Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto* / RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo / FKUI**, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Divisi Feto Maternal
Jakarta
*) Disampaikan pada acara kursus dasar USG dan KTG PIT POGI di Batam, 2005
PENDAHULUAN
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan salah satu hal terpenting dalam
pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi
sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata
setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan
hanya sekitar 10% kasus serebral palsi disebabkan oleh gangguan
intrapartum yang dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut.
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas
pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas perinatal
Indonesia masih jauh diatas rata-rata negara maju, yaitu 60 – 170
berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab
mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intra uterin.
Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat
dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko
mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami kerusakan
neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib
neonatus.
Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas metoda pemantauan
kesejahteraan janin melalui pemeriksaan kardiotokografi (KTG). Dikenal dua
jenis kardiotokografi, yaitu KTG konvensional dan KTG terkomputerisasi
(Computerized cardiotocography).
BATASAN
1. IBU
a. Pre-eklampsia-eklampsia
b. Ketuban pecah
c. Diabetes melitus
d. Kehamilan ≥ 40 minggu
e. Vitium cordis
f. Asthma bronkhiale
g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h. Infeksi TORCH
i. Bekas SC
j. Induksi atau akselerasi persalinan
k. Persalinan preterm
l. Hipotensi
m. Perdarahan antepartum
n. Ibu perokok
o. Ibu berusia lanjut
p. Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit
paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
2. JANIN
a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b. Gerakan janin berkurang
c. Suspek lilitan tali pusat
d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e. Hidrops fetalis
f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g. Mekoneum dalam cairan ketuban
h. Riwayat lahir mati
i. Kehamilan ganda
j. Dan lain-lain
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan
nervus glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi
penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah
jantung.
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di
daerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di
batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen
dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar
oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari
reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini
akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan
menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia
akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradikardia.
Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi
dan hipotensi.
Pemeriksaan Kardiotokografi 4
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)3
Pemeriksaan Kardiotokografi 5
Gambar 3. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ (Lauren Ferrara, Frank
3
Manning, 2005)
dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam keadaan
baik.
Takhikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan hipoksia, seperti:
1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu.
2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis).
3. Anemia janin.
4. Ibu gelisah.
5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takhisistolik).
6. Ibu hipertiroid.
7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb).
8. Takhiaritmia janin (biasanya di atas 200 dpm).
Variabilitas DJJ
Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada rekaman
DJJ. Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ masih mengandung perdebatan,
diduga akibat adanya keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis
(kardioakselerator) dan parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada bukti
lain bahwa variabilitas DJJ terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri
yang merangsang pusat pengatur denyut jantung di batang otak dengan
perantaraan nervus vagus.
Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah dengan mengukur
besarnya amplitudo dari variabilitas (long term variability). Berdasarkan
besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm.
2. Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm.
3. Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.
4. Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.
Pemeriksaan Kardiotokografi 7
Akselerasi (accelerations)
Akselerasi adalah peningkatan djj sebesar 15 dpm atau lebih, berlangsung
selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau stimulasi janin.
Akselerasi yang berlangsung selama 2 – 10 menit disebut akselerasi
memanjang (prolonged acceleration).
Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan
kesejahteraan janin, dan merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test
(NST). Janin yang tidak menunjukkan tanda akselerasi DJJ bukan berarti
dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk pemeriksaan lebih
lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik janin.
Pemeriksaan Kardiotokografi 8
Deselerasi DJJ
Pemeriksaan Kardiotokografi 9
Stimulasi kemoreseptor
Hipertensi janin
DISERTAI
ANEMIA TIDAK
DISERTAI
Stimulasi baroreseptor ANEMIA
Respons parasimpatik
Depresi
miokardium
Deselerasi
Deselerasi DJJ
PERSIAPAN PASIEN1
a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara
pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan
tindak medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (cukup
persetujuan lisan).
b. Kosongkan kandung kencing.
c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau
gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan
punktum maksimum DJJ
Pemeriksaan Kardiotokografi 13
f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera
setelah kontraksi berakhir..
g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di
daerah punktum maksimum.
h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak,
pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang
dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
i. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.
j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil
yang ingin dicapai).
k. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
l. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah
sakit).
m. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan
kembali alat pada tempatnya.
n. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
o. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau
paramedik membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara
lengkap kepada dokter. PARAMEDIK (BIDAN) DILARANG
MEMBERIKAN INTERPRETASI HASIL CTG KEPADA PASIEN
KARDIOTOKOGRAFI TERKOMPUTERISASI
(Sonicaid system 8002)1
ANALISA
Setelah perekaman data selama 10 menit, dan kemudian setiap dua menit
berikutnya, komputer akan melakukan analisa terhadap data yang masuk,
dan kemudian menampilkannya pada layar monitor. Bila rekaman normal,
akan tampak kalimat “STOP”, sebaliknya akan tampak kalimat “CONTINUE”.
Seteleh kriteria Dawes/Redman terpenuhi, komputer akan memberi tanda
Pemeriksaan Kardiotokografi 14
berupa bunyi alarm sebanyak dua kali. Lama pemeriksaan maksimal adalah
60 menit.
Adanya episoda variasi tinggi menunjukkan janin dalam keadaan normal
dan merupakan petunjuk penting. Pada kehamilan 28-33 minggu, sebanyak
16,2% janin normal memiliki < 2 akselerasi per jam, dan pada kehamilan 34-
41 minggu sebanyak 7,3%; tetapi hanya 0,7% janin normal memiliki episode
variasi tinggi selama kurang dari 10 menit pada kehamilan ≥ 28 minggu. Oleh
karena itu episode variasi tinggi merupakan indikator yang lebih baik terhadap
kesejahteraan janin, dibanding dengan adanya akselerasi. Variasi tinggi
terjadi pada saat janin dalam keadaan aktif, sedangkan variasi rendah terjadi
pada saat janin tidur.
c. Deselerasi
Deselerasi adalah penurunan DJJ di bawah frekuensi dasar normal DJJ. Bila
terdapat penurunan maksimal 10 dpm selama lebih dari 1 menit atau
penurunan lebih dari 20 dpm selama lebih dari 30 detik disebut deselerasi.
Deselerasi lebih dari 20 dpm akan tampak sebagai garis merah pada layar
monitor. Setiap deselerasi harus segera dicari penyebabnya dan dilakukan
penanganan segera.
menit dengan interval 1/16 menit . Pada penilaian STV dimana tidak ada
gambaran variasi tinggi DJJ berkorelasi kuat dengan terjadinya asidosis
metabolik dan kematian janin intra uterin sbb :
≥ 4 0
3,5 - 4 8
3,0 - 3,5 29
2,5 - 3 33
< 2,5 72
f. Gerak Janin
Selama perekaman KTG, pasien diminta menekan bel yang disediakan setiap
ibu merasakan gerakan janinnya. Bila jumlah gerakan janin kurang, akan
tampak tulisan “CHECK” pada layar monitor. Pada hasil rekaman KTG akan
tertulis jumlah rata-rata gerakan janin per jam .
h. Rekaman Tokometri
Bila dalam 10 menit tidak ada perubahan tekanan intra uterin (tokometri)
makan komputer akan memberikan tanda alarm dan tampak tulisan “CHECK
TOCO”; lakukan pemeriksaan segera apakah pemasangan tokokometernya
sudah tepat atau belum (terlalu longgar atau bergeser).
i. “Signal Loss”
Selama perekaman KTG, komputer akan selalu memeriksa jumlah data yang
hilang (signal loss). Persentasi kehilangan data pada perekaman 5 menit
terakhir akan tampak pada kanan bawah layar monitor. Bila kehilangannya
terlalu tinggi, akan terdengar alarm dari komputer dan tampak tulisan
“CHECK TRANSDUCER” pada layar monitor. Lakukan perbaikan letak
transduser seperlunya dan bila perlu pembatalan rekaman, tekan “C”. Signal
loss < 10 % masih dapat di terima untuk pembacaan hasil rekaman KTG. Bila
signal loss terlalu banyak rekaman harus diulangi.
Bila signal loss yang terjadi pada keadaan deselerasi lebih dari 20 dpm <
25%, akan timbul tanda bintang (*). Bila signal loss antara 25-50% akan
keluar tanda (?) menunjukkan keragu-raguan (dubious nature). Bila signal
loss > 50% maka data tersebut tidak akan dihitung sebagai deselerasi (atau
akselerasi). Bila signal loss > 80%, maka program akan berhenti dan harus
dilakukan pemeriksaan baru dari awal lagi (new start).
Pemeriksaan Kardiotokografi 16
j. Eror
Bila rekaman DJJ terlalu tinggi atau rendah dibanding frekuensi dasar,
mungkin akan memberikan data yang salah (eror), mungkin yang terekam
adalah nadi ibu. Pada layar monitor akan tampak tulisan “CHECK
TRANSDUCER” dan tulisan “ERROR” pada hasil rekaman KTG. Lakukan
pemeriksaan letak transduser untuk memperbaiki rekaman KTG tersebut.
2. Non-reaktif:
• Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak
terdapat akselerasi pada gerakan janin.
• Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih
dari 160 dpm).
• Variabilitas djj kurang dari 2 dpm.
3. Meragukan:
• Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat
akselerasi yang kurang dari 15 dpm.
• Frekuensi dasar djj abnormal.
• Variabilitas djj antara 2 – 5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang
baik sampai 1 minggu kemudian (spesifisitas 95% - 99%). Hasil NST yang
non-reaktif disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai
Apgar rendah, adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas
sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam.
Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST
yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress
test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.
2. Positif:
• Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
• Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak
adekuat
• Deselerasi variabel berat yang persisten pada setiap kontraksi.
• Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.
3. Mencurigakan (suspicious):
• Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
• Deselerasi variabel (derajat ringan atau sedang).
• Frekuensi dasar djj abnormal.
5. Hiperstimulasi:
• Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama
kontraksi lebih dari 90 detik.
• Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.
Hasil CST negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik
sampai 1 minggu pasca pemeriksaan (spesifisitas 99%). Hasil CST positif
disertai dengan nasib perinatal yang jelek pada 50% kasus.
Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat
(CST diulang setiap 30 – 60 menit); bila memungkinkan dilakukan
pemeriksaan pH darah janin. Hasil CST yang tidak memuaskan harus diulang
Pemeriksaan Kardiotokografi 19
Resusitasi intrauterin
Tindakan resusitasi intrauterin dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi dan
oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterin. Beberapa
tindakan yang bisa dikerjakan antara lain:
1. Perbaikan sirkulasi:
• Pasien dibaringkan dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miring
ke kiri.
• Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi.
• Menormalkan tekanan darah bila terdapat hipertensi atau
hipotensi
• Amnioinfusi, bila terdapat oligohidramnion.
2. Perbaikan oksigenasi:
• Pemberian oksigen.
• Perbaikan anemia.
CST
DOKUMENTASI
Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil
cetakan printer atau direkam dalam disket komputer. Sebaiknya kedua hal
tersebut dilakukan bagi setiap pasien. Data dalam disket disimpan oleh rumah
sakit, sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG
menganjurkan penyimpanan data KTG hingga 25 tahun.
LAPORAN KARDIOTOKOGRAFI
DATA PASIEN
KONTRAKSI UTERUS :
Tidak ada / ada kontraksi / ada his ; Frekuensi : ……/ 10 menit ; kekuatan :
……mmHg ; lamanya : …… menit ; relaksasi : ……………… ; konfigurasi :
…………..…; tonus dasar : ……….mmHg
GERAK JANIN : ……….. kali dalam : ………. menit
DIAGNOSIS KTG : ………………………………………………………………..…
SARAN : ………………………………………………………………………………
(…………………………….) (………………………………….)
CATATAN : Laporan harus ini harus segera dibuat setelah pemeriksaan selesai dan
disimpan dalam status pasien. PPDS OBGIN atau Bidan jaga harus melaporkan dan
mendiskusikan hasil pemeriksaan KTG tersebut dengan dokter SpOG yang bertanggung
jawab.
Pemeriksaan Kardiotokografi 22
A. CONTOH KASUS
SIMPULAN
Pemeriksaan KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin.
Penambahan pemeriksaan volume cairan amnion merupakan prasyarat
minimal yang harus ditambahkan pada pemeriksaan KTG. Pemeriksaan profil
biofisik telah terbukti meningkatkan ketepatan evaluasi kesejahteraan janin.
Pemeriksaan Kardiotokografi 23
KEPUSTAKAAN
1. Oxford : User guide dan Operating handbook Sonicaid System 8002,
1994.
2. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B
Saubders, 1993
3. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still useful ?.
Contemporary Obgyn, February 2005. Di down-load dari
http://www.contemporaryobgyn.net pada tanggal 30 Juni 2005.
4. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic fetal
monitoring. UK, 2003. Di down-load dari http://www.nice.org.uk pada bulan
Juni 2005.
5. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut Jantung
Janin. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
6. RCOG. The use of electronic fetal monitoring : The use and interpretation
of cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based
Clinical Guideline Number 8. 2001. Di down-load dari
http://www.rcog.org.uk pada bulan Juni 2005.
KORESPONDENSI
Judi Januadi Endjun, dr, SpOG
RSPAD Gatot Soebroto / FKUI
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Divisi Fetomaternal.
Jl. Abdurachman Saleh no 24 Jakarta 10410
Tel/Faks : 34833234
Email : judijanuadi@hotmail.com