Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS OLIGOHIDRAMNION

Disusun Oleh:

Dwi Endraningtias 108103000025

Pembimbing:

dr. Jimmy R. Tambunan, Sp.OG

Opponent: Arini Estetia Putri M. Kartika Widianto Hilda Fakhrani F.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat dan anugerahNya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul Oligohidramnion ini. Senantiasa kita ucapkan pula shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun maksud penyusunan presentasi kasus ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode 28 Januari 2013 5 April 2013. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: dr. Jimmy R. Tambunan, Sp.OG sebagai pembimbing dalam pembuatan kasus ini, serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan kasus maupun membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian kasus ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Presentasi kasus ini saya susun dengan segenap tenaga dan usaha, namun saya menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan presentasi kasus ini di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat baik bagi saya sendiri, rekan-rekan saya di tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii Daftar Isi .......................................................................................................... iii Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 1 3

Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................

Bab III Ilustrasi Kasus ..................................................................................... 20 Bab IV Analisa Kasus ..................................................................................... 29 Bab V Penutup ............................................................................................... 32 Daftar Pustaka .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1 L atau sedikit lebih pada 36 minggu, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada postmatur, mungkin akan hanya tersisa 100 hingga 200 ml atau kurang. Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun jauh di bawah batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental. Berkurangnya volume cairan tersebut disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang.1 Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Risiko penekanan tali pusat dan pada gilirannya distres janin, meningkat akibat berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi kehamilan postmatur.1 Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomalianomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan. Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.1 Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan

dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.2 Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh. Hipoplasia paru juga dilaporkan berkaitan yang teridentifikasi selama dua trimester pertama.1 Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1 dengan

oligohidramnion awitan dini dan terjadi pada sekitar 15% janin oligohidramnion

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya oligohidramnion, cara mendiagnosis, serta bagaimana cara penanganan dalam kehamilan dan persalinan pada ibu yang mengandung janin dengan oligohidramnion.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Kavum Amnion Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat

metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Selaput amnion juga meliputi tali pusat, sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat.2 Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu yang menandakan kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.2

Gambar 1. Embriologi Kavum Amnion


Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

2.2 Cairan Amnion Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion, terdapat likuor amnii atau yang sering disebut air ketuban. Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan adalah 1000 ml1500 ml, warnanya putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas (agak amis). Cairan ini memiliki pH 7,2 dan berat jenis 1,008 yang terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2.6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin.2

Gambar 2. Rasio Lesitin dan Sfingomielin


Sumber: Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Terdapat lesitin dan sfingomielin yang sangatlah penting untuk mengetahui apakah janin memiliki paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat untuk berkembangnya paru dan

bernapas. Untuk menilai hal ini, digunakan perbandingan antara lesitin dan sfingomielin.3 Pada saat persalinan warna cairan amnion ini terkadang menjadi agak kehijauan karena sudah tercampur dengan mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengandung empedu). Berat jenis likuor akan menurun berdasarkan dengan tuanya umur kehamilan.3 Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh transudasi cairan melalui amnion dan kulit janin. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai menghasilkan urin yang masuk ke dalam rongga amnion. Urin janin secara cepat menjadi sumber utama produksi cairan amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 ml 1000 ml urin. Paru janin menghasilkan sejumlah cairan 300 ml per hari saat aterm, namun sebagian besar ditelan sebelum masuk ruang amnion.3 ABSORBSI CAIRAN

Gambar 3. Proses Absorbsi Cairan Amnion


Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif direabsorbsi secara pasif. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai melakukan proses menelan. Proses ini secara cepat akan menjadi mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar 500 ml 1000 ml per hari.3

Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui selaput amnion dan masuk ke dalam aliran darah janin. Menjelang aterm, jalur ini melakukan absorbsi sebesar 250 ml. Sejumlah kecil cairan amnion melintasi membran amnion dan masuk ke aliran darah ibu sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm.2 Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai maksmial (750 ml 800 ml) dan setelah itu akan menurun, sehingga pada usia kehamilan 40 minggu volume cairan amnion 600 ml. Dan melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus menurun.2 Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu 20 minggu. Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin. Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu, volume akan berkurang, tetapi pada post-term oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.2

Gambar 4. Perubahan Volume Cairan Amnion Selama Kehamilan


Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

2.3 Fungsi Cairan Amnion Adapun fungsi cairan amnion adalah sebagai berikut:2 1. 2. 3. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma dari luar Melindungi tali pusat dari tekanan Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung perkembangan sistem muskuloskeletal janin 4. 5. 6. Berperan dalam perkembangan paru janin Melumasi kulit janin Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat bakteriostatik 7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin

2.4 Pengukuran Volume Cairan Amnion Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk

memperkirakan volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri. Penentuan AFI (Amniotic Fluid Index) adalah metode semikuantitatif untuk memperkirakan volume cairan amnion.6

Gambar 5. Pengukuran Cairan Amnion


Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Gambar 6. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders, Elsevier.

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada masing-masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu: 5 20 cm. Mulai dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan janin meminum cairan amnionnya 400 ml/hari yaitu sekitar separuh dari jumlah totalnya. Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari pada bulan kelima, tetapi urin ini sebagian besar adalah air, karena plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat pertukaran sisa-sisa metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya hidrostatik yang akan membantu melebarkan saluran leher rahim.4

2.5 OLIGOHIDRAMNION Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1L atau sedikit lebih pada 36 mingg, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada postmatur, mungkin akan hanya tersisa 100 hingga 200ml atau kurang. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml

pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.1 Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yangberkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.5 Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun jauh di bawah batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental. Berkurangnya volume cairan ini disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang. Penyebab keadaan ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin akan cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Resiko penekanan tali pusat, dan distres janin meningkat akibat berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi pada kehamilan postmatur.1

DEFINISI Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300500 ml, tetapi pada kasus oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. (Linda K.Brown dan V. Ruth Bennett) Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter.5

Pada suatu keadaan tertentu banyaknya air ketuban berkurang dari normal. Bila sampai kurang dari 500 cc maka akan disebut sebagai oligohidramnion. Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan.3

Oligohidramnion merujuk pada jumlah cairan amnion yang lebih sedikit (kurang dari 400ml).4 Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di bawah persentil 5. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.6

EPIDEMIOLOGI Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban yang terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, tetapi pada umumnya sering terjadi pada trimester akhir masa kehamilan. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) mengalami oligohidramnion karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan. Di Amerika Serikat, oligohidroamnion merupakan komplikasi pada 0.5% 5.5% kehamilan. Severe oligohidramnion terjadi pada 0.7% kehamilan.5

ETIOLOGI Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami oligohidramnion tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah diketahui adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.7

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomalianomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan. Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.1 Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.2 Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion adalah masalah karena pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (contohnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan

oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darahnya dapat tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka gunakan aman diminum selama masa kehamilan.5

ABSORBSI KURANG atau KEHILANGAN CAIRAN MENINGKAT: Ketuban Pecah Dini (50% kasus oligohidramnion)

PENURUNAN PRODUKSI AMNION: Kelainan kongenital ginjal (agenesis ginjal, displasia ginjal) dan paparan terhadap ACE inhibitor yang akan menurunkan output ginjal janin.

Obstruksi orifisium uretra eksterna janin. Insufisiensi uteroplasenta (solusio plasenta, preeklampsia, sindroma postmaturitas) menurunkan perfusi ginjal dan produksi urin. Infeksi kongenital Defek jantung janin NTDs, sindroma twin to twin tranfusion, efek obat NSAID.

FAKTOR RESIKO OLIGOHIDRAMNION Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden

oligohidramnion yang tinggi:1,2,5 1. 2. 3. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter). Retardasi pertumbuhan intra uterin. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

DIAGNOSIS Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriuksaan fisik adalah bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau dari usia kehamilan yang seharusnya. Pada pemeriksaan Ultrasonografi ditemukan:1,2 Jumlah cairan amnion < 300 ml Ukuran kantung amnion vertikal 2 cm tidak ada AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm

MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:5 1) 2) 3) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin. Sering berakhir dengan partus premature.

4)

Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.

5) 6) 7)

Persalinan lebih lama daripada biasanya. Pada saat his akan terasa sakit sekali. Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.

PATOFISOLOGI Fisiologi normal AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume sekitar 30 ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800 ml pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui dengan pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 ml/jam.3,7 Faktor utama yang mempengaruhi AFV: 1. 2. 3. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Gambar 7. Amniotic Fluid Pathways

Patofisiologi Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term, insufisiensi plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering adalah kelainan saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada sauran kemih sehingga tidak menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion.2 Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan: Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM) Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut obstructive uropathy

Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke kantong amnion. Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia dan atresia uretra. Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac output fetal. Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya. Anuria dan oliguria. Post-term gestation Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus

Gambar 8. Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders, Elsevier.

PENATALAKSANAAN Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan dianjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara

untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi atau perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan pilihan terakhir pada kasus oligohidramnion.5 Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.1,7 Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan, dapat dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan kristaloid untuk mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering digunakan selama persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat.1

KOMPLIKASI Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium pada masa intrapartum, dan kematian janin.2 Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut merupakan suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion. Oligohidroamnion menyebabkan bayi

tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh akan menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidroamnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru (hipoplasia paru) sehingga pada saat lahir paruu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan pembentukan ginjal atau yang disebut agenesis ginjal bilateral ataupun karena penyakit ginjal lainnya yang akan menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin dan dengan tidak adanya cairan amnion menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma potter.2,5 Gejala sindrom Potter berupa: 1. 1Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkalhidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang) 2. Urin tidak terproduksi 3. Gawat pernafasan

Pulmonary hypoplasia Oligohydrominios Twisted skin (wrinkly skin) Twisted face (Potter facies) Extremities defects Renal agenesis (bilateral)

Gambar 9. Sindroma Potter


Sumber: http://doctorsgates.blogspot.com/2010/10/mnemonic-for-features-of-potter.html

Hipoplasia paru Hipoplasia paru dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion awitan dini dan terjadi pada sekitar 15% janin dengan oligohidramnion yang teridentifikasi selama dua trimester pertama. Pada kehamilan ini, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hipoplasia paru. Pertama, penekanan pada toraks dan pengembangan paru. Kedua, tidak adanya gerakan bernafas janin akan mengurangi aliran masuk cairan ke paru. Ketiga dan yang paling diterima mengusulkan bahwa pada keadaan oligohidramnion terjadi kegagalan menahan cairan amnion atau peningkatan aliran keluar disertai dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan paru. Oleh karena itu, jumlah cairan amnion yang dihirup oleh janin normal berperan penting dalam pertumbuhan paru.1

PROGNOSIS Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh.1 Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1

BAB III ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien Identitas Pasien No. RM Nama Usia Jenis Kelamin Agama Alamat Pekerjaan Pendidikan Status pernikahan Suami Pasien Nama Usia Pekerjaan Pendidikan : Tn, Marulloh : 38 tahun : Pegawai : Tamat SMA : 01218148 : Ny. Priantih Marulloh : 30 tahun : Perempuan : Islam : Jl. H. Saleh RT 06/RW 07 Cienere, Limo, Depok : Ibu rumah tangga : Tamat SMP : Menikah

3.2 Anamnesis Autoanamnesis pada tanggal 19 Maret 2013, pk 14.45 WIB 3.2.1 Keluhan Utama Pasien dirujuk dari puskesmas Cilandak karena anemia (Hb 8.8 g/dl).

3.2.2

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 10-06-2012, TP 17-03-2013 sesuai usia kehamilan 40 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di puskesmas setiap bulan. USG dilakukan 1x saat usia kehamilan 36 minggu, dikatakan keadaan janin baik. Keluhan dengan mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah 10 jam SMRS. Keputihan (+) sejak 1 minggu SMRS berwarna putih susu, berbau dan gatal namun sudah diobati dan keluhan membaik. Keluhan lemas, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, sesak, dan nyeri dada disangkal oleh pasien. Gerak janin aktif (+), riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK dirasakan lebih sering, BAB normal. 4 hari SMRS pasien diperiksan di puskesmas Cilandak dan dikatakan Hb 8.8 g/dl kemudian pasien dirujuk ke poli kebidanan RSUP Fatmawati, tidak dilakukan transfusi hanya perubahan diet kalori. Pasien mengaku selama kehamilan Hb berkisar 9-10 g/dl.

3.2.3

Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi (-), DM (-), anemia (-), hepatitis (-), penyakit jantung (-), kelainan ginjal (-), asma (-), alergi makanan seafood (+), PMS (-).

3.2.4

Riwayat Operasi/Riwayat Rawat Inap Pasien tidak pernah dioperasi dan dirawat di rumah sakit.

3.2.5

Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), kelainan ginjal (-), asma (), alergi (-).

3.2.6

Status Pernikahan Pasien menikah 1x, usia pernikahan 11 tahun hingga saat ini.

3.2.7

Riwayat Menstruasi Menarche di usia 13 tahun, siklus 28 hari, lamanya 4-5 hari, teratur, ganti pembalut 2-3x/hari. HPHT: 10-6-2012.

3.2.8

Riwayat Kehamilan 1. Tahun 2002, lahir spontan, bayi perempuan, BL 3000 gram, usia kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan di RB, kondisi saat ini sehat. 2. Hamil ini.

3.2.9

Riwayat KB Pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan (dilakukan rutin selama 7 tahun terakhir).

3.2.10 Riwayat Asuhan Antenatal Pasien rutin periksa kehamilan di puskesmas Cilandak setiap bulan, USG 1x dikatakan perkembangan janin baik.

3.3 Pemeriksaan Fisik 3.3.1 Status Generalis Keadaan umum : Baik Kesadaraan Tanda Vital BB TB TD Nadi Pernapasan Suhu : 58 kg : 153 cm : Compos mentis : : 100/70 mmHg : 116 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup : 20 x/menit, reguler : 36.5 C

IMT Kepala Mata Telinga Tenggorokan Leher

: 24.7 (Gizi baik) : Normochepali : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) : Normotia, serumen (+/+), sekret (-/-) : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 : Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Pemeriksaan Thorax Paru Jantung Mammae Abdomen : Suara napas vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-) : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-). : Simetris, retraksi puting (-/-), benjolan (-/-) : Perut membuncit sesuai usia kehamilan, striae gravidarun (+), BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstremitas : Akral hangat, CRP < 3 detik, edema (-), atrofi otot (-) Kulit : Tidak sianosis

3.3.2

Status Obstetri TFU : 23cm, puka, HIS : (-), Kontraksi : Tidak ada, DJJ : 146 dpm Inspeksi Inspekulo : v/u tenang, perdarahan (-) : Portio livid, oue tertutup, flx (-), flr (+)

VT

: Portio kenyal, posterior, t 3cm, (-), ketuban (-), kepala H I-II

RT 3.4 Pemeriksaan Penunjang 3.4.1

: Tidak dilakukan

Pemeriksaan USG Kehamilan intra uterin, janin presentasi kepala tunggal hidup. BPD: 9,5 mm/HC: 35,0 mm/AC: 34,1 mm/FL: 7,7 mm/ICA: 3,9/SDAU: 2,09 TBJ 3454 gr, plasenta berimplantasi di korpus depan,

oligohidramnion berat, terdapat lilitan tali pusat di leher. Kesan: Janin tunggal hidup presentasi kepala, sesuai kehamilan 40 minggu, lilitan tali pusat 1x, oligohidramnion. Saran: Terminasi kehamilan dan cari penyebab anemia.

3.4.2

Pemeriksaan CTG Frekuensi dasar: 140 dpm; Variabilitas: 5-25 dpm; Akselerasi: (+); Deselerasi: (-); His: (+); Gerak Janin: (+).

Kesan: Reassuring.

Hasil pemeriksaan OCT: (-)

3.4.3

Pemeriksaan Laboratorium HASIL


11.0 33 7.0 267 4.20 79.2 26.1 33.0 18.8

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit VER HER KHER RDW

RUJUKAN
11.7- 15.5 g/dl 33-45 % 5-10 rb/ul 150-440rb/ul 3.80-5.20 jt/ul 80-100 fl 26-34 pg 32-36 g/dl 11.5-14.5 %

HEMOSTASIS APTT Kontrol APTT PT Kontrol PT INR DIABETES Gula Darah Sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida HEPATITIS HbsAg Anti HCV SERO IMUNOLOGI Golongan Darah URINALISA Urobilinogen Protein Urine Berat Jenis Bilirubin Keton Nitrit pH Lekosit Darah/HB Glukosa Urin/Reduksi Warna Kejernihan SEDIMEN URIN Epitel Lekosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri 1+ 1-2 1-2 Negative Negative Negative 0-5 /LPB 0-2 /LPB Negative /LPK Negative Negative 0.2 Negative 1.025 Negative Negative Negative 6.0 Negative Negative Negative Yellow Clear < 1 E.U./dl Negative 1.005-1.030 Negative Negative Negative 4.8-7.4 Negative Negative Negative Yellow Clear A/Rhesus (+) Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa Tidak diperiksa 135-147 mmol/l 3.10-5.10 mmol/l 95-108 mmol/l 83 70-140 mg/dl 23.3 34.2 12.4 13.7 0.88 27.4-39.3 detik detik 11.3-14.7 detik detik -

Lain-Lain

Negative

Negative

3.5 Resume Ny. Priantih, usia 30 tahun, mengaku hamil 9 bulan. HPHT 10-062012, TP 17-03-2013 sesuai usia kehamilan 40 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di puskesmas setiap bulan. USG dilakukan 1x saat usia kehamilan 36 minggu, dikatakan keadaan janin baik. Keluhan dengan mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah 10 jam SMRS. Keputihan (+) sejak 1 minggu SMRS berwarna putih susu, berbau dan gatal namun sudah diobati dan keluhan membaik. Keluhan lemas, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, sesak, dan nyeri dada disangkal oleh pasien. Gerak janin aktif (+), riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK dirasakan lebih sering, BAB normal. 4 hari SMRS pasien diperiksan di puskesmas Cilandak dan dikatakan Hb 8.8 g/dl kemudian pasien dirujuk ke poli kebidanan RSUP Fatmawati karena anemia, tidak dilakukan transfusi hanya perubahan diet kalori. Pasien mengaku selama kehamilan Hb berkisar 9-10 g/dl. Pasien menikah 1x hingga saat ini, mempunyai 1 orang anak hidup, riwayat KB suntik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TFU: 23cm, puka, HIS: (-), kontraksi: tidak ada, DJJ: 146 dpm. Inspeksi: v/u tenang, perdarahan (-). Inspekulo: portio livid, oue tertutup, flx (-), flr (+). VT: portio kenyal, posterior, t 3cm, (-), ketuban (-), kepala H I-II. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil USG: janin tunggal hidup presentasi kepala, sesuai kehamilan 40 minggu, lilitan tali pusat 1x, oligohidramnion. CTG Reassuring. Hasil pemeriksaan OCT negative. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 11.0 g/dl dan APTT 23.3 detik.

3.6 Diagnosis Ibu: G2 P1 A0 Hamil 40 minggu JPKTH, oligohidramnion, serviks belum matang, belum inpartu. Janin: Janin tunggal hidup presentasi kepala.

3.7 Penatalaksanaan Rdx/ Observasi tanda vital (TD, N, RR, Suhu) per jam Observasi HIS, DJJ per 30 menit CTG Cek DPL, UL, GDS, PT/APTT

Rth/ Terminasi kehamilan sesuai CTG: CTG Reassuing: terminasi kehamilan pervaginam bila hasil pemeriksaan OCT (+) SC CITO pemeriksaan OCT (-) induksi misoprostol 4 x 2 mcg pv CTG Non-Reassuring: terminasi kehamilan perabdominan SC CITO Red/ Menjelaskan rencana di atas kepada keluarga pasien.

3.8 Prognosis Prognosis ibu: ad bonam. Prognosis janin: ad bonam.

3.9 Hasil Lahir spontan bayi laki-laki, berat lahir 3400 gram, panjang badan 51 cm, skor Apgar 9/10. Cairan ketuban berwarna keruh, jumlah sedikit. Lahir plasenta lengkap. Rupture grade II dilakukan perineorafi dan hemostasis. Alat Keluarga Berencana yang dipasang IUD Post Plasenta. Saat ini ibu dan bayi dalam keadaan baik di ruangan rawat gabung, sudah pulang setelah 3 hari perawatan (19 Maret 2013 - 21 Maret 2013).

BAB IV ANALISA KASUS

Berkurangnya volume cairan amnion disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang.1 Pada pasien ini dengan kehamilan 40 minggu didapatkan indeks cairan amnion (ICA) 3,9 cm. Hal ini sudah termasuk ke dalam kriteria oligohidramnion. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan TFU 23 cm yang sesuai dengan diagnosis terjadinya oligohidramnion yaitu bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan.

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian.1 Pada hasil USG pasien ini didapatkan perkembangan janin dan gerak napas janin dalam batas normal. Sehingga tidak ada kelainan pada janin seperti agenesis ginjal, hipoplasia paru ataupun kontraktur ekstremitas.

Prognosis pada ibu dan janin pada kasus ini adalah ad bonam, karena kehamilan sudah memasuki aterm dan perkembangan serta TBJ janin dalam keadaan normal yang mengindikasikan janin dapat adekuat untuk dilahirkan. Namun, memang perlu dilakukan terminasi kehamilan segera karena kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1 Terminasi kehamilan yang dilakukan pada kasus ini dengan cara pervaginam karena hasil pemeriksaan CTG Reassuring dan pemeriksaan OCT (-). Pada pasien ini serviks belum matang dan belum ada tanda inpartu maka dilakukan induksi dengan Misoprostol (Cytotec) dengan pemberian secara intravagina dengan dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila masih belum terdapat kontraksi uterus. Bila dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 g. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 g (200 g). Dosis 50 g sering menyebabkan :

Tachysystole uterin Mekonium dalam air ketuban Aspirasi Mekonium

Pada bayi tidak didapatkan sindroma Potter seperti wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang melebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang), twisted skin/wrinkly skin, hipoplasia paru, defek ekstremitas, dan agenesis ginjal.1,2 Lahir spontan bayi lakilaki dengan berat lahir 3400 gram, panjang badan 51 cm, dan skor Apgar 9/10.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300 500 ml, tetapi pada kasus oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Resiko penekanan tali pusat dan pada gilirannya distres janin, meningkat akibat berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi kehamilan postmatur. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat oligohidramnion adalah agenesis ginjal, hipoplasia paru, defek muskuloskeletal, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian janin.

5.2 Saran Ibu hamil disarankan untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi yang seimbang. Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati perkembangan janin dan apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung, disarankan agar ibu hamil segera ke dokter agar dilakukan terminasi kehamilan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Leveno J, Kenneth et all. 2009. Oligohidramnion; dalam buku Panduan Ringkas Obstetri Williams. Edisi Ke-21. Jakarta: EGC; hal 120-123. 2. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 3. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin; dalam buku: Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p 339-361. 4. Sadler, TW. 2000. Selaput Janin dan Plasenta; dalam buku: Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC; p 101-121. 5. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi Kedua. Jakarta: EGC. 6. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics: In Obstetrics. 16th Edition. New York: Oxford University Press. NeoReviews 2006; 7; e292-e299. 7. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Plasenta dan Likuor Amnii; dalam buku: Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p 66-76.

Anda mungkin juga menyukai