CTG (CARDIOTOCOGRAPHY)
Oleh
Oleh:
Nanda Safira Alisa 04084822124102
Raehan N. Kusumah 04084822124149
Nafrah Ardita 04084822124153
Raissa Rianzie 04084822124164
Ari Millian S 04084822124177
Pembimbing
Referat
CARDIOTOCOGRAPHY
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 2 Agustus – 4 September 2021
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji
syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Nya
penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Cardiotocography”.
Case ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri
Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuli Kamila, Sp. OG-KFM selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
referat ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2
BAB III KESIMPULAN................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan utama perawatan obstetrik adalah penilaian dan pencegahan hasil janin
dan neonatus yang buruk. Asesmen janin memberikan gambaran ke dalam lingkungan
intrauterin yang tidak dapat diakses secara langsung. Secara umum, asesmen janin
antepartum menggunakan berbagai teknik untuk menilai kesehatan dan kesejahteraan
janin pada kehamilan yang berisiko tinggi terhadap kematian janin karena kondisi ibu
yang sudah ada sebelumnya atau komplikasi terkait kehamilan. Perbedaan antara
asesmen janin antepartum dan intrapartum adalah asesmen janin intrapartum secara
khusus terkait dengan pemantauan janin selama persalinan.1
Cardiotocography merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk asesmen janin antepartum pada kehamilan dengan risiko tinggi. Pemeriksaan ini
merupakan representasi visual dari DJJ dan kontraksi utertus. Asesmen janin dapat
memungkinkan pilihan terapi tertentu untuk mencegah kondisi yang membahayakan
janin. Tujuan keseluruhan dari asesmen janin adalah untuk mengurangi kematian
perinatal.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kardiotokografi (CTG) adalah rekaman elektronik kontinu dari denyut jantung
janin yang diperoleh melalui transduser ultrasound yang ditempatkan di perut ibu
(CTG eksternal atau tidak langsung). Transduser kedua ditempatkan pada perut
ibu di atas fundus uteri untuk merekam secara bersamaan adanya aktivitas uterus.2
2
janin, sedangkan hambatan n. vagus, misalnya dengan atropin, akan
meningkatkan frekuensi denyut jantung janin.
3. Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
meningkat, reseptor ini akan merangsang n. vagus dan n. glosofaringeus,
yang akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan
frekuensi denyut jantung janin.
4. Kemoreseptor, yang terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak
di daerah karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada
batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar O2 dan CO2
dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat,
akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa takikardi dan peningkatan
tekanan darah untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar O2,
dan menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan
mempengaruhi resepror perifer dan menimbulkan refleks bradikardi. Hasil
interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi
dan hipertensi.
5. Susunan saraf pusat. Variabilitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai
dengan aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas
otak menurun maka variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun.
Rangsangan hipotalamus akan menyebabkan takikardi.
6. Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada
keadaan stres, misalnya asfiksia, maka medula adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan
kontraksi jantung dan tekanan darah.
2.3 Indikasi
A. Indikasi CTG Antepartum
CTG antepartum adalah bentuk penilaian janin yang umum digunakan dalam
kehamilan dan menggunakan denyut jantung janin sebagai indikator
kesejahteraan janin. Hal ini dapat digunakan secara terpisah, kadang-kadang
disebut sebagai 'tes non-stres' atau dengan stimulasi aktivitas rahim untuk melihat
bagaimana jantung janin merespons, kadang-kadang dikenal sebagai 'tes stres
kontraksi'. CTG antepartum paling sering dilakukan pada trimester ketiga
kehamilan (setelah 28 minggu).2
3
CTG antepartum juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan metode
penilaian janin lainnya seperti pengukuran USG Doppler dan pengukuran volume
cairan ketuban, dan sebagai bagian dari profil biofisik formal (di mana gerakan
janin, nada janin dan pernapasan janin, dan volume cairan dinilai, dengan atau
tanpa penilaian denyut jantung janin). Frekuensi pengujian sangat bervariasi
dalam praktiknya, tergantung pada indikasi CTG dan usia kehamilan, dan
berkisar dari mingguan hingga tiga kali sehari.2
CTG antepartum pada kehamilan berisiko tinggi yang ditentukan berdasarkan
riwayat pasien sebelumnya atau temuan yang mencurigakan dapat memberikan
indikasi risiko janin. Untuk kehamilan dengan risiko kronis, direkomenaikan
untuk menggunakan metode pemantauan tambahan seperti sonografi Doppler,
evaluasi ultrasonografi volume cairan ketuban, atau KCTG untuk mengukur
gerakan janin. Indikasi untuk pemantauan CTG antepartum adalah:3
1. Anemia ibu (hemoglobin < 10 g/dl atau 6 mmol/l)
2. Aritmia janin (terutama takiaritmia) pada USG
3. Pendarahan pada akhir kehamilan,
4. Ketidakcocokan golongan darah
5. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
6. Diabetes melitus tipe I dan II
7. Temuan Doppler janin yang mencurigakan atau patologis (misalnya PI
pada arteri umbilikalis > persentil ke-90),
8. Penyalahgunaan obat (misalnya penyalahgunaan nikotin)
9. Hidramnion (AFI > 25 cm)
10. Infeksi virus (misalnya parvovirus B19) atau bakteri (sindrom infeksi
ketuban)
11. Gerakan janin menurun
12. Sirkulasi ibu yang tidak stabil (masalah ortostatik)
13. Kehamilan ganda
14. Oligohidramnion (kantong tunggal<2cm)
15. Bayi terlambat lahir > 7 hari,
16. Kecelakaan dengan trauma perut atau cedera ibu yang serius
17. Kontraksi prematur (tokolisis)/kelahiran prematur yang akan datang
18. Pertumbuhan janin terhambat < persentil 10
4
Kardiotokografi antepartum rutin tidak dianjurkan bagi wanita hamil untuk
meningkatkan hasil ibu dan perinatal. Saat ini tidak ada bukti tentang efek atau
pertimbangan lain yang mendukung penggunaan CTG antenatal sebagai bagian
dari ANC rutin.4
Denyut jantung janin dapat dipantau secara intermiten (secara berkala selama
persalinan) atau terus menerus/kontinu (merekam detak jantung bayi selama
persalinan, berhenti hanya sebentar, seperti untuk kunjungan ke toilet.5
Pemantauan CTG kontinu harus dipertimbangkan dalam semua situasi di mana
ada risiko tinggi hipoksia/asidosis janin, baik karena kondisi kesehatan ibu
5
(seperti perdarahan vagina dan demam ibu), pertumbuhan janin abnormal selama
kehamilan, analgesia epidural, cairan bernoda mekonium, atau kemungkinan
aktivitas uterus yang berlebihan, seperti yang terjadi pada persalinan yang
diinduksi. CTG kontinu juga direkomendasikan ketika kelainan terdeteksi selama
auskultasi janin intermiten. Penggunaan CTG intrapartum berkelanjutan pada
wanita berisiko rendah biasanya dilakukan dengan memberikan pemantauan CTG
intermiten bergantian dengan auskultasi denyut jantung janin. Pemantauan
intermiten harus dilakukan cukup lama untuk memungkinkan evaluasi yang
memadai dari fitur dasar CTG.6
2.4 Kontraindikasi
CTG menggunakan pemantauan eksternal tidak memiliki kontraindikasi
karena merupakan tindakan noninvasif. Pada CTG dengan pemantauan internal,
kontraindikasi utama adalah penyakit infeksi yang mungkin menular ke janin,
seperti hepatitis, HIV, atau herpes. Kontraindikasi termasuk perdarahan uterus
yang tidak diketahui penyebabnya dan plasenta previa. Ini juga dapat dikaitkan
dengan risiko kecil cedera janin, perdarahan plasenta, perforasi uterus, dan
infeksi.6
6
2.5 Persiapan dan Prosedur CTG
Pemantauan janin dapat dilakukan dengan cara internal/ infasif yaitu alat
Transvaginal, dan cara non invasif/ eksternal yaitu alat pemantau dipasang pada
Pada alat CTG, ada 2 macam tranduser/ probe yang harus dipasang. Satu
macam probe sebagai alat deteksi kontraksi uterus. Dan probe lainnya sebagai alat
deteksi DJJ. Pada satu unit CTG tersedia probe pendeteksi DJJ sejumlah 2 buah pada
merk tertentu untuk penjagaan jika ternyata kehamilan berisi dua janin. Kemudian
Semua probe tersebut hendaknya diberi jelly agar perekaman aktifitas janin
yang diperoleh hasilnya benar, sebab alat ini mengandalkan kekuatan pantulan suara
7
untuk mendeteksi janin dalam kandungan. Selain itu, probe yang telah diletakkan
pada lokasi yang sesuai hendaknya difiksasi dengan baik menggunakan tali-tali yang
Berikan tombol pendeteksi gerakan/ tendangan janin kepada ibu hamil untuk
dipencet saat ibu merasakan janinnya bergerak. Anjurkan ibu berbaring biasa dan
bernapas biasa serta mempertahankan rileksasi selama proses perekaman grafik CTG
Kemudian pijat tombol nol pada saat muncul grafik his utuh dan grafik DJJ
utuh sebagai penanda letak probe telah benar. Lalu tekan tombol print agar grafik
Operator sebaiknya tenaga yang telah memahami dengan baik cara melakukan
pemeriksaan CTG dan hasil diinterpretasikan oleh petugas yang telah kompeten
menginterpretasi grafik CTG. CTG efektif dilakukan pada ibu hamil dengan usia
8
gestasi 32 minggu atau lebih dan tidak akan efektif jika dilakukan pada usia gestasi
kurang dari itu. Alat CTG juga sebaiknya yang masih baik dan kalibrasinya benar
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak
b. Prosedur pelaksanaan
7) Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit
tidak reaktif, pasien diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan
b. Tekanan darah diukur dan dicatat dikertas monitor setiap 10-15 menit,
9
c. Pencatatan denyut jantung janin dengan EKG janin secara eksternal,
d. Selama 10 menit pertama dicatat data dasar yang ada termasuk : frekuensi,
akselerasi, variabilitas denyut jantung janin, gerak janin dan kontraksi uterus
1. Bila telah ada kontraksi uterus yang spontan tetesan oksitosin dimulai
2. Bila belum ada kontraksi uterus, tetesan oksitosin dimulai dengan 1 mU/
menit
9. Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60 detik
10
11. Selama satu jam hasilnya tetap mencurigakan (suspicious)
1) Reaktif, bila :
d) Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ‘omega’ pada NST yang
kemudian.
e) Pada psien Diabetes mellitus tipe IDDM, pemeriksaan NST diulang tiap
c) Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit.
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar, yaitu
kurang reaktif. Keadaan ini interpretasinya sukar. Hal ini dapat diakibatkan
11
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat –
obatan dianjurkan NST diulang keesokan harinya. Bila reaktifitas tidak membaik
3) Sinusoidal, bila:
c) Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru – paru
isoimunisasi- RH.
(Contaction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi belum tentu bahaya,
4) Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif)
apabila ditemukan :
a) Bradikardia.
sudah viable atau pemeriksaan ulang setiap 12 – 24 jam bila janin belum viable.
Hasil NST yang reaktif biasnyan diikuti oleh keadaan janin yang masih baik
kemudian. Namun bila ada factor resiko seperti hipertensi, DM, perdarahan, atau
oligohidramnion, hasil NST yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin
12
B. Pembacaan hasil oxytocin challenge test (OCT)
1. Negatif, bila :
e) Bila hasil uji negatif maka kehamilan dapat diteruskan selama 5-7
2. Positif, bila :
yang terjadi
denyut jantung
13
c) Bila dalam 10 menit, tidak negatif dan tidak positif
e) Adanya takikardia
c) Dalam hal ini demikian maka pemeriksaan harus diulang pada hari
berikutnya
5. Hiperstimulasi, bila :
Dalam hal demikian maka tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan. 8
14
Dalam keadaan normal, frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara
120 – 160 dpm. Disebut takikardi apabila frekuensi dasar > 160 dpm dan
bradikardi bila frekuensi dasar < 120 dpm.
Bila peningkatan frekuensi berlangsung cepat (< 1-2 menit) dan
menaikkan paling sedikit 15 dpm dari frekuensi dasar dalam waktu 15
detik disebut akselerasi (acceleration)
Bila penurunan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut
deselerasi (deceleration).
15
panjang daoat dibedakan menjadi:
Normal: amplitudo antara 6 – 25 dpm.
Berkurang: amplitudo antara 2 – 5 dpm.
Menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.
Saltatory: amplitude lebih dari 25 dpm.
16
Gambar 4. Gambaran Akselerasi dan Perubahan Frekuensi Dasar DJJ
4. Deselerasi
Deselerasi merupakan respons parasimpatis melalui reseptor-reseptor sehingga
menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung janin. 3
a. Deselerasi dini
Ciri-ciri deselerasi dini adalah sebagai berikut:
Timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.
Gambaran deselerasi ini seolah merupakan cermin kontraksi uterus.
Penurunan amplitude tidak lebih dari 20 dpm.
Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik.
Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal.
b. Deselerasi variabel
Ciri-ciri deselerasi variable adalah sebagai berikut:
Gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya,
amplitude maupun bentuknya.
Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan
penurunan frekuensi dasar denyut jantung janin (amplitudo) bisa sampai
60 dpm.
Biasanya terjadi akselerasi sebelum atau sesudah terjadinya deselerasi.
Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty yaitu
deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar denyut
jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik.
17
Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau yang
memanjang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya
hipoksia janin yang berlanjut.
c. Deselerasi lambat
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:
Timbulnya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai.
Berakhirnya sekitar 20 – 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang.
Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40 – 60 detik).
Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan
intensitas kontraksi uterus.
Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takhikardi
ringan, akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pettker CM, Campbell KH. Antepartum Fetal Assessment. Avery’s Dis Newborn
Tenth Ed. 2018 Jan 1;145-157.e3.
2. Grivell RM, Alfirevic Z, Gyte GM, Devane D. Antenatal cardiotocography for fetal
assessment. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2015 [cited 2021 Aug
27];2015(9):1–39. Available from: /pmc/articles/PMC6510058/
3. Abadi A. Kardiotokografi janin dan velosimetri Doppler. In: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. p. 221–46.
4. Schneider KTM, Beckmann MW, German Society of Gynecology, German Society of
Prenatal Medicine, German Society of Perinatal Medicine (DGPM). S1-guideline on
the use of CTG during pregnancy and labor. Geburtshilfe Frauenheilkd.
2014;74(8):721–32.
5. World Health Organization. WHO recommendations on antenatal care for a positive
pregnancy experience. Geneva; 2016.
6. Alfirevic Z, Devane D, Gyte GML, Cuthbert A. Continuous cardiotocography (CTG)
as a form of electronic fetal monitoring (EFM) for fetal assessment during labour.
Cochrane Database Syst Rev. 2017;2017(2).
7. Ayres-De-Campos D, Spong CY, Chandraharan E. FIGO consensus guidelines on
intrapartum fetal monitoring: Cardiotocography. Int J Gynecol Obstet.
2015;131(1):13–24.
8. BHuddleston, JF. (2002). Continued utility of the contraction stress test? Clin Obstet
Gynecol;45(4):1005-14.
9. German Society of Gynecology and Obstetrics (DGGG); Maternal Fetal Medicine
Study Group (AGMFM); German Society of Prenatal Medicine and Obstetrics
(DGPGM); German Society of Perinatal Medicine (DGPM). S1-Guideline on the Use
of CTG During Pregnancy and Labor: Long version - AWMF Registry No. 015/036.
Geburtshilfe Frauenheilkd. 2014 Aug;74(8):721-732. doi: 10.1055/s-0034-1382874.
PMID: 27065483; PMCID: PMC4812878.
20