Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Disusun Oleh:
Ashwin Kumar A Karthigasan 100100267
Kobinath Nanda Kumar 100100317
Arvind Radakrishan 130100453
Rishi Pannir Selvam 130100439

PEMBIMBING:
Dr. Deri Ediyanto, Sp. OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai laporan kasus untuk
menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khusus dalam ilmu kandungan
& kebidanan..
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran
membangun dari pembimbing klinik dan pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan laporan ini. Atas perhatian terhadap laporan ini penyusun mengucapkan
banyak terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya di
bidang kedokteran.
Medan, 31 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ ii


Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................ 2
1.3 Manfaat Penulisan .......................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 3
2.1 Definisi............................................................................. 3
2.2 Etiologi............................................................................. 5
2.3 Patologi............................................................................. 5
2.4 Gambaran Klinik................................................................ 7
2.5 Diagnosis........................................................................... 9
2.6 Penanganan........................................................................ 10
BAB III. STATUS PASIEN ................................................................... 12
BAB IV. FOLLOW UP ........................................................................... 17
BAB V. KESIMPULAN ....................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu
permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid.
Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam
tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan.
Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis gangguan haid seorang
perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode menstruasi lebih
lama dari biasanya.1
Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana
salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine
bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar
siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-
hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga
dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan
tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan
perawatan di rumah sakit. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau
nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang
terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.1
Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis
yang cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya
perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya.
Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang emosionalnya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda – tanda yang menunjukkan
ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit
menahun dan lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah
tidak ada kelainan – kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal
( polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang
belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah
menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan endometrium yang hiperplasia.
2

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang Perdarahan Uterus
Abnormal.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
Perdarahan Uterus Abnormal.

1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
Perdarahan Uterus Abnormal.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca tentang
Perdarahan Uterus Abnormal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan
menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,
penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus
abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien
mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra,
atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu
dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara
bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).3
Pola dari perdarahan uterus abnormal
Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:
1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan
memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan
‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,
komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,
dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan
terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau
serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat
menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.
Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada
waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi
estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini
biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus
menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan
perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-
tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau
komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.
Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan
anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun
faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang
mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum
menjadi pola yang lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda
dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab
lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks,
infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi
negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan
biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.3
Perdarahan Bukan Haid
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan
organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.1
2.2 Etiologi
Sebab-sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus
pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;
c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor
tuba;
d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua
pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya
dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa
pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang
diperlukan perawatan di rumah sakit.1

2.3 Patologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus
dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan
perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi
folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus
luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen
yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk
sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.1,4
Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional
dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni
endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan
endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian
endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi
penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan
yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia


karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang
berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan
disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor
neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum
seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap
bersumber pada gangguan endokrin.1
2.4 Gambaran Klinik
Perdarahan Ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa
mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid
tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat
menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe
sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari
kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul
sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum
persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan
yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya
perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi
disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan
yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium
yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada
masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah
menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya
proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing
Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa
pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada
harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi
ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause
dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya.1,5 Akan tetapi, disamping itu,
terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-
penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang
mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam
keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini
hanya untuk sementara waktu saja.
2.5 Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek
atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit,
sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu
diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain. Kecurigaan
terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk
melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada
pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik,
yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di
negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita
yang belum kawin, meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan.
Dalam hal ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan anestesia umum.
Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan
guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun
kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan
sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa
tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi harapan untuk
diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan
kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

2.6 Penanganan
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat
banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari
uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu
dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:
a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol
2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan
terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-
progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri
norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang
dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.
Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh
hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama
mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg
intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron
per os kurang cepat efeknya.
Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah
dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis.
Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi
sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi,
dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat
karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme.
Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen
cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan
progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil
kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5
perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari,
mulai hari ke-21 siklus haid.
Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan
disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada
terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi
androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.
Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada
perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini
lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan
disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali,
dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam :


Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu
Kandungan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228
2. Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam :
Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68
- 71
3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine
Bleeding. Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric
& Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2003 : pp 623-630
4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female
Reproductive Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th
Edition, Elsevier 2003 : pp 587-599
5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John
Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42

Anda mungkin juga menyukai