KARDIOTOKOGRAFI (CTG)
Oleh:
Devi Yunita
Purba
Muhammad
Ryfki SA
Khalidah 1210312079
Preseptor:
dr. Puja Agung Antonius, SpOG
PADANG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Kardiotokografi (CTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk
menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyulit-penyulit hipoksia janin
dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin, melalui
penilaian denyut jantung janin (DJJ) dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun
aktivitas janin. Pemantauan CTG dapat dilakukan pada antepartun maupun intrapartum.
Tujuan penilaian CTG adalah untuk mengidentifikasi janin dengan oksigenasi tidak adekuat
sehingga dapat segera ditatalaksana sebelum adanya cedera pada janin. Selain itu untuk
tatalaksana segera.
serta sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kebidanan dan
Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KARDIOTOKOGRAFI
2
2.1. Definisi
Kardiotokografi (CTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk
menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyulit-penyulit hipoksia janin
dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin, melalui
penilaian denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun
aktivitas janin. Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasif) dengan alat
pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non invasif)
yakni dengan alat yang dipasang di dinding perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih
populer karena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis, aman dengan nilai
prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.
Posisi terlentang dapat menyebabkan kompresi aorta oleh rahim, mempengaruhi perfusi
plasenta dan oksigenasi janin. perekaman dalam waktu lama pada posisi ini harus dihindari.
Posisi ibu lateral, setngah duduk, lebih dipilih untuk perekaman. Skala horizontal CTG
vertikal digunakan sebagai registrasi dan digambarkan bervariasi dengan pilihan 20 atau 30
dpm/cm.
Frekuensi DJJ rata rata adalah 140 denyut per menit (dpm) dengan variasi 20 dpm diatas
atau dibawah rata rata. Sehingga nilai normal DJJ adalah 120-160 dpm. Mekanisme
a. Sistem saraf simpatis, sebagian besar berada dalam miokardium. Rangsangan saraf
simpatis seperti oleh beta adrenergik akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah
kekuatan kontraksi jantung dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan
stres sistem saraf simpatis ini berfungsi mempertahankan aktivitas jantung. Hambatan
3
pada saraf simpatis seperti pada obat propanolol akan menurunkan frekuensi dan
b. Sistem saraf parasimpatis yang terutama terdiri atas serabut n. Vagus berasal dari
batang otak. Rangsangan n.vagus akan menurunkan frekuensi DJJ seperti pada
asetilkolin, dan hambatan pada nervus vagus akan meningkatkan DJJ seperti pada
atropin.
c. Baroreseptor, yang terletak pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
meningkat, reseptor ini akan merangsang n.vagus dan n.glosofaringeus yang akibatnya
d. Kemoreseptor, berfungsi mengatur perubahan kadar O2 dan CO2 yang terdiri dari dua
bagian, yakni bagian perifer pada karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang
terletak pada batang otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan terjadi
refleks dari reseptor sentral di batang otak berupa takikardi dan peningkatan tekanan
kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer di
e. Susunan saraf pusat. Variabilitas DJJ akan meningkat sesuai aktivitas otak dan gerakan
janin. Pada keadaan tidur janin, aktivitas otak akan menurun maka variabilitas DJJ
f. Sistem hormonal. Pada keadaan stres misalnya asfiksia, medula adrenal akan
4
a. DJJ Basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline rate) dan variabilitas
b. Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan DJJ saat ada gerakan janin atau
kontraksi uterus
Frekuensi dasar DJJ 120-160 dpm. Disebut takikardi bila frekuensi dasar >160 dpm. Bila
terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut akselerasi.
Peningkatan DJJ pada keadaan akselarasi ini paling sedikit 15 dpm diatas frekuensi dasar
dalam waktu 15 detik. Sebaliknya bradikardi bila DJJ <120 dpm dan penurunan frekuensi
Takikardi dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin (ringan/kronik), kehamilan preterm
(<30 minggu) infeksi ibu atau janin, ibu febris atau gelisah, ibu hipertiroid, takiaritmia janin,
obat-obatan (atropin, betamimemtik). Biasanya keadaan takikardi tidak berdiri sendiri, bila
takikardi masih disertai variabilititas DJJ normal, biasanya janin masih dalam kondisi baik
Bradikardi dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin (berat/akut), hipotermi janin,
bradiaritmia janin, obat obatan,janin dengan kelainan jantung bawaan. Bila bradikardi antara
100-120 dpm disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan hipoksia
ringan dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap keadaan hipoksia
tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat akan terjadi penurunan frekuensi yang makin
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi yang tidak teratur yang tampak pada rekaman
DJJ. Dalam rekaman CTG akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin lama
makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme
5
antardenyut antara 6-26 dpm. Berkurangnya variabilitas DJJ dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan seperti: hipoksia, janin tidur, kehamilan preterm, janin anensefalus, blokade n.vagus,
kelainan jantng bawaan dan pengaruh obat-obatan narkotika, diazepam, MgSO4 dan lain-
lain.
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antar denyut yang terlihat pada
gambaran CTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antar denyut pada DJJ.
Rata rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal adalah antara 2-3 dpm. Arti klinis
variabilitas ini belum banyak diketahui, namunbiasanya tampak menghilang pada janin
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih tampak pada
rekaman CTG. Rata rata memiliki siklus 3-6 kali permenit. Berdasarkan amplitudo
Variabilitas jangka panjang ini lebih sering digunakan untuk menilai kesejahteraan janin. Bila
terjadi hipoksia otak akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang ini yang bergantung
pada derajatnya.
Berkurangnya variabilias djj bisa disebabkan karena keadaan selain hipoksia seperti
janin tidur, kehamilan preterm, janin anensefalus, blokade n.vagus, kelainan jantung
6
Perubahan periodik DJJ merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi
oleh pengaruh rangsangan gerakan janin atau kontraksi uterus. Perubahan periodik DJJ ini
2.4.1. Akselerasi
suatu respon fisiologik yang baik (reaktif). Ciri-ciri akselerasi yang normal adalah amplitudo
> 15 dpm, lamanya sekitar 15 detik, terjadi paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20
menit. Ada 2 macam akselerasi: akselerasi seragam sesuai dengan kontraksi uterus dan
2.4.2. Deselerasi
Deselerasi dini, timbul dan menghilang bersamaan dengan kontraksi uterus, penurunan
amplitudo tidak lebih dari 20 dpm, lamanya deselerasi kurang dari 90 detik, frekuensi dasar
dan variabilitas masih normal. Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal dimana
terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi ini disebabkan oleh penekanan
kepala janin terhadap jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan merangsang refleks vagal.
lamanya, amplitudo maupun bentuknya. Saat mulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan
cepat dan penurunan frekuensi DJJ bisa sampai 60 dpm. biasanya terjadi akselerasi sebelum
dan sesudah deselerasi. Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty,
deselerasi mencapai 60 dpm atau lebig dibawah frekuensi DJJ dan lamanya deselerasi lebih
dari 60 detik. Bila terjadi deselerasi yang berulang atau memanjang harus waspada terhadap
kemungkinan hipoksia janin yang berlanjut. Deselerasi variabel ini sering terjadi akibat
7
penekanan tali pusat pada masa hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini bisa karena lilitan
tali pusat, tali pusat tumbung atau jumlah air ketuban berkurang.
Deselerasi lambat timbulnya 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai dan berakhir
20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang,dengan durasi kurang dari 90 detik (rata-rata
40-60 detik), timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus. Frekuensi DJJ biasanya normal atau takikardi ringan akan tetapi pada
keadaan hipoksia yang berat akan terjadi bradikardi. Adanya deselerasi lambat indikasi
patologis.
8
2.5. Kardiotokografi Normal
Hasil rekaman CTG yang normal pada umumnya memberikan gambaran sebagai
berikut.
c. Terdapat akselerasi
d. Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini.
Dilakukan untuk menilai gambaran DJJ dalam hubungannya dengan gerakan atau
aktivitas janin. Penilaian NST frekuensi dasar (baseline), variabilitas, timbulnya akselerasi
Interpretasi NST:
Reaktif, terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm.
frekuensi dasar DJJ diluar gerakan janin antara 120-160 dpm. Variabilitas DJJ 6-25
dpm.
Nonreaktif, tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak
Meragukan, terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit
pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm, variabilitas DJJ masih
normal. Pada hasil yang meragukan, pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24
jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan Contraction Stress test (CST). Abnormal
apabila ditemukan bradikardi dan deselerasi 40 dpm atau lebih dibawah frekuensi
dasar atau DJJ mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih. Pada keadaan ini
dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viabel atau pemeriksaan ulang setiap
Untuk menilai gambaran DJJ dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. CST
biasanya dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin saat proses persalinan terjadi
(inpartu). Penilaian CST: frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan periodik DJJ terkait
10
Negatif, frekuensi DJJ normal, variabilitas DJJ normal, tidak didapatkan adanya
Positif, terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah
Mencurigakan, terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontaksi,
terdapat deselerasi variabel, frekuensi dasar DJJ abnormal. Bila hasil CST
Tidak memuaskan. Hasil rekaman tidak representatif, misalnya karena ibu gemuk,
gelisah atau gerakan janin berlebihan, tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat.
Hiperstimulasi, kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit, lamanya lebih dari
11
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Padang pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2016 dengan diagnosis G4P3A0H3 Gravid
12
3. Anak kedua seorang perempuan, lahir cukup bulan, berat lahir 3000 gram, persalinan
13
Leopold I, Fundus uteri setinggi pertengahan processus xyphoidheus
(-)
Leopold II, teraba bagian-bagian kecil janin disebelah kanan ibu,
kepala.
b. Karditokografi (CTG)
CTG tanggal 24 Desember 2016
14
CTG tanggal 25 Desember 2016
d. EKG
15
AF, QRS rate 92x/menit,axis normal, P wave dan PR interval tidak bisa dinilai, QRS
3.4. Diagnosis
G4P3A0H3 Gravid preterm 35-36 minggu + MS Severe post BMC + AF NVR
Janin Hidup Tunggal Intrauterin Presentasi Kepala
3.5. Penatalaksanaan
Kontrol keadaan umum, tanda-tanda vital pasien, His, DJJ
Konsul Anestesi, Jantung dan Interne untuk persiapan operasi
Rencana tindakan
SC Elektif
DISKUSI
KARDIOTOKOGRAFI
severe post BMC + AV NVR + Janin Hidup Tunggal Intrauterin Presentasi Kepala
disimpulkan CTG reaktif. Pemeriksaan CTG ini merupakan CTG non stress test karena
menilai hubungan denyut jantung janin terhadap gerak janin. Hal ini dikarenakan terdapat
gerakan janin >2 dalam waktu <20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi 15
dpm dari frekuensi dasar DJJ (140 - 150 dpm). Variabilitas DJJ 6-20 dpm (normal). Pada
rekaman CTG tidak ditemukan adanya deselerasi variabel maupun deselerasi lambat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abadi A. Kardiotokografi janin dan velosimetri dopler. Dalam buku ilmu kebidanan
sarwono prawirohardjo. Jakarta. 2010: 221-34.
Cunningham FG, leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Antepartum assessment. In williams obstetrics. 22nd ed. Ch. 2005; 15: 373-85
Devoe LD. The Non Stres test. In: assessment and care of the fetus. Physiological,
clinical and medicolegal principle. By eden & boehm. Apleton & lange. Norwalk.
Connecticut. 1990: 365-84.
Karsono B. Kursus dasar USG dan Kardiotokografi. KOGI XI. Dnepasar, Bali. 2000.
17