
d. Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.

3. Mencurigakan(suspicious):
a. Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
b. Deselerasi 41ntraute (derajat ringan atau sedang).
c. Frekuensi dasar djj abnormal.

4. Tidak memuaskan(unsatisfactory):
a. Hasil perekaman tidak baik, misalnya oleh karena ibu gemuk, atau gerakan janin
yang berlebihan.
b. Tidak terdapat kontraksi yang adekuat.

5. Hiperstimulasi:
a. Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama kontraksi lebih dari
90 detik.
b. Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.

Hasil CST 41ntraute menggambarkan keadaan janin yang masih baik sampai 1
minggu pasca pemeriksaan (spesifisitas 99%).Hasil CST positif disertai dengan nasib
perinatal yang jelek pada 50% kasus.

41
Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat(CST diulang
setiap 30 – 60 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan Ph darah janin. Hasil
CST yang tidak memuaskan harus diulang dalam waktu 24 jam.Bila terdapat hiperstimulasi,
kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri.

Kontraindikasi CST

1. Mutlak:
a. Adanya risiko 42ntraut uteri: bekas seksio sesarea klasik, riwayat
b. miomektomi42ntrau, dsb.
c. Perdarahan antepartum: plasenta previa, solusio plasenta.
d. Ketuban pecah dini.
e. Tali pusat terkemuka.
f. Vasa previa.

2. Relatif:
a. Persalinan preterm.
b. Kehamilan kembar (< 36 minggu).
c. Inkompetensia serviks.

Resusitasi intrauterine
Tindakan resusitasi intrauterine dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi
danoksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterine. Beberapatindakan yang
bisa dikerjakan antara lain:
1. Perbaikan sirkulasi:
a. Pasien dibaringkan dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miringke kiri.
b. Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi.
c. Menormalkan tekanan darah bila terdapat hipertensi atau hipotensi
d. Amnioinfusi, bila terdapat oligohidramnion.
2. Perbaikan oksigenasi:
a. Pemberian oksigen.
42
b. Perbaikan anemia.

Gambar 26 : Penatalaksanaan berdasarkan interpretasi CTG

43
Format laporan hasil pemeriksaan Kardiotokografi

LAPORANKARDIOTOKOGRAFI(KTG)

Data Pasien

NamaPasien :………………………… NoCM :…………………

Tanggal :………………………… Jam :…………………

Posisipasien :………………………… Usiagestasi :…………………

TDawal :………………………… TDmenitke15 :…………………

Carapantau :……………………… Kecepatankertas :1/2/3cm/menit

Periksadalam :tidakdilakukan/dilakukan,denganhasil ……………………….

Diagnosisibu :……………………………………………………………………….

Diagnosisjanin : ……………………………………………………………….………

Obat-obatan :………………………………………………………………………

Denyut Jantung Janin

Frekuensidasar:…………dpm,variabilitas:tidakada/minimal (1-5dpm)/ moderat (5-25 dpm) / meningkat (>25 dpm),


akselerasi : ada / tidak ada, deselerasi:tidakada/ada,yaitujenisnya :dini/lambat/variabel/lama (prolonged), beratnya :
ringan / sedang / berat. Pola disfungsi SSP : tidak ada / ada, yaitu : datar (flat) / tumpul (blunted) / frekuensi dasar tidak
stabil (unstable baseline) / pola overshoot / pola sinusoidal / pola checkmark.

Kontraksi Uterus / His

Kontraksi : tidakada/ada /adahis Frekuensi:……/10menit

kekuatan:…..……mmHg lamanya : ……… menit

relaksasi : ……………… konfigurasi : ………………

tonus dasar : ………….mmHg

Gerak Janin: ……….. kali dalam : ………. menit

Diagnosis KTG : Katagori I / II / III

SARAN :……………………………………………………………………………...

PPDS OBGIN Bidan Jaga DPJP

(…………………..…) (…………………….) (………………………)

CATATAN :Laporan ini harus segera dibuat setelah peme riksaan selesai dan disimpan dalam status
pasien. PPDS dan Bidan jaga harus MENANDATANGANI dan mendiskusikan hasil pemeriksaan KTG
tersebut dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)

44
45

Anda mungkin juga menyukai