Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh:

Nadya Bianca (1902612036)


Gde Arisetyawan Dharmaputra (1902612097)
Nsurrasimmha Shaastie Naidu (1902612194)

Pembimbing:

dr. I Gde Sastra Winata, Sp.OG(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya laporan PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya yang berjudul ‘Kehamilan Ektopik
Terganggu’. Laporan ini dibuat dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Referat ini disusun sebagai salah satu prasyarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di Departemen/KSM Obstetrik dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Pada
kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran penyusunan laporan ini, antara lain:

1. Dr. dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG (K), selaku Ketua Departemen/KSM


Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar.
2. Dr.dr.I.G.N. Harry Wijaya Surya, Sp.OG, selaku koordinator pendidikan
sarjana Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar atas bimbingan secara moral yang diberikan
3. dr. I Gde Sastra Winata, Sp.OG(K) selaku penguji dalam pembuatan
referat ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Denpasar, Juli 2021

Tim Penulis

DAFTAR IS
HALAMAN COVER................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1. Definisi......................................................................................................3
2.2. Epidemiologi.............................................................................................3
2.3. Klasifikasi..................................................................................................3
2.4. Faktor Risiko.............................................................................................6
2.5. Patofisiologi...............................................................................................8
2.6. Manifestasi Klinis....................................................................................12
2.7. Diagnosis.................................................................................................14
2.8. Tatalaksana..............................................................................................22
2.9. Pencegahan..............................................................................................28
2.10. Komplikasi...........................................................................................29
2.11. Prognosis..............................................................................................31
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................32
3.1. IDENTITAS............................................................................................32
3.2. ANAMNESIS..........................................................................................32
3.3. PEMERIKSAAN FISIK.........................................................................34
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................36
3.5. DIAGNOSIS...........................................................................................37
3.6. TATALAKSANA...................................................................................37
3.7. CATATAN PERKEMBANGAN (FOLLOW UP) PASIEN..................38
3.8. LAPORAN OPERASI............................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................43
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................48
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada


minimal 2 kali pemeriksaan dengan selang waktu pemeriksaan 4 jam. Hipertensi
dalam kehamilan (HDK) merupakan salah satu diantara tiga penyebab mortalitas
dan morbiditas pada ibu bersalin selain infeksi dan perdarahan. Hipertensi
merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering erjadi selama
kehamilan dengan angka kejadian sekitar 5 - 15 % dari semua kehamilan. Di
Amerika Serikat angka kejadian hipertensi pada kehamilan mencapai 6-10 %,
dimana dari 4 juta wanita hamil, diperkirakan 240.000 wanita memiliki hipertensi
pada kehamilannya setiap tahun. Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya
stroke dan insidennya meningkat pada kehamilan dimana 15% kematian ibu hamil
di Amerika disebabkan oleh pendarahan intraserebral .1
Hipertensi pada kehamilan akan sangat mempengaruhi ibu dan janin
bahkan dapat menyebabkan morbiditas maupun mortalitas bagi ibu dan janin jika
tidak dikelola dengan baik.2 Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan dianggap
sebagai salah satu komplikasi obstetric, salah satunya karena terdapat efek
maternal yang sangat merugikan.3 Hipertensi pada kehamilan juga dapat berlanjut
menjadi preeklampsia dan eklampsia yang dapat menyebabkan kematian pada ibu
maupun janin. Namun, harus diingat bahwa kondisi ibu dengan abrupsio plasenta,
gagal ginjal akut, pendarahan intraserebral dan edema paru akan memiliki efek
buruk pada janin juga. Untuk itu dengan mempertimbangkan keselamatan ibu,
diperlukan rencana untuk melahirkan janin lebih awal. Kelahiran dini ini akan
menyelamatkan ibu namun hal tersebut akan meningkatkan risiko pada bayi.
Kesulitan seorang dokter adalah untuk memutuskan apakah harus melanjutkan
atau menghentikan kehamilan.
Hipertensi yang diinduksi kehamilan memiliki risiko lebih besar
mengalami berbagai gangguan lain seperti persalinan premature, IUGR
(intrauterine growth retardation), gagal ginjal akut, gagal hati akut, pendarahan
saat dan setelah persalinan, sindrom HELLP (hemolysis elevated liver enzymes
and low platelet count), DIC (disseminated intravascular coagulation),
pendarahan otak dan kejang 4. Penanganan hipertensi selama kehamilan harus
segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian terapi obat
antihipertensi harus segera dilakukan untuk menjaga tekanan darah agar tetap
dalam kisaran normal. Mengingat prevalensi hipertensi dalam kehamilan yang
cukup banyak ditemukan, serta penyebab pasti dari terjadinya hipertensi dalam
kehamilan yang belum dapat ditentukan, juga manajemen dan pencegahan dari
hipertensi pada kehamilan yang seringkali masih belum optimal, maka masih
diperlukan penelitian, uji klinis, serta studi lebih lanjut mengenai hipertensi dalam
kehamilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, Hipertensi
dalam kehamilan (HDK) adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada usia kehamilan
memasuki 20 minggu dan lebih tanpa riwayat hipertensi sebelumnya. Diagnosis
hipertensi ditegakkan bila didapatkan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
diastolik ≥ 90 mmHg.5,6

2.2. Epidemiologi
Hipertensi dalam kehamilan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Hipertensi
terjadi pada sekitar 5-15% pada ibu hamil. HDK dikatakan merupakan tanda awal
dari preeklampsia dan dapat berlanjut beberapa minggu setelah melahirkan. Kasus
pre-eklampsia dapat terjadi pada sekitar 5% hingga 15 % kehamilan dan sebagai
faktor penyebab dari kematian ibu secara global di seluruh dunia. Preeklampsia
juga dapat menyebabkan risiko kematian bayi meningkat hingga dua kali lipat.
Preeklampsia bahkan pada awalnya kadang tidak menunjukkan gejala dan dapat
berkembang menjadi kondisi yang mengancam nyawa yang disebut eklampsia.7,8
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan
dikatakan masih cukup tinggi. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada
tahun 2010 disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan. Hal ini disebabkan oleh
etiologi yang masih kurang jelas dan perawatan dalam persalinan masih ditangani
oleh petugas non-medis serta sistem rujukan yang belum sempurna.8

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists,5
2.3.1. Hipertensi Gestasional
Diagnosis hipertensi gestasional dapat ditegakkan bila didapatkan tekanan
darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan ≥ 20 minggu tanpa disertai riwayat
hipertensi sebelumnya dan akan kembali normal dalam 12 minggu pasca
persalinan tanpa disertai dengan proteinuria. Hipertensi gestasional juga dapat
disertai tanda-tanda preeklamsia seperti nyeri epigastrik dan trombositopenia
namun tanpa adanya proteinuria. Apabila didapatkan peningkatan tekanan darah
yang signifikan maka diperlukan pengawasan yang lebih ketat karena kejadian
eklampsia dapat mendahului proteinuria.

2.3.2. Preeklampsia
Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik dimana pada kehamilan
pasien ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Secara umum
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.9
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah
dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklampsia ringan dapat ditegakkan berdasarkan
kriteria atas timbulnya tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg yang terjadi setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa riwayat
hipertensi sebelumnya disertai proteinuria 300 mg atau lebih per-liter dalam 24
jam atau ≥+1 pada pemeriksaan dipstik setelah usia kehamilan 20 minggu. Bila
proteinuria negatif, gejala atau kriteria lain yang dapat dinilai adalah timbulnya
oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen. Terdapat edema paru
dan sianosis. Hemolisis mikroangiopatik. Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3
atau penurunan trombosit dengan cepat). Gangguan fungsi hati dengan
peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase dan pertumbuhan janin
yang terhambat.
Preeklampsia berat didefinisikan sebagai adanya peningkatan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6
jam setelah pasien dalam keadaan istirahat yang disertai dengan proteinuria 5 gr
atau lebih per-liter dalam 24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan dipstik. Namun
beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia menyebabkan protein urin masif (5
gr/24 jam) telah dieliminasi dari kriteria preeklampsia berat. Pada preeklampsia
berat, sejumlah penanda laboratorium seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar
ditemukan meningkat, tetapi pada preeklampsia ringan peningkatannya hanya
minimal atau bahkan tidak ada peningkatan sama sekali. 6,9 Preeklampsia,
sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang
baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun
kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita
lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut
tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai
kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal.10

2.3.3. Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai timbulnya kejang pada ibu hamil,
bersalin, dan nifas dengan atau tanpa penurunan kesadaran disertai dengan
proteinuria dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsia
dan tidak dapat dibuktikan dengan adanya penyebab lain.11

2.3.4. Superimposed Preeclampsia


Superimposed preeclampsia didefinisikan sebagai timbulnya proteinuria
onset baru (≥ 300 mg/24 jam) di usia kehamilan kurang dari 20 minggu, pada
wanita hamil yang sebelumnya telah terdiagnosis dengan hipertensi kronis/
kondisi hipertensi kronik yang ditambah dengan kondisi preeklampsia. Jika
hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu, proteinuria dan hipertensi
meningkat tiba – tiba disertai dengan trombositopenia ( trombosit < 100.000
/mm3) disertai dengan peningkatan SGOT dan SGPT. Gejala hipertensi kronis
seperti nyeri kepala persisten, skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut
dengan superimposed preeclampsia.6,9
2.3.5. Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi yang ditemukan
sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
ditemukan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu dan tidak kembali turun
ke tekanan darah normal dalam 12 minggu setelah persalinan.6,9

2.4. Faktor Risiko


Berdasarkan hasil penelitian faktor risiko hipertensi dalam kehamilan
Internasional terbaru, didapatkan dua bagian besar faktor risiko yaitu faktor risiko
tinggi yang terdiri dari :
 Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
 Riwayat hipertensi kronis
 Penyakit ginjal kronik
 Penyakit autoimun (seperti sle atau sindrom antifosfolipid), dan
 Ibu hamil dengan diabetes melitus
dan faktor risiko rendah yang terdiri dari :
 Primigravida
 BMI> 35 pada awal ANC
 Usia ibu > 40 tahun
 Jarak kehamilan >10 tahun
 Riwayat keluarga dengan preeklampsia
 Multipel gestasi
1. Riwayat Preeklampsia Sebelumnya
Faktor ini merupakan faktor utama. Kehamilan pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk.9
2. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan
kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah.12
3. Riwayat Hipertensi Kronis
Pedoman National Institute for Health and Care Excellence (NICE) 2019
mengklasifikasikan wanita berisiko tinggi mengalami preeklamsia jika ada
riwayat penyakit hipertensi selama kehamilan sebelumnya atau memiliki riwayat
penyakit termasuk penyakit ginjal kronis, penyakit autoimun, diabetes, atau
hipertensi kronis.13 Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimposed preeclampsia dan
hipertensi kronis dalam kehamilan.14
4. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20 -30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada komplikasi maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang dapat menimbulkan
komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida yang mempunyai risiko
yang lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat
usia diatas 35 tahun12
5. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama.
Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman
adalah kehamilan kedua sampai ketiga.14
6. Riwayat Keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam
kehamilan.14
7. Indeks Massa Tubuh (IMT) Tinggi
Tingginya indeks massa tubuh (< 35 kg/m2) merupakan masalah gizi
karena kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (DM),
hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai
jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan
dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh.14
2.5. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya hipertensi dalam kehamilan hingga saat ini dapat
dipastikan, namun, telah banyak berkembang beberapa teori yang berkontribusi
terhadap kejadian hipertensi dalam kehamilan. Teori-teori tersebut adalah :

2.5.1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus myometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.15
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi elastis dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya,
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan dengan
remodeling arteri spiralis.15
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis,
sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapar. menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-rata arteri
spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-
rata 2OO mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.15
Gambar 2.1. Invasi Abnormal Trofoblas

2.3.2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel


Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau radikal bebas. Salah satu oksidan
yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang bersifat toksik,
terutama terhadap membran sel endotel pembuluh darah karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel
endotel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak.15
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh rubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sei endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan
Kerusakan sel endotel akibat terpapar terhadap peroksida lemak
berhubungan dengan letaknya yang langsung berhubungan dengan aliran darah
dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Kerusakan dimulai dari
membran sel endotel, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya struktur sel endotel. Keadaan ini disebut sebagai disfungsi
endotel, yang mengakibatkan:15
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, dimana salah satu fungsi endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin ( PGE2) yang merupakan vasodilator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit akan menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan
(TXA 2) yang merupakan vasokontriktor kuat. Normalnya kadar
prostasiklin lebih tinggi daripada tromboksan. Pada preeklampsia kadar
tromboksan lebih tin ggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
d. Peningkatan permeabilitas kapiler.
e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriksi) meningkat.
f. Peningkatan faktor koagulasi.

2.3.3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin


Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh natural killer cell (NK) ibu. Adanya HLA-G akan
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, jadi HLA-G
merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu selain untuk menghadapi sel NK.15

2.3.4. Teori Defisiensi Gizi/ Nutrisi


Terdapat beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pada populasi
umum, ibu yang banyak mengkonsumsi buah dan sayuran dengan kandungan
antioksidan dapat dihubungkan dengan penurunan tekanan darah. Insiden
preeklampsia meningkat 2 kali pada ibu dengan konsumsi asam askorbik kurang
dari 85 mg. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivitas trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.12,14 Beberapa peneliti juga menganggap
bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan
metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium
dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 %
sedang yang diberi glukosa sebanyak 17 %.

2.3.5. Teori Genetik


Risiko anak perempuan mengalami preeklampsia dari ibu dengan riwayat
preeklampsia adalah 20-40%, 11-37% preeklampsia diderita oleh saudara
kandung ibu penderita preeklampsia, dan 22-47% pada wanita kembar mengalami
preeklampsia. Predisposisi herediter preeklampsia merupakan hasil interaksi dari
ratusan gen yang diturunkan dari maternal maupun paternal yang mengontrol
fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ. Ekspresi gen ini akan
berbeda pada setiap orang tergantung pula dengan interaksi terhadap faktor
lingkungan.9 Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di desidua pada daerah plasenta dapat menghambat
invasi trofoblas ke dalam desidua. 15

2.5.6 Teori Inflamasi


Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda
dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada
plasenta besar dan pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu. Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada
preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan mengakibatkan
"aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular
pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis hipertensi dalam kehamilan dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang
berkesinambungan. Anamnesis dilakukan kepada pasien atau keluarga pasien
untuk mengetahui adanya keluhan atau gejala sebelum atau selama masa
kehamilan, riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
penyakit keluarga, serta gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari. Keluhan atau gejala
dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus penglihatan, rasa panas dimuka,
dispnea, nyeri dada, mual muntah, dan kejang. Riwayat penyakit terdahulu seperti
riwayat penyakit sistemik berupa hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan ginjal, atau obesitas perlu ditanyakan kepada pasien. Selain itu, riwayat
kehamilan sebelumnya, terutama adanya hipertensi dalam kehamilan sebelumnya
serta penyulit yang ada selama kehamilan sebelumnya juga perlu ditanyakan.
Riwayat gaya hidup meliputi kebiasaan sehari-hari, pekerjaan, pola makan, dan
kebiasaan merokok dan minum alkohol juga harus ditanyakan.
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dari
kepala hingga kaki dan pemeriksaan obstetric. Poin penting dari pemeriksaan fisik
yang dapat mendukung diagnosis dimulai dari tanda vital pasien terutama tensi,
laju napas pasien (melihat apakah pasien sesak yang bisa mengindikasikan adanya
edema paru), kemudian indeks masa tubuh pasien, dan ada atau tidaknya edema
pada ekstremitas pasien. Pada pemeriksaan obstetric dapat dilihat apakah terdapat
tanda gawat seperti nyeri abdomen tersu menerus, perut yang tegang, bagian janin
tidak teraba, perdarahan pervaginam, dan sebagainya.Pasien dalam waktu 30
menit sebelum pengukuran tidak boleh minum kopi atau minum obat-obat
stimulan adrenergik serta harus beristirahat kurang lebih 5 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah. Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan
darah adalah sfigmomanometer. Pengukuran tekanan darah yang menyatakan
adanya hipertensi dalam kehamilan adalah bila dari hasil pengukuran dipatkan
tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg pada sistolik atau 90 mmHg pada
diastolik pada dua kali pemeriksaan yang berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis hipertensi dalam kehamilan, yakni pemeriksaan hematologic rutin serta
urinalisis yang dapat dilakukan mulai dari trimester satu sebagai bagian dari
skrining preeklampsia pada ANC jika ibu hamil memiliki faktor risiko, kemudian
dapat dialkukan pemeriksaan radiologi berupa USG arteri uterina jika usia
kehamilan sudah menginjak 20 minggu untuk mendeteksi adanya “notching”
untuk menentukan apakah ibu hamil perlu diberikan profilaksis aspirin atau tidak.
Pemeriksaan penunjang lain seperti tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal juga dapat
dilakukan untuk melihat apakah terdapat gangguan pada organ lain.

2.6.1. Hipertensi Gestational


Hipertensi gestasional dapat ditegakkan bila ditemukan peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
pada wanita hamil untuk pertama kalinya pada usia kehamilan > 20 minggu, tanpa
disertai dengan proteinuria atau adanya tanda gangguan fungsi organ dan tekanan
darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan. 6,20
2.6.2. Preeklampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai dengan adanya proteinuria (protein urin ≥ 300 mg/24 jam atau
dipstick ≥ +1) atau adanya gangguan fungsi organ. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein dalam urin, namun jika protein
urin tidak didapatkan, salah satu tanda gangguan fungsi organ dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:8
1.Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2.Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya
3.Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4.Edema Paru
5.Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6.Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta, seperti Oligohidramnion, Intrauterine Growth Restriction
(IUGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV).
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan adalah preekalmpsia dengan tekanan darah sistol 140-160
mmHg dan/atau diastole 90-110 mmHg disertai dengan proteinuria (protein urin ≥
300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1). Preeklampsia berat ditandai dengan tekanan
darah yang jauh lebih tinggi, yakni sistol ≥ 160 mmHg dan/atau diastole ≥ 110
mmHg disertai dengann proteinuria (>5 g/24 jam atau dipstick > +4), oligouria
(urine output <0,5 cc/kg/jam), kelaninan kadar kreatinin plasma, edema
paru/sianosis, dan sindrom HELLP. Secara garis besar preeklampsia berat adalah
preeklampsia yang disertai dengan adanya gangguan fungsi organ.

2.6.3. Eklampsia
Tanda dan gejala klinis preeklampsia yang disertai oleh kejang-kejang
dan/atau koma tanpa disebabkan oleh penyebab lainnya (epilepsi, perdarahan
subaraknoid, meningitis, dll).6,10,20 Eklampsia merupakan kasus akut pada
penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma Pada
penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan
terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini
disebut sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia. Tanda-tanda
impending eclampsia meliputi :
a. Sakit kepala hebat
b. Mual muntah
c. Nyeri epigastrium
d. Stomata/pandangan kabur
e. Peningkatan tensi darah progresif

2.6.4. Superimposed Preeklampsia


Diagnosis ditegakkan apabila timbulnya proteinuria onset baru (≥ 300
mg/24 jam) di usia kehamilan lebih dari 20 minggu pada wanita hamil yang
sebelumnya telah terdiagnosis dengan hipertensi kronis/ kondisi hipertensi kronik
yang ditambah dengan kondisi preeklampsia.9
Terdapat keadaan lain yang dapat menegakkan kriteria diagnosis superimposed
preeklampsia yaitu :21

2.6.6. Hipertensi Kronis


Peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dari sejak sebelum kehamilan
atau sebelum usia kehamilan 20 minggu, tanpa proteinuria, dan tidak menghilang
setelah 12 minggu pasca persalinan.6,20
Gambar 2.4 Alur Penilaian Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan.24

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari hipertensi pada kehamilan, meliputi :
1. Hipertensi kronik
2. Hipertensi gestasional
3. Preeklampsia
4. Superimposed Preeklampsia
5. Eklampsia
6. Epilepsi
7. Stroke
2.8. Tatalaksana
Penatalaksaan untuk pasien dengan hipertensi dalam kehamilan didasarkan
pada klasifikasi pasien tersebut, apakah termasuk ke dalam hipertensi gestasional,
preeklampsia ringan, preeklampsia berat, eclampsia, atau superimposed
preeklampsia.
2.8.1. Hipertensi Gestasional14
 Dapat diberikan agen antihipertensi apabila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis,
dosis, dan cara pemberian sesuai dengan preeklampsia berat.
 Untuk terminasi kehamilan : analog dengan preeklampsia ringan

2.8.2. Preeklampsia Ringan


a. Penanganan Konservatif

Pasien dengan preeklampsia ringan umumnya hanya memerlukan rawat


jalan, tidak perlu tirah baring, diet reguler, melakukan pemeriksaan fetal
assessment seperti USG dan non-stressed test (NST), dan melakukan kontrol
kandungan (ANC) setiap minggu. Bila usia kehamilan < 37 minggu dan gejala
tidak memburuk, maka kehamilan dapat dipertahankan sampai usia kehamilan
aterm. Bila usia kehamilan ≥ 37 minggu, maka kehamilan akan dipertahankan
sampai timbul onset partus atau mencapai 40 minggu, atau dapat dilakukan
induksi persalinan. Akan tetapi, pasien dengan preeklampsia ringan dapat pula
dilakukan rawat inap bila ditemukan adanya hasil fetal assessment yang buruk,
adanya kecenderungan terjadi preeklampsia berat atau adanya gejala preeklampsia
berat, atau tidak adanya perbaikan kondisi setelah beberapa kali kontrol.14, 20

b. Penanganan Aktif
Penanganan aktif dapat dilakukan bila usia kehamilan sudah aterm, hasil
fetal assessment buruk dan mengarah ke emergensi, dan terdapat tanda- tanda
impending eklampsia.14,20

2.8.3. Preeklampsia Berat


Penatalaksanaan pada pasien dengan preeklampsia berat diberikan
berdasarkan usia kehamilan. Tujuan dari penatalaksanaan preeklampsia berat
adalah mengontrol tekanan darah agar tidak semakin meningkat, terminasi
kehamilan dengan trauma minimal bagi ibu dan bayi, selain itu melahirkan bayi
yang mampu hidup di lingkungan luar kandungan, dan melakukan penyembuhan
terhadap ibu.6
Ibu hamil dengan preeklampsia berat harus segera dirawat inap di rumah
sakit dengan tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten ketika pasien sedang
tidur guna menghilangkan tekanan pada vena kava inferior sehingga
meningkatkan aliran darah balik ke jantung. Selain pemantauan tekanan darah dan
protein urin secara berkala, pemeriksaan nostress test (NST dengan menggunakan
CTG cardiotocography) direkomendasikan untuk dilakukan dua kali seminggu
sampai waktu persalinan.25 Diberikan pula infus dengan ringer laktat atau ringer
dekstrose 5%. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) direkomendasikan pada
preeklampsia berat atau dengan adanya keluhan nyeri kepala, penurunan visus
penglihatan, adanya klonus, nyeri pada kuadran atas kanan perut, dan tanda
kejang. Pemberian magnesium sulfat direkomendasikan sebagai pencegahan dan
terapi kejang. Pemberian MgSO 4 dibagi menjadi:14
1. Dosis Inisial
Sebanyak 4 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml
larutan MgSO4 dalam 10ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit.
Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan cara melarutkan 15ml
larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6 jam. Jika kejang berulang
setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 5 ml
larutan MgSO4 dalam 5 ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 5 menit.

2. Dosis Rumatan
Larutan MgSO4 40% 1 g/jam dimasukkan melalui cairan infus Ringer
Laktat (RL)/Ringer Asetat (RA) yang diberikan sampai 24 jam pascapersalinan.
Pemberian MgSO4 memiliki syarat-syarat pemberian yang harus terpenuhi, yaitu:
1.Harus tersedia antidotum MgSO4 yakni Ca Gluconas 10%.
2.Refleks pattela pasien normal
3.Frekuensi pernapasan ≥16 kali/menit dan tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan.

3.Cara pemberian MgSO4:14


a. Ambil 4 g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline IV / 10 -15
menit.
b. Sisanya, 6 g MgSO4 (15 cc) dimasukan ke dalam satu botol larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan pe rinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis
dalam 6 jam.

4. Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:14


a.Refleks patella normal
b.Laju pernapasan > 16 kali/menit
c.Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc; 0,5 cc/kgBB/jam
d.Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc (antidotum). Antidotum diberikan
bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi Kalsium
Glukonat 10% dalam 10 cc IV pelan dalam waktu 3 menit.

Bila kembali terjadi kejang setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan
dari MgSO4, maka dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Apabila masih
tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4), maka dapat diberikan salah satu
regimen dibawah ini:14
a.100 mg IV sodium thiopental
b.10 mg IV diazepam
c.250 mg IV sodium amobarbital

Obat antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan


hipertensi berat, yaitu tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg, atau MAP > 125 mmHg. Pilihan obat antihipertensi yang
dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg oral dilanjutkan dengan 10 mg oral setiap
30 menit sampai target penurunan tekanan darah terpenuhi (penurunan tekanan
darah sistolik 20-30% tekanan darah sistolik awal atau MAP < 125 mmHg). Bila
penurunan tekanan darah belum tercapai, nifedipin tetap diberikan setiap 30 menit
dengan melakukan monitoring ketat tekanan darah minimal setiap 15 menit dan
monitoring kontinu janin dengan CTG. Dosis maksimal nifedipin dalam sehari
adalah 120 mg.
Setelah dosis awal diberikan dan tekanan darah membaik, dilanjutkan
pemberian dosis lanjutan nifedipin oral 10 mg tiap 4-6 jam. Apabila selama
perawatan tekanan darah kembali meningkat, dan pemberian kembali nifedipin
tidak dapat menurunkan tekanan darah (hipertensi refrakter), maka obat
antihipertensi bisa dikombinasi dengan metildopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-
4 dosis atau diberikan nicardipin secara IV drip. Pada kasus hipertensi emergensi
apabila tidak terjadi penurunan tekanan darah dengan nifedipin dalam 6 jam,
maka obat dapat diganti dengan nicardipine atau clonidine.6,9,20

a. Penanganan Konservatif
Manajemen konservatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat
dengan usia kehamilan < 34 minggu dengan kondisi ibu dan janin yang stabil.
Selain itu, manajemen ekspektatif juga direkomendasikan untuk melakukan
perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif
bagi maternal dan neonatal. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan
untuk melakukan rawat inap selama melakukan perawatan konservatif. Pemberian
kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin, dimana
kortikosteroid yang diberikan adalah deksametason dengan dosis 12 mg IM setiap
24 jam selama 2 kali pemberian.5, 22

b. Penanganan Aktif
Manajemen aktif atau agresif dapat dilakukan bila umur kehamilan ≥ 35
minggu, dimana kehamilan dapat diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa
untuk stabilisasi ibu. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan bila dijumpai adanya kejang-kejang, gagal ginjal akut, edema paru,
solutio plasenta dan fetal distress. Pada pasien dengan sindrom HELLP,
persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan < 35 minggu, untuk
memberikan kesempatan pematangan paru.9,17
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan
secara aktif atau agresif adalah sebagai berikut:14
 Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
 Bila pasien belum inpartu :
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila perlu, dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam. Indikasi dilakukan seksio sesarea adalah :
 Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
 Induksi persalinan gagal.
 Terjadi gawat janin.

Bila pasien sudah inpartu, maka dilakukan :


a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva Friedman.
b.Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
c.Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi); tidak rutin
dikerjakan kecuali:
-Tekanan darah tidak terkontrol (MAP > 125 mmHg)
-Tanda-tanda impending eklampsia.
-Kemajuan kala II tidak adekuat (20 menit dipimpin tidak lahir).
d.Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan/atau janin, atau
indikasi obstetrik.
e.Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural dan
tidak dianjurkan anestesia umum.

2.8.4. Eklampsia14
Penanganan Eklampsia dilakukan :
1.Menghentikan kejang dan mencegah kejang ulangan dengan pemberian MgSO4
(dosis dan tatacara pemberian sama dengan pada preeklampsia berat).
2.Menurunkan tekanan darah sampai sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110
mmHg atau MAP 106 – 125 mmHg.
3.Memperbaiki keadaan umum ibu
4.Mencegah dan mengatasi komplikasi
5.Sikap terhadap kehamilan → semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin, setelah kondisi ibu stabil.
2.8.5. Superimposed Preeklampsia14
Penanganannya sama dengan penanganan preeklampsia berat.

2.8.6. HELLP Sindrom


Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 1,2 jam. Bila trombosit < 50.000/ml
atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen. Pemberian
dexamethasone rescne, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexametbasone (dowble dose). Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau
trombosit 100.000 - 150.000/ml dengan disertai tanda-tanda, eklampsia, hipertensi
berat, nyeri epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v. tiap 12 jam.
Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 1,2 jam 2 kah, kemudian
diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila telah
terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit > 100.000/ml dan penurunan LDH
serta perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml
dan antioksidan.22

2.7. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Beberapa strategi dapat digunakan yang meliputi upaya non-
farmakologi dan farmakologi. Upaya non-farmakologi yang dapat dilakukan
adalah berupa edukasi, deteksi prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan
upaya farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan.6
a. Pemberian Edukasi
Ibu hamil yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi
pada masa pasca melahirkan dini dan harus diberikan edukasi mengenai
kehamilan mendatang serta risiko dan komplikasi yang dapat terjadi. Wanita yang
telah mengalami preeklampsi atau eklampsia akan lebih rentan mengalami
penyulit hipertensi pada kehamilan berikutnya. Edukasi mengenai beberapa faktor
risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan seperti adanya penyakit sistemik
penyerta, riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya, dan kebiasaan sehari-
hari serta pola makan yang dapat memicu obesitas, perlu ditekankan kepada
pasien. Dalam kehamilan selanjutnya, pasien disarankan untuk menghindari
aktivitas fisik yang terlalu berat, rutin melakukan olahraga ringan yang aman bagi
wanita hamil, mengonsumsi diet yang tepat, serta mengonsumsi antioksidan
seperti vitamin C.17,26 Aktivitas fisik yang regular selama kehamilan dikaitkan
dengan penurunan risiko dari kejadian preeklampsia. Pada satu systematic review
didapatkan tren penurunan risiko preeklampsia pada ibu hamil yang rutin
berolahraga.24

b. Deteksi Prenatal Dini


Selama kehamilan, waktu pemeriksaan prenatal yang dijadwalkan adalah 1
kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester
ketiga. Kunjungan dapat ditambah bergantung pada kondisi maternal. Pada
pemeriksaan secara rutin selama kehamilan, dapat dilakukan deteksi dini
hipertensi dalam kehamilan seperti pengukuran tekanan darah secara berkala.
Wanita hamil dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg), terutama bila
terdapat tanda adanya preeklampsia berat, perlu dilakukan rawat inap untuk
mengevaluasi hipertensi dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
urinalisis untuk melihat adanya proteinuria pada pasien dengan hipertensi dalam
kehamilan menjadi pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini
preeklampsia.17
c. Manipulasi Diet
Manipulasi diet yang dapat dilakukan pada wanita hamil untuk mencegah
terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet
tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak ikan dapat
menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah hipertensi
dalam kehamilan.9.17
d. Aspirin Dosis Rendah
Pemberian aspirin dosis rendah 60 mg pada wanita primigravida dikatakan
mampu menurunkan kejadian preeklampsia. Pemberian aspirin dosis rendah
dikatakan dapat menurunkan terjadinya disfungsi endotel karena adanya supresi
selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya produksi
prostasiklin.17
e. Antioksidan
Terapi antioksidan dikatakan secara bermakna menurunkan aktivasi sel
endotel dan dapat bermanfaat dalam pencegahan hipertensi dalam kehamilan,
terutama preeklampsia. Antioksidan yang dapat diberikan adalah vitamin C dan
vitamin E.17
2.8. Komplikasi
Komplikasi dari hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi sekitar 5-10
% dari semua gangguan hipertensi. Komplikasi hipertensi dalam kehamilan dapat
mengenai ibu atau janin. Gangguan hipertensi dikaitkan dengan tingkat kematian
ibu, janin, dan bayi yang lebih tinggi, dan morbiditas yang parah, terutama dalam
kasus preeklamsia berat, eklamsia, dan hemolisis, peningkatan enzim hati, dan
sindrom trombosit rendah. Komplikasi dapat dikategorikan kepada komplikasi
maternal dan komplikasi neonatal. Komplikasi yang dapat mengenai maternal
adalah perdarahan intraserebral, sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver
enzyme, low platelet count), DIC (disseminated intravascular coagulation), payah
jantung, gagal ginjal, ablasio retina, ruptur hepar, dan ablasio plasenta. 11,21
Komplikasi maternal tersering adalah sindrom HELLP sebesar 9,1% dan tidak ada
pasien yang meninggal karenanya.27
Sindrom HELLP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi
pada 20% kehamilan dengan preeklampsia berat. Diagnosis HELLP cukup sulit
ditegakkan dikarenakan gejalanya mirip dengan berbagai penyakit lain. Evaluasi
sindrom HELLP membutuhkan tes darah lengkap dan tes transaminase hati atau
tes fungsi hati. Terdapatnya sindrom HELLP dapat meningkatkan kejadian
kematian ibu saat bersalin yang diakibatkan oleh perdarahan, kegagalan organ
multipel, dan gangguan pembekuan darah. Wanita dengan sindrom HELLP
sebaiknya diberi magnesium sulfat saat masuk rumah sakit hingga 24 -48 jam
setelah persalinan. Mengakhiri kehamilan juga sebaiknya dilakukan pada wa nita
dengan sindrom HELLP tanpa memandang usia gestasi.11
Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel
pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan preeklampsia juga
dapat disebabkan karena ablasia retina dengan kerusakan epitel pigmen retina
karenaadanya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah akibat
penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan. Selama preeklamsia,
perubahan fungsional pada hemodinamik ginjal sangat berbeda. GFR pada wanita
dengan preeklamsia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol
yang sehat. Ini terkait dengan perubahan histopatologi yang khas termasuk
deposisi fibrin, pembengkakan endotel, dan hilangnya ruang kapiler. Perubahan
ini, yang disebut "endoteliosis glomerulus" (istilah yang diperkenalkan oleh
Spargo pada tahun 1976), merupakan patognomonik untuk preeklamsia, yang
dianggap sebagai penyakit glomerulus paling umum di seluruh dunia. Namun
demikian, pada sebagian besar pasien dengan perubahan glomerulus preeklamsia
menghilang dalam delapan minggu setelah melahirkan. Dalam kasus yang jarang
terjadi, preeklamsia juga dapat menyebabkan nekrosis kortikal ginjal atau
nekrosis tubular akut dan merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal akut
pada kehamilan.28 Abrupsio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim
yang diakibatkan oleh penurunan perfusi darah ke uteroplasenta sehingga
menyebabkan plasenta mengalami iskemia. Lepasnya plasenta dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan dan kerusakan plasenta yang dapat
memperburuk kondisi ibu dan janin.21
Komplikasi pada janin dapat berupa pertumbuhan janin yang terhambat
atau kematian janin dalam kandungan. Pertumbuhan janin yang terhambat dapat
terjadi oleh karena berkurangnya masukan nutrisi dan oksigen selama masa
kehamilan yang dapat disebabkan oleh kondisi preeklampsia. Janin akan
mengalami hipoksia dan kekurangan nutrisi pada trimester akhir yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan berbagai organ pada janin.21

2.9. Prognosis
Prognosis hipertensi dalam kehamilan dikatakan cukup baik apabila pasien
hanya mengalami preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional, dimana kondisi
hipertensi dapat menghilang setelah terminasi kehamilan. Namun, pada pasien
dengan preeklampsia berat, eklampsia, dan superimposed preeklampsia, berbagai
komplikasi yang ada dapat memperburuk kondisi ibu dan janin, bahkan hingga
menyebabkan kematian. Kondisi hipertensi yang ada dapat menetap setelah
terminasi, sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi jangka panjang.9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : NLY
Nomor RM : 21013633
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 Tahun
Agama : Hindu
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : BD Panggung Sembiran Tejakula Buleleng
MRS :30 Juni 2021

3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien rujukan Sp.OG dengan G2P1001 T/H dengan Makrosomia dan
Hipertensi Dalam Kehamilan

Keluhan Sekarang :
Pasien datang ke VK IGD Kebidanan RSUP Sanglah pada tanggal 30 Juni
2021 pukul 15.00 WITA. Pasien mengatakan bahwa ia datang karena
dirujuk oleh dokter spesialis kandungan-nya karena didapati tensi
pasien tinggi pada saat pasien kontrol 1 hari SMRS dengan tensi
terukur 140/100 mmHg. Keluhan lain berupa nyeri perut, nyeri kepala,
keluar carian pervaginam, mual-muntah, dan sesak napas disangkal
oleh pasien.

Riwayat Menstruasi:
Pasien mengalami menstruasi pertama kali (menarche) pada usia ± 15
tahun. Pasien mengatakan siklus menstruasi teratur setiap bulannya,
sekali siklus setiap 28 hari, lamanya menstruasi ± 5 hari, dengan
volume ± 50-60 cc. Pasien biasanya mengganti pembalut sebanyak dua
sampai tiga kali dalam sehari saat menstruasi. Pasien tidak memiliki
keluhan apapun saat menstruasi.

Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah satu kali dengan suami sekarang pada tahun 2016 dan
menikah pada saat pasien berusia 19 tahun. Usia pernikahan pasien
selama 5 tahun.

Riwayat pemakaian Kontrasepsi:


Pasien mengatakan pernah menggunakan kontrasepsi berupa suntik setiap
3 bulan, setelah pasien memiliki anak pertama pada tahun 2017,
namun pasien hanya melakukannya sebanyak 2 kali karena pasien
mengalami pembengkakan payudara dan peningkatan tekanan darah.

Riwayat Obstetri:
1. Kelahiran pertama berjenis kelamin perempuan dengan berat lahir
2700 gram pada tahun 2017. Kelahiran secara pervaginam dibantu
oleh bidan di Singaraja.
2. Kehamilan saat ini

Riwayat Hamil Ini:


Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien pada tanggal 1 Oktober 2020
dengan tafsiran persalinan pada tanggal 01 Juli 2021 (USG CRL).
Pasien rutin memeriksakan kandungannya di fasilitas kesehatan sejak
usia kehamilan 2 bulan. Pasien memeriksakan kandungannya ke bidan,
puskesmas, dan dokter spesialis kandungan masing-masing ≥ 3 kali.
Pasien rutin mengonsumsi vitamin yang diberikan oleh dokter selama
kehamilan. Pasien tidak mendapatkan imunisasi TT. Pasien memiliki
keluhan berupa mual-muntah dan sulit untuk makan karena keluhan
tersebut pada saat awal kehamilan pasien, namun keluhan tersebut
sudah hilang ketika usia kehamilan menginjak 3 bulan. Keluhan lain
seperti nyeri perut, nyeri kepala, keluar cairan pervaginam, dan sesak
napas tidak pernah dialami oleh pasien selama kehamilan.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Pasien juga tidak mengeluhkan adanya riwayat penyakit sistemik seperti
hipertensi, asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit hati, dan penyakit lainnya. Pasien juga mengatakan bahwa ia
tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, penyakit jantung, ginjal, hati,
diabetes mellitus, asma, dan penyakit lainnya pada keluarga disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial:


Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang melaksanakan kegiatan
sehari-hari di rumah. Pasien mengaku tidak pernah merokok,
mengkonsumsi minuman beralkohol, dan obat-obat terlarang selama
hidupnya.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Nadi : 78 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu Aksila : 36,6C
Berat Badan : 81 kg
Tinggi Badan : 165 cm
BMI : 29.8 kg/m2
Status General
Mata : konjungtiva anemis -/-
THT : Sekret (-), hiperemi (-), dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid normal
Thoraks :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae : bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran
colostrum (+),
kebersihan cukup
Abdomen : sesuai status obstetri
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--
Status Obstetri
Mamae
Inspeksi: bentuk simetris, tampak hiperpigmentasi pada kedua aerola
mammae, puting susu menonjol, tampak pengeluaran cairan dari puting
susu berupa colostrum, kebersihan cukup.

Abdomen
Inspeksi: tampak perut membesar, tidak tampak jaringan parut atau bekas
luka sayatan operasi, tampak striae gravidarum
Palpasi: Pemeriksaan Leopold
Leopold I:
 TFU 2 jari dibawah procesus xypoideus (33 cm), teraba bagian
bulat lunak kesan bokong

Leopold II:
 Tangan kiri pemeriksa: teraba bagian kecil-kecil disisi kanan kesan
ekstremitas
 Tangan kanan pemeriksa: teraba bagian keras memanjang disisi
kiri ibu kesan punggung
Leopold III:
 Teraba bagian bulat keras kesan kepala

Leopold IV:
 Teraba bagian kepala telah masuk PAP (divergen)

His: tidak ada


Auskultasi: DJJ 152x /menit

Vagina
- Vaginal Toucher (VT): PØ 1 cm, effacement 25%, ketuban (+)
teraba kepala, denom tidak jelas, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium (30/06/2021)

WBC : 10,26 x 103 µl


HGB : 12,6 g/dl
HCT : 38,3 %
PLT : 264 x 103 µl
PPT : 9,3 detik
APTT :23,3 detik
INR : 0,8
BS : 86 g/dl
Urine Lengkap : Proteinuria (-)
Pemeriksaan USG TAS (30/06/2021)
USG TAS, T/H, letak kepala, FHB (+), FM (+)
BPD 9,87 cm ~ 40W 3D AVA 41W 0D
HC 35,22 cm ~ 41W 1D EDP 08/07/2021
AC 37,61 cm ~ 41W 4D EFW 4345g
FL 8,03 cm ~ 41W 0D
Plasenta Fundus Corpus Anterior
SDP 5,70 cm

3.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Awal :
G2P1001 39 Minggu 6 Hari Tunggal Hidup, Suspek Fetal
Makrosomia, Hipertensi dalam Kehamilan

Diagnosis Akhir :
P2002 Post SC Hari- II
+ Gestational Hipertensi

3.6. TATALAKSANA
Tatalaksana Saat Datang
- Masuk Rumah Sakit (MRS)
- Direncanakan SC Cito dan Hubungi TS Anestesi

Tatalaksana Post Partum


- Perawatan Post Partum
- IVFD RL + 20 IU Oksitosin ~ 28 tpm sd 24 jam Post Operasi
- Analgetik ~ Sesuai TS Anestesi
- Nifedipine 10 mg tiap 8 jam PO bila MAP >125mmHg
- Mobilisasi Bertahap
- DC sd 24 jam post Operasi
- Puasa sd 6 jam Post Operasi

Monitoring
- Keluhan, tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu),
kontraksi uterus, perdarahan pervaginam

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


- Memaparkan kepada pasien dan keluarga pendamping mengenai hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta diagnosis
pasien.
- Memaparkan kepada pasien dan keluarga pendamping mengenai kondisi
ibu dan bayi saat ini dan rencana tindakan serta perawatan selanjutnya.
- Memaparkan kepada pasien dan keluarga pendamping mengenai
mobilisasi dini secara perlahan, trias nifas, pemenuhan nutrisi, dan
personal hygiene yang baik
- Memberitahukan untuk kontrol sesuai jadwal atau apabila ada keluhan

3.7. CATATAN PERKEMBANGAN (FOLLOW UP) PASIEN

Rabu, 30 Juni 2021


Pukul 18.00 WITA ( Telah dilakukan SCTP pada pukul 17.07 lahir bayi laki-laki,
4020 gram, APGAR SKOR 8-9, Kelainan (-) )
S Nyeri luka operasi (+), minimal
O Keadaan umum (sakit sedang), kesadaran compos mentis
Status Present :
TD : 132/92 RR :18x/menit
Nadi : 76x/menit. Suhu aksila :36.3ºC
Status General :
Mata : anemis -/-
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikular +/+, rhonki -/-. wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetri
Ekstremitas : Hangat +│+
+│+
Status Obstetri :
Abdomen : Tinggi Fundus Uteri 2 cm dibawah pusat
Kontraksi Uterus (+) Baik
Vagina : Lochia (+), terpasang Dower Catheter

A P2002 post sc Hari 0 + gestational hipertensi


P Perawatan post-operasi

Pukul 20.00 WITA ( Observasi 2 jam Post SC )


Pukul TD (mmHg) Nadi (x/menit) Kontak

18.00 139/84 68 Baik


18.18 138/82 70 Baik
18.30 137/84 69 Baik
18.45 148/92 67 Baik
19.00 138/84 70 Baik
19.30 135/85 72 Baik
20.00 135/80 80 Baik

Kamis, 1 Juli 2021


Pukul 06.00 WITA
S Nyeri luka operasi (+), mobilisasi (+) miring kanan kiri, BAK via
DC, flatus (-)
O Keadaan umum (sakit sedang), kesadaran compos mentis

Status Present :
TD : 110/70 RR :16x/menit
Nadi : 84x/menit. Suhu aksila :36.5ºC
Sp02 : 99 %

Status General :
Mata : anemis -/-
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikular +/+, rhonki -/-. wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetri
Ekstremitas : Hangat +│+
+│+
Status Obstetri :
Abdomen : Tinggi Fundus Uteri 2 jari dibawah pusat, luka op
treatment

Vagina : Lochia (+), terpasang Door Catheter

A P2002 post sc Hari 1 + gestational hipertensi


P Perawatan poost operative

Jumaat, 2 Juli 2021


Pukul 06.00 WITA
S Nyeri luka operasi (+) minimal, mobilisasi (+) jalan, BAK spontan,
Flatus (+), Asi (+)
O Keadaan umum (sakit sedang), kesadaran compos mentis
Status Present :
TD : 120/80 RR :18x/menit
Nadi : 86x/menit. Suhu aksila :36.5ºC
Status General :
Mata : anemis -/-
Thoraks :
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikular +/+, rhonki -/-. wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetri
Ekstremitas : Hangat +│+
+│+
Status Obstetri :
Abdomen : Tinggi Fundus Uteri 2 cm dibawah pusat
Kontraksi (+) Baik
Luka operasi terawat baik
Vagina : Lochia (+)

A P2002 post sc Hari II + gestational hipertensi


P Perawatan post-operasi

3.8. LAPORAN OPERASI


Jumat. 30 Juni 2021, Pkl.17.00 WITA
1. Pasien terlentang dalam RA BSA
2. Aseptik dan antiseptik lapangan operasi, persempit dengan doek steril
3. Insisi pfannenstiel ± 15 cm, perdalam hingga peritoneum
4. Tamapak uterus gravida, pasang pasang haah bless dan doek steril, identifikasi
segmen
bawah rahim (SBR)
5. Diputuskan SCTP, meluksir kepala
6. Pada pukul 17.07 WITA lahir bayi laki-laki, langsung menangis, jepit dan
potong tali pusat. Langsung diserahkan ke pediatri
7. Jepit dan lahirkan placenta, kesan lengkap, hematoma (-), kalsifikasi (-)
8. Jepit sudut atas dan bawah insisi uterus dan sudut insisi kiri dan kanan uterus
dengan klem
9. Jahit figure of eight pada sudut insisi uterus pada sisi operator
10. Jahit figure of eight pada sudut insisi uterus pada sisi berlawanan operator
dilanjutkan jelujur feston pada seluruh luka insisi uterus
11. Jahit plika, evaluasi kontraksi, kontraksi (+) baik, pendarahan (-)
12. Keluarkan derm haas
13. Cuci Cavum abdomen, suction, pendarahan (-)
14. Jahit dinding abdomen lapis demi lapis
Peritoneum dengan monosin 3-0
Fossa dengan monosin 0
Subkutis dengan monosin 0
Kulit dengan monosin 3-0
15. Tutup Lukas operasi dengan sufratule, kasar steril dan hipafiks
16. Pendarahan 400 cc
17. Operasi selesai pada jam 18.00 WITA dengan durasi operasi selama 60 menit
BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, Hipertensi


dalam kehamilan (HDK) adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada usia kehamilan
memasuki 20 minggu dan lebih tanpa riwayat hipertensi sebelumnya.
Dalam laporan kasus pasien ini merupakan rujukan dari dokter spesialis
kandungan datang dalam keadaan sadar ke VK IGD Kebidanan RSUP Sanglah
pada tanggal 30 Juni 2021 pukul 15.00 WITA. Pasien datang sebagai G2P1001 39
Minggu 6 Hari T/H dengan makrosomia dan hipertensi dalam kehamilan. Pasien
mengatakan bahwa tekanan darah pasien tinggi pada saat pasien kontrol 1 hari
SMRS di dokter spesialis kandungan. Tekanan darah pasien yang terukur ketika
itu adalah 140/100 mmHg. Keluhan lain berupa nyeri perut, nyeri kepala, keluar
carian pervaginam, mual-muntah, dan sesak napas disangkal oleh pasien. Pada
riwayat penyakit sistemik sebelumnya, pasien menyangkal memiliki riwayat
penyakit hipertensi, asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit hati, dan penyakit lainnya. Pasien juga mengatakan bahwa ia tidak
memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
Pada berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan bahwa
hamil ini merupakan hamil kedua pasien dan pasien tidak pernah mengalami
keguguran sebelunya. Kelahiran pertama pasien adalah berjenis kelamin
perempuan dengan berat lahir 2700 gram pada tahun 2017. Kelahiran secara
pervaginam dibantu oleh bidan. Setelah kelahiran tersebut pasien menggunakan
kontrasepsi berupa suntik setiap 3 bulan, namun pasien hanya melakukannya
sebanyak 2 kali karena pasien mengalami pembengkakan payudara dan
peningkatan tekanan darah setelahnya.
Untuk riwayat kehamilan saat ini, dikatakan hari pertama haid terakhir
(HPHT) pasien adalah 1 Oktober 2020 dengan tafsiran persalinan pada tanggal 01
Juli 2021 berdasarkan USG CRL. Pada pemeriksaan tanda vital, ditemukan
tekanan darah ketika pasien datang ke VK IGD Kebidanan RSUP Sanglah adalah
140/90 mmHg. Pada pemeriksaan status generalis ditemukan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan Obsetri ketika pasien datang pukul 15.00, didapatkan
pemeriksaan leopold sebagai berikut :
I. Teraba bagian bulat lunak kesan bokong
II. Tangan kiri pemeriksa: teraba bagian kecil-kecil disisi kanan ibu
kesan ekstremitas. Tangan kanan pemeriksa: teraba bagian keras
memanjang disisi kiri ibu kesan punggung
III. Teraba bagian bulat keras kesan kepala
IV. Teraba bagian kepala telah masuk PAP (divergen)
Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi Fundus Uteri 33 cm ( sekitar 2
jari dibawah procesus xypoideus), his ketika datang tidak ada, dengan gerak janin
(+). Pada auskultasi ditemukan Frekuensi Denyut jantung janin 152x/ menit. Pada
pemeriksaan dalam ketika datang ditemukan Pembukaan 1 cm, effacement 25%,
ketuban (+) teraba kepala, denom tidak jelas, tidak teraba bagian kecil/tali pusat.
Pada pemeriksaan penunjang ketika pasien datang didapatkan hasil
pemeriksaan darah lengkap dan dalam batas normal. Pada pemeriksaan urine
didapatkan bahwa pasien tidak terdapat proteinuria. Pada pemeriksaan USG TAS
didapatkan bahwa perkiraan berat badan bayi adalah 4345 g.
Berdasarkan dari definisi hipertensi gestasional menurut American
College of Obstetricians and Gynecologists5, yaitu bila tekanan darah > 140/90
mmHg pada usia kehamilan> 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan
tanpa disertai dengan proteinuria. Penegakan diagnosis hipertensi melalui
pemeriksaan tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama. Berdasarkan American Society of Hypertension, pada
pemeriksaan tekanan darah ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit
sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran dilakukan pada posisi
duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur
dengan mendengar bunyi korotkoff V. Penegakan proteinuria ditetapkan bila
ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > +1.
Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria.
Pada pasien ini ditemukan bahwa pasien mengalami Hipertensi
gestasional, dimana pada pasien ini didapatkan kriteria sesuai dengan definisi dari
hipertensi gestional tersebut, yaitu didapatkan pasien mengalami hipertensi berupa
tekanan darah 140/100 mmHg ketika 1 hari SMRS dan 140/90 mmHg ketika
pasien datang ke VK IGD Kebidanan RSUP Sanglah. Pada pasien ini dikatakan
tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Pada pasien ini tidak ditemukan
adanya proterinuria karena pada pemeriksaan urine lengkap ditemukan proteinuria
negatif. Pasien juga menyangkal memiliki keluhan nyeri kepala dan nyeri
epigastrium. Pada pemeriksaan darah lengkap pasien ditemukan kadar trombosit
dalam darah dalam batas normal.
Berdasarkan hasil penelitian faktor risiko hipertensi dalam kehamilan
Internasional terbaru, didapatkan dua bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi
(riwayat preklampsia, hipertensi kronis, gangguan ginjal) dan faktor risiko rendah
(primigravida, IMT, usia maternal, riwayat keluarga). Pada pasien ini ditemukan
adanya faktor risiko rendah yaitu pasien memiliki indeks massa tubuh yang tinggi
dengan IMT = 29,8 kg/m2.
Pada pasien akhirnya dilakukan SC Cito berupa Sectio Caesarea
Transperitonealis karena didapatkan fetal makrosemia dengan PBB 4345 g
berdasarkan USG TAS. Pada pukul 17.07 WITA.lahir bayi laki-laki, 4020 gram,
APGAR SKOR 8-9, kelainan tidak ada. Pada pemeriksaan pukul 18.00 WITA,
didapatkan tekanan darah pasien sebesar 132/92 mmHg. Pada pemantauan hingga
2 jam pasca SC, yaitu pada pukul 20.00 WITA didapatkan pemeriksaan tekanan
darah pasien sebesar 135/80 mmHg. Selanjutnya pada pasien dilakukan perawatan
post partum dan pemantauan keluhan, tanda vital, kontraksi uterus serta
pendarahan pervagina.
Tatalaksana hipertensi gestasional pasien berdasarkan teori adalah
antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Obat
antihipertensi lini pertama adalah nifedipine oral, hydralazine dan labetalol
parenteral. Pada pasien ini direncanakan memberikan nifedipin 3x10mg apabila
MAP ≥125mmHg. Namun selama pemantauan selama 2 hari, tekanan darah
pasien tidak mencapai MAP≥125mmHg. Pada pemantauan Hari pertama setelah
operasi didapatkan tekanan darah pasien 110/70 dan pada hari kedua setelah
operasi didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, sehingga pada pasien ini
pemberian nifedipin tidak dilakukan. Penanganan ini sudah sesuai dengan teori.
Berdasarkan teori, prognosis hipertensi dalam kehamilan dikatakan cukup
baik apabila pasien hanya mengalami preeklampsia ringan atau hipertensi
gestasional, dimana kondisi hipertensi dapat menghilang setelah terminasi
kehamilan. Pada pasien ini setelah dilakukan persalinan post SC, pada hari
pertama dan kedua ditemukan tekanan darah dalam batas normal, sehingga sesuai
dengan teori.
BAB V
KESIMPULAN

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling sering terjadi
selama kehamilan dengan angka kejadian pada kehamilan sekitar 5 - 15 %.
Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi hipertensi gestational,
preeklampsia, eklampsia, superimposed preeklampsia, dan hipertensi kronis.
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya terjadi pada usia kehamilan memasuki 20 minggu,
ditegakkan bila didapatkan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg. Pemeriksaan penunjang seperti urinalisis untuk melihat adanya
proteinuria juga menjadi penunjang diagnosis. Faktor risiko hipertensi dalam
kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Tujuan dari tatalaksana pasien
dengan hipertensi dalam kehamilan adalah mengontrol tekanan darah agar tidak
semakin meningkat, terminasi kehamilan dengan trauma minimal bagi ibu dan
bayi, selain itu melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan luar kandungan,
dan melakukan penyembuhan terhadap ibu. Pencegahan berupa non-farmakologi
atau farmakologi perlu dilakukan untuk mencegah berulangnya hipertensi dalam
kehamilan dan mencegah terjadinya komplikasi berlanjut. Komplikasi yang dapat
terjadi meliputi perdarahan intraserebral, sondrom HELLP (haemolysis, elevated
liver enzyme, low platelet count), DIC (disseminated intravascular coagulation),
payah jantung, gagal ginjal, ablasio retina, ruptur hepar, dan ablasio placenta.
Komplikasi pada janin dapat berupa pertumbuhan janin yang terhambat atau
kematian janin dalam kandungan. Prognosis pada gestational hipertensi dan
preeklampsia ringan cenderung baik sedangkan pada preeklampsia yang
berkembang menjadi eklampsia, superimposed preeklampsia cenderung buruk
akibat kondisi hipertensi yang menetap pasca komplikasi dan menyebabkan
komplikasi jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vest AR, Cho LS. Hypertension in Pregnancy. Cardiology Clinics. 2012.


2. Khosravi S, Dabiran S, Lotfi M, Asnavandy M. Study of the Prevalence of
Hypertension and Complications of Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Open J Prev Med. 2014;
3. Obsa MS, Wolka E. Maternal Outcome of Pregnant Mothers with
Hypertensive Disorder of Pregnancy at Hospitals in Wolaita Zone,
Southern Ethiopia. J Pregnancy Child Heal. 2018;
4. Mudjari NS, Samsu N. Management of hypertension in pregnancy. Acta
medica Indonesiana. 2015.
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al.
Pregnancy Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York:
McGraw-Hill, 2010 : 706- 756.
6. Cunningham F, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hauth J, Wenstrom
K.Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Obstetri Williams. 23rd ed. EGC.
2013;740-794.
7. Sirait, A. Prevalensi Hipertensi Pada Kehamilan di Indonesia dan Berbagai
Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2012;15(2):103-104.
8. Sari N, Rahayujati T, Hakimi M. Kasus Hipertensi pada Kehamilan di
Indonesia. Berita Kedokteran Masyarakat. 2018;32(9):295.
9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional
Pelayanan Kesehatan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia :
Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. POGI. 2016;1-59.
10. Angsar MD. Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan (Edisi
4). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2016. h:54,531- 54.
11. Panduan Praktek Klinis SMF Obstetri dan Ginekologi. 2015. RSUP
Sanglah Denpasar.
12. Manuaba, I. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC.2007;401-431.
13. Fox R, Kitt J, Leeson P, Aye CYL, Lewandowski AJ. Preeclampsia: Risk
Factors, Diagnosis, Management, and the Cardiovascular Impact on the
Offspring. J Clin Med. 2019;8(10):1625. Published 2019 Oct 4.
doi:10.3390/jcm8101625
14. Katsiki N, Godosis D, Komaitis S, Hsatzitolio A. Hypertention in
Pregnancy : Classification, Diagnosis and Treatment. Medical Journal
Aristotle University of Thessaloniki. 2010;37(2):9-18.
15. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam Kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat. PT Bina Pustaka. 2013;530-561.
16. Hubel CA. Lipid peroxidation in pregnancy: New perspectives on
preeclampsia, Arn J Obsrer Gynecol,1999i 16l: 1025-34
17. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Obstetrical Complication.
Williams Obstetrics. Mc Grawl Hill Education. 2014;728-779.
18. Ngwenya S. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence, complications,
and perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo Central Hospital,
Bulawayo,
19. Wibowo N, dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan
Tatalaksana Pre-eklamsia dan Eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016. Hal: 6 -
20. Karkata MK, Kristanto H. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal. 2012;115-130.
21. Roberts JM. Hypertension in Pregnancy. American College of
Obstetricians and Gynecologists. 2013;13-49
22. Haram K, Svendsen E, Abildgaard U. The HELLP syndrome: clinical
issues and management. A Review. BMC Pregnancy Childbirth. 2009;9:8.
Published 2009 Feb 26. doi:10.1186/1471-2393-9-8
23. Powe CE, Levine RJ, Karumanchi A. Preeclampsia, A Disease of The
Maternal Endothelium : The Role of Antiangiogenic Factors and
Implications for Later Cardiovascular Disease. American Heart
Association Journals. 2016;123(24):2856-2869.
24. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam Kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat. PT Bina Pustaka. 2013;530-561.
25. Brown CM, Garovic VD. Drug treatment of hypertension in pregnancy.
Drugs, 2014, 74.3: 283-296.
26. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Pre-Eklamsia dan
Eklamsia dalam Ilmu Kebidanan Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2007;281-301.
27. Ngwenya S. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence, complications,
and perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo Central Hospital,
Bulawayo,
28. Pankiewicz K, Szczerba E, Maciejewski T, Fijałkowska A. Non-obstetric
complications in preeclampsia. Prz Menopauzalny. 2019;18(2):99-109.
doi:10.5114/pm.2019.85785

Anda mungkin juga menyukai