Anda di halaman 1dari 24

Referat

CTG (CARDIOTOCOGRAPHY)

Oleh

Oleh:
Nanda Safira Alisa 04084822124102
Raehan N. Kusumah 04084822124149
Nafrah Ardita 04084822124153
Raissa Rianzie 04084822124164
Ari Millian S 04084822124177

Pembimbing

dr. Yuri Kamila, Sp. OG-KFM

BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

CARDIOTOCOGRAPHY

Oleh:

Nanda Safira Alisa 04084822124102


Raehan N. Kusumah 04084822124149
Nafrah Ardita 04084822124153
Raissa Rianzie 04084822124164
Ari Millian S 04084822124177

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 2 Agustus – 4 September 2021

Palembang, 29 Agustus 2021

dr. Yuli Kamila, Sp. OG-KFM

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji
syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Nya
penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Cardiotocography”.
Case ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri
Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuli Kamila, Sp. OG-KFM selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan jurnal reading


ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, 29 Agustus 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2
BAB III KESIMPULAN................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan utama perawatan obstetrik adalah penilaian dan pencegahan hasil janin
dan neonatus yang buruk. Asesmen janin memberikan gambaran ke dalam lingkungan
intrauterin yang tidak dapat diakses secara langsung. Secara umum, asesmen janin
antepartum menggunakan berbagai teknik untuk menilai kesehatan dan kesejahteraan
janin pada kehamilan yang berisiko tinggi terhadap kematian janin karena kondisi ibu
yang sudah ada sebelumnya atau komplikasi terkait kehamilan. Perbedaan antara
asesmen janin antepartum dan intrapartum adalah asesmen janin intrapartum secara
khusus terkait dengan pemantauan janin selama persalinan.1
Cardiotocography merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk asesmen janin antepartum pada kehamilan dengan risiko tinggi. Pemeriksaan ini
merupakan representasi visual dari DJJ dan kontraksi utertus. Asesmen janin dapat
memungkinkan pilihan terapi tertentu untuk mencegah kondisi yang membahayakan
janin. Tujuan keseluruhan dari asesmen janin adalah untuk mengurangi kematian
perinatal.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kardiotokografi (CTG) adalah rekaman elektronik kontinu dari denyut jantung
janin yang diperoleh melalui transduser ultrasound yang ditempatkan di perut ibu
(CTG eksternal atau tidak langsung). Transduser kedua ditempatkan pada perut
ibu di atas fundus uteri untuk merekam secara bersamaan adanya aktivitas uterus.2

2.2 Cara Kerja


Denyut jantung janin dan aktivitas rahim dilacak secara bersamaan pada
selembar kertas. Komponen denyut jantung janin yang dapat dinilai meliputi: laju
dasar, variabilitas dasar, akselerasi dan deselerasi. Hubungan antara denyut
jantung janin dan waktu kontraksi uterus juga dinilai.2
Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm)
dengan variasi normal 20 dpm di atas atau di bawah nilai rata-rata. Jadi, nilai
normal denyut jantung janin antara 120 - 160 dpm (beberapa penulis menganut
niiai normal denyut jantung janin antara 120 - 150 dpm). Seperti telah diketahui
bahwa mekanisme pengaturan denyut jantung janin dipengaruhi oleh beberapa
fakror anrara lain melalui:3
1. Sistem saraf simpatis, yang sebagian besar berada di dalam miokardium.
Rangsangan saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan
meningkatkan frekuensi denyut jantung janin, menambah kekuatan kontraksi
jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stres,
sistem saraf simpatis ini berfungsi mempertahankan aktivitas jantung.
Hambatan pada saraf simpatis, misalnya dengan obat propanolol, akan
menurunkan frekuensi dan sedikit mengurangi variabilitas denyut jantung
janin.
2. Sistem saraf parasimpatis, yang terutama terdiri atas serabut n. vagus berasal
dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, VA, dan neuron
yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan n. vagus,
misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan frekuensi denyut jantung

2
janin, sedangkan hambatan n. vagus, misalnya dengan atropin, akan
meningkatkan frekuensi denyut jantung janin.
3. Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
meningkat, reseptor ini akan merangsang n. vagus dan n. glosofaringeus,
yang akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan
frekuensi denyut jantung janin.
4. Kemoreseptor, yang terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak
di daerah karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada
batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar O2 dan CO2
dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat,
akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardi dan peningkatan
tekanan darah untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar O2,
dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan
mempengaruhi resepror perifer dan menimbulkan refleks bradikardi. Hasil
interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi
dan hipertensi.
5. Susunan saraf pusat. Variabilitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai
dengan aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas
otak menurun maka variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun.
Rangsangan hipotalamus akan menyebabkan takikardi.
6. Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada
keadaan stres, misalnya asfiksia, maka medula adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan
kontraksi jantung dan tekanan darah.

2.3 Indikasi
A. Indikasi CTG Antepartum
CTG antepartum adalah bentuk penilaian janin yang umum digunakan dalam
kehamilan dan menggunakan denyut jantung janin sebagai indikator
kesejahteraan janin. Hal ini dapat digunakan secara terpisah, kadang-kadang
disebut sebagai 'tes non-stres' atau dengan stimulasi aktivitas rahim untuk melihat
bagaimana jantung janin merespons, kadang-kadang dikenal sebagai 'tes stres
kontraksi'. CTG antepartum paling sering dilakukan pada trimester ketiga
kehamilan (setelah 28 minggu).2

3
CTG antepartum juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan metode
penilaian janin lainnya seperti pengukuran USG Doppler dan pengukuran volume
cairan ketuban, dan sebagai bagian dari profil biofisik formal (di mana gerakan
janin, nada janin dan pernapasan janin, dan volume cairan dinilai, dengan atau
tanpa penilaian denyut jantung janin). Frekuensi pengujian sangat bervariasi
dalam praktiknya, tergantung pada indikasi CTG dan usia kehamilan, dan
berkisar dari mingguan hingga tiga kali sehari.2
CTG antepartum pada kehamilan berisiko tinggi yang ditentukan berdasarkan
riwayat pasien sebelumnya atau temuan yang mencurigakan dapat memberikan
indikasi risiko janin. Untuk kehamilan dengan risiko kronis, direkomenaikan
untuk menggunakan metode pemantauan tambahan seperti sonografi Doppler,
evaluasi ultrasonografi volume cairan ketuban, atau KCTG untuk mengukur
gerakan janin. Indikasi untuk pemantauan CTG antepartum adalah:3
1. Anemia ibu (hemoglobin < 10 g/dl atau 6 mmol/l)
2. Aritmia janin (terutama takiaritmia) pada USG
3. Pendarahan pada akhir kehamilan,
4. Ketidakcocokan golongan darah
5. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
6. Diabetes melitus tipe I dan II
7. Temuan Doppler janin yang mencurigakan atau patologis (misalnya PI
pada arteri umbilikalis > persentil ke-90),
8. Penyalahgunaan obat (misalnya penyalahgunaan nikotin)
9. Hidramnion (AFI > 25 cm)
10. Infeksi virus (misalnya parvovirus B19) atau bakteri (sindrom infeksi
ketuban)
11. Gerakan janin menurun
12. Sirkulasi ibu yang tidak stabil (masalah ortostatik)
13. Kehamilan ganda
14. Oligohidramnion (kantong tunggal<2cm)
15. Bayi terlambat lahir > 7 hari,
16. Kecelakaan dengan trauma perut atau cedera ibu yang serius
17. Kontraksi prematur (tokolisis)/kelahiran prematur yang akan datang
18. Pertumbuhan janin terhambat < persentil 10

4
Kardiotokografi antepartum rutin tidak dianjurkan bagi wanita hamil untuk
meningkatkan hasil ibu dan perinatal. Saat ini tidak ada bukti tentang efek atau
pertimbangan lain yang mendukung penggunaan CTG antenatal sebagai bagian
dari ANC rutin.4

B. Indikasi CTG Intrapartum


CTG dilakukan selama 30 menit saat kedatangan untuk menyingkirkan risiko
janin dan memverifikasi kontraksi. Jika kehamilan bebas risiko dan CTG yang
dilakukan selama persalinan tahap awal dalam batas normal, interval untuk
surveilans janin elektronik intrapartum dapat berkisar dari sekali setiap 30 menit
hingga maksimum setiap dua jam (durasi minimum membaca setidaknya 30
menit). Jika tidak memungkinkan untuk dilakukan pembacaan, pemantauan harus
dilakukan dengan auskultasi (minimal 10 menit dengan dokumentasi yang ketat).3
Pemantauan CTG berkelanjutan harus dimulai pada akhir kala satu persalinan
dan selama tahap ekspulsi. Namun, pada kehamilan berisiko tinggi (indikasi
antepartum untuk CTG), jika oksitosin diberikan selama persalinan, atau jika
timbul komplikasi seperti demam, perdarahan, atau cairan ketuban berwarna
hijau, pemantauan CTG terus menerus harus dilakukan selama kala satu
persalinan dan tahap ekspulsi jika kontraksi dapat dipastikan. Pemantauan CTG
juga diindikasikan untuk tokolisis atau setelah pemberian obat penginduksi
kontraksi (oksitosin, prostaglandin) jika kontraksi dapat dipastikan. Jika pola DJJ
patologis bertahan selama lebih dari 30 menit, analisis darah janin harus
dilakukan pada bagian presentasi tubuh janin untuk memperjelas temuan, jika
memungkinkan secara teknis. Penentuan konsentrasi laktat dapat memberikan
informasi tambahan dan dianggap sebagai alternatif analisis gas darah dalam
kriteria ACOG. Pengecualian termasuk bradikardia janin yang parah, deselerasi
berkepanjangan > 3 menit atau pola CTG yang sangat patologis lainnya (misalnya
pola sinusoidal), yang memerlukan intervensi segera untuk melahirkan bayi.3

Denyut jantung janin dapat dipantau secara intermiten (secara berkala selama
persalinan) atau terus menerus/kontinu (merekam detak jantung bayi selama
persalinan, berhenti hanya sebentar, seperti untuk kunjungan ke toilet.5
Pemantauan CTG kontinu harus dipertimbangkan dalam semua situasi di mana
ada risiko tinggi hipoksia/asidosis janin, baik karena kondisi kesehatan ibu

5
(seperti perdarahan vagina dan demam ibu), pertumbuhan janin abnormal selama
kehamilan, analgesia epidural, cairan bernoda mekonium, atau kemungkinan
aktivitas uterus yang berlebihan, seperti yang terjadi pada persalinan yang
diinduksi. CTG kontinu juga direkomendasikan ketika kelainan terdeteksi selama
auskultasi janin intermiten. Penggunaan CTG intrapartum berkelanjutan pada
wanita berisiko rendah biasanya dilakukan dengan memberikan pemantauan CTG
intermiten bergantian dengan auskultasi denyut jantung janin. Pemantauan
intermiten harus dilakukan cukup lama untuk memungkinkan evaluasi yang
memadai dari fitur dasar CTG.6

2.4 Kontraindikasi
CTG menggunakan pemantauan eksternal tidak memiliki kontraindikasi
karena merupakan tindakan noninvasif. Pada CTG dengan pemantauan internal,
kontraindikasi utama adalah penyakit infeksi yang mungkin menular ke janin,
seperti hepatitis, HIV, atau herpes. Kontraindikasi termasuk perdarahan uterus
yang tidak diketahui penyebabnya dan plasenta previa. Ini juga dapat dikaitkan
dengan risiko kecil cedera janin, perdarahan plasenta, perforasi uterus, dan
infeksi.6

6
2.5 Persiapan dan Prosedur CTG

Gambar 1. Ilustrasi CTG

Pemantauan janin dapat dilakukan dengan cara internal/ infasif yaitu alat

pemantau dimasukkan ke dalam rongga rahim melalui vagina seperti USG

Transvaginal, dan cara non invasif/ eksternal yaitu alat pemantau dipasang pada

dinding perut ibu seperti CTG, USG, dan Doppler.9

Pada alat CTG, ada 2 macam tranduser/ probe yang harus dipasang. Satu

macam probe sebagai alat deteksi kontraksi uterus. Dan probe lainnya sebagai alat

deteksi DJJ. Pada satu unit CTG tersedia probe pendeteksi DJJ sejumlah 2 buah pada

merk tertentu untuk penjagaan jika ternyata kehamilan berisi dua janin. Kemudian

ada tombol pendeteksi gerakan janin. 9

Semua probe tersebut hendaknya diberi jelly agar perekaman aktifitas janin

yang diperoleh hasilnya benar, sebab alat ini mengandalkan kekuatan pantulan suara
7
untuk mendeteksi janin dalam kandungan. Selain itu, probe yang telah diletakkan

pada lokasi yang sesuai hendaknya difiksasi dengan baik menggunakan tali-tali yang

telah tersedia yang menyatu pada alat CTG. 9

Berikan tombol pendeteksi gerakan/ tendangan janin kepada ibu hamil untuk

dipencet saat ibu merasakan janinnya bergerak. Anjurkan ibu berbaring biasa dan

bernapas biasa serta mempertahankan rileksasi selama proses perekaman grafik CTG

berlangsung yaitu ± 20 menit lamanya.9

Kemudian pijat tombol nol pada saat muncul grafik his utuh dan grafik DJJ

utuh sebagai penanda letak probe telah benar. Lalu tekan tombol print agar grafik

CTG terlukis pada kertasnya. 9

Gambar 2. Kertas CTG

Operator sebaiknya tenaga yang telah memahami dengan baik cara melakukan

pemeriksaan CTG dan hasil diinterpretasikan oleh petugas yang telah kompeten

menginterpretasi grafik CTG. CTG efektif dilakukan pada ibu hamil dengan usia

8
gestasi 32 minggu atau lebih dan tidak akan efektif jika dilakukan pada usia gestasi

kurang dari itu. Alat CTG juga sebaiknya yang masih baik dan kalibrasinya benar

untuk menghindari kesalahan interpretasi karena alat error. 9

1. Langkah-langkah Non-Stress Test

a. Persiapan tes tanpa kontraksi

Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak

boleh diberikan sedative. 9

b. Prosedur pelaksanaan

1) Pasien dibaringkan secara semi fowler 45 derajat miring ke kiri.

2) Tekanan darah diukur setiap 10 menit.

3) Dipasang kardio dan tokodinamometer.

4) Frekuensi jantung janin dicatat.

5) Selama 10 menit pertama, catat data dasar bunyi.

6) Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit.

7) Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit

tidak reaktif, pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan

pemeriksaan ulang pada 2 jam kemudian.

8) Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil

NST secara individual. 9

2. Langkah-langkah oxytocin challenge test (OCT)

a. Penderita ditidurkan dalm posisi semi-Fowler dan miring ke kiri,

b. Tekanan darah diukur dan dicatat dikertas monitor setiap 10-15 menit,

9
c. Pencatatan denyut jantung janin dengan EKG janin secara eksternal,

sedangkan kontraksi uterus dengan tocotransducer yang ditempatkan pada

daerah fundus uteri,

d. Selama 10 menit pertama dicatat data dasar yang ada termasuk : frekuensi,

akselerasi, variabilitas denyut jantung janin, gerak janin dan kontraksi uterus

yang timbul secara spontan.

e. Pemberian tetesan oksitosin :

1. Bila telah ada kontraksi uterus yang spontan tetesan oksitosin dimulai

dengan 0,5 mU/menit

2. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai dengan 1 mU/

menit

3. Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai maka setiap 15 menit

tetesan ditingkatkan menjadi 2 mU, 4 mU, 6 mU dan seterusnya, sampai

kontraksi yang diperlukan didapat. Dalam hal ini supaya diperhatikan

apakah transducer telah terikat dengan baik.

4. Kecepatan tetesan oksitosin dikurangi apabila :

5. Terjadi 5 kontraksi atau lebih dalam 10 menit

6. Terjadi hipertonia uteri

7. Deselerasi yang lama

8. Tetesan oksitosin dihentikan apabila :

9. Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60 detik

10. Terjadi deselerasi lambat yang terus menerus

10
11. Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspicious)

12. Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan maupun tidak

memuaskan, penderita hendaknya tetap diawasi sampai 30 menit setelah

tetesan oksitosin dihentikan.8

2.6 Hasil Pemeriksaan CTG


A. Pembacaan hasil Non Stress-Test

1) Reaktif, bila :

a) Denyut jantung basal antara 120 – 160x/ menit.

b) Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit.

c) Gerakan janin terutama gerakan multiple dan berjumlah 5 gerakan atau

lebih dalam 20 menit.

d) Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ‘omega’ pada NST yang

reaktif berarti janin dalam keadaan sehat. Pemeriksaan diulang 1 minggu

kemudian.

e) Pada psien Diabetes mellitus tipe IDDM, pemeriksaan NST diulang tiap

hari, sedangkan pada tipe lain diulang setiap minggu.

2) Tidak reaktif, bila :

a) Denyut jantung basal 120 – 160 x/ menit.

b) Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit.

c) Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit.

d) Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan

rangsangan dari luar.

Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar, yaitu

kurang reaktif. Keadaan ini interpretasinya sukar. Hal ini dapat diakibatkan

karena pemakaian obat, seperti: barbiturate, demerol, penotiasid dan metildopa. 9

11
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat –

obatan dianjurkan NST diulang keesokan harinya. Bila reaktifitas tidak membaik

dilakukan pemeriksaan tes dengan kontraksi (OCT).

3) Sinusoidal, bila:

a) Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal.

b) Tidak ada gerakan janin.

c) Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru – paru

janin matur, janin dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan

isoimunisasi- RH.

Jika pemeriksaan menunjukan hasil yang meragukan, hendaknya

diulangi dalam waktu 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaam CST

(Contaction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi belum tentu bahaya,

pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.

4) Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif)

apabila ditemukan :

a) Bradikardia.

b) Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline) atau DJJ mencapai 90 dpm

yang lamanya 60 detik atau lebih.

Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin

sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12 – 24 jam bila janin belum viable.

Hasil NST yang reaktif biasnyan diikuti oleh keadaan janin yang masih baik

sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1 minggu

kemudian. Namun bila ada factor resiko seperti hipertensi, DM, perdarahan, atau

oligohidramnion, hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin

akan masih tetap baik sampai 1 minggu kemudian.

12
B. Pembacaan hasil oxytocin challenge test (OCT)

1. Negatif, bila :

a) Tidak terjadi deselerasi lambat, meskipun terjadi hiperstimulasi tetap

tidak ada deselerasi lambat

b) Variabilitas denyut jantung janin baik

c) Terjadi akselerasi pada gerakan janin

d) Frekuensi denyut jantung janin normal

e) Bila hasil uji negatif maka kehamilan dapat diteruskan selama 5-7

hari lagi untuk dilakukan uji beban kontraksi ulangan. 8

2. Positif, bila :

a) Terjadi deselerasi lambat yang persisten pada sebagian besar kontraksi

yang terjadi

b) Meskipun tidak selalu, biasanya disertai dengan hilangnya variabilitas

denyut jantung

c) Janin serta tidak adanya akselerasi pada gerakan janin.

d) Uji beban kontrkasi positif, menandakan adanya insufisiensi

uteroplasenter, dan kehamilan harus segera diakhiri, kecuali bila belum

terjadi maturasi paru janin. 8

3. Mencurigakan (Suspicious), bila :

a) Terdapat deselerasi lambat, tetapi tidak persisten dan tidak konsisten

b) Deselerasi lambat hanya terjadi bila terdapat uterus hipertonis

13
c) Bila dalam 10 menit, tidak negatif dan tidak positif

d) Adanya deselerasi variabel pada oligohidramnion

e) Adanya takikardia

f) Bila hasilnya mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulang

dalam 1-2 hari8

4. Tidak Memuaskan (Unsatisfactory) bila :

a) Kontraksi uterus kurang dari 3 dalam 10 menit

b) Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi

c) Dalam hal ini demikian maka pemeriksaan harus diulang pada hari

berikutnya

5. Hiperstimulasi, bila :

a) Terjadi uterus kurang dari 3 dalam 10 menit

b) Lama kontraksi 90 detik atau lebih

c) Tonus basal uterus meningkat

Dalam hal demikian maka tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan. 8

2.7 Interpretasi Pemeriksaan CTG


Dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan CTG, terdapat beberapa definisi
yang harus dipahami sebagai berikut: 3
1. Frekuensi Dasar Denyut Jantung Janin (Base Line Rate) 3

14
Dalam keadaan normal, frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara
120 – 160 dpm. Disebut takikardi apabila frekuensi dasar > 160 dpm dan
bradikardi bila frekuensi dasar < 120 dpm.
 Bila peningkatan frekuensi berlangsung cepat (< 1-2 menit) dan
menaikkan paling sedikit 15 dpm dari frekuensi dasar dalam waktu 15
detik disebut akselerasi (acceleration)
 Bila penurunan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut
deselerasi (deceleration).

2. Variabilitas Denyut Jantung Janin (Variability) 3


Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tidak teratur,
yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. , hal ini normal dan dianggap
merupakan grafik indikasi otak masih bekerja mempertahankan oksigenasi otak.
Variabilitas denyut jantung janin yang normal menunjukkan sistem persarafan
janin mulai dari korteks – batang otak – n. vagus dan sistem konduksi jantung
semua dalam keadaan baik. Variabilitas denyut jantung janin dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu:
a. Variabilitas jangka pendek (short term variability)
Variabilitas ini merupakan perbedaann interval antar denyut yang terlihat pada
gambaran kardiotokografi yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antar
denyut pada denyut jantung janin. Rata-rata variabilitas jangka pendek denyut
jantung janin yang normal antara 2 – 3 dpm.

b. Variabilitas jangka panjang (long term variability)


Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas
tampak pada rekaman kardiotokografi. Rata-rata mempunyai siklus 3 – 6 kali
per menit. Berdasarkan amplitude fluktuasi osilasi tersebut, variabilitas jangka

15
panjang daoat dibedakan menjadi:
 Normal: amplitudo antara 6 – 25 dpm.
 Berkurang: amplitudo antara 2 – 5 dpm.
 Menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.
 Saltatory: amplitude lebih dari 25 dpm.

Gambar 3. Gambaran Variabelitas


3. Akselerasi
Akselerasi merupakan respons simpatetik, di mana terjadi peningkatan
frekuensi denyut jantung janin, suatu respons fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-
ciri akselerasi yang normal adalah amplitudo > 15 dpm, lamanya sekitar 15 detik
dan terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. 3
Akselerasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu
1. akselerasi yang seragam (uniform acceleration) yang terjadi sesuai dengan
kontraksi uterus dan
2. akselerasi yang bervariasi (variable acceleration) yang terjadi sesuai dengan
gerakan atau rangsangan pada janin

16
Gambar 4. Gambaran Akselerasi dan Perubahan Frekuensi Dasar DJJ
4. Deselerasi
Deselerasi merupakan respons parasimpatis melalui reseptor-reseptor sehingga
menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung janin. 3
a. Deselerasi dini
Ciri-ciri deselerasi dini adalah sebagai berikut:
 Timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.
Gambaran deselerasi ini seolah merupakan cermin kontraksi uterus.
 Penurunan amplitude tidak lebih dari 20 dpm.
 Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik.
 Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal.
b. Deselerasi variabel
Ciri-ciri deselerasi variable adalah sebagai berikut:
 Gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya,
amplitude maupun bentuknya.
 Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan
penurunan frekuensi dasar denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai
60 dpm.
 Biasanya terjadi akselerasi sebelum atau sesudah terjadinya deselerasi.
 Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu
deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar denyut
jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik.

17
 Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau yang
memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya
hipoksia janin yang berlanjut.

c. Deselerasi lambat
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:
 Timbulnya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai.
 Berakhirnya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang.
 Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40 – 60 detik).
 Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan
intensitas kontraksi uterus.
 Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takhikardi
ringan, akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.

Gambar 5. Karakteristik Parameter Pada Pemeriksaan CTG

Gambar 6. Gambaran Deselerasi

18
BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan Cardiotocography (CTG) merupakan tindakan medis untuk


memantau denyut jantung janin dan kontraksi rahim pada wanita hamil. NST adalah
cara pemeriksaan janin dengan menggunakan Cardiotopography (CTG), Pemeriksaan
ini menggunakan alat cardiotocography (CTG) yang dilakukan pada usia kehamilan ≥
32 minggu. Pemeriksaan ini merupakan tindakan non-invasif dan bertujuan untuk
melihat interaksi antara perubahan denyut jantung dengan gerakan janin. CTG mencatat
pola detak jantung janin, kontraksi, aktivitas jantung janin, tekanan darah ibu, dan detak
jantung ibu pada grafik. Pemeriksaan CTG ini digunakan untuk menentukan apakah
keadaan janin apakah berisiko mengalami kematian intrauterin atau menentukan
komplikasi yang kemungkinan terjadi

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Pettker CM, Campbell KH. Antepartum Fetal Assessment. Avery’s Dis Newborn
Tenth Ed. 2018 Jan 1;145-157.e3.
2. Grivell RM, Alfirevic Z, Gyte GM, Devane D. Antenatal cardiotocography for fetal
assessment. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2015 [cited 2021 Aug
27];2015(9):1–39. Available from: /pmc/articles/PMC6510058/
3. Abadi A. Kardiotokografi janin dan velosimetri Doppler. In: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. p. 221–46.
4. Schneider KTM, Beckmann MW, German Society of Gynecology, German Society of
Prenatal Medicine, German Society of Perinatal Medicine (DGPM). S1-guideline on
the use of CTG during pregnancy and labor. Geburtshilfe Frauenheilkd.
2014;74(8):721–32.
5. World Health Organization. WHO recommendations on antenatal care for a positive
pregnancy experience. Geneva; 2016.
6. Alfirevic Z, Devane D, Gyte GML, Cuthbert A. Continuous cardiotocography (CTG)
as a form of electronic fetal monitoring (EFM) for fetal assessment during labour.
Cochrane Database Syst Rev. 2017;2017(2).
7. Ayres-De-Campos D, Spong CY, Chandraharan E. FIGO consensus guidelines on
intrapartum fetal monitoring: Cardiotocography. Int J Gynecol Obstet.
2015;131(1):13–24.
8. BHuddleston, JF. (2002). Continued utility of the contraction stress test? Clin Obstet
Gynecol;45(4):1005-14.
9. German Society of Gynecology and Obstetrics (DGGG); Maternal Fetal Medicine
Study Group (AGMFM); German Society of Prenatal Medicine and Obstetrics
(DGPGM); German Society of Perinatal Medicine (DGPM). S1-Guideline on the Use
of CTG During Pregnancy and Labor: Long version - AWMF Registry No. 015/036.
Geburtshilfe Frauenheilkd. 2014 Aug;74(8):721-732. doi: 10.1055/s-0034-1382874.
PMID: 27065483; PMCID: PMC4812878.

20

Anda mungkin juga menyukai