6 Teknik Pemeriksaan
Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya bukan petunjuk
bahwa janin mengalami hipoksia. Secara umum, bradikardi dengan frekuensi antara 80-110
dpm yang disertai variabilitas moderat (5-25 dpm) menunjukan oksigenasi yang baik tanpa
asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respon akibat peningkatan tonus vagal.
Bradikardia dapat juga disebabkan oleh keadaan lain yang bukan hipoksia berat, seperti:4,5,6
Kehamilan posterm
Hipotermia
Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang
Obat (propanolol, analgetika golongan –kain)
Bradiaritmia janin.
Pada umumnya, variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian
kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang
ini tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan berkurang atau menghilang sama
sekali. Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin tidak mampu
mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi
serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas DJJ yang normal menunjukkan sistem
persarafan janin mulai dari korteks serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem
konduksi jantung dalam keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang
mengalami asidosis metabolik.6
Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan variabilitas DJJ
berkurang:9,10
Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang)
Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk)
Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna)
Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason)
Blokade vagal
Defek jantung bawaan.
Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan deselerasi variabel
menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat. Gambaran akselerasi yang menghilang
dapat menjadi pertanda adanya hipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda
lainnya, seperti variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia. Penting untuk
membedakan antara akselerasi oleh karena kontraksi dan gerakan janin.Akselerasi uniform
(seragam) merupakan akselerasi yang terjadi sesuai kontraksi uterus dan akselerasi variabel
(variasi) merupakan akselerasi yang sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin6,9
2.7.3.2 Deselerasi
Deselerasi merupakan respon parasimpatis (nervus vagus) melalui reseptor reseptor
(baroreseptor/kemoreseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung
janin.
a. Deselerasi dini (early decelerations)
Deselerasi dini adalah penurunan DJJ sesaat yang terjadi bersamaan dengan timbulnya
kontraksi. Gambaran penurunan DJJ pada deselerasi dini menyerupai bayangan cermin dari
kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya
kontraksi. Nadir (bagian terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak kontraksi.6,10
Gambar 7. Perubahan periodik DJJ – Deselerasi dini
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm. Deselerasi dini
tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan pada gambaran DJJ lainnya.8,9
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan DJJ sangat sedikit) mungkin
sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti patologis (abnormal). Penurunan
aliran darah pada sirkulasi ibu akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin
masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran KTG selama tidak ada
stress yang lain. Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan semakin
berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan terakhir ini akan
menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan n.vagus dan terjadilah deselerasi lambat
tersebut.
Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu
yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n.vagus. pada fase awal, dimana tingkat
hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu mengadakan
kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ biasanya normal. Akan
tetapi bila keadaan hipoksia semakin berat dan berlangsung lebih lama maka jaringan otak
akan mengalami hipoksia. Sebagai akibatnya adalah variabilitas DJJ yang menurun dan
akhirnya menghilang sebelum janin akhirnya mati dalam rahim.6,9,10
Penanganan apabila ditemukan deselerasi lambat adalah memberikan infus, ibu tidur
miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus dengan memberikan obat-obatan
toksolitik, dan segera direncanakan terminasi kehamilan dengan seksio sesarea.9
Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran deselerasi variabel
berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat.
Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut:8,9
Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan DJJ tidak mencapai 80 dpm dan
lamanya kurang dari 30 detik.
Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan DJJ mencapai 60-80 dpm
dan lamanya antara 30-60 detik.
Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm dan lamanya
lebih dari 60 detik.
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko mati dalam 7-
10 hari berikutnya. Frekwensi DJJ normal adalah antara 110 dan 160 dpm dengan
variabilitas batas dasar normal antara 5-15 dpm. Selama pola ini persisten sepanjang
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat akselerasi
pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari 120 dpm atau lebih
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi
kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal, dan variabilitas antara 2 – 5 dpm.
Satu masalah dengan KTG adalah bahwa pola yang normal meramalkan bahwa janin
tidak dalam keadaan yang bahaya, dan pola abnormal tidak memberikan prediksi yang
Kategori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan menggambarkan status
asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal. Kategori I dapat dipantau pada
pemeriksaan rutin asuhan antenatal dan tidak memerlukan tatalaksana khusus. Kategori I
menunjukan pola DJJ normal dengan frekuensi dasar DJJ 110 – 160 dpm, variabilitas DJJ
moderat (5 – 25 dpm) , tidak ada deselerasi lambat dan variable, tidak ada atau ada deselerasi
dini dan ada atau tidak ada akselerasi.
Kategori II
Kategori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin, saat ini
belum ditemukan bukti yang adekuat untuk mengklasifikasikan katagori ini menjadi kstegori
I atau Kategori III. Kategori II memerlukan evaluasi dan pemantauan lanjut serta reevaluasi
dan mencari faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan klinis. Pada beberapa keadaan
diperlukan uji diagnostik untuk memastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
resusitasi intrauterine pada hasil kategori II ini. Pada kategori II pola DJJ Ekuivokal dengan
frekuensi dasar DJJ bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai hilangnya variabilitas (absent
variability), takhikardia ( DJJ>160 dpm), variabilitas minimal (1 – 5 dpm), tidak ada
variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang, dan variabilitas > 25 dpm (marked variability)
Kategori III
Kategori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada saat pemantauan janin
tersebut dilakukan. Kategori III memerlukan evaluasi yang baik (akurat). Pada kondisi ini,
tindakan yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk memberikan oksigenasi bagi ibu,
merubah posisi ibu, menghentikan stimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu itu. Bila
kategori III tidak dapat diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (persalinan).11,12
Kategori III menunjukan pola DJJ abnormal dimana tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR
variability) disertai oleh deselerasi lambat berulang, deselerasi variabel berulang, bradikardia
dan pola sinusoid (sinusoidal pattern)
oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterin. Beberapa tindakan yang dapat
1. Koreksi Sirkulasi
2. Koreksi Oksigenasi
- Pemberian oksigen
- Perbaikan anemia