Disusun Oleh:
Ashwin Kumar A Karthigasan 100100267
Kobinath Nanda Kumar 100100317
Arvind Radakrishan 130100453
Rishi Pannir Selvam 130100439
PEMBIMBING:
Dr. Deri Ediyanto, Sp. OG (K)
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai laporan kasus untuk
menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khusus dalam ilmu kandungan
& kebidanan..
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran
membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan laporan ini. Atas perhatian terhadap laporan ini penyusun mengucapkan
banyak terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya di
bidang kedokteran.
Medan, 31 Mei 2020
Penulis
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang Perdarahan Uterus
Abnormal.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
Perdarahan Uterus Abnormal.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
Perdarahan Uterus Abnormal.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca tentang
Perdarahan Uterus Abnormal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan
menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,
penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus
abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien
mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra,
atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu
dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara
bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).3
Pola dari perdarahan uterus abnormal
Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan
‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,
komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,
dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan
terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau
serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat
menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.
Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada
waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi
estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini
biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus
menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan
perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-
tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau
komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.
Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan
anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun
faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang
mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum
menjadi pola yang lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda
dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab
lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks,
infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi
negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan
biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.3
Perdarahan Bukan Haid
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan
organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.1
2.2 Etiologi
Sebab-sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus
pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor
tuba;
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua
pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya
dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang
diperlukan perawatan di rumah sakit.1
2.3 Patologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus
dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan
perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi
folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus
luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen
yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk
sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.1,4
Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional
dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni
endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan
endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian
endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi
penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan
yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik
2.6 Penanganan
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat
banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari
uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu
dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:
a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol
2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan
terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-
progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri
norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang
dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.
Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh
hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama
mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg
intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron
per os kurang cepat efeknya.
Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah
dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis.
Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi
sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi,
dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat
karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme.
Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen
cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan
progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil
kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5
perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari,
mulai hari ke-21 siklus haid.
Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan
disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada
terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi
androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.
Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada
perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini
lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan
disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali,
dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA