Kardiotokografi (CTG)
Oleh:
Habibillah Gondawa Putra 1840312252
Chintia Amalia 1840312283
Preseptor :
Dr. dr. H. Defrin, Sp.OG (K)
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2,5,6
dan hipertensi.
e. Susunan Saraf Pusat
Variabilitas DJJ akan meningkat sesuai dengan aktivitas otak dan gerakan janin.
Pada keadaan janin tidur aktifitas otak menurun sehingga variabilitas DJJ menurun.
2,5,6
Rangsanga hipotalamus akan menyebabkan takikardi.
f. Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stress misalnya asfiksia, medulla adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takhikardi, peningkatan kekuatan kontraksi
2,5,6
jantung dan tekanan darah.
g. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretch
reseptors dan pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu dari tiga sumber,
2,5,6
yaitu:
(1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi;
(2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan
(3) baroreseptor di aorta ascendens dan arteri karotis, dan stretch reseptors di atrium
kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC) kemudian
ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga
timbul akselerasi DJJ.
3
2.2 Definisi Kardiotokografi
Kardiotokografi (CTG) adalah seperangkat alat elektronik yang digunakan dalam
memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan
kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume
2
cairan amnion yang cukup.
Pada prinsipnya kardiotokografi berfungsi sebagai pengevaluasi kondisi janin
dengan merekam pola denyut jantung janin dan memantau efek kontraksi uterus. CTG
secara luas digunakan dalam kehamilan untuk memperkirakan kondisi denyut jantung
janin, sebagian besar digunakan pada kehamilan dengan risiko tinggi.Biasanya digunakan
2,3
pada trisemester ketiga kehamilan.
4
pada uterus secara lembut.
2
Tabel 2.2 Indikasi relatif pemeriksaan CTG
No Indikasi Waktu
1 Usia ibu dibawah 18 tahun, diatas Setiap 2 hari
2 40 tahun Setiap 2-4 hari
3 Riwayan kehamilan dengan komplikasi Setiap 2-4 hari
5
2.5 Teknik Pemeriksaan
6
Teknik pemeriksaan CTG adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan tindak medik (informed consent): menjelaskan indikasi, cara
pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak
medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien.
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat
janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter/menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah
punktum maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet
bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh
ibu selama perekaman CTG.
9. Hidupkan komputer dan alat CTG.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman CTG.
12. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin CTG. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beritahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman CTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
untuk membantu membacakan hasil interpretasi komputer secara lengkap kepada
dokter.
6
2.6 Karakteristik DJJ
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan CTG dapat digolongkan ke dalam 2 bagian
4,5,6,7,8
besar, yaitu:
(1) Merupakan frekuensi dasar (baseline rate) dan variabelitas DJJ saat uterus dalam
keadaan istirahat.
(2) Perubahan periodik (reactivity), Merupakan perubahan DJJ yang terjadi saat ada gerakan
janin atau kontraksi uterus.
2.6.1 Frekuensi Dasar DJJ
Dalam keadaan normal frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120-160 dpm.
Apabila frekuensi dasar lebih dari 160 dpm disebut dengan takhikardi. Apabila terjadi
peningkatan frekuensi secara cepat (< 1–2 menit) disebut akselerasi. Peningkatan DJJ pada
keadaan akselerasi paling sedikit 15 dpm/15 detik. Apabila frekuensi dasar < 120 dpm
disebut bradikardi. Apabila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung cepat < 1-2 menit
disebut deselerasi.11
• Takikardi
Takikardi dapat terjadi pada keadaan:
1. Hipoksia Janin (Ringan atau Kronik)
2. Kehamilan Preterm (< 30 minggu)
3. Infeksi Ibu atau Janin
4. Ibu Febris atau Gelisah
5. Ibu Hipertiroid
6. Takhiaritmia Janin
7. Obat-obatan misalnya Atropin, Betamimetik
Bila takikardi disertai variabilitas DJJ yang masih normal, biasanya janin masih dalam
kondisi baik.
7
• Bradikardi
Dapat terjadi pada keadaan:
1. Hipoksia Janin (berat atau akut)
2. Hipotermi Janin
3. Bradiaritmia Janin
4. Obat-obatan (Propanolol,Obat anastesialokal)
5. Janin dengan Kelainan Jantung Bawaan
Keadaan bradikardi sering disertai dengan gejala lain. Bila bradikardi antara
100-120 dpm disertai dengan variabilitas yang masih normal menunjukan keadaan
hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap
keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi
penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan perubahan
variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).11
2.6.2 Variabilitas DJJ
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman DJJ.
Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem
saraf simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada bukti
bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang
8,9,10
pusat pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus vagus.
Variabilitas denyut jantung janin yang normal menunjukkan sistem persarafan
janin mulai dari korteks - batang otak - n. vagus dan sistem konduksi jantung semua
dalam keadaan baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis/ asiksia janin) akan menyebabkan
gangguan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak.
Dalam rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin
lama makin rendah sampai menghilang (bila janin tidak mampu lagi mempertahankan
mekanisme hemodinamik diatas). 8,9
Variabilitas DJJ dapat dibedakan atas 2 bagian, yaitu: 11
• Variabilitas jangka pendek (short term variability)
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antara denyut yang terlihat
pada gambaran CTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antara denyut
pada DJJ. Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2-3 dpm.
Arti klinis dari variabilitas jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan
tetapi biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami kematian
8
dalam rahim.
• Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih
jelas tampak pada rekaman CTG dibanding dengan variabilitas jangka
pendek.Rata-rata mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian variabilitas DJJ
yang paling mudah adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari variabilitas
jangka panjang (long termvariability). Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut,
variabilitas DJJ dapat dikategorikan menjadi:
- Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm
- Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm
- Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm
- Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.
9
• Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna)
• Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason)
• Blokade vagal
• Kelainan jantung bawaan.
Suatu keadaan dimana variabilitas jangka pendek menghilang sedangkan
variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran
6,8
sinusoidal. Hal ini sering ditemukan pada keadaan berikut:
• Hipoksia janin berat
• Anemia kronik
• Fetal eritroblastosis
• Rh-sensitized
• Pengaruh obat-obat Nisentil, alpha prodine
10
Yang penting dibedakan dalam akselerasi oleh karena kontraksi dan
gerakan janin.11
• Akselerasi yang seragam (Uniform Acceleration). Terjadinya akselerasi
sesuai dengan kontraksi uterus.
• Akselerasi yang bervariasi (Variable Acceleration). Terjadinya akselerasi
sesuai dengan dengan gerakan atau rangsangan pada janin.
11
Gambar 2.7 Deselerasi dini
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.
Deselerasi dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada
8,9
gambaran DJJ lainnya.
7,8,11
Ciri-ciri deselerasi dini yaitu sebagai berikut:
• Timbul dan menghilangnya bersamaan/ sesuai dengan kontraksi uterus (seolah
kontraksi uterus)
• Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm
• Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik
• Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis dimana terjadi
kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini disebabkan oleh
penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan hipoksia dan
9,10
merangsang reflex vagal.
c. Deselerasi variabel (variable decelerations)
11
Ciri-ciri deselerasi variabel adalah sebagai berikut:
• Gambaran deselerasi bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitude
maupun bentuknya.
• Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan
penurunan frekuensi dasar DJJ (amplitudo) bisa sampai 60 dpm
• Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi predeselerasi) atau sesudah
(akselerasi pascadeselerasi) terjadinya deselerasi variabel
§ Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau deselerasi
variabel memanang (prolonged) harus waspada terhadap kemungkinan
12
terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.
13
d. Deselerasi lambat (late decelerations)
11
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:
• Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
• Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang Lamanya
kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik)
• Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan intensitas
kontraksi uterus
• Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi ringan,
akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi
Deselerasi lambat merupakan penurunan DJJ yang terjadi beberapa saat
setelah kontraksi dimulai. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi lebih lambat
dari puncak kontraksi dan deselerasi menghilang lebih lambat dari saat
6,9,10
menghilangnya kontraksi.
Deselerasi lambat yang terjadi pada beberapa keadaan pada dasarnya
semua bersifat patologis. Apabila hal ini berulang seringkali ditemukan pada
keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat disertai
variabilitas yang berkurang atau kelainan DJJ lainnya, keadaan tersebut
menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress), sehingga perlu segera
ditangani.9,10
14
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan DJJ sangat
sedikit) mungkin sulit dideteksi pada CTG, akan tetapi tetap mempunyai arti
patologis (abnormal). Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan
menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai
cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran CTG
selama tidak ada stress yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah
ke plasenta akan semakin berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia
janin. Keadaan terakhir ini akan menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor
6,9,10
dan n.vagus dan terjadilah deselerasi lambat tersebut.
Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai
dengan waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.vagus.pada
fase awal, dimana tingkat hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan
tubuh masih mampu mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi
otak, variabilitas DJJ biasanya normal. Akan tetapi bila keadaan hipoksia semakin
berat dan berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia.
Sebagai akibatnya adalah variabilitas DJJ yang menurun dan akhirnya menghilang
6,9,10
sebelum janin akhirnya mati dalam rahim.
15
2.7 Interprestasi hasil CTG
7,9,10
Terdapat empat pola CTG yang mungkin terjadi, yaitu:
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati
dalam 7-10 hari berikutnya.Frekwensi DJJ normal adalah antara 110 dan 160
dpm dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15 dpm.Selama pola ini
persisten sepanjang persalinan, prognosis neonatus baik.
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari 120
dpm atau lebih dari 160 dpm), dan variabilitas DJJ kurang dari 2 dpm.
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat
akselerasi kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal, dan variabilitas
antara 2 – 5 dpm. Satu masalah dengan CTG adalah bahwa pola yang normal
meramalkan bahwa janin tidak dalamkeadaan yang bahaya, dan pola abnormal
tidak memberikan prediksi yang akurat terhadap bahaya janin.
16
c. Meragukan
Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit pemeriksaan
atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm. Frekuensi dasar DJJ normal.
Variabilitas DJJ normal.
Pada hasil meragukan, pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24
jam atau dilanjutkan dengan CST.
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. RL
Tanggal Lahir : 17/08/1991
Usia : 28 tahun
No. RM : 01.07.01.82
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kuranji, Padang
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Seorang perempuan 28 tahun datang ke IGD PONEK RSUP Dr. M. Djamil
Padang pukul 21.50 WIB dengan keluhan utama nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
hilang timbul sejak 2 jam Sebelum Masuk Rumah Sakit.
18
Riwayat penyakit keluarga
• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan dan
kejiwaan.
19
• Paru
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris, kiri=kanan
- Palpasi : fremitus simetris, kiri=kanan
- Perkusi : sonor, kiri=kanan
- Auskultasi : vesikuler, kiri=kanan, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : status obstetrikus
Genitalia : status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-
Status Obstetrikus
Mammae
• Mammae : papila mammae membesar, areola hiperpigmentasi
Abdomen
• Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan, linea
mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+) , sikatriks (+)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+) normal
DJJ 130-140x/menit
• His: 1x/10”/lemah
Genitalia
• Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)Laboratorium
Laboratorium
Hb: 11,6 Bilirubin Indirek: 0,2
Leukosit: 7970 /mm3 SGOT: 12
Ht: 33% SGPT: 8
Trombosit: 305.000 /mm3 Ur/Cr: 9/0,5
PT: 9.3 Na/K/Cl/Ca: 140/3,8/108/ 8,7
APTT: 22,9 GDS: 80
Albumin/Globulin: 3,1/3,4 HbSAg: NR
Bilirubin Total: 0,3 Anti HIV: NR
Bilirubin Direk: 0,1
20
Kardiotokografi
DIAGNOSIS
G3P2A0H2 gravid preterm 34-35 minggu + PPI + Bekas SC 2x + letak sungsang + placenta
previa suspek placenta akreta
TATALAKSANA
R/
• Awasi KU, VS, His, DJJ
• IVFD RL 20 tpm
• Inj. Dexamethason 2x6mg (2 hari)
• Nifedipin 3x50 mg
• Asam mefenamat 3x500 mg
• USG fetomaternal 10/12/2019
P/ Ekspektatif
21
DAFTAR PUSTAKA
28