Anda di halaman 1dari 189

MODUL

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

DISUSUN OLEH :

STIKes MITRA HUSADA MEDAN


PRODI KEBIDANAN PROFESI
TAHUN 2016
Bd. 7.209

SERI MODUL No OBSTETRI & GINEKOLOGI

PENGANTAR
OBSTETRI &
GINEKOLOGI

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


PENDAHULUAN

I. Diskripsi dan Relevansi


Bidan yang berarti mengadakan sedekah bagi seorang penolong bersalin yang
minta diri setelah bayi berumur 40 hari.Kata obstetri berasal dari bahasa latin“obstetrix”
yang asal katanya “obstare”, yang artinya berdiri di sampingnya. Ada juga yang
mengatakan asal katanya adalah “adstetrix” yaitu membantu seseorang yang sedang
bersalin.

II. Petunjuk Penggunaan Modul


Petunjuk untuk mahasiswa
a. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan seksama hingga
Anda benar-benar memahami materi tersebut. Selanjutnya tandai/warnai hal
yang penting dalam topik tersebut serta tandai hal yang belum dipahami untuk
ditanyakan kepada dosen pada saat pembelajaran di kelas.

b. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar mekanisme pembelajaran


yang telah ditulis di modul ini.

c. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul sehingga Anda
mendapatkan tambahan pengetahuan.

III. Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapakan mampu :


a. Menganalisis lingkup komplikasi kebidanan
b. Menganalisis komplikasi kehamilan dan pelaksanaanya
c. Menganalisis komplikasi persalinan dan pelaksanaanya
d. Menganalisis komplikasi nifas dan pelaksanaanya
e. Menganalisis komplikasi kedaruratan obstetri dan pelaksanaannya
f. Menginterpretasikan tindakan operatif kebidanan
g. Menganalisis gangguan psikologis dalam kebidanan dan pelaksanaannya
h. Menginterpretasikan jenis kelainan pada sistem reproduksi dan
penanggulangannya 2
i. Menganalisis jenis penyakit kandungan/ginekologi

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


j. Menganalisis gangguan dan masalah dalam sistem reproduksi wanita
k. Melakukan pertolongan pertama pada gangguan sistem reproduksi wanita
l. Menganalisis penyakit menular seksual dan imunologi
m. Melakukan sistem rujukan pada kasus ginekologi

KEGIATAN BELAJAR
KEGIATAN BELAJAR I
1. Menganalisis lingkup komplikasi kebidanan
Lingkup komplikasi kebidanan yaitu kehamilan dan pelaksanaanya,
persalinan dan pelaksanaanya, nifad dan pelaksanaanya, kedaruratan kebidanan
dan pelaksanaanya, tindakan operatif kebidanan.

1. 1 Komplikasi kehamilan dan pelaksanaanya

BAHAN AJAR PERTEMUAN 1 & 2 OBSTETRI dan GINEKOLOGI


A. LINGKUP KOMPLIKASI KEBIDANAN
A.1 Komplikasi Kehamilan dan Pelaksanaannya

Komplikasi kehamilan merupakan kegawat daruratan obstetrik yang dapat


menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999). Perdarahan yang
berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu perdarahan
antepartum dan perdarahan postpartum.
Macam-Macam Komplikasi Kehamilan

Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai aturan dikhawatirkan
akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut :
A. Komplikasi Obstetrik Langsung, meliputi :
 Perdarahan
 Pre-eklampsia/eklampsia
 Kelainan Letak (Letak Lintang/Letak Sungsang)
 Hidramnion 3

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Ketuban Pecah Dini
B. Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung :
 Penyakit Jantung
 Tuberculosis
 Anemia
 Malaria
C. Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan Obstetrik komplikasi akibat kecelakaan
(kendaraan, keracunan, kebakaran) (Dewi, 2009).

A.2 Komplikasi Persalinan dan Pelaksanaannya

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia
kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi
persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap
sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga
ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status
gizi dan status ekonomi ibu bersalin.

Etiologi Dan Faktor Resiko Komplikasi Persalinan

Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe
Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab
terjadinyakomplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:
1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil
2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang
3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini
masih kurang
4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin
4

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


5. Belum semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial

Faktor Resiko Terjadinya Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpAK, dokter spesialis anak dan ahli
neonatologi dari Brawijaya Women and Children Hospital, setiap proses kehamilan dan
persalinan memiliki faktor risiko. “Sekitar 90 persen kehamilan dan persalinan adalah
normal, dan 10 persennya berisiko mengalami gangguan,”.

1. Riwayat medis dan pembedahan


2. Riwayat obstetrik
3. Riwayat ginekologi
4. Usia

Bentuk (Jenis-Jenis) Komplikasi Persalinan

1) Komplikasi Kala I dan Kala II


 Persalinan macet (partus tidak maju)
 Distosia
2. Komplikasi Kala III dan IV
 Atonia Uteri
 Retensio Plasenta
 Emboli Air Ketuban

A.3 Komplikasi Nifas dan Pelaksanaannya

Komplikasi Nifas Adalah infeksi luka jalan lahir pascapersalinan, biasanya dari
endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifassebagian besar di sebabkan oleh
infeksi nifas maka demam dalamnifas merupakan gejala penting dari penyakit ini.
5
Macam-macam komplikasi nifas adalah:

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Gangguan kenyamanan
 Infeksi puerpuralis (nifas)
 Kelainan pada payudara : mastitis, kelainan pada puting, galaktokel, kelainan
sekresi ASI, dan penghentian laktasi
 Gangguan jalan lahir
 Gangguan traktrus urinaria
 Kelainan pada uterus (subinvolusio, perdarahan nifas sekunder)
 Erosi serviks post partum

A.4 Kedaruratan Kebidanan dan Pelaksanaannya

Kedaruratan kebidanan adalah Perdarahan yang mengancam nyawa selama


kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal
kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri Yang termasuk
kegawatdaruratan obstetric.

A.5 Tindakan Operatif Kebidanan

Tindakan operatif kebidanan merupakan salah satu persiapan untuk melakukan


bedah pada indikasi tindakana bedah salah saatu nya indikasi karena ibu dan janin.dan
persiapan prabedah dan anastesinya. Salah satu tidakan operatif adalah: ekstrasi vakum,
forcep dan lain sebagainya.

A.6 Gangguan Psikologis dalam Kebidanan Pelaksanaannya 6

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pemanfaatan psikologi untuk ilmu kebidanan lebih dititik beratkan pada pengkajian
seputar wanita, ibu hamil, ibu menyusui, perkembangan bayi dan perkembangan psikologi
anak.
Pembahasan psikologi untuk kejadian ilmu kebidanan merupakan gabungan dari
disekeliling ilmu yaitu psikologi perkembangan, psikologi wanita, psikologi anak dan juga
berbagai ilmu lain seputar kejiwaan dan psikologi.
Gangguan psikolgis dalam kebidanan merupakan suatu keaadaan yang sangat
mengganggu aktifitas saat ibu hamil, melahirkan, saat masa nifa, saat menyusui dan saat
mengurus anak bayi baru lahir. Kemungkinan para ibu akan mengalami gangguan
psikologis

B. KOMPLIKASI KEHAMILAN DAN PELAKSANAANNYA


B.1 Penyulit Kehamilan trimester I dan II: Abortus, Molahidatidosa, KET, BO,
Hiperemesis Gravidarum, Anemia

a. Abortus

1. Abortus Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari
20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,
perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian
janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam
(menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
Etiologi Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin
seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi
yang menahun.
c. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti
radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
d. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara
umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada
rahim.

Klasifikasi Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a. Abortus Komplet Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
b. Abortus Inkomplet Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada
yang tertinggal.
c. Abortus Insipiens
d. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah
mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
e. Abortus Iminens Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam
rahim.
f. Missed Abortion Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih dalam kandungan.
g. Abortus Habitualis Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
h. Abortus Infeksius Abortus yang disertai infeksi organ genitalia
i. Abortus Septik Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan
produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu. Untuk menangani pasien abortus.

Ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
8

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


a. Abortus Komplet Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya
apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
b. Abortus Inkomplet Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien
diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase,
bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
c. Abortus Insipiens Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan
kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
d. Abortus Iminens Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien
gelisah.
e. Missed Abortion Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta
melekat erat pada rahim.
f. Abortus Habitualis Cari penyebab Transfusi leukosit / Heparin.
g. Abortus Infeksius- Abortus Septik Infus ; Kp Transfusi Anti Biotika Spektrum Luas
Kultur – Sensitivity Test Bila keadaan sudah layak Kuret Kalau Tetanus : 1) Inj.
ATS 2) Irigasi H2O2 3) Histerektomi Terapi Terapi untuk perdarahan yang tidak
mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel,
Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah
sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan
darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian
Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan
penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.

b. Molahidatidosa

Mola Hidatidosa atau dalam bahasa umumnya Hamil Anggur adalah pertumbuhan
massa jaringan dalam rahim Anda (uterus) yang tidak akan berkembang menjadi janin
atau bayi dan merupakan hasil konsepsi yang abnormal. Jenis masalah kehamilan ini
9
adalah jenis penyakit trofoblas gestasional, dan bentuk kanker dari penyakit trofoblas

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


gestasional disebutkoriokarsinoma. Massa sel abnormal tumbuh sebagai kantung berisi
cairan (kista) seperti rangkaian buah anggur, makanya sering disebut hamil anggur. Sel-
sel ini tumbuh pesat dalam rahim dan sel yang abnormal ini disebut sebagai “mol”, yang
berasal dari bahasa Latin yang artinya massa atau benjolan. Kehamilan ini terjadi dengan
gejala perdarahan pervaginam pada trimester pertama.

Sebab Kehamilan Mola

Kehamilan mola disebabkan oleh karena adanya ketidakseimbangan dalam bahan


genetik (kromosom) pada masa kehamilan. Yang paling sering terjadi adalah ketika telur
yang tidak mengandung informasi genetik dibuahi oleh sperma, atau ketika sel telur normal
dibuahi oleh dua sel sperma. Adapun faktor yang memicu masalah kehamilan ini sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa faktor berikut ini kemungkinan
saja dapat terlibat seperti:

 Sel telur yang secara patologi sudah mati, tetapi terlambat untuk dikeluarkan.
 Adanya Imunoseletif dari trofoblas.
 Status sosial ekonomi yang rendah.
 Paritas yang tinggi.
 Defisiensi Protein.
 Adanya infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Gejala Mola Hidatidosa

Seorang wanita yang mengalami hamil mola akan tampak seperti kehamilan
normal pada awalnya, tetapi kemudian kehamilan ini menimbulkan tanda dan gejala tidak
seperti kehamilan biasa, seperti:

 Perdarahan pervaginam dengan warna coklat gelap sampai merah terang pada
trimester pertama. Ini merupakan tanda yang paling sering.
 Mual dan muntah, hyperemesis gravidarum.
10
 Adanya cairan kista seperti anggur, kista ovarian theca luteal.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Adanya tekanan atau sakit di panggul, tetapi jarang terjadi.
 Pada USG tampak gambaran badai salju “snow storm” (multiple echos) pada mola
komplit, janin tidak ada.
 Pemeriksaan HCG tampak meningkat secara signifikan.

Jika Anda mengalami tanda-tanda atau gejala kehamilan molar, konsultasikan dengan
dokter Anda atau layanan kesehatan untuk kehamilan. Mereka mungkin mendeteksi tanda-
tanda lain dari kehamilan mola ini seperti:

 Pertumbuhan rahim yang pesat – rahim terlalu besar untuk tahap kehamilan.
 Tekanan darah tinggi.
 Preeklamsia – suatu kondisi yang menyebabkan tekanan darah tinggi dan protein
dalam urin setelah 20 minggu kehamilan.
 Kista ovarium.
 Anemia.
 Tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme).

Patologi Kehamilan Mola

Mola Hydatidosa merupakan kehamilan patologis yang ditandai dengan


pembesaran vili plasenta atau vili korialis. Klasifikasi Mola Hidatidosa secara
klinikopatologi dibagi menjadi dua yaitu Mola komplit dan mola parsial. Sedangkan
klasifikasi dari penyakit trofoblas gestasional ini secara keseluruhan yaitu:

 Mola Hidatidosa.
 Komplit.
 Parsial.
 Mola Invasif.
 Choriocarcinoma.
 Placental-site trophoblastic tumor.
 Trophoblastic lesions, miscellaneous.
11

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Trias Mola Hydatidosa secara mikroskopis terdiri dari:

1. Adanya proses proliferasi dari sel-sel trofoblas.


2. Terjadi degenerasi hidropik dan kesembapan pada stroma vili chorialis
3. Keterlambatan atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Dari sudut pandang klinis, penyakit trofoblas diakui sebagai keganasan ginekologi
yang paling dapat disembuhkan, karena dua alasan utama :

 Human chorionic gonadotropin ( hCG ) yang diproduksi oleh berbagai proliferasi trofoblas,
dan konsentrasi hCG dalam urin atau serum secara langsung berkaitan dengan jumlah sel
trofoblas yang layak. Untuk alasan ini, hCG adalah penanda sensitif yang unik dalam
pengelolaan pasien dengan masalah kehamilan ini.
 Perkembangan trofoblas sangat sensitif terhadap agen kemoterapi tertentu, seperti
methotrexate dan actinomycin D.

Mola hidatidosa komplit

Pada Mola hidatidosa komplit terjadi ketika sel telur yang kurang kromosom
pelengkap dan dibuahi oleh sperma haploid, biasanya mengandung kromosom X.
Duplikasi kromosom ini biasanya menghasilkan kariotipe 46, XX yang berasal dari ayah.
Tidak ada janin berkembang, tetapi ada plasenta yang abnormal terdiri dari massa jaringan
seperti anggur, villi chorionic menggembung atau bengkak.

Secara klinis, mola hydatidosa lengkap dicurigai pada pasien dengan uterus lebih
besar dari yang diharapkan untuk usia kehamilan normal, terdapat pendarahan vagina,
level hCG berulang-ulang dan meningkat nyata, preeklamsia trimester pertama (kehamilan
terkait hipertensi) dan, kadang-kadang, sebuah pembesaran ovarium bilateral, kista lutein
sekunder. Pada tes ultrasonografi memberikan gambaran badai salju.

Sekitar 20% mola hidatidosa lengkap berisiko berkembang menjadi penyakit 12


trofoblas persistent (persistent gestational trophoblastic disease – PGTD). Dalam hal ini,

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


setelah evakuasi mola, kadar hCG pasien tetap tinggi, atau terus meningkat, atau ada
bukti metastasis. Sekitar 2 sampai 3% pasien dengan mola sempurna terjadi
koriokarsinoma dan trofoblas neoplasma ganas.

Mola hidatidosa parsial

Mola hidatidosa parsial vili tersebar seperti anggur, ovum dibuahi oleh dua set
kromosom haploid paternal. Hal ini dapat terjadi dengan dispermy ketika dua sperma
membuahi ovum tunggal, atau ketika sperma diploid membuahi ovum, atau jika sperma
haploid membuahi ovum diploid. Hasilnya adalah triploidi dengan 69 kromosom. Karena
set kromosom ibu ada, janin berkembang, tetapi cacat, dan kehamilan jarang terjadi untuk
jangka panjang. Hanya beberapa vili yang tampak seperti anggur. Koriokarsinoma adalah
bentuk yang langka dari mola parsial.

Sebuah metode cepat untuk penilaian ploidi pada jaringan molar adalah analisis
cytometric DNA. Teknik ini dapat berfungsi sebagai pelengkap untuk interpretasi patologis.

c. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik) Kehamilan ektopik adalah implantasi dan


pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri.

Penyebab Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi


mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang
terjadi kehamilan di ovarium. Tanda dan Gejala Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri
melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan
abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap
tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
a. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas. 13

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Abdomen tegang.
c. Mual.
d. Nyeri bahu.
e. Membran mukosa anemis. Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat,
tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya
menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan
mungkin terjadi gangguan kesadaran. Diagnosis Ditegakkan melalui adanya
amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur
(tidak selalu).

Penanganan Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


a. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
b. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
c. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.

Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :


a. Kondisi penderita pada saat itu,
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
c. Lokasi kehamilan ektopik.
d. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian
tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap
kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :


a. Transfusi, infus, oksigen,
b. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-
sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan
lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit Terapi Terapi untuk gangguan 14

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml
atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

d. BO (Blighted ovum)

Blighted ovum (anembryonic gestation) atau kehamilan anembryonic


adalah kehamilan yang tidak mengandung embrio. Kondisi ini adalah salah satu penyebab
umum kehamilan terhenti dengan sendirinya, yaitu sebuah kondisi yang lebih dikenal
dengan istilah keguguran.
e. Hiperemesis gravidarum

1.Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis Gravidarum mual muntah yang berlebihan atau tidak terkendali selama
masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi
nutrisi, dan kehilangan berat badan.

Penyebab

1. Faktor predisposisi • Primigravida • Overdistensi rahim: hidramnion, kehamilan


ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa.
2. Faktor organik • Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal • Perubahan
metabolik akibat hamil • Resistensi yang menurun dari pihak ibu • Alergi
3. Faktor psikologis • Rumah tangga yang retak • Hamil yang tidak diinginkan • Takut
terhadap kehamilan dan persalinan • Takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu •
Kehilangan pekerjaan

Dampak terhadap Kehamilan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim dengan
manifestasi klinisnya. Oleh karena itu, hiperemesis gravidarum berkelanjutan harus
dicegah dan harus mendapat pengobatan yang adekuat.

Tanda dan Gejala Batas jelas antara mual yang masih fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
15
terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pelaksanaan

 Rawat inap •
 Stop makan dan minum dalam 24 jam pertama
 Obat-obatan diberikan secara parenteral
 Infus D10% (2000 ml) dan RL 5%(2000 ml) per hari.
 Diazepam 10 mg IM (jika perlu)
 Lakukan evaluasi dalam 24 jam pertama
 Bila keadaan membaik, boleh diberikan makan dan minum secara bertahap
 Bila keadaan tidak berubah: stop makan/ minum, ulangi penatalaksanaan seperti
sebelumnya untuk 24 jam kedua.
 Bila dalam 24 jam tidak membaik pertimbangankan untuk rujukan
 Infus dilepas setelah 24 jam bebas mual dan muntah
 Jika dehidrasi diatasi, anjurkan makan makanan lunak porsi kecil tapi sering,
hindari makanan yang berminyak dan berlemak, kurangi karbohidrat, banyak
makan makanan yang mengandung gula.

f. Anemia

Anemia adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan ibu pada saat
proses persalinan (BKKBN, 2003 : 24). Kondisi ibu hamil dengan kadarHemoglobin kurang
dari 11 gr % pada trimester 1 dan 3 dan <10,5 gr % pada trimester 2. Anemia dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap ibu maupun janin, seperti infeksi, partus prematurus,
abortus, kematian janin, cacat bawaan (Prawirohardjo, 2008 : 281).
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 sampai 15 gr %. Angka
tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan
selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan 16

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


darah rutin selama pengawasan antenatal, yaitu dilakukan setiap 3 bulan atau paling
sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada
triwulan terakhir.
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda anemia antara lain adalah pusing, rasa lemah, kulit pucat, mudah
pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal perlu dicurigai anemia defisiensi.
Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat (MIMS Bidan, 2008/2009).
Keluhan yang dirasakan ibu hamil adalah lemas badan, lesu, lekas lelah, mata
berkunang-kunang, jantung berdebar. Pengaruh anemia terhadap kehamilan antara lain
dapat menurunkan daya tahan ibu hamil sehingga ibu mudah sakit, menghambat
pertumbuhan janin sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah dan persalinan
prematur (Dewi, 2009).
Penanganan umum
Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori 300 kalori/hari dan suplemen besi
sebanyak 60 mg/hari sekiranya cukup mencegah anemia (Maulana, 2008, : 187)

1. Kehamilan dengan hipertensi:


a. Hipertensi Esensial
b. PIH
c. Pre-eklampsia

Pre eklampsia merupakan kondisi yang mengkhawatirkan yang dapat menyebabkan


terjadinya kegagalan pada plasenta dan eklampsia. Eklampsia dapat menyebabkan
kejang, koma, dan terkadang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dapat dideteksi oleh
dokter dan bidan pada saat melakukan pemeriksaan rutin.

o Terjadi pembengkakan pada wajah, tangan, dan kaki


o Tekanan darah yang melonjak tinggi.
o Sakit kepala.
o Pusing.
o Demam 17

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


o Mudah marah.
o Pandangan kabur.
o Sering mengeluarkan air seni.
o Sakit perut

Dokter ataupun bidan Anda akan menangkap gejala terjadinya pre eklampsia pada
saat melakukan pemeriksaan rutin pra kelahiran dan memeriksa:

o Tekanan darah yang melonjak tinggi


o Kadar protein pada urin Anda.

Pre eklampsia dapat datang secara tiba-tiba sehingga Anda harus memerhatikan
gejala-gejala yang ditimbulkan dan segera lapor pada dokter apabila Anda mengalami hal
yang ganjil semasa kelahiran.

o Apabila kondisi Anda tidak terlalu parah, biasanya Anda akan diminta untuk
beristirahat.
o Biasanya Anda akan diberi beberapa obat untuk mengatasi hal ini.
o Banyak penderita kasus ini akan menjalani rawat inap.
o Ada kemungkinan dokter Anda akan mengusulkan untuk melahirakan anak
Anda lebih cepat melalui operasi caesar.

d. Eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia. Eklamsia
merupakan kelanjutan dari “pre eklamsia berat” ditambah dengan kejang atau koma yang
dapat berlangsung mendadak.

Gejala dan tanda


Eklamsia ditandai oleh gejala-gejala pre eklamsia berat (hipertensi, oedem, dan
18
protein urine) dan kejang atau koma, kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Penanganan
Pengobatan tetap isolasi ketat di rumah sakit. Hindari kejang yang dapat
menimbulkan penyulit yang lebih berat. (Prawirohardjo, 2008 : 212).

C. Perdarahan antepartum: Solusio plasenta, Plasenta Previa, insersio velamentosa,


rupture sinus marginalis, plasenta sirkumvalata

C.1 Solusio plasenta


Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal, terlepas dari perlekatannya
sebelum janin lahir.

Gejala dan tanda


Perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin berkurang, palpasi
bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang,
dapat terjadi gangguan pembekuan darah.

Penanganan
Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan
perawatan inap dan pada plasenta tingkat sedang dan berat penanganannya dilakukan di
rumah sakit (Saifuddin, 2002 : 92).

C.2 Plasenta previa

Plasenta previa adalah sebuah istilah yang menggambarkan kelainan posisi


plasenta yang terletak di rahim bagian bawah. Biasanya pasien akan diinformasikan jika
mereka mengalami kelainan ini dan pada umumnya 95% dari kasus ini plasenta biasanya
akan kembali ke posisi yang semestinya setelah masa kehamilan memasuki usia enam
bulan.

Ada beberapa tingkat keparahan pada plasenta previa ini, dan tingkat keparahan ini
19
akan menentukan upaya yang akan dilakukan oleh dokter:

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


o Previa total
o Hal ini terjadi apabila posisi plasenta benar-benar menutupi leher rahim
Anda.
o Previa parsial
o Hal ini terjadi apabila posisi plasenta menutupi sebagian leher rahim Anda.
o Previa marjinal
o Hal ini terjadi apabila posisi plasenta Anda hanya menyentuh leher rahim
Anda.

Apabila plasenta Anda menutupi seluruh atau sebagian leher rahim maka Anda tidak
mungkin menjalankan proses kelahiran secara normal. Anda harus berhati-hati apabila
mengalami beberapa kondisi berikut:

o Apabila Anda mengalami pendarahan spontan sebelum masa kelahiran tiba.


o Pendarahan yang terjadi biasanya tidak menimbulkan sakit dan bisa terjadi
karena mengangkat barang yang berat, bersin, dan berhubungan intim.
o Apabila anda mengalami pendarahan pada masa kehamilan, sebaiknya Anda
kandungan Anda pada dokter atau bidan.

Plasenta previa biasanya dapat diidentifikasi pada saat dilakukan pemeriksaan


menggunakan USG. Pasien tidak disarankan untuk melakukan pemeriksaan transvaginal
karena dapat menyebabkan pendarahan lebih parah lagi.

Beberapa hal yang dapat dilakukan tergantung pada tingkat keparahan yang Anda
alami. Namun biasanya dokter akan menyrakankan beberapa hal berikut ini:

o Lebih berhati-hati apabila melakukan aktivitas fisik.


o Istirahat yang cukup.
o Memeriksakan kondisi plasenta Anda melalui pemerisaan USG.
o Sebagian ibu yang mengalami plasenta previa akan dianjurkan untuk menjalani
rawat inap.
o Sebagian besar ibu yang mengalami plasenta prevaia menjalankan prosedur
operasi caesar untuk mengeluarkan bayi yang dikandungnya.
20
C.3 insersio velamentosa

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


C.4 Rupture sinus marginalis
C.5 Plasenta sirkumvalata

D. Kelainan janin: kehamilan ganda


D.1 Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda mempunyai arti yang cukup penting dalam bidang obstetri karena
disamping merupakan fenomena yang menarik, keadaan ini termasuk dalam kategori
resiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan. Angka kejadian kehamilan ganda menurut
rumus Hellin adalah gemelli 1:80 kehamilan, triplet 1:802 kehamilan, kuadruplet 1:803
kehamilan dan seterusnya.
Pengertian
• Kehamilan Ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

• Kehamilan Ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau
apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua
embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal.

Faktor faktor yang Dapat Meningkatkan Kehamilan Ganda


• Faktor ras

• Faktor keturunan

• Faktor umur

• Faktor paritas

Jenis kehamilan ganda


• Kehamilan Kembar Monozigotik

• Kehamilan Dizigotik

Kehamilan kembar monozigotik


 Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan
membelah secara diri hingga membentuk dua embrio yang sama, kehamilan ini
21

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


juga disebut hamil kembar identik atau hamil kembar homolog atau hamil kembar
uniovuler, karena berasal dari satu ovum.

 Hamil Ganda ini mempunyai ciri sebagai berikut: Jenis kelamin sama, rupanya
sama, sebagian hamil ganda dalam bentuk : 2 amnion, 2 korion, 2 plasenta.
Sebagian hamil ganda dalam bentuk : 1 plasenta, 1 korion, 2 amnion.

 Pada kembar monozigotik dapat terjadi kelainan pertumbuhan seperti kembar


siam.

Kehamilan dizigotik
 Merupakan kehamilan Ganda yang berasal dari 2 atau lebih ovum yang telah
dibuahi sebagian besar kehamilan ganda adalah dizigotik dengan ciri:

 Jenis kelamin dapat sama atau berbeda

 Mempunyai 2 plasenta, 2 amnion dan 2 korion

Penilaian klinik selama kehamilan


Penilaian klinik selama kehamilan bertujuan untuk membuat diagnosis, mengenali
hamil ganda secara dini dan melakukan upaya preventif terhadap penyulit serta
penatalaksanaan dengan baik, berbagai kemungkinan kelainan patologis dan komplikasi
selama kehamilan.
Diagnosis
• Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan yang berhubungan
dengan dugaan kehamilan ganda, yaitu :

» Anamnesis.

» Pemeriksaan klinis : gejala-gejala dan tanda-tanda.

» Pemeriksaan USG.

• Pemeriksaan radiology, dan pemeriksaan lain bila diperlukan.

Anamnesis
22
• Riwayat adanya keturunan kembar dalam keluarga

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


• Telah mendapat pengobatan infertilitas

• Adanya uterus yang cepat membesar : fundus uteri > 4 cm dari amenorea

• Gerakan anak yang terlalu ramai

Pemeriksaan klinis
• Besarnya uterus melebihi lamanya amenorea.

• Uterus cepat membesar pada pemeriksaan ulang

• Pemeriksaan berat badan bertambah dengan cepat tanpa adanya odema atau
obesitas

• Teraba dua ballotemen atau lebih

• Teraba tiga bagian besar janin

• Terdengar 2 denyut jantung janin dengan perbedaan 10 atau lebih

Pemeriksaan USG
• Kelihatan dua bayangan janin dengan satu atau dua kantong amnion. Diagnosis
dengan USG sudah dapat ditegakkan pada kehamilan 10 minggu.\

Pemeriksaan X-ray
• Pemeriksaan dengan roentgen sudah jarang dilakukan untuk mendiagnosis
kehamilan ganda karena bahaya penyinaran

Diagnosis pasti
• Secara klinis :

– Teraba 2 kepala, 2 bokong, dan 1 atau 2 punggung

– Terdengar 2 denyut jantung janin ditempat yang berjauhan dengan


perbedaan 10 denyut permenit atau lebih

• USG atau foto rontgen: bayangan janin lebih dari satu.

23
Diagnosis diferensial

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


• Kehamilan tunggal dengan janin besar

• Hidramnion

• Mola hidatidosa

• Kehamilan dengan tumor (mioma, kista ovarium)

Penilaian klinik pada persalinan


 Penilaian klinik pada persalinan serupa dengan pada kehamilan ditambah dengan:

 Penilaian his.

 Sudah in partu atau belum: lama in partu, fase persalinan.

 Letak, presentasi dan turunnya janin.

 Selaput ketuban: pecah atau belum.

Penanganan kehamilan ganda


 Pada kehamilan kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar
sehingga ada argumen kuat yang menyatakan bahwa pasien harus mendapat
asam folat 5 mg dan satu tablet zat besi setiap hari.

 Seorang wanita dengan kehamilan ganda mempunyai volume darah yang lebih
besar dan mendapatkan beban ekstra pada sistem kardiovaskular, peregangan
otot rahim yang menyebabkan iskemia uteri yang dapat meningkatkan
kemungkinan Preeklamsi dan eklamsi. Biasanya dokter menganjurkan ibu
dengan kehamilan ganda beristirahat lebih banyak.

 Kehamilan Ganda penanganan yang lebih intensif dengan melakukan


pengawasan hamil lebih sering, melakukan pemeriksaan laboratorium dasar dan
pengobatan intensif terhadap kekurangan nutrisi dan preparat Fe.

Penanganan selama kehamilan


 Penilaian pertumbuhan janin dan penanganan bila ada masalah.

24
◦ Kemajuan pertumbuhan janin (fetometri)

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


◦ Deteksi kelainan kongenital.

 Penilaian retardasi pertumbuhan secara USG.

 Pematangan paru janin: bila ada tanda-tanda partus prematurus yang mengancam
dengan pemberian betametason 24 mg/hari.

 Rawat inap bila:

 Ada kelainan obstetri

 Ada his/pembukaan serviks

 Adanya hipertensi

 Pertumbuhan salah satu janin terganggu

 Kondisi sosial yang tidak baik

 Profilaksis/mencegah partus prematurus dengan obat tokolitik

Prinsip prinsip penanganan Pada Persalinan


 Sebaiknya persalinan ditangani oleh penolong persalinan yang terampil agar
mampu mengenali dan menangani berbagai komplikasi.

 Tenaga penolong persalinan tersebut diatas harus selalu mendampingi dan


menangani proses persalinan

 Siapkan instrument dan bahan untuk kondisi gawat darurat, termasuk persediaan
darah yang sesuai.

 Pasang infuse profilaksis.

 Siapkan tenaga terlatih dan berpengalaman untuk resusitasi atau mengatasi


kondisi gawat darurat.

 Tersedianya fasilitas dan sarana yang memadai untuk persalinan ganda

 Persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit. 25

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Dalam pertolongan persalinan hamil ganda dilakukan operasi persalinan primer
bila berhadapan dengan :

 Hamil ganda dengan anak pertama letak lintang

 Prolapsus foenikulli

 Plasenta Previa

 Dua bagian janin masuk bersamaan pada pintu atas panggul.

Komplikasi
• Pada ibu: anemia, abortus, dan preeklamsi, hidramnion, kontraksi hipotonik,
retensio plasenta, perdarahan pasca persalinan.

• Pada janin: plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta, partus


prematurus, bayi kecil, malpresentasi, prolaps tali pusat, kelainan congenital.

Penanganan Kehamilan Ganda Menurut Lokasi Atau Tingkat Pelayanan


 Polindes

 Melakukan asuhan antenatal

 Menegakkan diagnosis secara klinis, jika ada keraguan dirujuk ke rumah sakit
untuk pemeriksaan USG atau radiologist

 Merujuk pasien bila ada kelainan pada kehamilan

 Mencegah anemia dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul selama


kehamilan

 Merujuk ke Puskesmas bila pasien in partu

Puskesmas
• Melakukan asuhan antenatal

• Memastikan diagnosis kehamilan ganda

26

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


• Menolong persalinan pervaginam bila anak pertama dan kedua dengan presentasi
kepala

• Merujuk ke rumah sakit bila presentasi anak kedua bukan presentasi kepala

Rumah Sakit
• Melakukan perawatan antenatal

• Melakukan pertolongan lengkap untuk persalinan pervaginam

• Melakukan tindakan bedah bila ada indikasi

KELAINAN AIR KETUBAN PADA SAAT KEHAMILAN

Cairan ketuban ini sangat penting untuk melindungi pertumbuhan dan


perkembangan janin, yaitu; menjadi bantalan untuk melindungi janin terhadap trauma dari
luar, menstabilkan perubahan suhu, pertukaran cairan, sarana yang memungkinkan janin
bergerak bebas, sampai mengatur tekanan dalam rahim. Tak hanya itu air ketuban juga
berfungsi melindungi janin dari infeksi.

Air ketuban yang volumenya cukup; tidak berwarna keruh, berfungsi menjamin
kecukupan nutrisi dan oksigen untuk si janin. Namun sebaliknya, kelebihan atau
kekurangan cairan ketuban akan mengganggu fungsi yang dapat menimbulkan komplikasi
pada ibu ataupun janin.

1. KPD ( Ketuban Pecah Dini )

Defenisi KPD dan KPSW


pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu 1 jam tanda
persalinan belum dimulai. Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan
lahir/vagina sebelum proses persalinan. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya
membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture
Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.Ketuban pecah prematur pada
27
preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of
Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Etiologi

1. Belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan pada kehamilan preterm dapat
disebabkan :
2. Serviks inkompeten
3. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda , Hidramnion.
4. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
5. Belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan pada kehamilan preterm dapat
disebabkan :
6. Serviks inkompeten
7. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda , Hidramnion.
8. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.

Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda
infeksi intrauterin
 Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan
melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban
untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
 Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian
antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis,
pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih
kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri
kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam
 Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah
langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan
tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu
dan kemampuan finansial keluarga.
28

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan
mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
 Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian
profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan
penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
 Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan
konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka
perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B,
pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh
para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
 Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan
konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course
kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama
fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
 Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien
dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak
direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian
antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)
 Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase
laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk
mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress
syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical
examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka
waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat
dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan
transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian
multiple course tidak direkomendasikan
 Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason
2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)

29

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine),
prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin
antagonis (atosiban)
 Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element
terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam
metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik,
namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
 Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat
tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia
kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
 KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin
3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
 KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan
ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
 KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik
ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi
persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

2. POLIHIDRAMION

A. Definisi
Hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal
atau lebih dari dua liter.
B. Perjalanan penyakit
1. Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara perlahan-lahan
dalam beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan yang
lanjut
2. Hidramnion akut
Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu
beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke- 30

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


5 dan ke-6. komposisi dari air ketuban pada hidramnion, menurut penyelidikan,
serupa saja dengan air ketuban yang normal.
C. Frekuensi
Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3
liter. Yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden
dari kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-
29%. Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :
a. Gemelli atau hamil ganda (12,5%),
b. Hidrops foetalis
c. Diabetes melitus
d. Toksemia gravidarum
e. Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei
f. Eritroblastosis foetalis
D. Etiologi
a. Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori
hidramnion terjadi karena :
b. Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah
epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk
kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada
anencephalus.
c. Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan
diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin,
diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran
darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia
esophogei, anencephalus atau tumor-tumor placenta.
Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena
transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu,
anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang
sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.
Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemelli
mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya 31

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga
karena luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering
ditemukan placenta besar.
Hidromnion terjadi karena:
a. Prduksi air jernih berlebih
b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu
hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital
c. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air
ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni
e. Ada proses infeksi
f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf
pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
g. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
h. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus
E. Predisposisi
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidromnion, antara lain:
1. Penyakit jantung
2. Nefritis
3. Edema umum (anasarka)
4. Anomali kongenintal (pada anak), seperti anensefali, spina bifida, atresia atau
striktur esofagus, hidrosefalus, dan struma bloking oesaphagus. Dalam hal ini
terjadi karena :
a. Tidak ada stimulasi dari anak dan spina
b. Exscressive urinary secration
c. Tidak berfungsinya pusat menelan dan haus
d. Transudasi pusat langsung dari cairan meningeal keamnion
5. Simpul tali pusat
6. Diabetes melitus
7. Gemelli uniovulair
8. Mal nutrisi 32

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


9. Penyakit kelenjar hipofisis
10. Pada hidromnion biasanya placenta lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
karena itu transudasi menjasdi lebih banyak dan timbul hidromnion
F. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b. Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
c. Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat
keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ terutama pada
diafragma, seperti sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan dianosis
d. Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
e. Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
f. Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, bereringat dingin dan
sesak
2. Inspeksi
a. Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit
jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
b. Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah
membawa kandungannya
3. Palpasi
a. Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valva
dan tungkai
b. Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
c. Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan
d. Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas
sekali
e. Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi
kesalahan-kesalahan letak janin
4. Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus sekali
5. Rontgen foto abdomen 33

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


a. Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-
kadang banyak janin tidak jelas
b. Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan
etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)
6. Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his
G. Diagnosa banding
Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang
seharusnya, kemunginan:Hidramnion,Gemelli, Asites, Kista ovarri,Kehamilan beserta
tumor.
H. Prognosis
Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih 50%) terutama karena :
a. Kongenital anomali & Prematuritas
b. Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang atau tali pusat
menumbung
c. Eritroblastosis, Diabetes melitus & Solutio placenta jika ketuban pecah tiba-tiba
Pada ibu:
1. Solutio placenta & Atonia uteri
2. Perdarahan post partum & Retentio placenta
3. Syok & Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar
I. Penatalaksanaan
Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:
1. Waktu hamil (di BKIA)
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan
terapi simptomatis
b. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah
sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang
dipakai adalah sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai
sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus.
Dalam satu hari dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika
cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila 34

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


anak belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa : Timbul his, Trauma pada
janin, Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan, Infeksi serta syok
bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai
placenta, maka pungsi harus dihentikan.
2. Waktu partus
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
b. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi
transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai
jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan
keluar pelan-pelan
c. Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk
menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju
kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar
pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta,
syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum
karena atonia uteri.
3. Post partum
a. Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya
lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat
uterotonika
b. Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post
partum
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk
menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup

4. Oligohidramion

A. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc.
B. Etiologi
35

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin.
Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan
etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
C. Patofisiologi
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion
(cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau
mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-
paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
Gejala Sindroma Potter berupa :
- Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung
yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
- Tidak terbentuk air kemih
- Gawat pernafasan,

D. Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi.


1. Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom patter).
2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.
3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
4. Sindrom paska maturitas.
E. Gambaran Klinis
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3. Sering berakhir dengan partus prematurus. 36

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5. Persalinan lebih lama dari biasanya.
6. Sewaktu his akan sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin atau ginjal
yang sangat abnormal)
b. Rontgen perut bayi
c. Rontgen paru-paru bayi
d. Analisa gas darah.
G. Akibat Oligohidramnion
1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan
dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu
picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-
foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering (lethery
appereance).
H. Tindakan Konservatif
1. Tirah baring.
2. Hidrasi.
3. Perbaikan nutrisi.
4. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST, Bpp).
5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6. Amnion infusion.
7. Induksi dan kelahiran.
Kehamilan Dengan Kelainan Letak
1. Letak Sungsang
Defenisi

Janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri, dan bokong menempati bagian
37
bawah kavum uteri.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Etiologi
( IBU )
1. keadaan rahim
a. Rahim arkuatus
b. Septum pada rahim
c. Uterus dupleks
d. Mioma bersama kehamilan
2. keadaan plasenta
a. Plasenta letak rendah
b. Plasenta previa
3. keadaan jalan lahir
a. Kesempitan panggulDeformitas tulang panggul
b. Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran keposisi kepala.
( JANIN )
a. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat.
b. Hidrosefalus atau ensefalus
c. Kehamilan kembar
d. Hidramnion atau Oligohidramnion
e. Prematuritas
JENIS-JENIS LETAK SUNGSANG
• L.Bokong kaki sempurna
• L.Bokong murni
• L.Bokong kaki tidak sempurna
• L.Kaki
Diagnosis
• Pada pemeriksaan luar (leopold) pada bagian bawah uterus tidak teraba kepala
yang keras dan bulat.
• Terkadang bokong janin cukup bulan dapat memberi kesan seolah-olah kepala,
akan tetapi kepala tidak dapat digerakkan semudah kepala.
• Djj setinggi pusat atau sedikit diatas pusat.
• PD, 38

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Berdasarkan jenis letak sungsang saat PD akan teraba :
a. L.Bokong murni
Teraba bokong yang ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuba ossis iskii, dan
anus.
b. L.Bokong kaki sempurna
Kedua kaki dapat diraba disamping bokong.
c. L.Bokong kaki tidak sempurna
Satu kaki teraba disamping bokong
d. L.kaki
Terdapat tumit atau lutut.
Prognosis
a. Angka kematiannya lebih tinggi dari pada letak kepala.
b. Sebab utama kematian adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang
kurang sempurna.
c. Pada persalinan yang kurang sempurna biasanya janin mengalami hipoksia atau
perdarahan dalam tengkorak.
d. Selain itu ada bahaya janin bernafas sebelum waktunya sehingga mukus terisap
kedalam jalan pernapasan dan menyumbatnya.
e. Asfiksia bisa terjadi kerena tali pusat yang menumbung, biasanya pada letak
bokong-kaki sempurna dan bokong-kaki tidak sempurna.
f. Janin besar dapat menyebabkan disproporsi pada panggul normal.

Prinsip Dasar Persalinan Letak Sungsang


1. Persalinan pervaginam
a. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri.
Cara ini disebut Bracht.
b. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan
tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga penolong. 39

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).
Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk
PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari
pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai
membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan
episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang
panggul.
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Keuntungan :
 Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi. 40

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian :
 Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan lahir
kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk.
Prosedur manual aid (partial breech extraction) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi kemacetan
saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang
berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan
depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan
depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke
arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
41

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


6. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang.
Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan
penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di
punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan
depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
1. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan jari-
jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke bawah
sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan
dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir. Bila
bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan
dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan :
Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga bahaya infeksi
minimal.

Cara louvset :
1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke
bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi
bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah
42

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga
bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak
diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda.
Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah
punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung,
mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam
dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus
ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah
suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan
suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya
seluruh kepala lahir.
3. Letak Lintang

Ialah janin terletak melintang dalam uterus, sumbu memanjang tubuh bayi kira-kira tegak
lurus dgn sumbu memanjang tubuh ibu.
Etiologi
1. Multiparitas (uterus kendor).
2. Gamelli, hidramnion.
3. Keadaan yang menghalangi turunnya kepala dan tumor jalan lahir, panggul sempit,
43
dan PP.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Anensefalus.
5. Tali pusat pendek/melilit.
6. Janin kecil atau prematuritas.
Diagnosis
a. Diagnosis letak lintang dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
b. Pada inspeksi uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih rendah, tidak sesuai
dengan umur kehamilannya.
c. Pada palpasi fundus uteri kosong, kepala janin berada di samping dan di atas simfisis
juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul. Kalau teraba tahanan
dibagian depan, maka punggung ada di bagian depan. Sebaliknya kalau teraba
tonjolan-tonjolan atau bagian-bagian kecil maka punggung terletak di bagian
belakang.
d. Denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus.
e. Apabila bahu sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba
panggul dan tulang-tulang iga. Bila ketiak dapat diraba, arah menutupnya
menunjukkan letak dimana kepala janin berada. Punggung dapat ditentukan dengan
terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dengan terabanya
klavikula.
Mekanisme Persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat
terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan
menyebabkan kematian janin dan ruptura uteri.2 Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil
(prematur), sudah mati dan menjadi lembek, atau bila panggul luas.1 Janin lahir dalam
keadaan terlipat melalui jalan lahir (konduplikasio korpore) atau lahir dengan evolusio
spontanea menurut cara Denman atau Douglas.
a.Menurut Denman
Setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan akhirnya kepala.
b.Menurut Douglas
Bahu diikuti oleh dada, perut, bokong, dan akhirnya kepala. Konduplikasio korpore adalah
keadaan dimana kepala dan perut berlipat bersama-sama memasuki panggul. Kalau letak 44

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


lintang dibiarkan, maka bahu akan masuk kedalam rongga panggul, turun makin lama
makin dalam sampai rongga panggul terisi seluruhnya oleh badan janin.
PROGNOSIS
Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan
ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini dengan demikian mudah dapat infeksi
intrapartum.
Bagi janin
Angka kematian tinggi (25-40%), yang dapat disebabkan oleh:
1). Prolapsus funikuli
2). Trauma partus
3). Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
4). Ketuban pecah dini
Penanganan
(pada kehamilan)
 Dicari penyebabnya.
 Lakukan versi luar tanpa paksaan, kalau tidak ada kontraindikasi dan syarat
terpenuhi.
Versi luar sebaiknya dilakukan setelah kehamilan berusia 37 mg.
Kelainan Lamanya Kehamilan
 Prematuritas

a. Persalinan < 37 minggu


b. BBLR < 2500 gram

Penyulit :
a. Perkembangan organ vital belum sempurna
b. Daya tahan tubuh rendah  infeksi
c. Mental – intelektual rendah  beban keluarga
Penyebab prematuritas
1. Kondisi umum
45

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


a. Keadaan sosial ekonomi rendah  anemia, kurang gizi, perokok, umur
terlalu muda/tua
b. Penyakit ibu
DM, hipertensi, jantung/paru, endokrin, rhesus
2. Penyulit kebidanan
a. Hidramnion, ganda, PE/E
b. Perdarahan ante partum
c. KPD
3. Kelainan lain
a. Kelainan anatomi / kongenital rahim
b. Infeksi
Pertolongan
• Usahakan trauma minimal
Penyulit yang mungkin timbul
a. Perdarahan intra kranial
b. Gangguan pernapasan (Sindroma distress respirasi)
c. Asfiksia neonatus
d. Infeksi neonatus

Pertolongan bidan:
a. Konservatif  istirahat, isolasi & pengobatan penyakit
b. Konsul dokter
c. Rujukan ke rumah sakit

 POSTEREM / SEROTIMUS
 Disebut juga Kehamilan lewat waktu
 Persalinan > 42 minggu
 Kesalahan HPM ?
 Kejadian 4-15%
 Konfirmasi dengan USG
Permasalahan postmaturitas 46

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1. Insufisiensi plasenta
a. janin risiko asfiksia kronis / akut
b. Fetal death
c. Pertumbuhan janin terhambat
d. Perubahan metabolisme janin
e. Air ketuban berkurang
f. Saat persalinan rentan asfiksia
2. Bila BB lebih  perlu tindakan (vakum / SC)
Penyebab postmaturitas
 Otot rahim tidak sensitif terhadap oksitosin
 Psikologis
 Kelainan rahim
Sikap bidan
• Anamnesis
– HPM > 42 minggu
– Gerak janin berkurang / berhenti
• Pemeriksaan
– BB ibu, air ketuban, DJJ, gerak janin, TBJ
• Penatalaksanaan
– Anjurkan/rujuk persalinan di RS
• Penatalaksanaan di RS (oleh dokter)
– Induksi (misoprostol/oksitosin)
– SC

KEHAMILAN DISERTAI PENYAKIT


Setiap wanita hamil umumnya mempunyai berbagai keluhan yang menyertai masa-
masa kehamilan disebabkan oleh perubahan dalam tubuhnya. Keluhan itu bisa bermula
dari gangguan ringan seperti konstipasi dan kram otot sampai gangguan yang lebih serius
47
seperti diabetes atau hipertensi. Masing-masing individu memiliki keluhan berbeda

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


tergantung kondisi fisiknya. Ada yang selama kehamilan tidak menemukan keluhan berarti,
tetapi tak sedikit pula wanita hamil yang mengeluhkan berbagai gangguan. Oleh karena
itu, wanita hamil sebaiknya mengenali gejala yang dialaminya agar dapat dilakukan terapi
lebih lanjut untuk kesehatannya sekaligus janin dalam kandungannya. Apa saja gangguan
yang sering menyertai kehamilan? berikut ulasannya.
A. PENYAKIT JANTUNG
Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis yang luas pada sistem
kardiovaskular., yang menyebabkan gangguan pada jantung dan sirkulasi yang patut
dipertimbangkan. Hasil adaptasi kardiorespirasi dapat ditoleransi dengan baik pada wanita
yang sehat. Namun perubahan-perubahan ini dapat menjadi ancaman pada wanita
dengan penyakit jantung.
PERUBAHAN HEMODINAMIK NORMAL SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan volume plasma mulai meningkat sejak dini mulai minggu
keenam dan mendekati 150 % dari status normal pada saat melahirkan. Kenaikan ini
terjadi secara cepat pada kehamilan dini sampai trimester kedua dan menetap pada
trimester ketiga sampai melahirkan. Pertukaran kompleks dari sistem renin angiotensin
aldosteron, hormon reproduksi, prostaglandin, dan faktor natriuretik atrium memberi
peranan pada perubahan volume ini. Bertambahnya volume darah ini meningkatkan
volume distribusi obat.
KEHAMILAN YANG MENGGAMBARKAN PENYAKIT JANTUNG
Banyak gejala pada kehamilan yang dapat menggambarkan penyakit jantung.
Selama kehamilan terus berlangsung, pembesaran uterus menekan diagfragma ke atas
sehingga menurunkan kapasitas vital dan total volume paru, menyebabkan sulit bernafas.
Udema pada ekstremitas terjadi pada hampir semua wanita hamil, sebagai akibat
meningkatnya total sodium dan air dalam tubuh dan kompresi vena kava inferior pada
uterus yang matang. Kompresi vena kava inferior menyebabkan menurunnya venous
return ke jantung dan menyebabkan sakit kepala ringan dan sinkop.
MENYELIDIKI PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG PADA KEHAMILAN
 Elektrokardiografi (EKG)
 Ekokardiografi
 Radiografi dada 48

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Magneting resonance imaging
 Radioisotope scanning
 Invasive investigations
PENATALAKSANAAN PASIEN HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG
• Pertimbangan umum
Untuk meminimalkan resiko maternal dan fetal pada wanita hamil dengan penyakit
jantung yang terjadi bersamaan membutuhkan usaha bersama dari para spesialis
yang berpengalaman dengan penatalaksanaan mereka. Tim ini hendaknya melibatkan
dokter ahli kandungan, ahli jantung, ahli anestesi dan jika perlu, ahli bedah jantung.
Klinik yang berisi berbagai ahli lebih dipilih dan kunjungan sebelum kehamilan
akan memerlukan konseling yang sesuai berkenaan dengan potensi resiko meternal
dan fetal pada kehamilan. Pengaturan ini akan memberi dugaan yang akurat dari
keparahan dan perjalanan lesi jantung pada wanita tsb dan cadangan
kardiovaskularnya.
Pemeriksaan ultrasound dini merupakan hal yang penting untuk mengkonfirmasi
usia gestasi. Scan Ultrasound resolusi tinggi dengan echocardiography janin dilakukan
pada usia gestasi 18- 22 minggu untuk menyingkirkan kelainan srtuktural, terutama
kelainan jantung janin pada wanita dengan penyakit jantung kongenital seperti VSD
(ventricular septal defect) , atrial septal defect , dan PDA.
Penilaian perkembangan janin dengan scan ultrasound secara serial adalah
penting pada wanita dengan penyakit jantung berat dan lesi jantung kongenital
sianosis. Jika pertumbuhan intrauterine yang terhambat terlihat, keadaan janin
sebaiknya dinilai dengan Doppler velocimetry dan biophysical profile .

B. DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional,
merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil
Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada
penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus
49

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan
pasien saat ini sedang hamil
Pada kehamilan normal terjadi banyak perubahan pada pertumbuhan dan
perkembangan fetus secara optimal. Pada kehamilan normal kadar glukosa darah ibu lebih
rendah secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh:
1. Pengambilan glukosa sirkulasi plasenta meningkat
2. Produksi glukosa dari hati menurun
3. Produksi alanin (salah satu precursor glukoneogenesis) menurun
4. Aktifitas ekskresi ginjal meningkat
5. Efek-efek hormone gestasional (kortisol, human plasental lactogen, estrogen, dll)
6. Perubahan metabolisme lemak dan asam amino.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diabetes mellitus gestasional adalah:
• Riwayat keluarga menderita diabetes mellitus
• Wanita berumur lebih dari 35 tahun
• Wanita obesitas
• Ada riwayat pernah melahirkan anak yang berukuran besar, lahir mati, atau bayi
yang dilahirkan cacat
• Ada riwayat infeksi saluran kemih selama hamil.
Komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes mellitus gestasional adalah
1. Komplikasi maternal
2. Komplikasi fetal
3. Komplikasi neonatal
4. Komplikasi anak
C.Kehamilan Dengan HIV/ ADIS
HIV
Singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan
penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan
merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem 50

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita
tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek
biasa
AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk
hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan
dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya
sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang
banyak dirusak oleh Virus HIV. Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena
AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat
menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada
obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab
penyakit AIDS.
Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
a. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
e. Dimensia/HIV ensefalopati Gejala minor :
f. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
g. Dermatitis generalisata yang gatal
h. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
i. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita HIV dan AIDS dapat menyerang
siapa saja.
Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa
menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
51

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Bayi yang ibunya positif HIV HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan,
yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,tidak
menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak
memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV.
A. Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
1. Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit yang terluka, terkena
darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
2. Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral
seks, dsb
1. Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu
seks, oral seks, dll.
3. Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita HIV+, Laki-laki meminum susu asi
pasangannya, dan lain sebagainya.
4. Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
- Air liur / air ludah / saliva
- Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
- Air mata
- Air keringat
- Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine

B. TES HIV
Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang
sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV
di dalam sample darahnya. Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa
mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut resiko dari
perilakunya selama ini
52

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/AIDS
serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk transfusi dan organ untuk transplantasi tidak
terinfeksi HIV.
Tes HIV harus bersifat:
SUKARELA :
artinya bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas
kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan / tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa
dirinya setuju untuk dites setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup dalam tes itu,
apa keuntungan dan kerugian dari testing, serta apa saja impilkasi dari hasil positif atau
pun hasil negatif.
RAHASIA :
artinya, apa pun hasil tes ini nantinya (baik positif maupun negatif) hasilnya hanya boleh di
beritahu langsung kepada orang yang bersangkutan. Tidak boleh diwakilkan kepada siapa
pun, baik orang tua, pasangan, atasan atau siapapun.
Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan Hak Asasi Manusia di dalam masalah
tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes harus disediakan jasa konseling,
yaitu :
1. Konseling pre-test :
yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah seseorang yang menjalani tes itu
diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang untuk mengetahui risiko dari
perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes.
Konseling pre-test juga bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk
melakukan tes atau tidak, serta mempersiapkan dirinya bila hasilnya nanti positif.
2. Konseling post-test :
Yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif
mau pun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu mereka yang
hasilnya HIV positif agar dapat mengethui cara menghidnari penularan pada orang lain,
serta untuk bisa mengatasinya dan menjalin hidup secara positif. Bagi merek yang
hasilnya HIV negatif, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahu tentang cara-
cara mencegah infeksi HIV di masa datang. Perlu diperhatikan bahwa proses
konseling, testing dan hasil tes harus dirahasiakan. 53

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Cara kerja tes
Jika seseorang terinfeksi oleh suatu virus, maka tubuhnya akan memproduksi antibodi
untuk melawan infeksi tersebut. Antibodi ini diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh.
Antibodi jauh lebih mudah dideteksi daripada virusnya.Sebagian besar tes antibodi HIV
mendeteksi antibodi terhadap HIV dalam sample darah. Jika tidak ada antibodi yang
terdeteksi, hasilnya adalah seronegatif atau HIV negatif. Sebaliknya, jika ada antibodi
terhadap HIV, berarti hasilnya seropositif atau HIV positif.
Walaupun demikian, suatu tes bisa saja memberi hasil negatif bila orang yang dites baru
saja terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena tubuh kita membutuhkan waktu beberapa
minggu untuk mulai menghasilkan antibodi sejak terjadinya infeksi. Antibodi biasanya
dapat dideteksi sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi, dan masa ini disebut periode jendela
(window period). Dalam masa seperti ini, bisa saja seseorang mendapatkan hasil tes
negatif karena antibodinya belum terbentuk sehingga belum dapat dideteksi , tapi ia sudah
bis menularkan HIV pada orang lain lewat cara-cara yang sudah disebutkan terdahulu.
JENIS-JENIS TES HIV :
Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV
lebih dini. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain adalah :
 ELISA
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat
tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau
bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para
ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah
melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi.
Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing.
Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip
dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur.
Hasil positif pada ELISA BELUM memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi
HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk
mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil
positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau
betul-betul telah terinfeksi HIV. 54

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Western Blot
Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan
lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun
demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
 IFA
IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA
positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap
HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.
 PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan
virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu
setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh
karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang
pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test)
darah atau organ yang akan didonorkan. Tes darah yang dilakukan biasanya
menggunakan tes ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) yang memiliki sensitivitas
tinggi - namun spesifikasinya rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif, maka
harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot, yaitu jenis tes yang mempunyai spesifikasi
tinggi namun sensitivitasnya rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda, maka biasanya
harus dipadukan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Selain kedua jenis tes tadi, ada
juga jenis tes lain yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus), yaitu NAT (nucleic
acid amplification technologies) dan PCR (polymerase chain reaction).

Bagaimana bila ayah terinfeksi HIV


Penelitian baru menunjukkan bahwa air mani dari seorang laki-laki terinfeksi HIV dapat
‘dicuci’, untuk memisahkan spermanya dari cairan yang mengandung HIV. Dengan cara
ini, sperma dapat dipakai untuk membuahkan perempuan tanpa risiko dia akan terinfeksi, 55

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Tindakan ini efektif tetapi sangat mahal. Catatan: bila ibu tidak terinfeksi, pasti bayi tidak
terinfeksi. Status HIV bayi tidak terpengaruh oleh status HIV ayahnya.
Penggunaan ARV:
Risiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka penularan hanya 1–
2% bila ibu memakai ART.
Bila ibu tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART, pedoman di Indonesia mengusulkan dia
mulai memakai AZT pada minggu ke-28 kehamilan, ditambah 3TC + nevirapine saat mau
melahirkan, dan diteruskan AZT + 3TC selama satu minggu setelah melahirkan. Bayi diberi
satu dosis nevirapine + AZT pas setelah lahir, dengan AZT diteruskan selama satu
minggu. Dengan cara ini, angka penularan dapat ditekan menjadi kurang lebih 4%.
Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya:
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu memakai AZT
dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu dengan viral load tinggi
dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.
Makanan bayi:
Kurang lebih 14% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari
jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin
tinggi. Oleh karena itu, usulan di Indonesia adalah agar semua bayi disusui secara
eksklusif (tidak campur dengan PASI) untuk enam bulan pertama, kemudian diganti
dengan formula secara eksklusif. Namun, jika formula pasti dapat dilarutkan dengan air
bersih, dan tidak ada masalah biaya yang menyebabkan jumlah formula yang diberikan
tidak cukup, pilihan untuk memberi PASI eksklusif dapat dipertimbangkan.

Pencegahan penularan HIV/AIDS

a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan satu pasangan yang setia


b. Mempunyai perilaku seksual yang bertanggung jawab dan setia pada pasangan
serta menghindari hubungan seksual diluar nikah
c. Setiap darah transfusi dicek terhadap HIV, dan donor darah kepada sanak
saudara lebih sehat dan aman daripada donor darah profesional.
56

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


d. Menghindari injeksi, pemeriksaan dalam prosedur pembedahan yang tidak steril
dari petugas kesehatan yang tidak bertanggung jawab
e. Selalu menggunakan jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan
injeksi atau proses lain yang mengakibakan terjadinya luka
f. Pada mereka yang mempunyai pasangan HIV positif harus menggunakan kondom
dengan hati-hati, benar dan konsisten
g. Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif harus mengetahui semua resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya
sehingga dapat bijaksana dalam mengambil keputusan untuk menyusui bayinya
dengan ASI
h. Untuk bidan sudah seharusnya menerapkan prinsip langkah APN dalam menolong
persalinan

D.KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT GO

Penyakit ini mempunyai insidens yang tinggi dibanding penyakit menular seksual
lainnya. Nama awam penyakit kelamin ini adalah “kencing nanah”
EPIDEMIOLOGI
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin pada
saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit
ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita
pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000)
sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7
per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang.
Di Swedia, insiden gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada
tahun 1970. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita,
pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar
31/100.000 orang yang menderita. Di Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore
mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru setiap
tahunnya.
Definisi
57

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian
putih mata (konjungtiva) dan bagian tubuh yang lain.
Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam kelompok Neisseria,
sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi
dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat
negatif-Gram, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39C, dan tidak tahan zat desinfektan.
Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis
gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.
Gambaran klinik
Pada pria
1. Masa tunas gonore sangat singkat, umumnya berlangsung 2-5 hari.
2. Kuman yang ada di uretra menimbulkan uretritis. Paling banyak uretritis anterior
akuta.
3. Keluhan berupa rasa gatal
4. Panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium distal eksternum
5. Disuria
6. Polakisuria
7. Keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang disertai darah
8. Nyeri pada waktu ereksi
9. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum kemerahan, edema, dan
ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen. Pada beberapa kasus dapat
terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
Pada wanita
1. Masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik, gejala awal
bisa timbul pada waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
2. Pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala subjektif dan
objektifnya.
3. Infeksi pada wanita, pada mulanya henya mengenai serviks uteri 58

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam,
keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih.
5. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen,
duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis akut.
Komplikasi
Pada pria
a. Tisonotis )radang kelenjar tyson)
b. Para uretritis
c. Littritis (radang kelenjar littre)
d. Cowperitis (radang kelenjar cowper)
e. Prostatitis
f. Vesikulitis
g. Funikulitis
h. Epididimitis
i. Infertilitas
j. Trigonitis
Pada wanita
a. Infeksi pada serviks (servisitis gonore)
b. Salpingitis (penyakit radang panggul)
c. Infertilitas
d. Infeksi pada uretra dapat terjadi para uretritis
e. Pada kelenjar Bartholin (bartholinitis)
f. adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi neonatal dan keguguran akibat infeksi
gonokokkus pada wanita hamil
g. adanya sepsis pada bayi baru lahir karena gonore pada ibu

Pada janin dan bayi baru lahir


a. Kebutaan, untuk mencegah kebutaan, semua bayi yang lahir di rumah sakit
biasanya diberi tetesan mata untuk pengobatan gonore
b. Pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah
59

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


c. Penyakit sistemik seperti meningitis dan arthritis sepsis pada bayi yang terinfeksi
pada proses persalinan
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
pembantu.
Pemeriksaan Khusus
a. Eksudat untuk diplokok intraselular gram-negatif
b. Biakan pada media khusus
c. Pemeriksaan antibodi fluoresensi
d. Biakan dan kanalis ani pada pria homoseksual
e. Biakan dan serviks pada wanita
f. Biakan dan faring pada kasus-kasus yang dicurigai terjadi kontak orogenital
g. Tes serologik untuk sifilis
PENGOBATAN
Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis
gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau pasangan
seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual. Banyak antibiotika yang
aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi N.gonorrhoeae, menghentikan
rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik yang dapat digunakan untuk
pengobatan gonore, antara lain:
1. Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral
2. Ampisilin 2-3 gram + probenesid 1 gram. Peroral
3. Azitromisin 2 gram, peroral
4. Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
5. Ciprofloxacin 500 mg, peroral
6. Ofloxacin 400 mg, peroral
7. Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular
Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal.
Pengobatan pada situasi khusus, misalnya:
Hamil/menyusui 60

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang
direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM
sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak
dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal. Pada
wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral dengan tambahan
probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi N. gonorrhoeae
yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan unutk pengobatan jika
disertai infeksi C. trachomatis.3,4
Pencegahan
a. Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi.
b. Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama
sekali risiko penularan penyakit ini
c. hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
d. Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih
jauh dan mencegah penularan
e. wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika
terkena infeksi dapat segera diobati dengan benar
f. Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan
kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.
E.KEHAMILAN DENGAN HEPATITIS
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B", suatu
anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati. Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada
sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai
negara Asia. Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan
paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine,
chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri
modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup
atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah 61

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh,
hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
Diagnosis
Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA rantai ganda yang merupakan penyebab
hepatitis akut pada kehamilan yang paling sering. Masa inkubasi dari waktu terpapar
sampai muncul gejala adalah 6 minggu sampai 6 bulan. Di Amerika Serikat sebagian
besar infeksi terjadi akibat hubungan seksual. Penyakit ini dapat terjadi dalam bentuk akut,
subklinis dan kronik. Hepatiti B akut mempuyai gejala klinis yang hampir sama dengan
hepatitis A akut. HBV ditemukan pada darah, cairan semen, air liur, air susu ibu, dan
cairan amnion. Penyakit ini menular melalui hubungan seksual, penggunaan obat jarum
suntik yang terkontaminasi, akupuntur, tato dan transfusi darah. Sekitar setengah infeksi
HBV akut adalah simptomatik pada orang dewasa dimana 1% kasus menjadi gagal hati
akut dan mati. Seseorang dengan infeksi akut memperlihatkan gambaran kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, panas, sakit perut dan ikterus.
Karateristik serologi hepatitis B adalah kompleks tapi telah diketahui dengan baik.
Antigen permukaan virus (HBsAg) dapat dideteksi dengan cepat setelah terjadi infeksi,
meninggi dalam serum pada permulaan penyakit, dan tidak terdeteksi pada kebanyakan
kasus selama beberapa minggu setelah masa penyembuhan. Jika HBsAg tetap ada
setelah 6 bulan, dipertimbangkan bahwa penderita menjadi chronic carrier dari antigen.
Segera setelah antigen permukaan terdeteksi, antibodi terhadap inti protein virus
terbentuk (HBcAb) dan umumnya antibodi ini tetap ada untuk seumur hidup. Antibodi
terhadap antigen permukaan (HBsAb) tidak terdeteksi setelah beberapa minggu sesudah
resolusi HBsAg. Antigen E (HBeAg) muncul dalam serum segera setelah HBsAg dan,
setelah kira-kira 2 minggu menghilang, diikuti dengan munculnya antibodi terhadap antigen
E (HBeAb). Antibodi ini berhubungan erat dengan aktivitas polimerase DNA dalam inti
virus dan menandakan tingginya resiko terinfeksi. Munculnya HbeAb maternal
berhubungan dengan kira-kira 90% resiko transmisi perinatal. Dibandingkan virus AIDS
(HIV), virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih
banyak (sering) menularkan. Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis
hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai
dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan 62

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai
infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi
adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas
nilai normal (BANN).
Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda
virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk
diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan
HBV DNA (4,5).
Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat
penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi
yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar
ALT menggambarkan adanya aktifitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini
dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal.
Pasien dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi
antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak
diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif.
Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati,
menyisihkan diagnosis penyakit hati lain. Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B
ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual
sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada
perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada
mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning. Ada 3 kemungkinan tanggapan
kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut.
Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi
pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka
pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat
intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B
kronis
Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis 63

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


hepatitis lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan
umur. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular. Secara
vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada
bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan. Secara
horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk
jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta
hubungan seksual dengan penderita.
Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan
di tes terlebih dulu apakah darah yang diterima terkena reaktif Hepatitis, Sipilis terlebih-
lebih HIV/AIDS. Sesungguhnya, tidak semua yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari
hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang
sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak
menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan pasangannya untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit ini.
Bagaimana Perawatannya
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami
kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel
hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya
memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik.
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun)
dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini ada beberapa perawatan
yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi
seorang penderita penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti
lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa.
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau
herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis
diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh
zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik,
yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat
digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma
xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran 64

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar
alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan
(Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda
citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).
Infeksi hepatits pada ibu hamil
Merupakan masalah yang serius. Infeksi hepatitis B ditularkan melalui cara
horizontal yaitu melalui parenteral dengan terpapar darah, semen, sekresi vagina, saliva
dan vertikal ibu ke janin. Penularan secara vertikal dapat melalui beberapa cara yaitu
melaui plasenta, kontaminasi darah selama melahirkan, transmisi fekal-oral pada masa
puerperium atau permulaan partus, transmisi melalui laktasi (Akbar,1996; Reinus,1999;
Cunningham,2001).

KEHAMILAN DENGAN RUBELLA

Rubella (German Measles) disebabkan oleh infeksi single – stranded RNA


togavirus yang ditularkan via pernafasan dengan kejadian tertinggi antara bulan Maret
sampai Mei, melalui vaksinasi yang intensif angka kejadian semakin menurun. Infeksi virus
ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2 – 3 minggu

DIAGNOSIS :

1. Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi.


2. IgM akan cepat memberi respon setelah keluar ruam dan kemudian akan menurun
dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu
3. IgG juga memberikan respon setelah keluar ruam dan tetap tinggi selama hidup
4. Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari
hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua kali
selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM
5. Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase
akut.
6. Ditemukannya IgM dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan
mendukung diagnosa infeksi Rubella.
65

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN :

10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan penyakit


tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak memperlihatkan adanya
gejala penyakit. Derajat penyakit terhadap ibu tidak berdampak terhadap resiko infeksi
janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I memberikan dampak besar terhadap janin.

Infeksi fetal :

1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan normal
2. Abortus spontan
3. Sindroma Rubella kongenital

Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma rubella


kongenital sebesar 25% ( 50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama ), resiko sindroma
rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada trimester II dan III

SINDROMA RUBELLA KONGENITAL :


Intra uterine growth retardation simetrik
Gangguan pendengaran
Kelainan jantung :PDA (Patent Ductus Arteriosus) dan hiplasia arteri pulmonalis
Gangguan Mata :
a. Katarak

b. Retinopati

c. Mikroptalmia

Hepatosplenomegali
Gangguan sistem saraf pusat :
1. Mikrosepalus
66

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Panensepalus
3. Kalsifikasi otak
4. Retardasi psikomotor
Kehamilan Dengan Sifilis
Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum,
merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh. Ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan
dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.
Etiologi
Trepanoma pallidum. Trepanoma pallidum berbentuk spiral, negatif-Gram dengan panjang
rata-rata 11 um (antara 6-20 um) dengan diameter antara 0,09 s/d 0,18 um. Sebagaimana
mikroorganisme negatif-Gram, dijumpai dua lapisan. Sitoplasma yang merupakan lapisan
dalam, mengandung mesosome, vakuol ribosom, dan mungkin juga bahan-bahan
nukleoid. Lapisan luar dilapisi oleh bahan mukoid dan tidak dijumpai pada Trepanoma
yang tidak patogen.
Cara Penularan :
1. Hubungan seks, bakteri menular pada saat hubungan seks yang dilakukan baik
secara oral maupun transvagina
2. Transplasenta: melalui plasenta dari ibu ke janinnya
3. Transfusi darah: apabila pendonor menderita sifilis
Gejala
1. Biasanya Asimptomatik, tetapi kelahiran mati atau lahirnya bayi dengan lues
kongenita menunjuk ke arah diagnostik. Maka perlu dilakukan anamnesa
sebelumnya dengan penderita sifilis
2. Pada persalinan janin atau plasenta tampak hidrifilik.
3. Pada kehamilan, jika terdapat luka primer pada daerah genital maka luka tampak
lebih besar dari pada yang biasa hal ini dikarenakan vaskularisasi pada keadaan
hamil daerah genital lebih banyak.
4. Infeksi primer menimbulkan Chancre, tergantung pada besarnya inokulum serta
imunitas penderita. 67

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


5. Infeksi sekunder akan tampak limfadenopati serta rash.
6. Pada sifiliskongenita akan tampak gejala seperti
a. Pemfigus sifilitikus
b. Deskwamasi pada telapak kaki dan tangan
c. Rhagade pada kanan –kiri mulut
Pemeriksaan Laboratorium
1. Diagnosis pasti sefilis dini yaitu dengan pemeriksaan sediaan langsung pada
lapangan gelap serta direct fluorescent antibody tests pada lesi atau jaringan.
2. Kemungkinan lain untuk mendiagnosa dengan 2 tipe pemeriksaan serologi yaitu;
Tes antibodi treponema ;
a. FTA – ABS ( fluorescent treponemal antibody absorbed )
b. MHATP ( microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum )
Ditambah dengan pemeriksaan tes nontreponema misalnya
c. VDRL ( venereal disease reseach laboratory )
d. RPR ( rapidplasma regin )
Diagnosis:
1. Luka primer di daerah genital/ tempat lain seperti di mulut. Pada lues sekunder
kadang timbul kandiloma lata. Lues laten dan telah lama dapat mengenai organ –
organ tubuh lainnya.
2. Pemeriksaan serologis: reaksi wasermann dan VDRL.
3. Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues kongenital merupakan petunjuk
bahwa ibu menderita sifilis.
Gejala yang mungkin terjadi pada wanita, yang terurai dalam empat stadium
berbeda.
Stadium satu
Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang kemerahan dan basah di daerah vagina,
poros usus atau mulut. Luka ini disebut dengan chancre, dan muncul di tempat
spirochaeta masuk ke tubuh seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar
getah bening juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre
tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat menular.
Stadium dua 68

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para penderita akan mengalami ruam,
khususnya di telapak kaki dan tangan. Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka
di bibir, mulut, tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu,
seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini. Stadium ini
biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.
Stadium tiga
Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para penderitanya akan mengalami
apa yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan
menghilang, namun penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan
bakteri penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat
berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.
Stadium empat
Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier. Pada stadium ini, spirochaeta telah
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat merusak otak, jantung, batang otak dan tulang.
Gambaran klinis
Sifilis primer
waktu rata-rata inkubasi 3 minggu. Papula yang membentuk ulkus yang tidak nyeri
(chancre primer) terbentuk didaerah inokulasi pada penis atau serviks atau labia.
Limfadenopati inguinal terjadi, dan juga lesi sembuh secara spontan setelah beberapa
minggu.
Sifilis sekunder
terjadi rata-rata 6-8 minggu kemudian dengan ruam makulopapular generalisata (termasuk
ditelapak tangan dan kaki), limfadenopati generalisata, dan kondiloma lata (plak yang
lembab, lebar, dan sangat infeksius didaerah intertriginosa yang hangat). Gejala sistemik
terdiri dari demam, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan.

Sifilis laten
gejala dan tanda menghilang. Satu-satunya manisfetasi infeksi adalah pemeriksaan
serologis yang positif. Infeksi SSP asimtomatik pada silifis laten ini umum terjadi.
Sifilis tersier 69

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


guma (lesi granulomatosa yang keras) muncul setelah 3-10 tahun diberbagai tempat,
termasuk dikulit, dimana terjadi ulkus setelah ada kerusakan jaringan kartilago dan
jaringan ikat dibawahnya. Efek dari sifilis tersier ini adalah terjadinya aortitis, terjadi
setelah 10-30 tahun dan menyebabkan aneurisma aorta asendens. Neurosilifis
menyebabkan penyakit dengan spektrum gejala yang luas termasuk: meningovaskuler (4-
7 tahun), general paresis of the insane (10-20 tahun), tabes dorsalis (15-25).
Pengaruh sifilis terhadap kehamilan:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.
Pengobatan
Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya. Menurut statistik,
perawatan dengan pil kurang efektif dibanding perawatan lainnya, karena pasien biasanya
tidak menyelesaikan pengobatannya. Cara terlama dan masih efektif adalah dengan
penyuntikan procaine penisilin di setiap pantat (procaine diikutkan untuk mengurangi rasa
sakit); dosis harus diberikan setengah di setiap pantat karena bila dijadikan satu dosis
akan menyebabkan rasa sakit. Cara lain adalah memberikan kapsul azithromycin lewat
mulut (memiliki durasi yang lama) dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada
beberapa jenis sifilis kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada
tahun 2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan pil
beberapa kali per hari.
Pengobatan pada wanita hamil
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau
pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wassermann dan VDRL, bila perlu diobati.
Pencegahan penularan
1. Pada pasien yang terinfeksi sifilis harus berhenti melakukan aktivitas seksualnya
sampai sifilisnya benar-benar sembuh (negatif terinfeksi sifilis). 70

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Jangan berganti-ganti pasangan dalam melalukan hubungan seksual
3. Pasien sifilis harus melakukan tes HIV pada saat didiagnosis sifilis.
4. Pasien harus selalu memeriksakan diri setiap 3-6 bulan sekali setelah diterapi
5. Selalu menjaga kebersihan di daerah kelamin
6. Dalam melalukan hubungan seksual hendaknya yang pria menggunakan kondom
7. Setelah melakukan hubungan seksual baik pria maupun wanita mencuci tangan
dengan air dan sabun hingga bersih.
8. pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang memiliki penyakit kelamin
menular dan dengan orang berstatus penyakit negatif.
Ganguan Kesejahteraan Janin
1. IUGR
1. Definisi
a. Definisi menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang
terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat
standard atau ukuran standard yang sesuai dengan usia kehamilannya.
b. Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction adalah
suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin yang
mengakibatkan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari usia
kehamilannya.
c. Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang mempunyai berat badan
dibawah 10 persentil dari kurva berat badan bayi yang normal . Dalam 5
tahun terakhir, istilah Retardation pada Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR) telah berubah menjadi Restriction oleh karena Retardasi lebih
ditekankan untuk mental.
d. Menurut Gordon, JO (2005) pertumbuhan janin terhambat-PJT (Intrauterine
growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran
lebih kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang
pula istilah PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK
(small for gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran
berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 %
dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dngan PJT 71

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup
bulan (aterm, >37 minggu)

Etiologi
Faktor Resiko IUGR
a. Factor resiko dari Ibu : Alkohol, merokok, Obat obatan (Corticosteroid, propanolol,
Dilantin, Coumadin, Heroin), Anemia, malnutrisi, Berat badan Ibu Kurang dari 50
Kg, penyakit Jantung Cyanotic, Hipertensi kronis, Pregnancy Induced Hipertensi,
Diabetus Mellitus dengan gangguan Vasculopaty, Connective Tissue Disease
b. Factor Resiko dari bayi : kelainan genetic (misalnya : dwarf sindrom), kelainan
kromosom (trisomi 12, 18 dan 21), congenital anomaly (misalnya : gastroschisis),
infeksi fetus (misalnya : virus, protozoa)
c. Faktor Resiko dari Uterus dan Plasenta : Kelainan Muller (septum uterus) dan
isufisiensi plasenta yang dapat berupa : Infark, Infeksi pada plasenta,
chorioangioma, multifetal Pregnancy, circumvalata plasenta, plasenta previa, Focal
Abruption, marginal Insersi of the cord)
Hipoksemia pada janin terjadi bila :
 Penurunan kadar oksigen pada darah yang menuju uterus
 Penurunan fungsi plasenta
 Penurunan kadar oksigen dalam darah janin.
Pada plasenta, gangguan pasokan darah ke uterus atau permukaan plasenta yang
tidak luas dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius pada janin. Pelepasan
plasenta pada pinggir-pinggirnya dalam kehamilan muda disertai perdarahan dan
pembentukan parut disana (placenta circumvallata) bisa membatasi pertumbuhan janin
dan menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin.

Implantasi plasenta pada daerah serviks bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta


terbatas. Plasenta yang mempunyai banyak infark kecil-kecil kehilangan luas permukaan
untuk pertukaran dan merusak pengangkutan substrat yang mencukupi kepada janin.
Solusio plasenta yang kronik mengurangi luas permukaaan fungsionalnya dan dengan
demikian juga dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan interuterin pada janin. 72

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pemeriksaan USG digunakan untuk mendiagnosa IUGR
Deteksi intrauterin terhadap hambatan pertumbuhan janin merupakan cara klinik
dengan ketepatan diperkirakan 30 % yang dipengaruhi oleh kehamilan. Kelebihan dari
USG objektif, dapat dipercaya, dan caranya efektif untuk mengidentifikasi hambatan
pertumbuhan janin intrauterine. Bagaimanapun, untuk membuat diagnosis yang tepat dan
diperkirakan penanganan pada hambatan pertumbuhan janin, ini penting untuk
menentukan uasia kehamilan secara akurat.
Data tentang kehamilan secara tradisional berdasarkan riwayat dan gejala klinik.
Data khusus/pasti dari pasien adalah periode haid yang terakhir merupakan suatu hal
khusus yang dapat dipercaya sebagai cara untuk memperkirakan usia kehamilan.
Bagaimanapun, tercatat 20-40% wanita hamil lupa mengingat data secara tepat dari
periode menstruasi terakhirnya. Oleh karena USG dapat membantu untuk
menyempurnakan data kehamilan. Pada trimester I, pengukuran panjang kepala bokong
memungkinkan untuk memperkirakan usia kehamilan dengan jarak 4.7 hari dengan taraf
kepercayaan 95%. Antara 12 sampai 24 minggu, ukuran diameter biaparietal (BPD)
merupakan penuntun yang dapat dipercaya bila dibandingkan dengan ukuran panjang
kepala bokong yang dilakukan pada trimester I kehamilan. Diluar usia kehamilan 28-30
minggu terjadi peningkatan progresif pada variasi BPD, dan ketepatan penetapan dari usia
kehamilan kurang memuaskan. Korelasi Femur Lenght dengan usia kehamilan, terutama
selama usia kekamilan 14 sampai 24 minggu, dengan jarak 6-7 hari pada taraf
kepercayaan 95 %. Ketepatan diagnosis antenatal pada IUGR dapat mencegah tingginya
angka kesakitan dan kematian perinatal yang dihubungkan dengan kondisi ini dan
mendasari manajemen yang tepat serta intervensi. Beberapa peneliti percaya, ketika
IUGR didiagnosa setelah kehamilan 37 minggu, kelahiran adalah indikasi untuk
menurunkan resiko kematian janin.Beberapa parameter sonografi dapat digunakan untuk
mendiagnosa IUGR. Beberapa parameter sangat kritis ditinjau dalam beberapa bagian.

DOPPLER PADA IUGR


Aliran darah arterial uteri ibu hamil meningkat dari 50mL/min pada awal kehamilan
menjadi 700mL/min pada akhir kehamilan. Peningkatan tersebut berangsur-angsur
menurunkan resistensi pembuluh darah yang berpengaruh pada aliran darah sepanjang 73

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kehamilan. Doppler Ultrasound memberikan kepada kita informasi tentang resistensi
vascular dan secara tidak langsung pada aliran darah.
Ada 3 indikator yang berhubungan dengan resistensi vascular :
1. Sistole/Diastole ratio(S/D ratio)
2. Indeks Resisten RI= systole velocity-diastole velocity/ systole.
3. Indeks Pulsatility. systole velocity-diastole velocity/ kecepatan mean.
Dopler dapat dipakai untuk mengukur batas tertinggi systole dan batas terbawah
diastole aliran darah sepanjang arteri umbilikalis. Pada kehamilan, diastole terjadi
peningkatan, dan rasio systole/diastole mengalami penurunan. Pada kebanyakan kasus
kehamilan dengan IUGR, terjadi perubahan aliran darah placenta. Seperti hasil-hasil
penelitian bahwa terdapat korelasi peningkatan rasio sistolik/diastolic. Pada pemeriksaan
ultrasound terjadi peningkatan rasio sistolik/diastolic pada 80% kasus IUGR. Rata-rata
rasio sistolik/diastolic lebih besar dari 3 pada 30 minggu kehamilan atau lebih mempunyai
sensitifitas 78% dan specificitas 85 % dalam memprediksi IUGR.
Pemeriksaan Dopler, sebelumnya membantah teknik diagnosis IUGR, tidak dipakai
sebagai pengawasan dalam ANC. Pada saat ini Ultrasound Dopler banyak dipakai untuk
menunjukkan adanya keterlambatan pertumbuhan fetus. Ultrasound dopler dapat
membantu dokter untuk mengetahui adanya patofisiologi IUGR dengan memperhatikan
pengurangan pada aliran darah. Hasil pemeriksaan prosedur ini berhubungan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas janin, yaitu tidak adanya atau meningkatnya
diastole pada aliran darah umbilical adalah suatu penemuan yang tidak menyenangkan
dan membutuhkan intervensi. Seperti pada creening test, bagaimanapun, prosedur
memperlihatkan hasil yang menguntungkan, beberapa study menunjukkan bahwa 40-60%
janin dengan IUGR mempunyai hasil pengukuran dopler yang normal sebelum lahir.
Tetapi bagaimanapun juga, aliran umbilical yang normal jarang berhubungan signifikan
dengan morbiditas.

Pemeriksaan dopler dapat mengurangi intervensi dan memperbaiki outcome


kehamilan dengan resiko IUGR. Penelitian random control trial (RCT)
mendemonstrasikan monitoring dengan Doppler velcimetry mengurangi resiko morbiditas
perinatal. Selain itu nampaknya janin dengan IUGR lebih besar beresiko l terjadi kematian 74

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


ketika terjadi abnormalitas Doppler yang mengobservasi pada sirkulasi vena.
IUFD
Prinsip Dasar :
a. Bradikardi : DJJ kurang dari 110/menit
b. Takhikardi : DJJ lebih dari 160/menit
c. CTG
Gawat Janin/IUFD
1. Janin tidak menerima O2 cukup---hipoksia
2. Janin yang beresiko tinggi :
3. Janin yang pertumbuhannya terhambat
4. Janin dari ibu dengan diabetes
5. Janin preterm dan posterm
6. Janin dengan kelainan letak
7. Janin dengan kelainan bawaan atau infeksi
Gawat janin dalam persalinan dapat terjadi bila :
1. Persalinan berlangsung lama
2. Induksi persalinan dengan oksitosin
3. Ada perdarahan atau infeksi
4. Insufisiensi plasenta : pos term,pre eklampsia
Penilaian Klinik
Tanda gawat janin :
 DJJ abnormal
- Umumnya DJJ adalah ireguler,namun juka tidak kembali normal setelah
kontraksi-- hipoksia
- Bradikardia di luar kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi --
kegawatan janin
- Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya : demam pada
ibu,obat-obatan tokolitik,amnoinitis
- Jika ibu tidak mengalami takhikardia,DJJ >160/menit ---hipoksia
 Mekoneum
Hijau kental---air ketuban jumlahnya sedikit 75

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Presentasi bokong tidak memerlukan intervensi
Gerak Janin Menghilang
• Masalah :
Ibu tidak merasakan gerakan janin
• Diagnosis :
a. Nilai DJJ
b. Bila DJJ tak terdengar,pastikan adanya kematian janin dengan doppler
c. Bila DJJ baik,berarti bayi tidur
d. Rangsang bayi dengan suara (bel) atau dengan menggoyangkan perut ibu
e. Bila DJJ meningkat frekuensinya sesuai dengan gerak janin,maka janin dapat
dikatakan normal.
f. Bila DJJ cenderung turun saat janin bergerak,maka dapat disimpulkan
adanya gawat janin
Kematian Janin
Penilaian Klinik
1. Pertumbuhan janin berkurang,bahkan janin mengecil sehingga TFU menurun
2. DJJ tak terdengar dengan fetoskop dan dipastikan dengan doppler
3. Keluhan ibu : gerak janin menghilang
4. BB menurun
5. Tulang kepala kolaps
6. USG
7. HCG urin negatif----beberapa hari setelah kematian janin
Komplikasi :
1. Trauma emosional bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup lama
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah

Penanganan
1. Pemeriksaan darah (ABO dan Rhesus)
2. Hndari pemberian informasi yang tidak tepat
3. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien
4. Rencana persalinan pervagina dengan cara induksi maupun ekspektatif--- 76

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dibicarakan dengan keluarga
5. Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkap adanya patologi plasenta dan
infeksi

1.2 KOMPLIKASI PERSALIAN DAN PENATALAKSANAAN

PERTOLONGAN PERSALINAN PADA ABNORMAL


PERSALINAN LETAK SUNGSANG
1. Presentasi Bokong
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong dibawah bagian cavum uteri.
a. Macam-macam letak sungsang
1) Letak bokong murni (frank breech), yaitu letak bokong dengan kedua
tungkai terangkat keatas.

2) Letak sungsang sempurna (complete breech) yaitu kedua kaki ada


disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.

3) Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech) yaitu selain bokong


sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

77

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Etiologi
1) Fiksasi kepala paad PAP tidak baik atau tidak ada; pada panggul sempit,
hidrocefalus, anensefalus, placenta previa dan tumor.
2) Janin mudah bergerak: pada hidramnion, multipara dan janin kecil
3) Gamelli
4) Kelainan uterus: mioma uteri
5) Janin sudah lama mati
6) Sebab yang tidak diketahui
c. Diagnosis
1) Pemeriksaan luar, janin letak memenjang, kepala didaerah fundus uteri
2) Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau
dua kaki
d. Penanganan
1) Sebelum In Partu
Sebelum in partu, maka yang perlu diperhatikan adalah tentukan apakah
persalinan dapat pervaginal.Setiap persalinan sungsang sebaiknya ditolong
pada fasilitas kesehatan yang dapat melakukan operasi.
2) Saat in partu
Persalinan pervaginal oleh tenaga penolong yang terlatih akan aman bila:
a) Ikuti kemajuan persalinan dengan seksama dengan patograf
b) Jangan pecahkan ketuban. Bila ketuban pecah periksa apakah ada
prolapstali pusat. Apabila ada prolaps tali pusat dn kelahiran
pervaginal tidak memungkinkan, lakukan seksio sesarea.
Prinsip persalinan pervaginal pada presentasi bokong:
a) Persalinan spontan;
b) Pertolongan ini bila pada primigravida sebaiknya dirumah sakit dan
78
harus dievaluasi sangat hati-hati. Pada kelahiran bokong belum tentu

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kepala bisa lahir, kondisi tersebut harus lahir dalam wkatu 8 menit
sejak lahir sebatas pusat
c) Manual aid, dan
d) Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan ekstrasi bokong, atau
ekstrasi kaki
3) Kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi pada persalinan presentasi
bokong
Badan janin tidak bisa diputar untuk melahirkan lengan depan dulu. Maka
yang perlu dilakukan adalah:
a) Lahirkan lengan belakang lebih dulu
b) Dengan cara memegang pergelangan kaki angkat kaki, sehingga
dada bayi kearah bagian dalam kaki ibu.
c) Bahu belakang akan lahir
d) Lahirkan lengan dan tangan belakang
e) Pergelangan kaki ditarik kebawah sehingga bahu atas lahir, dan
f) Lahirkan lengan dan tangan muka
4) Tangan dan lengan terjebak dan terlipat di sekitar leher
Jangan menarik badan bayi untuk pertolongan kelahiran, karena dapat
menyebabkan lengan menjungkit dan berada disekitar leher bayi
5) Perasat Lovset
Pada kondisi perasat lovset, maka yang perlu dilakukan adalah:
a) Pegang bayi pada daerah sacrum dengan punggung bayi didepan
b) Putar bayi setengah lingkaran sedemikian rupa sehingga siku bayi
berada dimuka bayi dan
c) Usap /lahirkan lengan dan tangan bayi
6) Kepala bayi macet
a) Pergunakan forceps piper atau forceps yang panjang
b) Yakinkan bahwa pembukaan lengkap
c) Pegang dan angkat badan bayi keatas
d) Pasang daun forceps kiri lebih dulu
e) Pasang daun forceps kanan dan kunci 79

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


f) Tarik dan upayakan fleksi untuk melahirkan kepala bayi dan
g) Periksa serviks dan vagina apakah ada kesukaran, bila ada lakukan
perbaikan.
7) Persalinan pada presentasi kaki
Pada kelainan presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan seksio
sesarea, persalinan pervaginam hanya bila:
a) Persalinan sudah sedemikin maju dan pembukaan telah lengkap
b) Bayi pretern yang kemungkinan hidupnya kecil
c) Bayi kedua pada kehmailan kembar
8) Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada
a) Double foothing breech
b) Pelvis yang kecil atau laformasi
c) Janin yang sangat besar
d) Bekas seksio sesarea dengan indikasi CPD, dan
e) Kepala yang hiperektensi atau defleksi
e. Komplikasi
a) Komplikasi pada janin
Terjadinya komplikasi pada janin apa bila:
a) Kematian perinatal
b) Prolapse funikuli
c) Trauma pada bayi akibat tangan yang menjungkit, kepala yang
tengadah/defleksi dan pembukaan serviks yang belum lengkap.
d) Asfiksia karena prolapse funikuli, kompresi tali pusat, pelepasan
plasenta kepala macet dan
e) Perlukan pada organ abdominal atau pada leher
b) Komplikasi pada ibu
Komplikasi pada ibu dapat terjadi, apabila terjadi kondisi sebagai berikut:
a) Pelepasan plasenta
b) Perlukan vagina atau serviks dan
c) Endometritis
KETUBAN PECAH DINI 80

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


DEFENISI
Ketuban Pecah dini Ialah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan
ditunggu 1 jam tanda persalinan belum dimulai.

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau
ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum
proses persalinan.

Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset


persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of
Membrane = PROM.

Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik


sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga
Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane =
PPROM

ETIOLOGI
9. Belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan pada kehamilan preterm dapat
disebabkan :
10. Serviks inkompeten
11. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda , Hidramnion.
12. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
13. Belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan pada kehamilan preterm dapat
disebabkan :
14. Serviks inkompeten
15. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda , Hidramnion.
16. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
GAMBARAN KLINIS
1. Keluar cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 mg tanpa
disertai rasa mules.
2. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum ada tanda-tanda persalinan.
81
3. Cairan dapat keluar sedikit-sedikit atau sekalian banyak.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Cairan dapat keluar saat tidur, duduk, jalan, berdiri, mengejan.
5. Cairan warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, kecoklatan.
6. Disertai demam bila sudah infeksi.
DIAGNOSIS
1. Bau cairan ketuban yang khas.
2. Periksa Dalam dengan spekulum, tampak air ketuban mengalir melalui porsio/tidak.
3. Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai
dengan nitrazine tes :
4. Cairan vagina bersifat asam → PH 4,5 – 5,5
5. Cairan ketuban bersifat basa → PH 7 – 7,5
PENANGANAN
• Kehamilan < 36 mg
Tindakan konservatif :
• Istirahat baring,
• pemberian AB,
• pematangan paru,
• penilaian tanda-tanda infeksi.

Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda
infeksi intrauterin
 Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan
melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban
untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
 Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian
antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis,
pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih
kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri
kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam
 Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah
langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia 82

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan
tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu
dan kemampuan finansial keluarga.
 Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan
mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
 Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian
profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan
penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
 Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan
konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka
perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B,
pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh
para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
 Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan
konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course
kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama
fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
 Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien
dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak
direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian
antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)
 Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase
laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk
mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress
syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical
examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka
waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat
dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan
transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian
multiple course tidak direkomendasikan
83

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason
2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
 Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine),
prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin
antagonis (atosiban)
 Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element
terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam
metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik,
namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM
 Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat
tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia
kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan
 KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin
3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
 KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan
ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC
 KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik
ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi
persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

PRETEREM

c. Persalinan < 37 minggu


d. BBLR < 2500 gram
PENYULIT :
d. Perkembangan organ vital belum sempurna
e. Daya tahan tubuh rendah  infeksi
f. Mental – intelektual rendah  beban keluarga
Penyebab prematuritas 84

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Kondisi umum
a. Keadaan sosial ekonomi rendah  anemia, kurang gizi, perokok, umur
terlalu muda/tua
b. Penyakit ibu
DM, hipertensi, jantung/paru, endokrin, rhesus
5. Penyulit kebidanan
d. Hidramnion, ganda, PE/E
e. Perdarahan ante partum
f. KPD
6. Kelainan lain
c. Kelainan anatomi / kongenital rahim
d. Infeksi
Pertolongan
• Usahakan trauma minimal
Penyulit yang mungkin timbul
e. Perdarahan intra kranial
f. Gangguan pernapasan (Sindroma distress respirasi)
g. Asfiksia neonatus
h. Infeksi neonatus
Pertolongan bidan:
d. Konservatif  istirahat, isolasi & pengobatan penyakit
e. Konsul dokter
f. Rujukan ke rumah sakit
 POSTEREM
 Disebut juga Kehamilan lewat waktu
 Persalinan > 42 minggu
 Kesalahan HPM ?
 Kejadian 4-15%
 Konfirmasi dengan USG
Permasalahan postmaturitas
3. Insufisiensi plasenta 85

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


g. janin risiko asfiksia kronis / akut
h. Fetal death
i. Pertumbuhan janin terhambat
j. Perubahan metabolisme janin
k. Air ketuban berkurang
l. Saat persalinan rentan asfiksia
4. Bila BB lebih  perlu tindakan (vakum / SC)

Penyebab postmaturitas
 Otot rahim tidak sensitif terhadap oksitosin
 Psikologis
 Kelainan rahim
Sikap bidan
• Anamnesis
– HPM > 42 minggu
– Gerak janin berkurang / berhenti
• Pemeriksaan
– BB ibu, air ketuban, DJJ, gerak janin, TBJ
• Penatalaksanaan
– Anjurkan/rujuk persalinan di RS
• Penatalaksanaan di RS (oleh dokter)
– Induksi (misoprostol/oksitosin)
– SC

PERTOLONGAN KOLABORASI TINDAKAN OPERATIF KEBIDANAN


EKSTRASI VAKUM
A. Pengertian
Ektraksi Vacum adalah persalinan janin dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tekanan
negative pada kepalanya dengan menggunakan ekstraktor vakum ( ventouse ) dari
malmstrom.
86

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Ekstraksi Vacum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga
negatif (vacum) di kepalanya. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1; 331)

1. Mangkok (cup)
Mangkok ini dibuat untuk membuat caput succedaneum buatan sehingga mangkuk dapat
mencekam kepala janin. Sekarang ini terdapat dua macam mangkuk yaitu mangkuk yang
terbuat dari bahan logam dan plastik. Beberapa laporan menyebutkan bahwa mangkuk
plastik kurang traumatis dibanding dengan mangkuk logam. mangkuk umumnya
berdiameter 4 cm sampai dengan 6 cm. pada punggung mangkuk terdapat:
o Tonjolan berlubang tempat insersi rantai penarik
o Tonjolan berlubang yang menghubungkan rongga mangkuk dengan pipa penghubung
o Tonjolan landai sebagai tanda untuk titik petunjuk kepala janin ( point of direction )
Pada vakum bagian depan terdapat logam/ plastik yang berlubang untuk menghisap cairan
atau udara.

2. Rantai Penghubung
Rantai mangkuk tersebut dari logam dan berfungsi menghubungkan mangkuk dengan
pemegang.

3. Pipa Penghubung
Terbuat dari pipa karet atau plastik lentur yang tidak akan berkerut oleh tekanan negatif.
Pipa penghubung berfungsi penghubung tekanan negatif mangkuk dengan botol.

4. Botol
Merupakan tempat cadangan tekanan negatif dan tempat penampungan cairan
yang mungkin ikut tersedot (air ketuban, lendir servicks, vernicks kaseosa, darah,
dll). Pada botol ini terdapat tutup yang mempunyai tiga saluran:
o Saluran manometer
o Saluran menuju ke mangkuk
o Saluran menuju ke pompa penghisap
5. Pompa penghisap
Dapat berupa pompa penghisap manual maupun listrik
87

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


C. Teknik Tindakan Ekstraksi Vacum

1. Ibu dalam posisi litotomi dan dilakukan disinfeksi daerah genetalia ( vulva toilet ).
Sekitar vulva ditutup dengan kain steril
2. Setelah semua alat ekstraktor terpasang, dilakukan pemasangan mangkuk
dengan tonjolan petunjuk dipasang di atas titik petunjuk kepala janin. Pada
umumnya dipakai mangkuk dengan diameter terbesar yang dapat dipasang.
3. Dilakukan penghisapan dengan tekanan negatif -0,3 kg/cm2 kemudian dinaikkan -
0,2 kg /cm2 tiap 2 menit sampai mencapai -0,7 kg/cm2. maksud dari pembuatan
tekanan negatif yang bertahap ini supaya caput succedaneum buatan dapat
terbentuk dengan baik.
4. Dilakukan periksa dalam vagina untuk menemukan apakah ada bagian jalan lahir
atau kulit ketuban yang terjepit diantara mangkuk dan kepala janin.
5. Bila perlu dilakukan anastesi local, baik dengan cara infiltrasi maupun blok
pudendal untuk kemudian dilakukan episiotomi.
6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu dipimpin mengejan dan ekstraksi dilakukan
dengan cara menarik pemegang sesuai dengan sumbu panggul. Ibu jari dan jari
telunjuk serta jari tanan kiri operator menahan mangkuk supaya tetap melekat
pada kepala janin. Selama ekstraksi ini, jari-jari tangan kiri operator tersebut,
memutar ubun-ubun kecil menyesuaikan dengan putaran paksi dalam. Bila ubun-
ubun sudah berada di bawah simfisis, arah tarikan berangsur-angsur dinaikan (
keatas ) sehingga kepala lahir. Setelah kepala lahir, tekanan negatif dihilangkan
dengan cara membuka pentil udara dan mangkuk kemudian dilepas. Janin
dilahirkan seperti pada persalinan normal dan plasenta umumnya dilahirkan
secara aktif.
Yang Harus Diperhatikan Dalam Tindakan Ektraksi Vacum

 Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubun besar


 Penurunan tekanan harus berangsur-angsur
 Cup dengan tekanan negative tidak boleh terpasang lebih dari ½ jam
 Penarikan waktu ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his dan ibuN
88
mengejan

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


 Apabila kepala masih agak tinggi ( H III ) sebaiknya dipasang cup terbesar
(diameter 7 cm)
 Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi
 Vacum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature
G. Syarat Tindakan Ekstraksi Vakum
1. Pembukaan 7 cm atau lebih
2. Kepala di Hodge II-III
3. Tidak ada disproporsi kepala panggul
4. Konsistensi kepala normal
5. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan

H. Kontraindikasi
1. Letak muka (kerusakan pada mata)
2. Kepala menyusul
3. Bayi premature (tarikan tidak boleh keras)
4. Gawat janin

KURETASE

1. PENGERTIAN KURETASE

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase


(sendok kerokan). Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok
kuret) ke dalam kavum uteri.

2. TUJUAN KURETASE

Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada dua
yaitu:

a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan. 89

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada rahim,
apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda, tindakan yang
dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang harus dilakukan
pasien sebelum menjalani kuret.

3. KAPAN KURETASE HARUS DILAKUKAN

Kuretase bukan ditujukan untuk menggugurkan janin dalam kandungan. Masih


banyak kasus lain yang lebih penting untuk dilakukan tindakan kuretase, karena masalah
tersebut bisa mengganggu kesehatan. Kuretase tak bisa asal dilakukan. Selain harus ada
indikasi medis, juga harus ada persetujuan dari pasangan suami-istri. Dan, keputusan
tersebut ditentukan oleh tim dokter dari hasil diagnosa.

Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menjalani kuretase:

1. Jiwa ibu terancam oleh kehamilan

Ada kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu mempunyai kelainan.
Seperti kelainan jantung atau paru-paru. Wanita dengan kelainan organ penting berisiko
tinggi bila hamil. Misalnya, mengalami kelainan pada paru-paru, untuk berbaring saja
sesak apalagi kalau hamil, dimana ada tekanan pada paru-paru risikonya akan makin
besar.

2. Perdarahan pascapersalinan

Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar. Namun, ada kalanya terjadi perdarahan hebat
pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas. Pada kondisi
ini, tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang masih
tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi. Perdarahan pascapersalinan ini bisa
langsung terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga satu minggu atau satu bulan kemudian.

3. Ada gangguan haid

Kuretase bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang mengalami perdarahan
akibat gangguan haid. Gangguan haid seperti itu, seringkali tidak dapat diatasi dengan
obat-obatan. Begitupun dengan perdarahan yang terjadi pada wanita usia di atas 40 tahun,
yang juga terjadi akibat gangguan haid. Pada kondisi seperti itu, harus dilakukan kuretase,
dengan dua tujuan. Pertama, untuk menghentikan perdarahan akibat adanya sisa-sisa
jaringan yang masih tertinggal dan kedua untuk mencari kepastian apakah jaringan
tersebut ganas atau tidak. Bila mengandung keganasan, akan ditentukan pengobatan
selanjutnya sehingga keganasan tersebut segera dapat dihentikan atau diminimalkan.

4. Kehamilan bermasalah

Wanita yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur, hamil


kosong, ataupun janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi dengan kuretase 90
untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan. Untuk mencegah perdarahan yang bisa saja

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


terjadi. Banyak wanita yang takut menjalani kuretase. Tapi, bila mengalami masalah
seperti yang telah disebutkan, mau tidak mau kuretase harus dilakukan demi
menyelamatkan nyawa. Tindakan kuretase sebaiknya dilakukan pada trimester pertama
atau maksimal janin berusia 12 minggu. Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar,
dan keamanannya cukup tinggi. Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam
kandungan usia 4-5 bulan pun bisa dilakukan meski risikonya lebih tinggi. Tindakan
kuretase memang relatif aman dilakukan saat usia kehamilan baru menginjak trimester
pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya efek samping sangat kecil.

Indikasi Kuretase :

1. Abortus incomplete ( keguguran saat usia kehamilan < 20 mg dengan didapatkan sisa-
sisa kehamilan, biasanya masih tersisa adanya plasenta). Kuretase dalam hal ini dilakukan
untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena keguguran. Mekanisme
perdarahan pada kasus keguguran adalah dengan adanya sisa jaringan menyebabkan
rahim tidak bisa berkontraksi dengan baik sehingga pebuluh darah pada lapisan dalam
rahim tidak dapat tertutup dan menyebabkan perdarahan.

2. Blighted ova ( janin tidak ditemukan, yang berkembang hanya plasenta ). Dalam kasus
ini kuretase harus dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan berkembang menjadi
suatu keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas ganas pada kehamilan.

3. Dead conseptus ( janin mati pada usia kehamilan < 20 mg ). Biasanya parameter yang
jelas adalah pemeriksaan USG, dimana ditemukan janin tetapi jantung janin tidak
berdenyut. Apabila ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg, diperlukan obat perangsang
persalinan untuk proses pengeluaran janin kemudian baru dilakukan kuretase. Akan tetapi
bila ditemukan saat usia kehamilan < 16 mg dapat langsung dilakukan kuretase.

4. Abortus MOLA ( tidak ditemukannya janin, yang tumbuh hanya plasenta dengan
gambaran bergelembung2 seperti buah anggur, yang disebut HAMIL ANGGUR ). Tanda2
hamil anggur adalah tinggi rahim tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Rahim lebih
cepat membesar dan apabila ada perdarahan ditemukan adanya gelembung2 udara pada
darah. Hal ini juga dapat menjadi suatu penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.

5. Menometroraghia ( perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus haid ).


Tindakan kuretase dilakukan disamping untuk menghentikan perdarahan juga dapat
digunakan untuk mencari penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal atau adanya
tumor rahim ( myoma uteri ) atau keganasan ( Kanker endometrium ) setelah hasil
kuretase diperiksa secara mikroskopik ( Patologi Anatomi jaringan endometrium ).

SEKSIO SESARIA

Defenisi Seksio Sesaria


Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin >1000 gr atau kehamilan >28 minggu
(Manuaba,2012). Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat 91

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesaria
adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar,2012).
Jenis – Jenis Operasi Seksio Sesaria Abdominalis
Menurut Harry dan William persalinan seksio sesaria abdominal memilki beberapa jenis
yaitu :

1 Insisi Melintang

Insisi melintang segmen bawah uterus memungkinkan kelahiran perabdominam yang


aman sekalipun dikerjakan pada saat persalinan dan rongga rahim terinfeksi. Insisi
melintang segmen bawah rahim bawah rahim merupakan prosuder pilihan, dengan cara
sebagai berikut :
Insisi Membujur
Insisi Membujur dilakukan dengan cara membuka abdomen dan menyingkirkan uterus
sama seperti pada insisi melintang. Insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan
dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Adapun keuntungan dari
inisisi membujur yaitu :

1. Luka insisi bisa diperlebar ke atas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya
besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang
atau kalau ada anomaly janin seperti kehamilan kembar yang menyatu (conjoined
twins).
2. Sebagian ahli kebidanan menyukai jenis insisi ini untuk placenta previa.

Dan terdapat juga kerugian utama pada insisi membujur yang dapat terjadi
pendarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot, juga sering luka
insisi tanpa di kehendaki meluas kesegmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal
yang lengkap akan hilang. Pada jenis operasi seksio sesarea insisi membujur terdapat 3
teknik yaitu :

a) Seksio sesarea klasik


Seksio sesarea klasik memiliki indikasi bila terjadi kesukaran dalam memisahkan
kandung kemih untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan
– perlekatan akibat pembedahan seksio sesarea yang lalu, atau adanya tumor – tumor di
daerah segmen bawah rahim, keadaan janin yang besar dalam letak lintang dan plasenta
previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim (Hanifa,2005).

b) Seksio Sesarea Extraperitoneal


Seksio sesarea extraperitonel dikerjakan untuk mengindari perlunya histerektomi
pada kasus – kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal.Ada beberapa metode seksio sesarea
extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton.

Teknik pada prosuder ini relative sulit, sering tanpa sengaja masuk ke dalam
92
cavum peritonei, dan insidensi cedera vesira urinaria meningkat.Perawatan prenatal yang

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar, dan tersedianya darah serta antibiotic
telah mengurangi perlunya.teknik extraperitoneal. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi
tetap di simpan sebagai cadangan bagi kasus – kasus tertentu (Harry & William,2010).

c) Seksio sesarea Histerektomi


Seksio sesarea histerektomi merupakan seksio sesarea yang dilanjutkan dengan
pengeluaran uterus.Kalau mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap disebut
histerektomi total. Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih mudah dan dapat
dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi prosuder pilihan kalau
terdapat pendarahan hebat dan pasiennya shock, atau kalau pasien dalam keadaan jelek
akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus seperti ini, tujuan pembedahan adalah
menyelesaikannya secepat mungkin.

1.4.KOMPLIKASI KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN


PENANGANANNYA
PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER III
EKLAMSIA
Pengertian
Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “ halilintar “ karena gejala
eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan.
Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa dari kehamilan ,
ditandai dengan munculnya kejang tonik - klonik , biasanya pada pasien yang telah
menderita preeklampsia .
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa
nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau koma
dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra & John 2008
Etiologi eklampsia
Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau payah ginjal,
dan aspirasi cairan lambung atau edema paru – paru. Sedangkan penyebab kematian bayi
adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
a. Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak dan
protein dapat menimbulkan badan keton
93

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus yang
menyebabkan :
· Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi bradikardi
serta irama yang tidak teratur
· Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya
mekonium yang akan masuk ke dalam paru – paru pada saat pertama kalinya neonatus
aspirasi.
c. Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah
gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar rahim .

Oleh sebab itu perlu memperhatikan komplikasi dan tingginya angka kematian ibu dan
bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre eklampsia menjadi eklampsia perlu
diketahui bidan dan selanjutnya melakukan rujukan ke rumah sakit. .
Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di rumah
sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
· Kejang berulang
· Mengurangi koma
· Meningkatkan jumlah dieresis
b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
· Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
· Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr
c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
· Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
· Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
· Hindari terjadinya trauma tambahan
Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
1. Kamar isolasi
- Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan 94

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


- Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
- Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
2. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan
vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
- Sistem stroganof
- Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
- Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas
saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta
sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
- Diazepam atau valium
- Litik koktil
3. Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
- Dapat didahului dengan induksi persalinan
- Bahaya persalinan ringan
- Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat
pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
- Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
- Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika
Pertimbangan seksio sesarea :
- Gagal induksi persalinan pervaginam
- Gagal pengobatan konservatif

PARTUS LAMA / PARTUS MACET

A. Definisi Partus Lama

Istilah partus lama, ada juga yang menyebutnya dengan partus kasep dan partus
terlantar. Persalinan pada primi biasanya lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila
persalinan berlangsung lama, dapat mmenimbulkan kompilikasi-komplikasi baik terhadap
ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Partus 95

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan lebih dari 18
jam pada multi.

Partus kasep menurut Harjono merupakan fase terakhir dari suatu partus yang
macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksi dan Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK). Partus
lama adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam untuk nulipara dan
multipara. (Sarwono, 2008)

Sebagian besar partus lama menunjukan pemanjangan kala I. Adapun yang menjadi
penyebabnya yaitu, serviks gagal membuka penuh dalam jangaka waktu yang layak.
Harus pula kita bedakan dengan partus tak maju, yaitu suatu persalinan dengan his yang
adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan
putaran paksi selama 2 jam terakhir.

Persalinan pada primi tua biasanya lebih lama. Pendapat umum ada yang
mengatakan bahwa persalinan banyak terjadi pada malam hari, ini disebabkan keyataan
bahwa biasanya persalinan berlangsung selama 12 jam atau lebih, jadi permulaan dan
berakhirnya partus biasanya malam hari. Insiden partus lama menurut penelitian adalah
2,8-4,9%.

B. Etiologi Partus Lama

Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multikomplek dan tentu saja bergantung pada
pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.

Faktor-faktor penyebab antara lain :

1. Kelainan letak janin


2. Letak sungsang
3. Letak lintang
4. Kelainan-kelainan panggul

Dapat disebabkan oleh : gangguan pertumbuhan, penyakit tulang dan sendi, penyakit
kolumna vertebralis, kelainan ektremitas inferior. Kelainan panggul dapat menyebabkan
kesempitan panggul.

3. Kelainan his

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan


kerintangan pada jalan lahir yang lazin terdapat pada setiap persalinan,
tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan
96
4. Pimpinan partus yang salah

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


5. Janin besar atau ada kelainan kongenital.
6. Hidrosefalus
7. Makrosemia
8. Anensefalus
9. Kembarsiam
10. Primitua
11. Perut gantung, grande multi.
12. Ketuban pecah dini

C. Gejala Klinik Partus Lama

1.Pada ibu

Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat, dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai lingkaran Bandle tinggi, edema vulva ,edema
serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.

2. Pada bayi

1. Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur, bahkan negatif.


2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijauan, berbau.
3. Caput sucsadaneum yang besar
4. Moulage kepala yang hebat
5. Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
6. Kematian Janin Intra Partal (KJIP). (Mochtar, 1998).

D. Tanda Dan Gejala Partus Lama

1. Ibu tampak kelelahan dan lemah.


2. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
3. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
4. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi
adekuat.
5. molding sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.

E. Akibat Partus Lama

Ibu:

Akibat untuk ibu adalah penurunan semangat, kelelahan, dehidrasi, asidosis, infeksi dan
resiko ruptura uteri. Perlunya intervensi bedah meningatkan mortalitas dan morbiditas.
Ketoasidosis dengan sendirinya dapat mengakibatkan aktivitas uterus yang buruk dan 97
memperlama persalinan.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Janin:

Akibat untuk janin meliputi trauma, asidosis, kerusakan hipoksik, infeksi dan peningkatan
mortalitas serta morbiditas perinatal.

F. Penanangan Rujukan Partus Lama/Macet

Tujuan

Mengetahui dengan segera dan penanganan yang tepat keadaan darurat pada partus
lama/ macet

Pernyataan Standar

Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala partus macet. Bidan akan
mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan, merujuk ibu dan/melaksanakan
penanganan kegawatdaruratan yang tepat.

Hasil

1. Mengenali secara dini gejala dan tanda partus lama serta tindakan yang
tepat
2. Penggunaan partograf secara tepat dan seksama untuk semua ibu dalam
proses persalinan
3. Penurunan kematian/kesakitan ibu/bayi akibat partus lama
4. Ibu mendapat perawatan kegawatdaruratan obstetric yang cepat dan tepat

Prasyarat

1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah


2. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk :
3. menggunakan partograf dan catatan persalinan
4. melakukan periksa dalam secara baik
5. mengenali hal-hal yang menyebabkan partus lama/macet
6. mengidentifikasi presentasi abnormal (selain vertex/presentasi belakanag kepala)
kehamilan
7. penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan macet
8. Tesedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa pasang
sarung tangan dan kateter steril/DTT
9. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman,
seperti air bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih, dua handuk/kain
hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai
kemudian), pembalut wanita, dan tempat plasenta. Bidan menggunakan sarung
tangan.
10. Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, buku KIA. Partograf digunakan dengan tepat
untuk setiap ibu dalam proses persalinan, semua perawatan dan pengamatan 98

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dicatat tepat waktu. Tindakan tepat diambil sesuai dengan temuan yang dicatat
pada parograf

Proses

Bidan harus :

1. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan kemajuan
persalinan pada partograf dan catatan persalinan. Lengkapi semua komponen
pada partograf dengan cermat pada saat pengamatan dilakukan.
2. Jika terdapat penyimpangan dlam kemajuan persalinan (misalnya garis waspada
pada partograf tercapai, his terlalu kuat/cepat/lemah sekali, nadi melemah dan
cepat, atau DJJ menjadi cepat/tidak teratur/lambat), maka lakukan palpasi uterus
dengan teliti untuk mendeteksi gejala-gejala dan tanda lingkaran retraksi
patologis/lingkaran Bandl
3. Jaga ibu agar mendapat hidrasi yang baik salaam proses persalinan, anjurkan ibu
agar sering minum
4. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan, dan merubah posisi selama proses
persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring terlentang selama proses
persalinan dan kelahiran
5. Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan (sedikitnya setiap 2
jam). Kandung kemih yang penuh akan memperlambat penurunan bayi dan
membuat ibu tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bil aibu tidak bisa kencing
sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dari karet.
(hati-hati bila memasang kateter, sebab uretra mudah terluka pada partus lama/
macet)
6. Amati tanda-tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi abdomen,
menilai penurunan janin, dan periksa dalam, menilai penyusupan janin, dan
pembukaan serviks paling sedikit setiap 4 jam selama fase laten dan aktif
persalinan. Catat semua temuan pada partograf. Lihat standar 9 untuk melihat
semua pengamatan yang diperlukan untuk partograf
7. Selalu amati tanda-tanda gawat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan
tepat jika hal ini terjadi
8. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan
hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan sesudah
melakukan kontak dengan pasien (kuku harus dipotong pendek dan bersih).
Gunakan sarung tangan DTT/steril untuk semua periksa dalam. Selalu
menggunakan teknik aseptic pada saat melakukan periksa dalam

Periksa dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas/gejala infeksi dan
kering/gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan bahaya). Periksa
juga letak janin, pembukaan seviks serta apakah serviks tipis, tegang, atau mengalami
edema. Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan
atau bila garis waspada pada partograf dilewati persiapkan rujukan yang tepat.

1. Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0-4 cm): 99
berlangsung lebih dari 8 jam

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Rujuk dengan tepat untuk fase aktif yang memanjang, kurang adri 1cm/jam dan
garis waspada pada partograf telah dilewati
3. Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang :
4. 2 jam meneran untuk primipara
5. 1 jam meneran untuk multipara
6. Jika ada tanda dan gejala persalinan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada
ibu, maka ibu dibaringkan ke sisi kiri dan berikan cairan IV RL. Rujuk ke rumah
sakit. Damping ibu untuk menjaga agar keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada
ibu, suami/keluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah
sakit
7. Jika dicurigai adanya rupture uteri (his tiba-tiba berhenti atau syok berat), maka
rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV (RL), iasanya diberikan ampisilin1
gr IM, diikuti pemberian 500mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500mg per oral setiap
6 jam setelah bayi lahir
8. Bila kondisi ibu/bayi buruk, dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu
kelahiran bayi dengan ekstraksi vacuum (lihat standar 19)
9. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepal lahir (distosia bayi):
10. Lakukan episiotomy
11. Dengan ibu dalam posisi berbaring terlentang, minta ibu melipat kedua paha, dan
menekuk lutut kea rah dada sedekat mungkin (minta dua orang untuk membantu,
mungkin suami atau anggota keluarga lainnya, untuk menekan lutu ibu dengan
mantap kearah dada. Maneuver Mc Robert)
12. Gunakan sarung tangan DTT/ steril

Lakukan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan. Hindarkan tarikan
berlebihan pada kepal akarena mungkin akan melukai bayi. Pada saat melakukan tarikan
pada kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan suprapubis ke bawah untuk
membantu kelahiran bahu. Jangan pernah melakukan dorongan pada fundus. Pemberian
dorongan pada fundus akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan menyebabkan
rupture uteri

1. Jika bayi tetap tidak lahir :

1. Dengan menggunakan sarung tangan DTT/steril, masukkan satu tangan


ke dalam vagina
2. Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah sternum bayi untuk
mengurangi diameter bahu

2. Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir

1. Masukkan satu tangan ke dalam vagina


2. Pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior, lengan
fleksi dibagian siku, tempatkan lengan melintang di dada. Cara ini akan
memberikan ruang untuk bahu anterior bergerak di bawah simpisis pubis
3. Mematahkan clavikula bayi hanya dilakukan jika semua pilihan telah gagal
100

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


3. Isi partograf, kartu ibu, dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap
dan menyeluruh. Jika ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu
copy partograf ibu dan dokumen lain bersama ibu.

RETENSIO PLASENTA

Defenisi

Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu


setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak , artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera
( Manuaba, 2008). Selanjutnya menurut Kunsri (2007) Retensio plasenta adalah
terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi, dapat
terjadi retensio plasenta berulang ( habitual retension ) oleh karena itu plasenta harus di
keluarkan karna dapat menimbulkan bahaya perdarahan.

Faktor Etiologi

Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :

a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat

lebih dalam .

b. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan

meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi

pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar .

2. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila

sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan (Mochtar, 1998).

3. Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu di

usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau plasenta sudah lahir,

perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
101
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


lembek pada palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus

berkontraksi dengan baik (Wiknjosastro, 2005).

Patogenesis

Retensio plasenta dan manajemennya ( pengangkatan manual plasenta ) dapat

memberikan efek negatif pada kualitas kontak ibu dengan bayi yang dilahirkan maupun

kesehatan post partumnya. Retensio plasenta, dapat juga mengurangi waktu yang

dihabiskan untuk berdekatan, menyusui dan berkenalan dengan bayi barunya serta dalam

jangka panjang bisa menyebabkan ibu anemis dan nyeri. Pada kasus berat dapat

menyebabkan perdarahan akut, infeksi, perdarahan post partum sekunder, histerektomi,

dan bahkan kematian maternal. Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran pervaginam

sedangkan 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami retensio plasenta

(Chapman, 2006).

Diagnosis

Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30 menit,

perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul :

1. Tali Pusat putus akibat kontraksi berlebihan.

2. Inversio uteri akibat tarikan.

3. Perdarahan lanjutan.

Dijumpai pada kala tiga atau post partum dengan gejala yang nyeri yang hebat perdarahan

yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada

yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis ( Geocities, 2006 ).

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam

waktu pendek, tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama. Tanpa disadari penderita 102

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi

lebah cepat dan tekanan darah menurun, jika perdarahan berlangsung terus menerus

dapat menimbulkan syok. perdarahan yang banyak bisa juga meyebabkan syndrom

Sheehan sebagai akibat nekrosis. gejala gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia,

turunnya berat badan sampai menimbulkan penurunan fungsi seksual, kehilangan rambut

pubis dan ketiak (Sarwono, 2005).

Penanganan Retensio Plasenta .

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir , harus diusahakan untuk

mengeluarkannya , dapat dicoba dulu dengan :

a. Plasenta Manual

Plasenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio

plasenta, teknik operasi plasenta manual tidaklah sukartetapi harus dipikirkan jiwa

penderita. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :

1. Grande multipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive

inkreta dan plasenta perkreta .

2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

3. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan yaitu darah penderita

terlalu banyak hilang, dan keseimbangan baru terbentuknya bekuan darah

sehingga perdarahan tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

4. Plasenta manual dengan segera dilakukan karena terdapat riwayat perdarahan

post partum berulang , pada pertolongan persediaan dengan narkosa plasenta


103
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam ( Manuaba , 1998 ).

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Komplikasi Tindakan Plasenta Manual

a. Terjadinya perforasi uterus

b. Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteri

terdorong kedalam rongga rahim .

c. Terjadinya perdarahan karena atonia uteri ( Manuaba, 1998 ).

PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER


Perdarahan pasca salin didefinisikan kehilangan darah 500 cc dalam persalinan
pervaginam atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal.( Ramanathan G, Arulkumaran S
,2006)
Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua:
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan
Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan
Persalinan Sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat).
Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama.
Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri), atau sisa plasenta
yang tertinggal.

EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
Angka kejadian perdarahan pasca salin setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8
%. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan
pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk
menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(Alan H, Decherney,2003)
104
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya
layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan
mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di
kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus
membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah
dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia
uteri merupakan penyebab utama perdarahan pasca salin.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pasca salin memperbesar kemungkinan
infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa
menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior
sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
· Manipulasi uterus yang berlebihan
· General anestesi (pada persalinan dengan operasi )
· Uterus yang teregang berlebihan
· Kehamilan kembar
· Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
· polyhydramnion
· Kehamilan lewat waktu
· Partus lama
· Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
· Anestesi yang dalam 105

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


· Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
· Plasenta previa
· Solutio plasenta
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi
dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi
perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a. Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b. Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus
serosa.
d. Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.

2. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, 106

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah fundus naik dimana pada perabaan uterus terasa
bulat dan keras, bagian tali pusat yang berada di luar lebih panjang dan terjadi perdarahan
sekonyong-konyong. Cara memastikan lepasnya plasenta:
1. Kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis. Bila tali pusat
tak tertarik masuk lagi berarti tali pusat telah lepas.
2. Strassman
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri mengetuk-ngetuk fundus. Jika terasa
getaran pada tali pusat, berarti tali pusat belum lepas.
3. Klein
Ibu disuruh mengejan. Bila plasenta telah lepas, tali pusat yang berada diluar bertambah
panjang dan tidak masuk lagi ketika ibu berhenti mengejan.
Apabila plasenta belum lahir ½ jam-1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan untuk
mengeluarkannya. Tindakan yang dapat dikerjakan adalah secara langsung dengan
perasat Crede dan Brant Andrew dan secara langsung adalah dengan manual plasenta.
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum
terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca persalinan sekunder).
Pendarahan pasca salin yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-
potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi
tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi
mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
(Winkjosastro H dkk ,2002)
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir
a. Ruptur uterus
b.Robekan jalan lahir 107

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


c. Inversio uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina. Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan
perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah
persalinan.

1. Robekan vulva
Sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva
di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa
timbul perdarahan banyak, khususnya pada luka dekat klitoris.
2. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari
sirkumferensia suboksipitobregmatika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Tingkatan robekan pada perineum:
§ Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek
§ Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
§ Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding
depan rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan
diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri. 108

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


3. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Kadang ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum. Robekan atas vagina
terjadi sebagai akibat menjalarnya robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan
cabang-cabang arteri uterina terputus, dapat timbul perdarahan yang banyak. Apabila
perdarahan tidak bisa diatasi, dilakukan laparotomi dan pembukaan ligamentum latum.
Jika tidak berhasil maka dilakukan pengikatan arteri hipogastika.
§ Kolpaporeksis
Adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi
apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terdapat regangan segmen bawah
uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul,
sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Jika tarikan ini melampaui
kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian
yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa
timbul apabila pada tindakan per vaginam dengan memasukkan tangan penolong ke
dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk
mencegah uterus naik ke atas.
§ Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan
vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio secarea. Fistula
dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih
atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan
serviks menjalar ke tempat menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka,
urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau
rektovaginalis.
4. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang
luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila 109

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks
uteri. Apabila ada robekan, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum,
supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Apabila serviks kaku dan his kuat,
serviks uteri dapat mengalami tekanan kuat oleh kepala janin, sedangkan pembukaan
tidak maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian serviks atau
pelepasan serviks secara sirkuler. Pelepasan ini dapat dihindarkan dengan seksio secarea
jika diketahui bahwa ada distosia servikalis. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus
inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki
kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio
uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan
atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau
meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan
permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat
Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat
yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak di atas serviks atau dalam vagina sehingga diagnosis
inversio uteri dapat dibuat. Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina
terdapat pula tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan
pada tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah
persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan
cukup bulan atau hampir cukup bulan. (Winkjosastro H dkk ,2002)
Walaupun inversio uteri kadang-kadang bisa terjadi tanpa gejala dengan penderita tetap
dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat
dengan angka kematian tinggi (15-70%). Reposisi secepat mungkin memberi harapan
yang terbaik untuk keselamatan penderita. (Winkjosastro H dkk ,2002)
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah 110

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat
perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat
dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya
terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun
yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan,
seperti pada defisiensi faktor pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carrier),
trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia dan purpura
trombositopenia. Dari semua itu yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah
purpura trombositopenik dan hipofibrinogenemia.
a. Purpura trombositopenik
Penyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh
keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia
hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio plasenta, infeksi,
alergi dan radiasi.
b. Hipofibrinogenemia
Adalah turunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu, yakni
100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan kadar
berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar fibribogen
normal pada pria dan wanita rata-rata 300mg% (berkisar 200-400mg%), dan pada wanita
hamil menjadi 450mg% (berkisar antara 300-600mg%).

SEPSIS PUERPERALIS
A. PENGERTIAN
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap
saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah
persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini :
– Nyeri pelvik;
– Demam 38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja;
rabas – vagina yang abnormal; 111

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


– Rabas – vagina berbau busuk;
– Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala sepsis puerperalis antara lain malaise, sakit kepala, anoreksia,
dan sedikit peningkatan suhu secara remiten, serta peningkatan denyut nadi, biasanya
mulai 3-4 hari setelah melahirkan dapat diikuti oleh masa tidak nyaman yang samar di
perineum atau abdomen bagina bawah, dan mual serta muntah. Sering kali Lochia
menjadi berbau busuk. Demam tinggi (demam nifas), nadi cepat, rasa sakit setempat, dan
nyeri tekan pada pelvis dapat diamati selama satu sampai dua hari berikutnya. Dapat
terjadi syok bakteremia.
PENGOBATAN
Manajemen Umum Sepsis Puerperalis:
1. Mengisolasi pasien yang diduga terkena sepsis puerpuralis dalam pemberian
pelayanan kebidanan. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi pada pasien
lain dan bayinya.

2. Pemberian antibiotik
Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam, dan
kombinasi antibiotik berikut ini dapat diberikan :
a. ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan
b. gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan
c. metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
Jika demam masih ada 72 jam setelah pemberian antibiotik di atas, dokter akan
mengevaluasi dan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi mungkin
diperlukan. Antibiotik oral tidak diperlukan jika telah diberikan antibiotik IV.Jika ada
kemungkinan pasien terkena tetanus dan ada ketidakpastian tentang sejarah vaksinasi
dirinya, perlu diberikan tetanus toksoid.
3. Memberikan banyak cairan
Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi, membantu menurunkan
demam dan mengobati shock. Pada kasus yang parah, maka perlu diberikan cairan infus.
Jika pasien sadar bisa diberikan cairan oral. 112

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


4. Mengesampingkan fragmen plasenta yang tertahan
Fragmen plasenta yang tersisa dapat menjadi penyebab sepsis nifas. Pada rahim, jika
terdapat lokhia berlebihan,berbau busuk dan mengandung gumpalan darah, eksplorasi
rahim untuk mengeluarkan gumpalan dan potongan besar jaringan plasenta akan
diperlukan. Tang Ovum dapat digunakan, jika diperlukan.
5. Keterampilan dalam perawatan kebidanan
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan untuk membantu
penyembuhannya. Berikut aspek perawatan yang penting:
- Istirahat
- Standar kebersihan yang tinggi, terutama perawatan perineum dan vulva
- Antipiretik dan / atau spon hangat mungkin diperlukan jika demam sangat tinggi
- Monitor tanda-tanda vital, lokhia, kontraksi rahim, involusi, urin output, dan mengukur
asupan dan keluaran
- Membuat catatan akurat
- Mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang.

6. Perawatan bayi baru lahir


Kecuali ibu sangat sakit, bayi baru lahir bisa tinggal dengannya. Namun, tindakan
pencegahan diperlukan untuk mencegah infeksi dari ibu ke bayi. Pengamatan sangat
penting untuk mengenali tanda-tanda awal infeksi, karena infeksi pada neonatus dapat
menjadi penyebab utama kematian neonatal. Hal yang perlu diperhatikan :
- Mencuci tangan : jika ibu cukup baik kondisinya, penting untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi baru lahir
- Menyusui: jika ibu cukup baik, menyusui bisa diteruskan. Jika ibu sangat sakit,
dikonsultasikan dengan medis praktisi yang mengkhususkan diri dalam perawatan bayi
baru lahir.
- Ibu sangat sakit: jika tidak mungkin bagi bayi baru lahir dirawat oleh ibu, saudara dekat
mungkin tersedia bagi merawat bayi sampai ibu cukup baik. Namun, harus ditekankan
bahwa karena bayi yang baru lahir juga berisiko dalam mengembangkan infeksi.
7. Manajemen lebih lanjut
113

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Jika tidak ada perbaikan dengan manajemen umum peritonitis di ata, laparotomi akan
dilakukan untuk mengalirkan nanah. Jika uterus nekrotik dan sepsis, mungkin diperlukan
histerektomi subtotal.
ASFIKSIA NEONATORIUM
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia
pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu
hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Tanda Gejala Serta Diagnosa Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia

1. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap


2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran

Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

A. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai, yaitu :

1. 2 helai kain / handuk.


a. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi.
b. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
c. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
d. Kotak alat resusitasi.
e. Jam atau pencatat waktu.(Wiknjosastro, 2007).

B. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
114
1. Memastikan saluran terbuka

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.

2. Memulai pernafasan

1. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan


2. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi

1. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara


2. Kompresi dada.
3. Pengobatan

C. Langkah-Langkah Resusitasi

Setiap melakukan tindakan atau langkah harus didahului dengan persetujuan tindakan
medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :

1. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang
untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
2. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
3. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
4. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
5. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.(Sarwono
prawirohardjo,2002)

TAHAP I LANGKAH AWAL

Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah
awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah
tersebut meliputi :

1. Jaga bayi tetap hangat


a. Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali
pusat.
c. Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.
2. Atur posisi bayi
a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
b. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi. 115
3. Isap lendir

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :

1. Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.


2. Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukkan.
3. Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam
mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan
denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
4. Keringkan dan rangsang bayi.
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan
sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
b. Lakukan rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil telapak
kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak
tangan.
i. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
b. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
c. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan
dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
d. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
2. Lakukan penilaian bayi
a. Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau
megap-megap.

Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.

II. TAHAP II VENTILASI

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara
kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :

1. Pasang sunkup

Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.

2. Ventilasi 2 kali

Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.

116

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat
penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah
jalan nafas bayi terbuka.

1. Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila


tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa
posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila
masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada
mengembang lakukan tahap berikutnya.

1. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.


a. Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30
detik dengan tekanan 20cm air
b. Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik
lakukan penilaian ulang nafas.
i. 1. Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
ii. 2. Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan
ventilasi.
2. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
c. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-
megap.
i. 1. Jaka bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
ii. 2. Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang
nafas setiap 30 detik.
3. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
a. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
b. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
4. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
a. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi
selama 10 menit.
b. Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan
kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
c. Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami
kerusakan otak yang permanen.

SYOK OBSTETRIC
SYOK OBSTETRIK
117

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam
jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak
mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak adalah perdarahan,
kemudian neurologenik, kardiogenik, endotoksik/septic, anafilaktik, dan penyebab syok
yang lain seperti emboli, komplikasi anastesi, dan kombinasi.
Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah, pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari, sesak nafas, pengelihatan kabur, gelisah,
dan akhirnya oliguria/anuria.
Komplikasi akibat penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis
metabolic akibat metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen.
Hipoksia/iskemia yang lama pada hipofise dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise
dan gagal ginjal akut. Koangulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnnya
tromboplastin dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya darah
koroner. Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan
jika penyembuhan fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau
hipofise akan timbul.
Penanganan syok terdiri atas 3 garis utama, yaitu pengembalian fungsi sirkulasi
darah,dan oksigenasi, eradikasi infeksi, serta koreksi cairan dan elektrolit. Akibat kematian
ibu karena perdarahan dalam kebidanan dapat mencapai 13,4% di USA.

Jenis dan Etiologi


1. Syok Hemoragik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat
perdarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan ektopik dan penyakit
trofoblas (mola hidatidosa); perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio
plasenta, rupture uteri, dan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi
jalan lahir.
118

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Syok Neurogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau
persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang
kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus
yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba
daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor ovarium yang sangat besar.
3. Syok Kardiogenik
Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak efektif yang disebabkan
oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada penyakit-penyakit
katup jantung.
4. Syok Endotoksik/septic
merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif. Sering dijumpai
pada abortus septic, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.
5. Syok Anafilatik
yaitu syok yang sering terjadi akibat alergi /hipersensitif terhadap obat-obatan.
Penyebab syok yang lain seperti emboli air ketuban, udara atau thrombus, komplikasi
anastesi dan kombinasi seperti pada abortus inkompletus (hemoragik dan ensotoksin) dan
kehamilan ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan neurogenik).
Gejala Klinik Syok
Gejala klinik syok pada umumnya sama pada semua jenis syok antara lain tekanan darah
menurun, nadi cepat, dan lemah akibat perdarahan. Jika terjadi vasokontriksi pembuluh
darah kulit menjadi pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari kemudian diikuti sesak nafas,
pengelihatan kabur, gelisah dan oligouria/anuria dan akhirnya dapat menyebabkan
kematian ibu.
Penanganan Syok Dalam Kebidanan
Prinsip pertama dalam penanganan kedaruratan medic dalam kebidanan atau
setiap kedaruratan adalah ABC yang terdiri atas menjaga saluran nafas (airway),
pernafasan (Breathing), dan sirkulasi darah (Circulation). JIka situasi tersebut terjadi di luar
Rumah Sakit, pasien harus dikirim ke rumah sakit dengan segera dan aman. 119

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


DISTOSIA BAHU
1. PENGERTIAN

Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan
mencoba salah satu metode persalinan bahu (Manuaba, 2001).
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetric oleh
karena dengan tarikan bisa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009).
Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetric karena terbatasnya waktu
persalinan, terjadi trauma janin,dan kompikasi pada ibunya, kejadiannya sulit diperkirakan
setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura dan persalinan bahu mengalami kesulitan
(Manuaba, 2001).
2. ETIOLOGI
Distosia bahu disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Obesitas ibu pertambahan berat badan yang berlebihan
b. Bayi berukuran besar
4. TANDA DAN GEJALA TERJADINYA DISTOSIA BAHU
a) Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia
bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar normal.
b) Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu
pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
c) Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak melahirkan
bahu.

5. KOMPLIKASI
a. Pada janin
1) Meninggal, Intrapartum atau neonatal
2) Paralisis plexus brachialis
3) Fraktur klavikula
4) Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
5) Fraktura humerus
120
b. Pada ibu:

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1) terjadi Robekan di perineum derajat III atau IV
2) Perdarahan pasca persalinan
3) Rupture uteri (Hakimi, 2003).
9. PENANGANAN DISTOSIA BAHU
Diperlukan seorang asisten untuk membantu sehingga bersegeralah minta bantuan,
jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior
sudah masuk kepanggul, bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan
semakin sulit dilahirkan tarikan pada kepala, untuk mengendorkan ketegangan yang
menyulit bahu posterior masuk panggul tersebut dapat dilakukan episiotomy yang luas,
posisi Mcrobert, atau posisi dada-lutut, dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan
karena akan semakin menyulit bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan rupture
uteri, disamping perlunya asisiten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu
setelah kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteri umbilikalis dengan lalu 0,04
unit/menit. Dengan demikian pada bayi sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia
waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cidera
hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut diagnosis :
a) Hentikan fraksi pada kepala, segera memanggil bantuan
b) Manuver Mcrobert, posisi Mcrobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik,
tarikan kepala.
c) Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik tarikan
kepala)
d) Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood.
Langkah-langkah tindakan cara pertolongan distosia bahu antara lain:
A. Langkah pertama : Manuver Mcrobert
Maneuver Mcrobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi Mcrobert yaitu ibu
terlentang memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin kedada dan
rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi), lakukan episiotomy yang cukup lebar,
gabungan episiotomy dan posisi Mcrobert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk kedalam panggul, mintalah asisten untuk menekan suprasimfisis 121

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar
mau masuk dibaeak simfisis sementara itu dilakukan tarikan pada kepala janin kearah
postero kaudal dengan mantap, langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior, hindari
tarikan yang berlebihan karna akan mencederai pleksus brakhialis setelah bahu anterior
dilahirkan.langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala
maneuver ini cukup sederhana,aman dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu
derajat ringan sampai sedang (Prawirohardjo,2009).
B. Langkah ke Dua : Manuver Rubin
Oleh karna anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada diameter oblik atau
tranvernya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik
atau tranversanya untuk memudahkan melahirkannya tidak boleh melakukan putaran pada
kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu yang dapat dilakukan adalah memutar
bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah dorsal, pada umumnya
sulit menjangkau bahu anterior,sehingga pemutaran lebih mudah dilakukan pada bahu
posteriornya,masih dalam posisi Mcrobert masukkan tangan pada bagian posterior
vagina,tekanlah pada daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
oblik/tranversa lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yangmembuat punggung
bayi menghadap kearah anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karna kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteros atau punggung bayi menghadap kearah posterior,ketika dilakukan penekanan
suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih anduksi
sehingga diameternya mengecil,d engan bantuan tekanan simpra simfisis kearah
posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal dengan mantap untuk melahirkan
bahu anterior (Prawirohardjo,2009).
C. Langkah ke Tiga : Manuver Wood (Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak)
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi
punggung bayi masukkan tangan penolong yang bersebrangan dengan punggung bayi
(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) kevagina
temukan bahu posterior, telusuri tangan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa
dilakukan dengan menekan fossa kubiti) peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap kearah dada bayi langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan 122

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis,dengan bantuan
tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah postero kaudal
dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi
sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan
pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium pada posisi
telentang atau litotomi sandi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang
tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya pada manuverin,bahu posterior
dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul ternyata
tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup, berdasarkan hal itu
memutar bahu akan mempermudah melahirkannya, maneuver woods dilakukan dengan
menggunakan 2 jari tangan bersebrangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian
depan bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada dibawah akralis pubis,
sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu
posterior dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan.
PROLAPSUS TALI PUSAT
Pengertian
Prolaps tali pusat adalah tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin
di dalam jalan lahir setelah ketubah pecah (Saifuddin, 2008).
Pembagian prolaps tali pusat
Prolaps tali pusat dibagi menjadi:
1. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)
Adalah jika tali pusat teraba keluar atau berada disamping dan melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan diluar
vagina setelah ketuban pecah.
2. Tali pusat terdepan (tali pusat terkemuka)
Adalah jika tali pusat berada disamping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis
servikalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedangkan ketubah masih intek atau
belum pecah.

123

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


3. Occult prolapse adalah keadaan dimana tali pusat terletak di samping kepala atau di
dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
(Winkjosastro,2005).
2.3 Etiologi
1. Etiologi fetal
a. Sebagian besar dari tali pusat menumbung terjadi pada presentasi:
1) Letak lintang
2) Letak sungsang presentasi bokong, terutama bokong kaki.
b. Prematuritas
Seringnya kedudukan abnormal pada persalinan prematur, yang salah satunya
disebabkan karena bayi yang kecil.
c. Gemeli
Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi gangguan adaptasi,frekuensi presentasi
abnormal yang lebih besar.
d. Polihidramnion
Ketika ketuban pecah, sejumlah besar cairan mengalir ke luar dan tali pusat hanyut ke
bawah.
2. Etiologi Maternal
a. Disproporsi kepala panggul
Disproporsi antara panggul dan bayi menyebabkan kepala tidak dapat turun dan pecahnya
ketuban dapat diikuti tali pusat menumbung.
b. Bagian terendah yang tinggi
Tertundanya penurunan kepala untuk sementara dapat terjadi meskipun panggul normal.

3. Etiologi dari tali pusat dan plasenta


a. Tali pusat yang panjang
Semakin panjang tali pusat, maka semakin mudah menumbung.
b. Plasenta letak rendah
Jika plasenta dekat serviks maka akan menghalangi penurunan bagian terendah.
Disamping itu insersi tali pusat lebih dekat serviks.
Komplikasi 124

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1. Pada Ibu
Dapat menyebabkan infeksi intra partum, pecahnya ketuban menyebabkan bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakterimia dan sepsis pada ibu dan janin. Sedangkan pemeriksaan
serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina kedalam uterus.
Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi
distosia. Infeksi merupakan bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama(Chuningham dkk, 2005).
2. Pada janin
a. Gawat janin
Gawat janin adalah keadaan atau reaksiketika janin tidak memperoleh oksigen yang
cukup.
Gawat janin dapat diketahui dari tanda-tanda berikut:
1) Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit.
2) Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x / hari).
3) Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan(jika bayi lahir dengan letak
kepala).
b. Cerebral palsy adalah gangguan yang mempengaruhi otot, gerakan, dan ketrampilan
motorik (kemmpuan untuk bergerak dalam cara yang terkoordinasidan terarah)akibat dari
rusaknya otak karena trauma lahir atau patologi intrauterin (Chuningham dkk, 2005).
2.6 Penanganan
Upaya –upaya sebelum tindakan pengakhiran kehamilan segera,sebagai berikut:
1. Memposisikan ibu untuk menungging atau posisi tredelenbrug untuk mengurangi
tekanan pada tali pusat.
2. Mendorong bagian terendah janin kearah kranial untuk mengurangi tekanan pada tali
pusat.
3. Memantau terus denyut jantung dan pulsai tali pusat
4. Resusitasi intrauterine melalui oksigenasi pada ibu
Penanganan tali pusat menurut lokasi/tingkat pelayanan
1. Polindes:
a. Lakukan VT jika ketuban sudah pecah dan bagian terbawah janin belum turun. 125

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b. Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau dengan meletakkan tali
pusat diantara dua jari.
c. Lakukan resposisi tali pusat. Jika berhasil usahakan bagian terbawah janin memasuki
bagian rongga panggul dengan menekan fundus uteri dan usahakan dengan segera
persalinan pervaginam.
d. Suntikkan terbulatin 0,25 mg subkutan.
e. Dorong keatas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke puskesmas atau langsung
ke rumah sakit.
2. Pukesmas:
a. Penanganan sama seperti diatas
b. Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan segera rujuk kerumah sakit.
3. Rumah Sakit:
a. Lakukan evaluasi/penanganan seperti diatas
b. Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi segera lakukan SC. (Winkjosastro,
2007).
CEPALOE PELVIC DISPROPORTION (CPD)
RUPTURE UTERUS
Rupture Uteri

Angka Kematian

Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dalam


persalinan. Angka kejadian ruptura uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1 :
92 sampai 1 : 428 persalinan. Begitu juga angka kematian ibu akibat rupturea uteri masih
anak tinggi yaitu berkisar antara 17,9 sampai 62,6 %. Angka kematian anak pada ruptura
uteri antara 89,1 % sampai 100 %.

Faktor Prodisposisi

a. Multifaritas / grandimultipara.
2. Ini disebabkan oleh karena, dinding perut yang lembek dengan kedudukan uters dalam
posisi antefleksi, sehingga dapat menimbulkan disproporsi sifalopelvik, terjadinya infeksi
126
jaringan fibrotik dalam otot rahim penderia, sehingga mudah terjadi ruptura uteri spontan.

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


3. Pemakaian desitosin untuk indikasi atau stimulasi persalinan yang tidak tepat.
4. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta. Plasenta
inkreta atau plasenta perkreta.
5. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikkornis.
6. Hidramnion.

Jenis

1. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana
terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi
janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.

2. Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus
minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus,
seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi,
histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam
bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila
jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang
pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban
tetap utuh.

Pembagian jenis menurut anatomik

Secara anatomik reptura uteri dibagi atas :

1. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini selain dinding uterus robek, lapisan serosa
(pertoneum) juga robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut.

127

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Ruptura uteri inkomplit dalam hal ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan
lapisan serosa tetap utuh.

Gejala

1. Biasanya ruptura uteri didahului oelh gejala-gejala rupture untuk membakar, yaitu his
yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu
ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi
meninggi.

2. Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar
melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus,
pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-
bagian janin dapat diraba langsung dbawah dinding perut, ada nyeri tekan,dan di perut
bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umamnya janin sudah
meninggal.

3. Jika kejadian ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme
dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.

Prognosis

Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan
pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan
mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan
operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali
dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul
gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada
waktu yang tepat.

Penanganan

128

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita
diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat
untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.

2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut
dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,
dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda
infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu
yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada
kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum
merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk
dilakukan seksio sesaria primer.

KOMPLIKASI KALA III


Komplikasi Persalinan
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta
lahir.
Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
129
4. Partus lama / partus terlantar

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas
dari dinding uterus.
Gejala Klinis:
1. Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2. Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian
oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U
Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin.
Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.
Retensio Plasenta
Definisi keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Epidemiologi
16-17 % dari kasus perdarahan postpartum
Penyebab
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium
sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding
rahim. 130

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala
III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh
karena itu keduanya harus dikosongkan.
Penegakan diagnosis
Plasenta belum lahir selama 1jam setelah bayi lahir.
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang.
Berdasarkan penyebab perdarahan postpartum
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila
plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai
perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta :
1. Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Mencuci tangan secara efektif
3. Melaksanakan pemeriksaan umum
4. Mengukur vital sign,suhu,nadi,tensi,pernafasan
5. Melaksanakan pemeriksaan kebidanan
a.inspeksi, b.palpasi, c.periksa dalam
6. Memakai sarung tangan steril
7. Melakukan vulva hygiene 131

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


8. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta
9. Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir,atau terjadi perdarahan
sementara placenta belum lahir,maka berikan oxytocin 10 IU IM.
pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi,kemudian coba
melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali
10. Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan
banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual
11. Berikan cairan infus NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan
Manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci
hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga
rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun.
Tepi plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila sudah lepas ditarik
keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah.
Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan
membawa infeksi
Komplikasi
Perdarahan menyebabkan syok hemoragik yang berakibat pada kematian.Retensio
Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir . (Prawirohardjo,2002)

Jenis-jenis retensio Plasenta :


1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miomentrium. 132

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miomentrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yng
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ontium uteri.
2.1.3. Robekan / Perlukaan Jalan Lahir
1. Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium
(Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma
pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus
koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani
membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis
superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum,
membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara
vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor.
Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus
perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna
dan eksterna (Cunningham, 1995). 133

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium
dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
Umumnya terjadi pada persalinan karena :
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Jaringan parut pada perinium
4. Distosia bahu
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
1. Pendarahan segera
2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir
3. Uterus kontraksi baik
4. Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
1. Pucat
2. Lemah
3. Menggigil

b. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena
angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit
sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium. Penyebab
ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. 134

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama
mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam.
Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya. Menurut
waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Gravidarum adalah rupture yang terjadi waktu sedang hamil, sering
berlokasi pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum adalah rupture yang terjadi waktu melahirkan anak,
lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1. Menurut lokasinya:
2. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi
seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
3. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama
tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri
yang sebenarnya
4. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi
dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
5. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
2. Menurut robeknya peritoneum
1. Rupture uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (
perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga
uterus dengan bahaya peritonitis
2. Rupture uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamen latum
3. Menurut etiologinya
Ruptur uteri spontanea menurut etiologinya dikarenakan dinding rahim yang lemah dan
cacat, bekas seksio sesarea, bekas miomectomia, bekas perforasi waktu keratase.
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1. Ruptur uteri kompleta
a. Jaringan peritoneum ikut robek
b. Janin terlempar ke ruangan abdomen 135

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah terjadi infeksi
2. Ruptura uteri inkompleta
a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

1. 5 Tindakan operatif kebidanan

PRINSIP DASAR
A. Prinsip Dasar
Kasus kegawatdarurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani
akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Dari sisi obstetri empat penyebab
utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir ialah (1) perdarahan; (2) infeksi dan sepsis;
(3) hipertensi dan preeklampsia/eklampsia, serta (4) persalinan macet (distosia).
Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga
penyakit yang lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan dalam masa nifas. Yang
dimaksudkan dengan kasus perdarahan disini termasuk kasus perdarahan yang
diakibatkan oleh perlukaan jalan lahir mencakup juga kasus ruptura uteri. Selain keempat
penyebab kematian utama tersebut, masih banyak jenis kasus gawatdarurat obstetri baik
yang terkait langsung dengan kehamian dan persalinan, misalnya emboli air ketuban,
maupun yang tidak terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka
bakar, syok anafilaktik karena obat, dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas.
Manifestasi klinik kasus gawatdarurat tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup
luas.
1. Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak,
merembes, profus, sampai syok.
136

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan
pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.
3. Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia, dapat bermanifestasi mulai dari
keluhan sakit/pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai
koma/pingsan/tidak sadar.
4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal yaitu apabila kemajuan persalinan
tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal; tetapi kasus persalinan macet
ini dapat merupakan manifestasi ruptura uteri.
5. Kasus gawatdarurat yang lain, bermanifestasi klinik sesuai dengan penyebabnya.
Mengenal kasus gawatdarurat obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang
cepat dan tepat dapat dilakukan . mengingat manifestasi klinik kasus gawatdarurat
obstetric yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut
tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan
daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan ataupun kelambatan dalam
menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam prinsip, pada saat menerima setiap kasus
yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat atau setidak-tidaknya dianggap berpotensi
gawatdarurat, sampai ternyata setelah pemeriksaan selesai kasus itu ternyata bukan
kasus gawatdarurat.
Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan permasalahan utama (diagnosis) dan
tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah. Walupun
prosedur pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan
hubungan antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap
diperhatikan.

B. Penilaian Awal
Dalam menentukan kondisi kasus obstetri yang dihadapi apakah dalam keadaan
gawatdarurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan obstetrik. Dalam praktik,
oleh karena pemeriksaan sistematis yang lengkap membutuhkan waktu agak lama,
padahal penilaian harus dilakukan secara cepat, maka dilakukan penilaian awal. 137

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri yang
dicurigai dalam keadaan gawatdarurat dan membutuhkan pertolongan segera dengan
mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis
lengkap belum dilakukan. Anamnesis awal dilakukan bersama-sama periksa pandang,
periksa raba, dan penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan informasi yang
sangat penting berkaitan dengan kasus. Misalnya, apakah kasus mengalami perdarahan,
demam, tidak sadar, kejang, sudah mengejan atau bersalin berapa lama, dan sebagainya.
Fokus utama penilaian adalah apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok septik,
syok jenis lain (syok kardiogenik, syok neurologik, dan sebagainya), koma, kejang-kejang,
atau koma disertai kejang-kejang dan hal itu terjadi dalam kehamilan, persalinan,
pascasalin, atau masa nifas. Syok kardiogenik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik
jarang terjadi pada kasus obstetri. Syok kardiogenik dapat terjadi pada kasus penyakit
jantung dalam kehamilan/persalinan. Angka kematian sangat tinggi. Syok neurogenik
dapat terjadi pada kasus inversio uteri sebagai akibat rasa nyeri yang hebat disebabkan
oleh tarikan kuat pada peritoneum, kedua ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum
retundum. Syok anafilaktik dapat terjadi pada kasus emboli air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian awal sebagai berikut:
1. Penilaian dengan periksa pandang (inspeksi):
a. Menilai kesadaran penderita: pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah, tampak
kesakitan.
b. Menilai wajah penderita: pucat, kemerahan, banyak berkeringat.
c. Menilai pernapasan: cepat, sesak napas.
d. Menilai perdarahan dari kemaluan
2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi):
a. Kulit: dingin, demam.
b. Nadi: lemah/kuat, cepat/normal.
c. Kaki/tungkai bawah: bengkak.
3. Penilaian tanda vital:
Tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.
Hasil penilaian awal ini, berfokus pada apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok
septik, syok jenis lain, koma, kejang-kejang atau koma disertai kejang-kejang, menjadi 138

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dasar pemikiran apakah kasus mengalami penyulit perdarahan, infeksi, hipertensi/
preeklampsia/ eklampsia, atau penyulit lain. Dasar pemikiran ini harus dilengkapi dan
diperkuat dengan melakukan pemeriksaan klinik lengkap selesai dilakukan, langkah-
langkah untuk melakukan pertolongan pertama sudah dapat dikerjakan sesuai hasil
penilaian awal, misalnya ditemukan kondisi syok, pertolongan pertama untuk mengatasi
syok harus sudah dilakukan.
C. Penilaian Klinik Lengkap
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan
pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis meliputi sebagai
berikut:
1. Anamnesis: diajukan pertanyaan kepada pasien atau keluarganya beberapa hal
berikut dan jawabannya dicatat dalam catatan medik.
a. Masalah/keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik
b. Riwayat penyakit/masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah didapat
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid
d. Riwayat kehamilan sekarang
e. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu termasuk kondisi anaknya
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga
g. Riwayat pembedahan
h. Riwayat alergi terhadap obat
2. Pemeriksaan fisik umum:
a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita
b. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan)
c. Pemeriksaan kepala dan leher
d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru)
e. Pemeriksaan perut (kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda abdomen akut,
cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pemeriksaan anggota gerak (antara lain edema tungkai bawah dan kaki)
3. Pemeriksaan obstetri:
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina 139

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


c. Pemeriksaan serviks
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor, dan sebagainya)
e. Pemeriksaan adneksa
f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan dominasi fundus)
g. Pemeriksaan janin
1) Di dalam atau di luar rahim
2) Jumlah janin
3) Letak janin
4) Presentasi janin dan turunnya presentasi (tangan, tali pusat, dan lain-lain)
5) Anomali kongenital pada janin
6) Taksiran berat janin
7) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
4. Pemeriksaan panggul:
a. Penilaian pintu atas panggul:
1) Promontorium teraba atau tidak
2) Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata vera
3) Penilaian linea inominata teraba berapa bagian atau teraba seluruhnya
b. Penilaian ruang tengah panggul:
1) Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)
2) Penilaian dinding samping (lurus atau konvergen)
3) Penilaian spina iskiadika (runcing atau tumpul)
4) Ukuran jarak antarspina iskiadika (distansia interspinarum)
c. Penilaian pintu bawah panggul:
1) Arkus pubis (lebih besar atau kurang dari 90o)
2) Penilaian tulang koksigis (ke depan atau tidak)
d. Penilaian adanya tumor jalan lahir yang menghalangi persalinan pervaginam
e. Penilaian panggul (panggul luas, sedang, sempit atau panggul patologik)
5. Penilaian imbang feto-pelvik: (imbang feto-pelvik baik atau disproporsi sefalo-pelvik)
D. Prinsip Umum Penanganan Syok Perdarahan
Syok hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak yang
dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, 140

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dan ruptura uteri, juga disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan seperti atonia dan
laserasi serviks/vagina. Gejala klinik syok hemoragik bergantung pada jumlah perdarahan
yang terjadi mulai dari yang ringan sampai berat seperti terlihat pada tabel berikut.
1. Klasifikasi Perdarahan
Tabel 2.1: Klasifikasi Perdarahan
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
I 15 % · Tekanan darah dan nadi normal
(Ringan) · Tes Tilt (+)
II 20-25 % · Takikardi-takipnea
(Sedang) · Tekanan nadi < 30 mmHg
· Tekanan darah sistolik rendah
· Pengisian darah kapilar lambat
III 30-35 % · Kulit dingin, berkerut, pucat
(Berat) · Tekanan darah sangat rendah
· Gelisah
· Oliguria (< 30 ml/jam)
· Asidosis metabolic (pH < 7,5)
IV 40-45 % · Hipotensi berat
(Sangat berat) · Hanya nadi karotis yang teraba
· Syok ireversibel

Pada syok yang ringan gejala-gejala dan tanda tidak jelas, tetapi adanya syok yang ringan
dapat diketahui dengan “tilt test” yaitu bila pasien didudukkan terjadi hipotensi dan/atau
takikardia, sedangkan dalam keadaan berbaring tekanan darah dan frekuensi nadi masih
normal.

2. Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000 ml pada
waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskular dan
hematologic selama kehamilan, jika perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok
sebagai berikut: 141

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


a. Fase Kompensasi
1) Rangsangan/refleks simpatis: Respons pertama terhadap kehilangan darah adalah
vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ
vital.
2) Gejala klinik: pucat, takikardia, takipnea
b. Fase Dekompensasi
1) Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang karena faktor-faktor
yang ada.
2) Gejala klinik: sesuai gejala klinik syok di atas
3) Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan cepat tanpa
meninggalkan efek samping.
c. Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang adekuat menyebabkan hipoksia jaringan yang lama dan
kematian jaringan dengan akibat berikut.
1) Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi karena
kekurangan oksigen.
2) Dilatasi arteriol: akibat penumpukan hasil metabolism selanjutnya menyebabkan
penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringan
ekstravaskular.
3) Koagulasi intravascular yang luas (DIC) disebabkan lepasnya tromboplastin dari
jaringan yang rusak.
4) Kegagalan jantung akibat berkurangnya lairan darah koroner.
5) Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat, lagi dan
jika penyembuhan (recovery) dari fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis
ginjal dan/atau hipofise akan timbul.

3. Penanganan
Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan.
b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang endotrakheal.
c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral. 142

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


d. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfuse, cairan infus dan obat-obat I.V. bagi
pasien yang syok. Jika sulit mencari vena, lakukan/pasang kanul intrafemoral.
e. Kembalikan volume darah dengan:
1) Darah segar (whole blood) dengan cross-matched dari grup yang sama, kalau tidak
tersedia berikan darah O sebagai life-saving.
2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau glukosa 5 %.
Larutan-larutan ini mempunyai waktu paruh (half life) yang pendek dan pemberian yang
berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma protein fraction),
atau plasma segar.
f. Terapi obat-obatan
1) Analgesik: morfin 10-15 mg I.V. jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg I.V. pelan-pelan. Cara
kerjanya masih controversial: dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja
jantung dan meningkatkan perfusi jaringan.
3) Sodium bikarbonat: 100 mEq I.V. jika terdapat asidosis.
4) Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
a) Dopamin: 2,5 mg/kg/menit I.V.. sebagai pilih utama.
b) Beta-adrenergik stimulan: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5 % I.V. infus
pelan-pelan.
g. Monitoring
1) Central venous pressure (CVP): normal 10-12 cm air
2) Nadi
3) Tekanan darah
4) Produksi urine
5) Tekanan kapilar paru: normal 6-8 Torr
6) Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran.

4. Komplikasi

143

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Syok yang tidak dapat segera diatasi akan merusak jaringan diberbagai organ sehingga
tidak dapat terjadi seperti komplikasi-komplikasi seperti gagal ginjal akut, nekrosis, hipofise
(sindroma Sheehan), dan koagulasi intravaskular diseminata (DIC).

5. Mortalitas
Perdarahan 500 ml pada partus spontan dan 1000 ml pada seksio sesarea pada umumnya
masih dapat ditoleransi. Perdarahan karena trauma dapat menyebabkan kematian ibu
dalam kehamilan sebanyak 6-7 % dan solusio plasenta 1-5 %. Di USA perdarahan
obstetric menyebabkan angka kematian ibu (AKI) sebanyak 13,4 %.
Penanganan Syok Hemoragik dalam Kebidanan
Bila terjadi syok hemoragik dalam kebidanan, segera lakukan resusitasi, berikan oksigen,
infus cairan, dan transfusi darah dengan “crossmatched”.
Diagnosis plasenta previa/solusio plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG.
Selanjutnya atasi koagulopati dan lakukan pengawasan janin dengan memonitor denyut
jantung janin. Bila terjadi tanda-tanda hipoksia, segera lahirkan anak.
Jika terjadi atonia uteri pasca persalinan segera lakukan masase uterus, berikan suntikan
metal-orgemtrin (0,2 mg) I.V. dan oksitosin I.V. atau per infus (20-40 U/l), dan bila gagal
menghentikan perdarahan lanjutkan dengan ligasi hipogastrika atau histerektomi bila anak
sudah cukup. Kalau ada pengalaman dan tersedia peralatan, dapat dilakukan embolisasi
a.iliaka interna dengan bantuan transkateter. Semua laserasi yang ada sebelumnya harus
dijahit.

E. Penanganan Kasus Perdarahan dalam Obstetri (Kehamilan, Persalinan, dan


Masa Nifas)
1. Perdarahan pada Kehamilan Muda
a. Mola Hidatidosa
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. 144

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Gambaran hitopatologik yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak
ada pembuluh darah pada vili/ degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
1) Gejala-gejala dan Tanda
Pada permulaannya gejala hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa
yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus
lebih besar dari umur kehamilan. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau
sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan
jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis
dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan
bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau
kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan
anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeclampsia
(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola terjadinya lebih
muda dari pada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak
dipermasalahkan ialah tirotoksikosis. Maka Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap
kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu
mencari tanda-tanda preeclampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada
setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala
apa-apa. Akan tetapi pada mola, kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian
banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan
kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral.
Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-
kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan 145

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


klinik insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya
meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih
besar untuk mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari daripada kasus-kasus
tanpa kista.
2) Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea, perdarah
pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak tanda kehamilan
pasti seperti ballotement dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau
urin, baik secara bioassay, immunoassay, maupun radioimmunoassay. Peninggian hCG
terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan
USG, dimana kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju
(snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelombang mola. Namun, bila
kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang bayak dan keadaan umum
pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga sering kali
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau
mioma uteri. Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar
atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak dibeberapa tempat vili yang
edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan ditempat lain
masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parisalis mempunyai kariotipe triploid.
Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.
3) Pengelolaan Mola Hidatidosa
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini:
a) Perbaikan Keadaan Umum

146

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok
atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau
tirotoksikosis.
b) Pengeluaran Jaringan Mola
Ada 2 cara yaitu:
(1) Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan
kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup
dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.
Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan
yang banyak.
(2) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi
merupakan factor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah
umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan hitopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan
berupa mola invasive/koriokarsinoma.
(3) Pemeriksaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama
pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode
ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma,
atau pantang berkala.
4) Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung, atau
tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di
Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian
dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada
sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi 147

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


koriokarsinoma. Presentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat
berbeda-berbeda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan
secara khusus pada divisi Onkologi Ginekologi.
b. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95 % kehamilan
ektopik berada di saluran telur (Tuba Fallopii). Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan
ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini.
· Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas:
Pars ampularis (55 %), pars ismika (25 %), pars fimbriae (17 %), dan pars interstisialis (2
%).
· Kehamilan ektopik lain (<5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal
sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus dan
meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian
embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di
mesenterium/mesovarium atau di imentum.
· Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
· Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar satu per
15.000 – 40.000 kehamilan.
· Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini perlu dilaporkan walaupun sangat jarang
terjadi.
1) Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi mudah
dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila
nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar endometrium, maka terjadilah kehamilan
ektopik.
2) Patologi

148

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk
proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami
beberapa proses seperti dalam kehamilan pada umumnya.
3) Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang terganggu tidak khas, dan penderita maupun
dokternya biasanya tidak mengetahui kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya
abortus tuba atau rupture tuba. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala
kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di bagian bawah yang tidak seberapa
dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin
tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena
lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat
membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterine atau kehamilan
ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memriksakan kehamilan mudanya sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG.
4) Pengelolaan Kehamilan Ektopik
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita
saat itu, keinginan penderita atau fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomic organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila
kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
c. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis, dan
abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan 149

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal tiga dokter
spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan
Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan
terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis
di kemudian hari.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur
kehamilannya, hanya sedikit memberikan tanda dan gejala sehingga biasanya ibu tidak
melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20 % merupakan
abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil
akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3
atau lebih keguguran yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. Jika dikaji lebih jauh kejadian
abortus sebenarnya bisa mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 - 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian
besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma disfungsi
oosit). Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan
yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana 43 (22
%) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut.
Kejadian sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah satu kali
abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi,
sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan
bahwa risiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30 – 45 %.
1) Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya sebagai berikut.
a) Faktor genetic. Translokasi parenatal keseimbangan genetic
(1) Mendelian
(2) Multifactor 150

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(3) Robertsonian
(4) Resiprokal
b) Kelainan congenital uterus
(1) Anomaly duktus Mulleri
(2) Septum uterus
(3) Inkompetensi serviks uterus
(4) Mioma uteri
(5) Sindrom Asherman
c) Autoinum
(1) Aloimun
(2) Media imunitas humoral
(3) Mediasi imunitas seluler
d) Defek fase luteal
(1) Faktor endokrin eksternal
(2) Antibody antitiroid hormone
(3) Sintesis LH yang tinggi
e) Infeksi
f) Hematologic
g) Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi
setelah trimester pertama.
2) Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit
50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.
Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan
gen tunggal (misalnya kelainan Mendelina) atau mutasi dari beberapa lokus (misalnya
gangguan poligenik atau multifactor) yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan
sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadic,
misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi dan fertilisasi abnormal. Separuh dari 151

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisemi autosom.
Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi vertilisasi ovum normal
haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat
dari nondisjunction meiosis selama gemetogenesisbpada pasien dengan kariotip normal.
3) Penyebab Anatomik
Defek anatomi uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetric, seperti abortus
berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar
1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan
anomaly uterus pada 27 % pasien.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengn malformasi uterus,
mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (premature, sungsang). Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomic uterus adalah septum uterus (40 – 80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 – 30 %). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas ataupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10 – 30
% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala,
hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan
menimbulkan gangguan.
Sindrom Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah
pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80 %, bergantung pada berat
ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingogafri
(HSG) dan USG.
4) Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoinum.
Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospolipid Antibodies
(aPA). aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada wanita dengan SLE. Kejadian
abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10 %, dibandingkan populasi umum. Bila
digabung dengan peluan terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka
diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan berhentinya kehamilan.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan
antibody yang akan berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 152

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant
(LAC), anticardiolipid antibodies (aCLs) dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-
STS). APS (antiphospolipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan
yang berhubungan dengan APS yaitu thrombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun,
anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi criteria untuk
APS, yaitu meliputi:
a) Thrombosis vascular
(1) Satu atau lebih episode thrombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan dengan
gambaran Doppler, pencitraan atau histopatologi.
(2) Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
b) Komplikasi kehamilan
(1) Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan
anatomic, genetic atau hormonal.
(2) Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara sonografi normal
(3) Satu atau lebih persalinan premature dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan berat atau insufisiensi plasenta yang berat.
c) Criteria laboratorium
(1) aCl; IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.
(2) aCL diukur dengan metode ELISA standar.
d) Antibody fosfolipid/antikoagulan
(1) Pemanjangan tes skirining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT dan CT)
(2) Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan
plasma platelet normal.
(3) Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid
(4) Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20 %
pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada perempuan dengan
SLE. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya
153

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


atherosis dan oklusi vascular kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap β-2glikoprotein 1
yang lebih spesifik.
Pemberian antikoagulan misalnya aspirin, heparin, IL-3 intravena menunjukkan hasil yang
efektif. Pada percobaan bintang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone plasenta
dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
Thrombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap
prostasiklin , selain juga akibat dari peningkatan agregrasi trombosit, penurunan c-reaktif
protein dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara klinis lepasnya
kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia kehamilan di atas 10 minggu.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah,
prednisone, immunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case-control menunjukkan
pemberian heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan
janin dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari 2
kali tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka
panjang, perlu pengawasan terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta
trombositopeni.
5) Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest
dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan
yang ternyata terpapar brusellosis. Beberapa jenis organism tertentu diduga berdampak
pada kejadian abortus antara lain:
a) Bacteria
(1) Listeria monositogenes
(2) Klamidia trakomatis
(3) Ureaplasma urealitikum
(4) Mikoplasma hominis
(5) Bacterial vaginosis
b) Virus
(1) Sitomegalovirus
(2) Rubella
(3) Herpes simpleks virus (HSV) 154

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(4) HIV
(5) Parvovirus
c) Parasit
(1) Toksoplasmosis gondii
(2) Plasmodium falsiparum
d) Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko
abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut.
· Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
· Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
· Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
· Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal
Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa menganggu
proses implantasi.
· Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria, monositogenes)
· Memacu perubahan awal (misalnya rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus,
koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV).
6) Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas
anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsure toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan
janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi
fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
7) Faktor Hormonal
155

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Ovulasi, implantasi, serta kahamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik system
pengaturan hormone maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap system
hormone secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormone setelah konsepsi
terutama kadar progesteron.
8) Macam-macam Abortus
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi yang
terjadi.
a) Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak
ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup
besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.
Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar
hormone hCG pada urine dengan cara melakukan tes urine kehamilan menggunakan urine
tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka
prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya
dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent
yang diberikan. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut maka pengelolaan harus
maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan
gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara
transabdominal maupun transvaginal.
b) Abortus Insipiens

156

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan usia kehamilan dangan tes urin kehamilan masih positif. Pada
pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai
tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan
pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
c) Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai.
Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya
hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Utero tonika
tidak perlu dilakukan.
d) Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di
mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya
masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang
tersisa, yang menyebabkan sebagin plasenta site masih terbuka sehingga perdarahan
berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum
sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian
terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk 157

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu
dengan diagnose secara klinis. Besar uterus adalah lebih kecil dari umur kehamilan dan
kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak tampak masa hipovolemik
yang bentuknya tidak beraturan.
e) Missed Abortion
Yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 22 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di
atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
f) Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi
kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop
melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,14 % dari seluruh kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya
dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphosite trophoblas
cross reactive (TLX).
g) Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus
septic ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (septicemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering
terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Abortus infeksious dan abortus septic perlu segera mendapatkan pengelolaan yang
adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke
rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septicemia) dan dapat jatuh ke
keadaan syok septic.

158

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan
a. Plasenta Previa
Plasenta prefia adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari osyium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke
arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan
meluas dalam persalinan kala satu dapat mengubah luas permukaan serviks yang tertutup
oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa
ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal,
baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.
1) Klasifikasi
a) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum.
b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum.
d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dariostium
uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
2) Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas
30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit
Umum Pemerintah dilaporkan insiden berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju
di insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya wanita
hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetric yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.
3) Etiologi 159

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai
salah satu penyebab adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas
bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan
dan kejadian atrofi di endometrium yang yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor
resiko bagi terjadinya plasenta previa.
Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada
perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia
akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok mrnyebabkan plasenta menjadi
hipertrofi sebagai upaya kpmpensasi.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa
menyababkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
4) Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tampak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.
Dengan melebarnya ithmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua sebagai tampak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tampak plasenta yang lepas.
Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding) perdarahan di tempat itu relative dipermudah dn diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya sangan minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat
itu tidak akan tertutup dengan sempurna. 160

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai
sinus yang besar dari plasenta pada masa perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progesif
dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulangi kejadian perdarahan. Demikianlah
perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa persialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
waktu mendeketi atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan .
perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah usia 30 minggu tetapi
lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat
perdarahan terletak dekan dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar luar rahim dan tidak membentuk hematoma retoplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan villi dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rectum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah
robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada
plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan
sempurna (retentio placentae), atau uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.
5) Gambaran klinik
161

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarhan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri.
Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu
kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak
bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu
mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
Perdarahan diperhebat berhubing segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat
segmen atas rahim. Dengan demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai
pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah
rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih
mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio
plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam
letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak
tegang.
6) Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya
menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat
menolong membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar bedah demikian rupa
segala sesuatunya termasuk staf dan perlengkapan anastesia semua siap untuk tindakan
bedah sesar. Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa
dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati
dengan dua jari telunjuk dan jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan
dan atu tidak ada bantalan antara jari dan bagian terbawah janin. Perlahan jari-jari
digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari
digerakkan mengikuti seluruh pembukaan serviks untuk mengetahui derajat atas klasifikasi
plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi
162

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


oksitosin drip untuk mempercepar persalinan jika tidak terjadi perdarahan banyak untuk
kemudian pasien dikembalikan ke kamar bersalin.
Jika terjadi perdarahan banyak atau plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan
dengan seksio sesaria. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada indikasi penyelesaian
persalinan. Persalinan yang demikian disebut dengan double set-up examination. Perlu
diketahui tindakan periksa dalam tidak boleh/komtra-indikasi dilakukan di luar persiapan
double set-up examination. Periksa dalam sekalipun yang dilakukan dengan sangat lembut
dan hati-hati tidak menjamin tidan akan terjadi perdarahan yang banyak. Jika terjadi
perdarahan banyak diluar perdarahan akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk
bahkan bisa fatal.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang dilakukan
berhubungan telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonografi dalam
keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan member kepastian diagnosis plasenta
previa dengan ketepatan tinggi sampai 96% - 98%. Walaupun lebih superior jarang
diperlukan transvaginal untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang
tidak ahli pemakaian transvaginal bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di tangan
yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai 98% positive predictive value
dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa.
Transperineal sonografi dapat dideteksi ostium uteri internum dan segmen bawah
rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive productive value dan 100% negative
predictive value dalam diagnosis plasenta previa. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga
dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.
MRI kalah praktis juka dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang
mendesak.
7) Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta
previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
a) Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia
bahkan syok. 163

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


b) Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan infasinya merobek
kedalam miometrium bahkan sampai ke primetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatanya lebih kuat tetapi villinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
Walaupun biasanya tidak semua permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau
inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10%
sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali, naik menjadi 60% sampai
60% bila telah seksio sesaria 3 kali.
c) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disetrai perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus berhati-hati
pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak
melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen
bawah rahim, ligasi arteria uterine, ligasi arseria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi
arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya
adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
d) Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
e) Kehamilan premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum
aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mrngrtahui
kematangan paru janin dan pemberian kartikosteroid untuk mempercepat pematangan
paru janin sebagai upaya antisipasi.
f) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan selain masa
rawatan yang lebih lama, adalah beresiko tinggi untuk solusio plasenta (Risiko Relatif
13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin (RR2,8), perdarahan pascapersalinan 164

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50%), dan disseminated intravascular
(DIC) 15,9 %.
8) Penanganan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau
trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensisitasi.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan
sehat dan masih premature dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat
jalan dengan syarat telah mendapatkonsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar
dengan segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun
kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak ada keberatan pasien
dirawat di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat dibenarkan sesuai sesuai dengan hasil
penelitian yang mendapatkan tindak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin bila
pada masing-masing kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan
antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan aternal untuk
pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta
biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberikan bila keadaan menjadi lebih serius.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik perempuan hamil yang
memperlihatkan seolah keadaan klinis dengan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan
laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan keadaan yang sejati.
Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu diwaspadai karena perdarahan
ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan
takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih
berat daripada penampakannya secara klinis. Tranfusi darah yang banyak perlu segera
diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit hubungan suami
isteri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan ultrasonografi
ulang, dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta manjadi
ostium uteri internum. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasihati untuk
165

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak dibenarkan sebagai
antisipasi terhadap perdarahan ulang sewaktu-waktu.
Selama rawat inap mungkin perlu diberikan transfusi darah dan terhadap pasien
dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal tang ketat
terhubung tidak bisa diramalkan pada pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan
terjadi. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin tidak
sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan beresiko tinggi untuk
mengalami solusio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesaria (rate retio 3,9), kelainan letak
janin (rate ratio 2.8), dan perdarahan pascasalin (rate retio 1,7). Sebuah laporan
menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa feto protein (MSAFP) dalam trimester
kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat.
Bila kadar MSAFP naik tinggi lebih dari dua kali median (2,0 multiple of the median) pasien
tersebut mempunya peluang 50% memerlukan rawatan dalam rumah sakit karena
perdarahan sebelum kehamilan 30 minggu, harus dilahirkan premature sebelum 34
minggu hamil, dan harus dilahirkan atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum
kehamilan 34 minggu. Pada lebih kurang 20% pasien solusio plasenta datang dengan
tanda his. Dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfat
magnesikus untuk menekan his sementara waktu sembari member steroid untuk
mempercepat pematangan paru janin. Tokolitik lain seperti beta-mimetics, calcium cannel
blocker tidak dipilih berhubung pengaruh sampingan bradikardia dan hipotensi pada ibu.
Demikian juga dengan indometasin tidak diberikan berhubung mempercepat penutupan
duktus arteriosus pada janin.
Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih ketat dan istirahat baring yang
lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan untuk
merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi
sekalipun pasien diistirahat baringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang
banyak perlu dilakukan terminasi bila keadaan jani telah viable. Bila perdarahanya tidak
sampai demikian banyak pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada
amniosentesis menunjukan paru janin telah matang, terminasi dapat dilakukan dan jika
perlu melalui sesio sesarea.
166

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu diteliti oleh ultrasonografi, Color Doppler,
atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta, atau perkreta.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli dan berpengalaman.
Dengan USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan Nitabuch dengan desidua basalis
yang terputus. Dengan Color Doppler terlihat adanya turbulensi aliran darah dalam
plasenta yang meluas ke jaringan sekitarnya. Dengan MRI dapat diperlihatkan peluasan
jaringan plasenta ke dalam miometrium (plasenta inkreta atau perkreta).
Apabila diagnosis belum pasti atau tidak terdapat fasilitas ultrasonografi transvaginal atau
terduga plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis dilakukan double set-up
axamination bila inpartu atau sebelumnya bila perlu. Pasien dengan semua klasifikasi
plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan ultrasonografi transvaginal
belum ada pembukaan pada serviks persalinanya dilakukan melalui seksio sesarea.
Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi
melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di
belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik. Insisi yang demikian juga
dapat dilakukan oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang terletak anterior dengan
melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat pula
mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya sebelum janin sempat mengalami
perdarahan (fetal exsanguinations) akibat plasentanya terpotong. Session sesarea klasik
dengan insisi vertical pada rahim hanya dilakukan bila janin dalam letak lintang atau
terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anastesia regional dapat diberikan
dan pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik di tangan spesialis
anastesia. Perdarahan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi dengan anastesi
regional tidak sebanyak perdarahan pada pamakaian anastesia umum. Namun, pada
pasien dengan perdarahan berat sebelumnya anastesia umum lebih baik mengingat
anastesia regional bisa menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada dan memblokir
respon normal simpatetik terhadap hipovolemia.
9) Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG 167

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


disamping ketersediaan transfuse darah dan infuse cairan telah ada di hampir semua
rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama dengan
kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari
fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi
berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta
previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Naming, nasib
nasib janin belum lepas dari komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan
maupun intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran premature belum sepenuhnya
bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang
melibatkan 39.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan.(1999) dilaporkan angka
kelahiran premature 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan
dengan plasenta previa belum terbukti.
10) Vasa Previa
Adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan
melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.
Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau
pecah dan vascular janin itu pun ikut terputus. Perdarahan antepartum pada vasa previa
menyebabkan angka kematian janin yang tinggi (33% sampai 100%)
Faktor resiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak
rendah, kehamilan pada vertilisasi di vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Semua
keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vascular janin dalam selaput ketuban melewati
ostium uteri. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada insersio
velamentosa dan plasenta suksenturiata. Pembuluh darah janin yang melalui pembukaan
serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam persalinan dan
janin mengalami perdarahan akut yang banyak.
Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dari 1000 sampai 5000 kehamilan. Untuk berjaga-
jaga ada baiknya dalam asuhan prenatal ketika pemeriksaan USG dilakukan, perhatian
diperluas pada keadaan ini dengan pemeriksaan transvaginal Color Doppler ultrasonografi.
Bila terduga telah terjadi perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat pemeriksaan yang bisa
memastikan darah tersebut berasal dari tubuh janin dengan pemeriksaan APT atau
168

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Kleihauer-Betke. Pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan terhadap suasana alkali.
Pemeriksaan yang terbaik adalah dengan elektroforesis.
Apabila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk
menyelamatkan janin adalah melalui bedah sesar.
b. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
1) Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggiranya saja (ruptur sinus marginalis), dapat
pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan maternal
plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak
kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di
bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar
melalui vagina (revealed hemorrhage) jika jarang perdarahan itu tidak keluar melalui
vagina (concealed hemorrhage) jika:
a) Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim.
b) Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim.
c) Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya.
d) Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah
rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan
luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta
sedang, dan solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan biasanya baru diketahui
setelah plasenta lahir dengan adanya hematoma yang tidak luas pada permukaan
maternal atau ada ruptura sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini baru definitive bila
ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progesif yang berarti
solusio plasenta yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu.
Keadaan umum penderita bisa menjadi buruk apabila perdarahan cukup banyak pada
kategori concealed hemorrhage. 169

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2) Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang menyebutkan kurang dari
1/6 bagian. Jumlah darah yang krluar biasanya kurang dari 250 ml. tumpahan darah yang
keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang
banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna
darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
3) Solusio plasenta sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai separuhnya
(50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000
ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama. Gejala-
gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus,
denyut jantung janin menjedi cepat, hipotensi dan takikardia.
4) Solusio plasenta berat
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1.000 ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan kedalam
bersama-sama. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk
disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan
gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada.
5) Insiden
Melihat latar belakang yang sering duanggap sebagai faktor risiko diyakini bahwa insiden
solusio plasenta semakin menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan
dengan semakin menurunya jumlah ibu hamil usia dan paritas tinggi dan membaiknya
kesadaran masyarakat berperilaku lebih higenis. Transportasi yang lebih mudah memberi
peluang pasien cepat sampai ke tujuan sehingga keterlambatan dapat dihindari dan
solusio plasenta tidak sampai menjadi berat dan mematikan bagi janin. Dalam
kepustakaan dilaporkan insidensi solusio plasenta 1 dalam 155 sampai 1 dalam 225
persalinan ( yang berarti <0,5%) di Negara-negara Eropa untuk solusio plasenta yang tidak
sampai mematikan janin. Untuk solusio yang lebih yang lebih berat sampai mematikan
janin insidensinya lebih rendah 1 dala 830 persalinan (1974-1989) dan turun menjadi 1
dalam 1.550 persalinan (1988-1999). Namun, insidensi solusio plasenta diyakini masih
lebih tinggi di tanah air dibandingkan dengan Negara maju. 170

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


6) Etiologi
Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa keadaan
patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan
dianggap sebagai faktor risiko (lihat Tabel38-1). Usia ibu dan paritas yang tinggi berisiko
lebih tinggi. Perbedaan suku kelihatan berpengaruh pada risiko.
Tabel 38-1. Faktor risiko solusio plasenta

Faktor risiko Risiko relatif


Pernah solusio plasenta 10 – 25
Ketuban pecah preterm/korioaamnionitis 2,4 – 3,0
Sindrom pre-eklampsia 2,1 – 4,0
Hipertensi kronik 1,8 – 3.0
Merokok/nikotin 1,4 – 1,9
Merokok + hipertensi kronik atau pre-eklampsia 5–8
Pecandu kokain 13 %
Mioma di belakang plasenta 8 dari 14
Gangguan system pembekuan darah berupa single-gene Meningkat s/d 7x
mutation/tombofilia
Acquiredantiphospholipid autoantibodies meningkat
Trauma abdomen dalam kehamilan Jarang
Plasenta Sirkumvalata Jarang
Komplikasi dari kepustakaan 4, 5, dan 9
Dalam kepustakaan terdapat 5 kategori populasi perempuan yang berisiko tinggi untuk
solusio plasenta. Dalam kategori sosioekonomi termasuk keadaan yang tidak kondusif
seperti usia muda, primiparitas, single-parent (hidup sendiri tanpa suami), pendidikan yang
rendah dan solusio plasenta rekurens. Dalam kategori fisik termasuk trauma tumpul pada
perut, umumnya karena kekerasan dalam rumah tangga atau kecelakan berkendaraan.
Kategori kelainan pada rahim seperti mioma terutama mioma submukosum di belakang
plasenta atau uterus berseptum. Kategori penyakit ibu sendiri memegang peran penting
seperti penyakit tekanan darah tinggi dan kelainan system pembekuan darah seperti
trombofilia. Yang terakhir adalah yang termasuk kategori sebab iatrogenic seperti merokok
dan kokain.
7) Patofisiologi
Sesungguhnya solusi plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili koroalis plasenta dari tempat
implantasi pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu 171

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena
robekan pembuluh darah di desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan
pembentukan trombosit dalam pembuluh darah desidua atau dalam vascular vili dapat
berujung pada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel
dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan
desidua basalis terlepas kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium.
Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan
hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan
pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada
gejala kecuali terdapat hematoma pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam
beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria
spiralis dan desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan
oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk
dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya
sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk
selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed hemorrhage).
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel karena
iskemia dan hopoksia pada desidua.
a) Pada pasien dengan karioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah premature,
terjadi pelepasan lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasl dari agensia yang
infeksius dan mengindikasi pembentukn dan penumpukan sitokines, eisikanoid, dan
bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai daya
sitotoksis yang menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan kemayian sel.
Salah satu kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknya NOS (Nitric Oxide
Synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO (Nitric Oxide) yaitu suatu vasodilator
kuat dan penghambat agregasi trombosit.
Metabolism NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan lama yang
mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endothelium pembuluh darah.
Oleh karena faedah NO terlampaui oleh oleh peradangan yang kuat, maka sebagai hasil 172

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian sel dan perdarhan. Ke
dalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun antibody, antikardiolipin Milan termasuk
melatarbelakangi kejadian solusio plasenta.
b) Kelainan genetic berupa defisiensi protein C dan protein S keduanya meningkatkan
pembentukan thrombosis dan dinyatakan terlibat dalam etiologi pre-eklampsia dan solusio
plasenta.
c) Pada pasien dengan penyakit trombofilia di mana ada kecenderungan pembekuan
berakhir dengan pembentukan thrombosis di dalam desidua basalis yang mengakibatkan
iskemia dan hipoksia
d) Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada endothelium
vascular yang berakhir dengan pembentukan thrombosis pada vena atau menyebabkan
kerusakan pasa arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta dan menjadi sebab lain
dari solusio plasenta. Pemeriksaan PA plasenta dari penderita hiperhomosisteinemia
menunjukkan gambaran patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor
etiologi solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin akan
mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua vitamin ini berperan sebagai kofaktor
dalam metabolisme metionin menjadi homosistein. Metionon mengalami remetilasi oleh
enzim metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR) menjadi homosistein. Mutasi pada gen
MTHFR mencegah proses remetilasi dan menyebabkan kenaikan kadar homosistein
dalam darah. Oleh sebab itu, disarankan melakukan pemeriksaan hiperhomosisteinemia
pada pasien solusio plasenta yang penyebab lainnya belum pasti.
e) Nikotin dan kokain dan keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa
menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark,
oksidatif stress, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak
hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada solusio plasenta.
Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai 25% dari insiden solusio plasenta.
Merokok satu bungkus per hari menaikkan insiden menjadi 40%.
8) Gambaran Klinik
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau
luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum ada uji coba yng khas untuk
menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio plasenta adalah 173

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri
perut dan uterus tegang terus-menerus mirip his parut prematurus. Sejumlah penderita
bahkan tidak menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda
persalinan premature saja. Oleh sebab itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang tinggi
diperlukan dari pihak pemeriksa.
a) Solusio plasenta ringan
Kurang lebih 30% penderita solusio plasenta ringan tidak atau sedikit sekali
melahirkan gejala. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom
yang berukuran beberapa cm terdapat pada permukaan maternal plasenta. Ini dapat
diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyari pada perut
masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina.
Nyeri yang belum terasa menyulitkan membedakanya dengan plasenta previa kecuali
darah yang keluar berwarna merah segar pada plasenta previa.
Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik. Pada inspeksi
dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri local pada
tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih dapat
dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350 mg%. walaupun
belum memerlukan interfensi segera keadaan yang ringan ini perlu dimonitor terus sebagai
upaya mendeteksi keadaan bertambah berat. Pemeriksaan USG berguna untuk
menyingkirkan plasenta previa dan mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio terutama
pada solusio sedang atau berat.
b) Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyari pada perut yang terus-
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang
tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oliguria mulai
ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250mg/100 ml, dan mungkin kelainan
pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyari dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar. Rasa
nyeri datangnya akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada his yang
normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, pendereita pucat karena
mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya sudah gawat. Pada 174

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah dimulai. Pada pemantauan
keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu
dilakukan ter gangguan pembekuan darah. Bila terminasi persalinan terlambat, atau
fasilitas perawatan intensif neonates tidak memadai, kematian perinatal dapat dipastikan
terjadi.
c) Solusio Plasenta Berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan di sertai perdarahan-
perdarahan yang berwarna hitam. Oleh karna itu,palpasi bagian-bagaian janin tidak
mungkin lagi di lakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya oleh karena
telah terjadi penumpukkan darah di dalam rahim pada kategori concealed hemorrhage.
Jika dalam masa observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru masih
berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit di tasnya kencang dan
berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi akibat ganggun anatomic
dan fungsi dari plasenta. Keadaan umum menjadi buruk di sertai syok. Adakalanya
keadaan umum ibu jauh lebih buruk di bandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar
dari vagina. Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada akibat komplikasi
pembekuan dara intra faskular yang luas (disseminated intravascular coagulation)
9) Diagnosis
Dalam banyak hal diagnosis bisa di tegaakkan berdasarkan gejala dan tanda klinik yaitu
perdrahan melalui vagina,nyeri pada uterus,kontraksi tetanik pada uterus, dan pada
solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan
dengan KTG (Kardia Tocografi) untuk mengukur DJJ. Namun, ada kalanya pasien datang
dengan gejala mirip persalinan premature, ataupun datang dengan perdarahan tidak
banyak dengan perut tegang,tetapi janin telah meninggal. Diagnose definitive hanya bisa
di tegaakkan secara retrospektif yaitu setelah partu dengan melihat adanya hematoma
retroplasenta.
Pemeriksaan dengn USG berguna untuk membedakannya dengan plasenta previa,
tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian
berhubung kompleksitas gambaran retro plasenta yang normal mirip dengan gambaran
perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta. Kompleksitas gambaran normal
retroplasenta,kompleksitas vascular rahim sendiri, desidua dan mioma semua bisa mirip 175

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


dengan solusioplasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif palsu. Disamping
itu,solusio plasenta sult di bedakan dengan plasenta itu sendiri. Pemeriksaan ulang pada
pendarahan baru sering bisa membantu karena gambaran USG dari darah yang telah
membeku akan berubah menurut waktu menjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian
menjadi Hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.
Penggunaan color Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang berguna untuk
menegakkan solusio plasenta dimana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif
padanya,sedang pada kompleksitas lain,baik kompleksitas plasenta yang hiperekoik
maupun hipoekoik seperti mioma dan kontraksi uterus,terdapat sirkulasi darah yang aktif
padanya. Pada kontraksi uterus terdapat sirkulasi aktif di dalam nya, pada mioma sirkulasi
aktif terdapat lebih banyak pada bagian perveri di bagian tengahnya.
Pulsed-wave Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang berguna untuk menegakkan
diagnosis solusio plasenta berhubung hasil pemeriksaan yang tidak konsisten.
MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi metemoglobin, tetapi dalam situasi darurat
seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis yang tepat.
Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu di tengarai bisa melewati
plasenta dalam keadaan dimana terdapat gangguan fisiologi dan keutuhan anatomic dari
plasenta. Peninggian kadar MSAFP tanpa sebab lain yang me inggikan kadarnya terdapat
pada solusio plasenta. Adapun sebab-sebab lain yang dapat meninggikan MSAFP adalah
kehamilan dengan kelainan-kelainan kromosom, neural tube defect, juga pada perempuan
yang beresiko rendah terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan, plasenta
previa, ancaman persalinan premature, dan hambatan pertumbuhan janin. Pada
perempuan yang mengalami perslinan premature dalam trimester ketiga dengan solusio
plasenta d jumpai kenaikkan MSAFP dengan sensifitas 67% bila tanpa perdarahan dan
dengan sensifitas 100% bila di sertai perdarahan. Nilai Ramal negative pada keadaan ini
bisa mencapai 94% pada tanpa perdarahan 100% pada perdarahan.
Uji coba Kleihauer-Betke unutk mendeteksi darah atau hemoglobin janin dalam darah ibu
tidak merupakan uji coba yang berguna pada diagnosis solusio plasenta karena pada
perdarahan solusio plasenta kebanyakan berasal dari belakang plasenta, bukan berasal
dari ruang intervillus di mana darah janin berdekatan dengan darah ibu.
10) Komplikasi 176

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung
sehingga menimbulkan akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi
fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak, dan uterus
Couvelarie di samping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa
angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma Sheehan terdapat dari beberapa penderita
yang terhindar dari kematian setelah penderita syok yang berlangsung lama yang
menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran premature dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada solusio plasent. Solusio plasenta berulang dilaporkan juga bisa
terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya.
Solusio plasenta kronik dilaporkan juga di mana proses pembentukan hematom
retroplasenta berhenti tanpa dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan
sebagai berikut. Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan
tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protombin menjadi thrombin. Thrombin yang terbentuk dipakai untuk merubah
fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada
solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup
banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah intravascular yang luas
(disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen
dan faktor-faktor persediaan lain.
Akibat dari pembekuan darah intravascular adalah terbentuknya plasmin dari plasminogan
yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis dari
plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya. Penghancuran buti-butir fibrin yang
terbentuk intravascular oleh plasmin berfaedah menghancurkan bekuan-bekuan darah
dalam pembuluh darah kecil dengan demikian berguna mempertahankan keutuhan
sirkulasi mikro. Namun, di lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu
perombakan lebih banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan
jalan ini dengan solusio plasenta berat dimana telah terjadi perdarahan melebihi 2000 ml
dapat dimengerti bila akhirnya akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga
persediaan fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis (≤ 150 mg/100ml darah) dan terjadi
hipofibrinogenemia. 177

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembekuan darah yang secara laboratories terlihat
pada memenjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah
terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau membeku
sama sekali apabila kadar fibrinogen turun di bawah 100 mg%. pada keadaan yang berat
ini telah terjadi kematian janin dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar
hancuran faktor-faktor pembekuan darah dan hancuran fibrinogen meningkat dalam serum
mencapai kadar yang berbahaya yaitu di atas 100 µg per ml. kadar fibrinogen normal 450
mg% menjadi 100mg% atau lebih rendah. Untuk menaikkan kembali kadar fibrinogen ke
tingkat di atas nilai kritis lebih disukai memberikan transfuse darah segar sebanyak 2.000
ml sampai 4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar diperkirakan mengandung 2 gr
fibrinogen. Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan syok hipovolemik
yang berlama-lama terlambat atau tidak memperoleh penanganan yang sempurna.
Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio plasenta belum jelas, tetapi beberapa
faktor dikemukakan sebagai pemegang peran dalam kejadian itu.
Curah jantung yang menurun dan kekejangan pembuluh darah ginjal akibat tekanan
intrauterina yang meninggi keduanya mengakibatkan perfusi ginjal menjadi sangat
menurun dan menyebabkan anoksia. Pembekuan darah dalam intravascular member
kontribusi tambahan pada pengurangan perfusi ginjal selanjutnya. Penyakit hipertensi akut
atau kronik yang sering bersama atau bahkan menjadi penyebab solusio plasenta
berperan memperburuk fungsi ginjal pada waktu yang sama. Keadaan yang umum terjadi
adalah nekrosis tubulus-tubulus ginjal secara akut yang menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal (acute tubular renal failure). Apabila korteks ginjal ikut menderita anoksia karena
iskemia dan nekrosis yang menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (acute cortical renal
failure) maka prognosisnya sangat buruk karena pada keadaan demikian angka kematian
(case specific mortality rate) bisa mencapai 60%.
Transfuse darah yang cepat dan banyak serta pemberian infuse cairan elektrolit seperti
cairan elektrolit Ringer Laktat dapat mengatasi komplikasi ini dengan baik. Pementauan
fungsi ginjal dengan pengamatan diuresisi dalam rangka mengatasi oliguria dan uji coba
fungsi ginjal lain sangat berperan dalam menilai kemajuan penyembuhan. Pengeluaran
urine 30 ml atau lebih dalam satu jam menunjukkan menunjukkan kebaikan fungsi ginjal.
11) Penanganan 178

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus di rawat inap di rumah
sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera di lakukan pemeriksaan darah lengkap
termasuk kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah dengan
memeriksa waktu pembekuan, waktu protombin,waktu tombloplastin plasma. Pemeriksaan
dengan USG berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan
memastikan janin masih hidup.
12) Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi
bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta ringan masih
mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karna tidak ada kematian dan
morbiditasnya rendah. Solusio plsenta sedang mempunyai prognosis yanmg lebih buruk
terutma terhada; janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi di
samping morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis
yang paling buruk baik terhadap ibu maupun janinnya. Umumnya pada keadaan yang
demikian janin telah mati akibt salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan
berat prognosisnya juga bergantung pada keceptan dan ketepatan bantuan medic yang di
peroleh pasien. Transfuse dara yang banyak dan segera dan tepat waktu sangat
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
c. Ruptura Uteri
Ruptura uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum vesirale
dan kantong ketuban keduanya ikut rupture dengan demikian janin sebagian atau seluruh
tubuhnya telah kelur oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau
rongga abdomen. Pada rupture uteri inkomplit hubungna kedua rongga tersebut masih di
batasi oleh peritoneum viserle. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk kedalam
rongga peritoneum. Pada dehisens dari perut bedas bedah sesar kantong ketuban juga
belum robek,tatpi jika kantong ketuban ikut robek maka di sebut telah terjadi rupture uteri
pada perut. Dehisens nisa berubah menjadi rupture pada waktu partus dan akibat
manipulasi lain pada rahim yang berparut,biasanya bekas bedah sesar pada persalinan
yang lalu.
179

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Dehinsens terjadi perlahan,sedngkan rupture terjadi secara dramatis. Ketentuan ini
berguna untuk membedakan rupture uteri inkompletta dengan dehisens yang sama-sama
bisa terjadi pada bekas bedah sesar. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak
berdarah, tetapi pada rupture uteri perdarahannya banyak yang bersal dari pinggir parut
atau robekan baru yang meluas.
1) Klasifikasi
Klasifikasi rupture uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut :
a) Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil :
(1) Pembedahan pada meometrium: seksio sesarea atau histerotomi, histerorafia,
mimatomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, resepsi pada konua
uterus,atau bagian interstisialis, metroplasti.
(2) Trauma uterus koinsi dental : instrument sendok kuret atau sondey pada penanganan
abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, rupture tanpa gejala pada
kehamilan sebelumnya.
(3) Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang.
b) Kerusakan atau anomaly uterus yang terjadi dalam kehamilan:
(1) Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus-menerus, pemakaian
oksitosin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau
ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, pembesaran rahim yang
berlebihan misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.
(2) Dalam periode intrapartum : versi eksresi, ekstrasi bokong, anomaly janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus
dalam persalinan, kesulitan dalam melakuka manual plasenta.
(3) Cacat rahim yang didapat: plasenta akreta atau inkreta, neoplasia trofoblas
gestasional, adenomiosis, retroversion uterus gravidus inkarserata.
2) Etiologi
Rupture uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang pernah ada sebelumnya,
karena trauma, atau komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Paling sering
terjadi pada rahim yang telah seksio sesarea pada apersalinan sebelumnya. Lebih lagi jika
pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang
dengan oksitosin atau sejenisnya. 180

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Pasien yang berisiko tinggi antara lain persalinan yang mengalami distosia,
grandemultipara, penggunaaan oksitosin untuk mempercepat persalinan, pasien hamil
yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah sesar atau operasi lain pada
rahimnya, pernah hosterorafia, pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas
seksio sesarea, dan sebagainya.
3) Patofisiologi
a) Aspek anatomic
Berdasarkan lapisan dinding rahim yang terkena rupture uteri dibagi kedalam ruptyra
uteri komplit dan rupture uteri inkomplit. Pada rupture uteri komplit ketiga lapisan dinding
rahim ikut robek, sedangkan pada yang inkomplit lapisan serosany atau perimetrium masih
utuh.
b) Aspek sebab
Berdasarkan pada sebab mengapa terjadi robekan pada rahim, rupture uteri di bagi
ke dalam rupture uteri spontan, rupture uteri violent, dan rupture uteri traumatika. Rupture
uteri spontan terjadi pada rahim yang utuh oleh karena kekuatan his semata, sedangkan
rupture uteri violenta disebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksi atau
stimulasi partus dengan oksitosin dan sejenis atau dorongan yang kuat pada fundus dalam
persalunan. Rupture uteri traumatika disebabkan oleh trauma pada abdomen seperti
kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
c) Aspek ketuban rahim
Rupture uteri dapat terjadi pada uterus yang masih utuh, tetapi bisa terjadi pada
uterus yang bercacat misalnya pada parut bekas bedah sesar atau parut jahitan rupture
uteri yang pernah terjadi sebelumnya (histerorafia), miomektomi yang dalam sampai ke
rongga rahim, akibat kerokan yang terlalu dalam, resepsi kornu atau bagian interstitial dan
rahim, metroplasti, rahim yang rapuh akibat telah banyak meregam misalnya pada
grandemultipara atau pernah hidramnion atau hamil ganda, uterus yang masih kurang
berkembang kemudian menjadi hamil, dan sebagainya
d) Aspek waktu
Yang dimaksud dengan waktu di sini ialah dalam masa hamil atau pada waktu
bersain. Rupture uteri dapat terjadi dalam masa kehamilan misalnya karena trauma pada
rahim yang bercacat, sering pada bekas bedah sesar klasik. Kebanyakan rupture uteri 181

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


terjadi dalam persalinan kala 1 atau kala 2 dan pada partus percobaan bekas seksio
sesarea, terlebih pada kasus yang hisnya diperkuat dengan oksitosin prostaklandin dan
yang sejenis.
e) Aspek sifat
Ramim robek bisa tanpa menimbulkan gejala yang kelas (silent) seperti pada ruptura
yang terjadi pada parut bedah sesar klasik pada masa hamil tua. Parut itu merekah sedikit
demi sedikit dan pada akhirnya robek tanpa menimbulkan perdarahan yang banyak dan
rasa nyeri yang tegas. Sebaliknya, kebanyakan rupture uteri terjadi dalam waktu yang
cepat dengan tanda-tanda serta gejala-gejala yang jelas dan akut, misalnya rupture uteri
yang terjadi dalam kala 1 atau kala 2 akibat dorongan atau picuan oksitosin. Kantong
kehamilan ikut robek dan janin terdorong masuk ke dalam rongga peritoneum. Terjadi
perdarahan internal yang banyak dan perempuan bersalin tersebut merasa sangat nyeri
sampai syok.
f) Aspek paritas.
Rupture uteri dapat terjadi pada perempuan yang beru pertama kali hamil sehingga
sedapat mungkin padanya diusahakan histerorafia apabila lukanya rata dan tidak
terinfeksi. Terjadi rupture uteri pada multipara umumnya lebih baik dilakukan histerektomi
atau jika keadaan umumnya jelek dan luka robekan pada uterus tidak luas dan tidak
compang camping, robekan pada uterus dijahit kembali dilanjutkan dengan tubektomi.
g) Aspek gradasi
Kecuali akibat kecelakaan, rupture uteri tidak terjadi mendadak. Peristiwa robekan
yang umumnya terjadi pada segmen bawah rahim didahului oleh his yang kuat tanpa
kemajuan dalam persalinan sehingga batas antara korpus dan segmen bawah rahim yaitu
lingkaran retraksi yang fisiologik naik bertambah tinggi menjadi lingkaran Bandl yang
patologik, sementara ibu yang melahirkan itu merasa sangat cemas dan kekuatan oleh
karena menahan nyeri his yang kuat.
Pada saat ini penderita berada dalam stadium rupture uteri iminens. Apabila keadaan
yang demikian belanjut dan tidak terjadi atonia uteru sekunder maka pada giliranya dinding
segmen bawah rahim yang sudah sangat tipi situ robek. Peristiwa ini tersebut rupture uteri
spontan.
4) Penanganan 182

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Dalam menghadapi masalah rupture uteri semboyan prevention is better than cure
sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelolah persalinan dan
dimanapun persalinan itu berlangsung. Pasien resiko tinggi harus di rujuk agar
persalinanya berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup
diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas berpengalaman. Bila telah terjadi ruktura
tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antobiotika yang sesuai. Di
perlukan infuse cairan frustaloid dan transfuse darah yang banyak, tindakan anti syok,
serta pemberian anti biotika spectrum luas, dan sebagainya.
Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali jika robekan masih dan rapid an
pasiennya belum punya anak hidup.

3. Perdarahan Pascapersalinan
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir.
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
· Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.
· Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mg) segera setelah bayi lahir.
Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut:
- Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak
terlalu besar.
- Kesalahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
- Kehamilan grande-multipara.
- Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
- Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
- Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
- Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

183

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


1) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
2) Tindakan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.
Pada umumnya dilakukan secara simultan bila pasien syok hal-hal sebagai berikut:
a) Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b) Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara:
(1) Masase fundus uteri dan merangsang putting susu
(2) Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m., i.v., atau s.c.
memberikan efek smping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris, dan takikardia.
(3) Pemberian misoprostol 800-1000 mg per-rektal.
(4) Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.
(5) Kompresi aorta abdominalis.
(6) Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambung dengan
kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infuse 200 ml yang akan mengurangi
perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
(7) Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya
bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
(8) Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparotomi dengan pilihan bedah konservasif (mempertahankan uterus) atau melakukan
histerektomi. Alternatifnya berupa:
(a) Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika
(b) Operaasi ransel B Lynch
(c) Histerektomi supravaginal 184

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


(d) Histerektomi total abdominal.
b. Robekan Jalan Lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan
persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir
dan karena itu dihindarakan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai rupture perinea totalis (sfingter ani terputus), robekan pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang
terberat, rupture uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan
inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang
terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya karena ada robekan atau sisa plasenta.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan
serviks dengan memakai speculum untuk mencari sumber perdarahan dengan cirri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri
dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minorus
resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua
sumber perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-
gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi local, penerangan lampu yang cukup
serta speculum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak
kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat
melakukan hemostasis.
c. Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala
tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai
plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miomettrium dan disebut
plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium. 185

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih
tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan
pascapartum atau 9lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap
pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta,
sepanjang plasenta belum terlepas maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian
plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak
(perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan placenta manual,
meskpun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum
pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu,
harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan
pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi
darah sesuai dengan keperluannya.
d. Inversi Uterus
Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya
inverse uterus. Inversi uterus adalah keadan dimana lapisan dalam uterus (endometrium)
turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai
komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang
masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya
karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah)
atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau tekanan intra-
abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin). Melakukan traksi
umbilicus pada pertolongan aktif kala III dengan uterus yang masih atonia memungkinkan
terjadinya inversio uteri.
Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:
1) Syok karena kesakitan 186

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


2) Pperdarahan banyak bergumpal
3) Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih
melekat.
4) Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup
lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia,
nekrosis, dan infeksi.
Tindakan
Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
1) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti
dan pemberian obat.
2) Beberapa enter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke
dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada
posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan
dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m. tangan tetap
dipertahankan agar konfigurasi uterus kemmbali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
4) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai keperluannya.
5) Inttervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan
maneuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparatomi untuk reposisi dan
kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
e. Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah
Kausal peerdarahan pascapersalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai
bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apabila disertai ada riwayat pernah mengalami
hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada trendensi mudah terjadi
perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul
hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-
lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang
abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi 187

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan


hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terrjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen,
dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).

188

Program Studi Kebidanan Profesi STIKes Mitra Husada Medan

Anda mungkin juga menyukai