Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

MOLA HIDATIDOSA

PEMBIMBING :
dr. Saleh, Sp.OG

DISUSUN OLEH :
Belda Amelia 030.13.037
Wisnu Narendratama 030.11.311

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 15 JANUARI 2018 – 23 MARET 2018

KARAWANG, MARET 2018


HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Belda Amelia


NIM : 03013037
Nama : Wisnu Narendratama
NIM : 03011311
Universitas : Trisakti
Judul : Mola Hidatidosa
Bagian : Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Pembimbing : dr. Shaleh, Sp.OG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan Klinik Dan Melengkapi Salah


Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian
Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Di RSUD Karawang
Karawang, Maret 2018

Pembimbing
dr. Saleh, Sp. OG

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas Anugerah Keselamatan dan Belas Kasih-
Nya yang telah memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
Presentasi referat dengan judul “MOLA HIDATIDOSA”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Kebidanan dan
Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.

Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada


berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah
ini, terutama kepada dr. Saleh, Sp. OG selaku pembimbing atas pengarahannya
selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan.
Dan kepada para dokter dan staff Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit
Umum Daerah Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan.

Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi setiap orang yang membacanya.

Karawang, Maret 2018

Penulis
Belda Amelia dan Wisnu Narendratama

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................3
2.1 Identitas pasien ..............................................................................3
2.2 Anamnesis .....................................................................................3
2.3 Pemeriksaan Fisik .........................................................................5
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................9
2.5 Diagnosa......................................................................................10
2.6 Tatalaksana..................................................................................10
2.7 Follow-up Pasien.........................................................................11
2.8 Laporan Pembedahan ..................................................................12
BAB III ANALISA KASUS ..............................................................................14
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................16
4.1 Definisi ........................................................................................16
4.2 Epidemiologi ...............................................................................16
4.3 Etiologi .......................................................................................16
4.4 Klasifikasi ...................................................................................17
4.4.1 Mola hidatidosa komplit ....................................................17
4.4.2 Mola hidatidosa parsial ......................................................18
4.5 Manifestasi Klinis .......................................................................22
4.6 Patofisiologi ................................................................................24
4.7 Diagnosis .....................................................................................25
4.8 Tatalaksana..................................................................................28
4.9 Komplikasi ..................................................................................31
4.10 Prognosis ...................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana


terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan
tanpa perkembangan janin. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan
bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada
teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari
kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang
berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease. (1)

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang


sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Seringkali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai
tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan
dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam
rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi
reproduksi. Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakikatnya merupakan
kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang dengan sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-
minggu pertama dari kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari jonjot-jonjot
korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada
umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi diantaranya
ada yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi
yang termasuk penyakit trofoblas itu adalah mola hidatidosa yang jinak dan
koriokarsinoma yang ganas.(1,2)

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada,


mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang
lebih dini dan terapi yang tepat.
Prevalensi Mola Hidatidosa 1/1500 di Amerika Serikat dan 1/25
terdistribusi di Mexico. Kejadian pada wanita asia lebih tinggi (1 kasus dari 120
kehamilan) daripada wanita di negara-negara barat (1 kasus dari 2000
kehamilan).(1,2)
Banyaknya penyulit pada kasus Mola Hidatidosa, memperburuk prognosis
dari penyakit ini seperti Preeklampsia, Tirotoksikosis, anemia dan hipotensi.
Apabila penanganan penyakit ini kurang baik dan tidak jarang dapat menimbulkan
kematian. (1)

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Eem Rusmiati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10/12/1974
Usia : 43 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cibayat
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 00.72.02.98
Tanggal Masuk : 08 Maret 2018 / Pukul. 11.36 WIB dari Instalasi
Gawat Darurat
Ruang inap : Cilamaya Lama
DPJP : dr. David, Sp.OG

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara auto-anamnesis dengan pasien pada hari Kamis, tanggal 8
Maret 2018 pukul 11.36 WIB. Dilakukan anamnesis di ruang inap Cilamaya Lama
RSUD Karawang.
1. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan perdarahan sejak 1 jam SMRS (pasien
rujukan dari puskesmas Loji dengan diagnose Mola).
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien rujukan dari Puskesma Loji Pasien G5P4A0 dengan diagnosa Mola.
Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan mulas – mulas sejak

3
1 hari SMRS. Pasien mengaku hamil 4 bulan. Hari pertama haid terakhir
tanggal 12 Desember 2017, taksiran partus dihitung dari HPHT pada tanggan
21 September 2018 dan usia kehamilan saat ini adalah 11 minggu. Pasien
mengaku rutin melakukan ANC di bidan. Pasien mengaku belum pernah
melakukan pemeriksaan USG. Pasien mengatakan pernah melakukan
imunisasi TT 1x di bidan. Pasien datang dengan keluhan perdarahan sejak 1
jam SMRS, pasien mengaku keluar gumpalan seperti darah dan gelembung –
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih 2 jam SMRS. Mulas –
mulas sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengaku pernah keluar
gumpalan darah 1 minggu SMRS. Pusing (+) mual (+) Muntah (+) 1x sebelum
datang kerumah sakit, muntah berisi lendir dan sisa makanan.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa, dan belum pernah
mengalami keguguran pada hamil sebelumnya. Riwayat darah tinggi, diabetes
mellitus, asma dan alergi disangkal.

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat darah tinggi,
diabetes mellitus, asma dan alergi disangkal.

6. RIWAYAT MENARCHE DAN MENSTRUASI


Pasien mengaku pertama kali menstruasi pada usia 16 tahun. Riwayat
menstruasi tidak teratur setiap bulan, lama setiap kali sedang menstruasi 7 hari.
Pasien mengaku tidak didapatkan rasa nyeri setiap kali menstruasi dan
dikatakan 3 kali ganti pembalut setiap kali sedang menstruasi.

7. RIWAYAT MENIKAH
Pasien mengaku menikah pada usia 29 tahun dan pasien mengaku menikah
1 kali.

4
8. RIWAYAT OBSTETRI
Pasien G5P4A0, Pasien mengaku pernah hamil 5 kali. Anak pertama
berjenis kelamin perempuan, saat ini berusia 13 tahun, anak kedua berjenis
kelamin laki – laki, saat ini berusia 10 tahun, anak ketiga berjenis kelamin
perempuan, saat ini berusia 8 tahun, anak keempat berjenis kelamin laki – laki,
saat ini berusia 4 tahun. Semua lahir dengan persalinan spontan dibantu oleh
paraji. Pasien belum pernah keguguran sebelumnya.

9. RIWAYAT PEMAKAIAN KB
Pasien mengaku belum pernah memakai KB sebelumnya.

10. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Dasar dan pekerjaan saat ini
adalah Ibu Rumah Tangga. Suami pasien adalah seorang buruh dengan
pendidikan terakhir Sekolah Dasar. Pasien berobat dengan BPJS kelas III.

11. RIWAYAT KEBIASAAN


Ibu tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum alkohol.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 M6 V5
BB (sebelum hamil) : 53 kg
TB : 157 cm
IMT : 21.5 (IMT normal)
BB (saat hamil) : 57 kg
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 127 x/menit, kuat, regular, isi tekanan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 ˚C (aksiler)

5
SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala : Normocephali, kelainan pada kepala (-)
Rambut : Hitam, penyebaran merata dan tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak ada deformitas
Mata
Oedem palpebra : (-/-) Visus : tidak dilakukan
Ptosis : (-/-) Lagoftalmos : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-) Cekung : (-/-)
Konjungtiva anemis : (+/+) Injeksi : (-/-)
Eksoftalmos : (-/-) Endoftalmos : (-/-)
Strabismus : (-/-) Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung
Deformitas (-), pernafasan cuping hidung (-), secret (-)
Telinga
Normotia, simetris, deformitas (-), sekret (-), edema (-)

Bibir : Mukosa berwarna merah, kering (-), sianosis (-)


Mulut : Trismus (-), hiperemis (-), sianosis (-)
Lidah : Normoglosia, mukosa merah muda, atrofi papil (-),
tremor (-), coated tongue (-)
Tenggorokan : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah,
tonsil (T1-T1)
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran
tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah.

Toraks

6
Jantung
Inspeksi : Bentuk dada normal, petechie (-), gerak dinding dada
statis dan dinamis simetris, tipe pernapasan
thorakoabdominal, pulsasi ictus cordis terlihat.
Palpasi : Ictus cordis (+) pada ICS V linea midclavicular sinistra,
tidak teraba thrill
Perkusi : Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS IV linea
parasternal dextra, batas paru dan jantung kiri setinggi
ICS V linea midclavicularis sinistra, batas atas jantung
ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung
setinggi ICS III linea parasternal sinistra.
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-).
Paru
Inspeksi : Gerakan napas simetris tanpa adanya bagian yang
tertinggal, lesi (-), sternum datar, retraksi sela iga (-).
Palpasi : Gerak simetris, vocal fremitus sama kuat pada kedua
hemithorax
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada
sela iga VI pada linea midklavikularis dextra, dengan
peranjakan 2 jari pemeriksa dan suara perkusi redup,
batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea
axilaris anterior sinistra dengan perkusi timpani.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).

Abdomen
 Inspeksi : Perut buncit karena hamil
 Auskultasi : Sulit dinilai karena hamil
 Perkusi : Sulit dinilai karena hamil
 Palpasi : Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang,

7
Edema non pitting (-/-) pada ekstremitas bawah,
hiperemis (-), sianosis (-).
Palpasi : Capillary filling time < 2 detik, akral hangat pada
keempat ekstremitas, edema pretibial (-/-) non pitting,
tidak teraba hangat.

Status Obstetri :

Abdomen :
Inspeksi : Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi :Teraba tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat, tidak teraba bagian
janin, nyeri tekan (+)
Inspekulo
Portio tampak licin, OUE terbuka 1 cm, perdarahan aktif (+).

VT :
Portio anterior, pembukaan 1 cm dan perdarahan aktif.

8
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan di RSUD Karawang pada
tanggal 08 Maret 2018 (Pukul : 11.51 WIB).
PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 7,3* 11,7-15,5 g/dl
Eritrosit 2,46* 4,1-5,1 x10^6/ul
Leukosit 33,42* 4,4-11,3 x10^3/ul
Trombosit 166 150-400 x10^3/ul
Hematokrit 21,5 35-47 %
MCV 87 80-100 fl
MCH 30 26-34 pg
MCHC 34 32-36 g/dl
RDW-CV 12,4 12,0-14,8 %
BT 2 1-3 Menit
CT 11 5-11 Menit
Gol. Darah ABO A
Gol. Darah rhesus Positif
HBsAg Rapid Non reaktif Non Reaktif

 USG
dilakukan pada tanggal 8 Maret 2018
Hasil USG : - Uterus antefleksi ukuran 15x5x8,5 cm
 Tampak sisa mola ukuran 7,7x3x3,5 cm

9
 FOTO MOLA
Foto diambil pada hari Kamis, tanggal 8 Maret 2018 beberapa jam sebelum datang
kerumah sakit.

2.5 DIAGNOSA KERJA


Mola hidatidosa pada G5P4A0 hamil 11 minggu.

2.6 TATALAKSANA
1. Inj. Ceftriaxone 3x1
2. Inj. Metronidazole 3x500
3. Rencana kuret mola
4. Lapor DPJP dr. David, Sp.OG
5. Lapor dokter anestesi > acc tindakan jika sudah ada darah

10
2.7 FOLLOW UP

Hari ke-1 dirawat (08/03/2018)

S Mengeluh keluar darah banyak disertai gumpalan.

O Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran: Compos mentis

Tekanan darah: 100/70 mmHg Nadi: 80 x/menit

Suhu: 36,2 ˚C Pernapasan: 20 x/menit

SpO2: 99%

Status generalis : Ca +/+


Status Obstetri :
- TFU : 1 jari dibawah pusat

- I v/u : tenang, perdarahan aktif (-)

A G5P4A1 post kuret hisap H0 a/i mola hidatidosa

P - Obs TTV
- Anjuran untuk mobilisasi
- Terpasang tampon 1x24 jam
- Inj. Traneksamat 3x500
- Asam mefenamat 3x500
- RL + oksitosin 5IV/ 20 tpm
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Misoprostol 3x200 mcg
- Transfusi hingga Hb ≥ 7 g / dL
Hari ke-2 dirawat (09/03/2018)

S Tidak ada keluhan, mual (-)

11
O Keadaan umum: Baik

Kesadaran: Compos mentis

Tekanan darah: 110/80 mmHg Nadi: 100 x/menit

Suhu: 36,8 ˚C Pernapasan: 18 x/menit

Status generalis : dbn

Status Obstetri : I v/u tenang, perdarahan aktif (-)

A P4A1 post kuretase hisap a/i mola hidatidosa


- Anemia
P - Cek BHCG
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Misoprostol 3x200 mcg
- Asam traneksamat 3x500 mg IV
- Transfusi sampai Hb ≥ 10 g / dL
- aff tampon pukul 18.00

2.8 LAPORAN PEMBEDAHAN


Diagnosa pra bedah : Mola hidatidosa pada G5P4 hamil 11 minggu.
Pembedahan : Kuret Mola
Pasca Bedah : P4A1 post kuret hisap a/i mola hidatidosa
Mulai operasi : 18.15 WIB
Selesai operasi : 18.30 WIB
Uraian pembedahan :
1. Pasien dalam posisi litotomi
2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
3. Kandung kemih dikosongkan
4. Ostium uteri, didapatkan jaringan kurang lebih 30 cc (mola), dipastikan
uterus mengecil
5. RL + oksitosin 5 IV/20 tpm
6. Perdarahan tidak ada

12
7. Tindakan selesai
Kehilangan darah : 50 cc

13
BAB III
ANALISA KASUS

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus


korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Mola dapat mengandung janin
(mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Penyebab mola
hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara lain,
faktor ovum, imunoselektif dari tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah,
paritas tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan factor kromosom yang belum
jelas.
Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan
dikarenakan usia ibu 43 tahun, dimana risiko mola hidatidosa meningkat sebanyak
7 kali. Keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga ada kemungkinan ibu
kekurangan asupan protein dan asam folat. Kemungkinan penyebab lain masih
belum dapat diidentifikasi.
Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan
uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Pada pasien ini terjadi ekspulsi spontan,
sehingga jaringan mola dapat dilihat secara langsung, dan penegakan diagnosis
tidak sulit untuk dibuat. Ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan normal
tidak dapat dinilai dikarenakan telah terjadi ekspulsi spontan jaringan mola. Selain
itu, gejala lain yang ditampakkan pasien yang dapat digali dari anamnesis yaitu
hiperemesis gravidarum, dimana ± 1 bulan sebelumnya pasien mengeluhkan mual
muntah >10x sehari, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang
ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah masih dalam
batas normal. Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis, namun pemeriksaan
lain masih dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri, TFU 1 jari di bawah
umbilikus, sudah mengalami penurunan karena ekspulsi spontan jaringan mola, djj

14
tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan
dengan inspekulo dan VT semakin mempertegas diagnosis, dimana dengan
inspekulo dapat. Pada VT teraba pula jaringan mola dan korpus uteri dengan
konsistensi lunak, ukuran 19-20 minggu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb rendah 7,3 kurang dari
batasan normal yaitu 11,7-15,5 g/dL, dan eritrosit didapatkan nilai 2,46 kurang dari
batasan normal yaitu 4,1-5,1 hal ini dikarenakan perdarahan aktif setelah keluarnya
gumpalan 2 jam SMRS, sehingga dilakukan transfuse darah sampai Hb sampai Hb
≥ 7 g / dL. Nilai leukosit dinyatakan meningkat senilai 33,42 lebih tinggi dari
batasan normal yaitu 4,4-11,3 nilai ini menunjukkan adanya infeksi, sehingga
tatalaksana diberikan antibiotik profilaksis yaitu inj. Ceftriaxone 2 x1 gr IV dan inj.
Metronidazole 3x500.
Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan
mola yang masih tersisa dalam uterus. Setelah dilakukan pemeriksaan USG
didapatkan uterus antefleksi ukuran 15x5x8,5 cm dan tampak sisa mola dengan
ukuran 7,7x3x3,5. Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien
ini dan didapatkan darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola
± 30 cc. Ada tidaknya janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena
sebagian besar jaringan mola sudah mengalami ekspulsi spontan. Tindakan suction
curetage pada pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10
hari berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai
penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan
dengan menggunakan kontrasepsi. Tindakan histerektomi dapat menjadi pilihan
karena ibu tergolong beresiko tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 30 tahun,
paritas lebih dari 4.

15
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi Mola Hidatidosa


Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa
berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. Kehamilan mola (mola
hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang ditandai secara
histologis dengan abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi trofoblas
dan edema struma villi.Jaringan trofoblast pada villus, berpoliferasi, dan
mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur. (1)

4.2 Epidemiologi
Mola Hidatidosa baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di
negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di
Indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar
antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1:297
sampai 1: 1035 dari kehamilan. (1)
Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih
besar. Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosio-ekonomi rendah
serta usia kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun. (1)

4.3 Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mola hidatidosa, antara lain:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein

16
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan,
terutama protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari
Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa
penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosio-ekonomi
rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena
pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh
sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian
membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan
androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi
46xx atau 46xy. (2)
Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio-
ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas
tinggi. Insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa
pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak
tidak lebih dari tiga. Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene,
kebiasaan merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi
lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor
resiko walaupun masih belum jelas hubungannya. (2)

4.4 Klasifikasi
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan sebagai:
1. Mola hidatidosa komplit
2. Mola hidatidosa parsial

4.4.1 Mola Hidatidosa Komplit


Angka kejadian mola hidatidosa komplit lebih sering daripada mola
hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola
hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa komplit merupakan hasil konsepsi
abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai gambaran sekelompok buah anggur.

17
Tampak villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Sehingga menyerupai sekelompok buah
anggur

Villi koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel


tersebut tumbuh besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.(3)

Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat
sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya bersifat: (3)
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
a. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
b. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
c. Tidak adanya fetus atau amnion

Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa: (3)
a. Degenerasi hidropikdan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan

18
d.
Tidak adanya fetus atau amnion

Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan


komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom
seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi
dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh
satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom
46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami
kekurangan kromosom. (4)

19
4.4.2 Mola Hidatidosa Parsial
Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio
atau janin yang cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang
terjadi, lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih
triploid, yaitu 69 xxy atau 69 xyy, dengan satu komplemen haploid maternal tapi
biasanya dengan dua komplemen haploid maternal. Janin secara khas menunjukkan
stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi
pertumbuhan. (4)
Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian
koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000
kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi
koriokarsinoma. (4)
Struktur histologisnya bersifat:
1. Abnormal villi. Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya
tidak menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat
pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi
mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan
mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada
trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada
mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi
hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga
amnion.

20
Low-power photomicrograph. Hydropic villi on left; relatively normal villi on right. Hydropic change was not
apparent grossly. Preoperatively, patient had identifiable gestational sac and "deformed" embryo by
ultrasound.

Tampak gambaran hipoechoic menyerupai sarang tawon disertai adanya jaringan janin yang normal.

Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 5


No. Gambaran Mola komplet Mola parsial
1. Jaringan embrio atau janin tidak ada ada
2. Pembengkakan hidatidosa pada villi difus fokal
3. Hiperplasia trofoblastik difus fokal
4. Inklusi stroma tidak ada ada
5. Lekukan vilosa tidak ada ada
6. Kariotipe Paternal 46xx (96%) Paternal & maternal
46xy (4%) 69xxy
7. Neoplasia trofoblastik 20 % 5% (koriokarsinoma
jarang)

21
4.5 Manifestasi Klinis
- Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui.
Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-
14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai
terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita
dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian
pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang
tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan
asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai
pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.(5)
- Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan
normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan
trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying
mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang
lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca
lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa. (5)
- Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan
adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda
dengan kehamilan mola komplit yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta
yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola
inkomplit pada plasenta yang disertai janin hidup.(6)

22
- Eklampsia dan preeklampsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke-2. Eklampsia atau
preeklampsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
minggu. Oleh karenanya preeklampsia yang terjadi sebelum waktunya harus
dicurigai sebagai mola hidatidosa. (6)
- Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa. (6)
- Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh
karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-
tanda tirotoksikosis secara aktif.(6)
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari
segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin
yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin
hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya
kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. (6)
Pembagian gejala klinis menurut Klasifikasi Mola Hidatidosa :
 Mola hidatidosa komplit (6)
- Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit.
Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus
mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap
masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.
- Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

23
- Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.
 Mola hidatidosa parsial (6)
- Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplit atau missed abortion.
- Perdarahan pervaginam
- Adanya denyut jantung janin
4.6 Patofisiologi
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit
ini. Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5
minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami
hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah
ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-
kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang
menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG. (7)
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula,
dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan
jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang
ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai
sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus. (7)
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua
kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter
sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis

24
terlihat proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat
atau hilangnya pembuluh darah dan stroma. (8)

4.7 Diagnosis
 Anamnesis (8)
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli
tua atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan
usia kehamilan seharusnya keluar jaringan mola seperti buah anggur atau
mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti
 Pemeriksaan Fisik (8)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
1. Inspeksi
- Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan
yang disebut muka mola (mola face)
- Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
2. Palpasi
- Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin
- Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
3. Auskultasi
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
- Terdengar bising dan bunyi khas
4. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evakuasi keadaan serviks.
 Pemeriksaan Penunjang

25
A. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial
diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah
pengeluaran mola. (8)
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya
dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih
meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia
kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam
serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. (9)
Terdapat tiga jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :
- -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 – 10
mIU/ml
- -hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50
mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta
mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan
normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif
>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang
berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki
nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post
evakuasi mola. (9)
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat
kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat.
Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih
setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -

26
hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada
semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang
ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel
tumor yang ada. (10)
B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa
gambaran seperti “badai salju“ tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki
ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya. (11)
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan
antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat
bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang
serupa dengan mola hidatidosa termasuk mioma uteri dengan kehamilan
ini dan kehamilan janin lebih dari 1. Pada kehamilan trimester I gambaran
mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari
kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau
mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur
bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon
(honey comb) atau badai salju (snow storm). (11)

27
C. Uji sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika
sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o
dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan
mola. (12)
D. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopaque yang dimasukkan ke dalam
uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik
yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum
amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto
anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti
sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang
digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah. (12)

4.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan
syok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol
penyakit dalam. (12)
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada
dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan
40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan

28
kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini
dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan dengan
terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan
dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi.Bila sudah terjadi
abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi
abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang
laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5
cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan
miometrium memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya
dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan
alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label
dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila
kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih.
Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama.
Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar
kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih. (12)
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan
terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung. (12)
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai
untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. (12)
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur
tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi
timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun

29
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah
tampak adanya tanda-tanda mola invasif.
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran
jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu
populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat
mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk
mengurangi kekambuhan penyakit ini. (12)
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas
tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau
Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan
jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar
hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan
Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis
yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi tunggal
sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi. (11,12)
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:
- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,
mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1 kali pada triwulan
pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan
berikutnya, tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan)
- Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu

30
- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau
pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut
- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama
1 tahun)
- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.
(11)

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :


1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan
serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,
1 kali seminggu sampai hasil negatif, 1 kali 2 minggu selama triwulan
selanjutnya, 1 kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1 kali 3 bulan selama
tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya
mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1%
dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun
setelah mola keluar. (12)
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat
kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala
choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola:
perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang
malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh
dan mudah berdarah. (12)

4.9 Komplikasi
1. Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.

31
2. Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.
3. Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi
sampai hasilnya negatif.
4. DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor
resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan pada usia kehamilan-16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir
fatal.
5. Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
6. Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.
7. Infeksi sekunder
8. Perforasi, karena keganasan atau karena tindakan
9.
Keganasan, baik menjadi koriokarsinoma ataupun menjadi mola invasif (13)

4.10 Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah
jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak ada
lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara
2,2% dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah
jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase keganasan
yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda – beda, berkisar antara 5,56%.
Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi
Ginekologi. (14)

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S,
Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin,
dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta
2. American College of Obstetricians and Gynaecologist. Medical Management of
Tubal Pregnancy ACOG Practice Bulletin No.3. American College of
Obstetricians and Gynaecologist, 2007.
3. Aghajan P. Gestational Trophoblastic Diseases In : Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics and Gynecology 10th Edition edited by DeCherney AH,
Nathan I, Goodwin TM, Laufer N, McGraw-Hill, New York, 2007: 885-95.
4. Uzelac PS, Garmet SH. Early Pregnancy Risks In : Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics and Gynecology 10th Edition edited by DeCherney AH,
Nathan I, Goodwin TM, Laufer N, McGraw-Hill New York, 2007:259-72.
5. Coulam CB, Stern JJ. Endocrine Factors Associated With Recurrent
Spontaneous Abortion, Clin Obstet Gynecol, 2007 Sept. 37(3) : 730-44.
6. Logan BY, Motyloff : Hydatidiform mole, Am J Obstet Gynecol 2008; 75:1139

7. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1.


Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.
8. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.
9. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional;
Obstetri Patologi; 2009; 28-33.
10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease
: Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2010; 835-843.
11. Bryne JL, Ward K. Genetics Factors in Recurrent Abortion, Clin Obstet
Gynecol, 2007 Sept, 37(3) : 693-704.

33
12. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal :
70-72.
13. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology. 20th ed, Wiliams &
Wilkins, Baltimore, 1996.

34

Anda mungkin juga menyukai