Anda di halaman 1dari 12

Ulfa Jazilla

1807101030041
Summary, Vignette dan Brain Mapping

Ny I, 28 tahun, G1P0A0 datang ke puskesmas dengan keluhan keluar air dari jalan
lahir sejak 2 hari lalu yang merembes dan terjadi secara tiba-tiba. Air tersebut awalya jernih
namun sejak tadi pagi berbau dan bewarna hijau. Keluhan perut mules-mules dialami pasien
sejak keluar air air tersebut. Pasien mengaku hamil 27 minggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/100 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 20
x/menit, suhu 39,4 C. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan nyeri pada uterus saat ditekan,
adanya air yang keluar dari vagina bewarna keruh kehijauan. Pada pemeriksaan Inspekulo
didapatkan cairan di portio, kemudian dilakukan tes Nitrazin didapatkan kertas lakmus
berubah menjadi biru. Kemudian dilakukan CTG, didapatkan bayi dalam keadaan bradikardia
(DJJ 90 x/ menit).

Apa yang harus dilakukan terhadap ibu dan janin tersebut?


Hipoksia Janin

Embriogenesis, pertumbuhan janin, dan kelangsungan hidup janin bergantung pada


kesehatan ibu yang optimal dan perkembangan plasenta yang normal. Paparan ibu terhadap
lingkungan hipoksia yang persisten dapat menyebabkan perkembangan plasenta yang tidak
normal dan berdampak negatif pada pertumbuhan janin. (1)

Hipoksia janin merupakan keadaan kadar oksigen yang ada dalam darah rendah dari
kadar normal serta meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah janin. Keadaan tersebut
dapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum. Dimana hipoksia pada janin dapat
menyebabkan fetal distress yang dapat membahayakan janin.

Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin Keadaan
janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DI) dan memeriksa
kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Misalnya, takikardi janin dapat
disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis tapi juga oleh hipertermia, sekunder dari
infeksi intrauterin. (2)

Klasifikasi

Hipoksia intrauterine dikaitkan dengan ibu, plasenta, dan kondisi janin yang mungkin
bermanifestasi berbeda dan memiliki hasil yang berbeda. Diklasifikasikan menjadi 3 subtipe:

1. hipoksia praplasenta, di mana keduanya ibu dan janinnya akan hipoksia (yaitu, tinggal
di dataran tinggi, penyakit jantung ibu sianotik; dll.);
2. uteroplasenta hipoksia, di mana oksigenasi ibu normal tetapi sirkulasi utero-plasenta
terganggu (mis., Preeklamsia, ketidakcukupan tempat, dll.);
3. hipoksia postplasenta, dimana hanya janin yang hipoksia.(3)

Pengaruh Hipoksia pada Janin.

Konsekuensi utama hipoksia kronis adalah kegagalan janin untuk mencapai potensi
pertumbuhan yang ditentukan secara genetik. Sekitar 10% dari semuanya bayi tumbuh
inutero buruk dan lahir kecil untuk kehamilan usia. IUGR dikaitkan dengan distress dan
asfiksia dan 6 sampai 10 kali lipat peningkatan mortalitas perinatal. Sering meliputi aspirasi
mekonium, gangguan metabolisme dan hematologi, disfungsi kognotif, dan cerebral palsy.
Hipoksia akut dan kronis juga terkait dengan berbagai perubahan morfologis dan fungsional
jantung janin yang bertujuan untuk mengimbanginya berkurangnya oksigenasi organ vital
atau akibat dari kerusakan jaringan janin.

Diagnosis

o Denyut jantung janin (DJJ) abnormal


o DJJ < 100x/menit DI LUAR kontraksi
o DJJ > 180x/menit dan ibu tidak mengalami takikardi
o DJJ ireguler: kadang-kadang ditemukan DJJ > 180x/menit tetapi disertai
takikardi ibu. Hal ini merupakan reaksi terhadap: Demam pada ibu, Obat-
obatan yang menyebabkan takikardi (misal: tokolitik), Amnionitis. (4)

Pemantauan DJJ yang paling optimal adalah dengan menggunakan kardiotokografi


(KTG). Apabila tidak tersedia, dapat menggunakan Doppler atau fetoskop.

o Mekonium  Mekonium kental merupakan indikasi perlunya percepatan persalinan


dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus. Mekonium yang
dikeluarkan pada saat persalinan sungsang bukan merupakan tanda kegawatan kecuali
bila dikeluarkan pada awal persalinan. (4)

Kardiotokografi (KTG)

Merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan bertujuan untuk mendeteksi
adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa jauh gangguan tersebut,
dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut., melalui penilaian
pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas
janin.(2)

Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasif/internal) dengan alat
pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non
invasif/eksternal) yaknı dengan alat yang dipasang pada dinding perut ibu.
Fisiologi kesejahteraan janin

Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP) arteri uterina
adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg, dan tekanan dalam cairan
amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi normal
pada rongga intervillus. (5)

Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat menjadi 90 mmHg,
tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalam cairan amnion menjadi
60 mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah intramiometrium.

Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut akan menekan
Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi oklusi aliran darah (terutama
VKI). Bila kondisi janin dan ibu baik, maka proses oklusi tersebut tidak menimbulkan
dampak negatif pada janin.(5)

Aliran darah ke uterus dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, yaitu posisi ibu,
aktivitas fisik (olahraga atau exercise), kontraksi uterus, area permukaan plasenta, anestesia,
hipertensi, dan jarak difusi . Gangguan pada faktor-faktor tersebut akan menurunkan aliran
darah ke uterus.(5)
Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin

Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm) dengan

variasi normal 20 dpm di atas atau di bawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal denyut jantung
janin antara 120 – 160 dpm. Seperti telah diketahui bahwa mekanisme pengaturan denyut
jantung janin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

 Sistem saraf simpatis, yang sebagian besar berada di dalam miokardium. Rangsangan
saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan meningkatkan frekuensi
denyut jantung janin, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan
volume curah jantung.
 Sistem saraf parasimpatis, yang terutama terdiri atas serabut n. vagus berasal dari
batang otak. Sistem sarat ini akan mengatur nodus SA, VA, dan neuron yang terleak
di antara atrium dan ventrnkel jantung. Rangsangan n. vagus, misalnya dengan
asetilkolin, akan menurunkan frekuensi denyut jantung janin
 Baroreseptor, reseptor ini akan merangsang n. vagus dan n. glosofaringeus, yang
akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi
denyut jantung janin.
 Kemoreseptor
 Susunan saraf pusat.
 Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada keadaan
stres, misalnya asfiksia, maka medula adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan
norepinefrin dengan akibat takhikardi, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan
tekanan darah.(2)

Karakteristik Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam:

• Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar (baseline
rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung janin saat uterus dalam keadaan istirahat
(relaksasi).

• Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung janin yang


terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus.

Frekuensi Dasar Denyut Jantung Janin (Base Line Rate)

Dalam keadaan normal frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara 120 – 160
dpm. Disebut takhikardi apabila frekuensi dasar > 160 dpm. Bila terjadi peningkatan
frekuensi yang berlangsung cepat (< 1 - 2 menit) disebut suatu akselerasi (acceleration),
Bradikardi bila frekuensi dasar < 120 dpm. Bila terjadi penurunan frekuensi yang
berlangsung cepat (<1- 2 menit) disebut deselerasi (deceleration).

• Takhikardi

Takhikardi dapat terjadi pada keadaan:

- Hipoksia janin (ringan/kronik).


- Kehamilan preterm (< 30 minggu).
- Infeksi ibu atau janin.
- Ibu febris atau gelisah.
- Ibu hipertiroid.
- Takhiaritmia janin.
- Obat-obatan (misal: atropin, betamimetik).

• Bradikardi

Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:

- Hipoksia janin (berat/akut).


- Hipotermi janin.
- Bradiaritmia janin.
- Obat-obatan (propanolol, obat anestesia lokal).
- Janin dengan kelainan jantung bawaan

Bila bradikardi antara 100 - 120 dpm disertai dengan variabilitas yang masih normal
biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan di mana janin masih mampu mengadakan
kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi
akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan perubahan
variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).(2)

Untuk kepentingan tindakan pada janin, pemantauan CTG dibagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Kategori I: Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan
menggambarkan status asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal.
Katagori I dapat dipantau pada pemeriksaan rutin asuhan antenatal dan tidak
memerlukan tatalaksana khusus.
o Denyut jantung janin 110 -160 denyut per menit (dpm)
o Variabilitas / amplitudo DJJ sedang, antara 5 – 25 dpm
o Akselerasi dapat ada atau tidak
o Tidak ada deselerasi.
2. Kategori II: (mencurigakan), tidak menentukan (suspicious, indeterminate) dimana
terdapat salah satu dari hal tersebut di bawah ini, atau tidak termasuk pada kategori I
maupun III.
- Takikardi
- Bradikardi tanpa kelainan variabilitas
- Variabilitas minimal, saltatori
- Terdapat variabel deselerasi bersamaan dengan variabilitas minimal atau
sedang
- Deselerasi lambat berulang dengan variabilitas yang normal/sedang
- Deselerasi memanjang > 2 menit namun < 10 menit
3. Kategori III: Gambaran CTG yang patologis (abnormal): Pada kondisi ini, tindakan
yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk memberikan oksigenasi bagi ibu, merubah
posisi ibu, menghentikan stimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu
itu. Bila Katagori III tidak dapat diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan
(persalinan).
o Deselerasi lambat persisten/berulang (20 menit)
o Deselerasi variabel berulang/persisten (20 menit)
o Bradikardia ( 10 menit)
o Gambaran sinusoidal. (5)

Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi

1. Janin hidup dengan usia kehamilan ≥ 28 minggu.


2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus uteri diketahui.
4. Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.
5. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

Tatalaksana

o Bila sedang dalam infus oksitosin: segera hentikan infus.


o Posisikan ibu berbaring miring ke kiri.
o Berikan oksigen.
o Rujuk ibu ke rumah sakit.
o Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang
sesuai.
o Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan DJJ tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3
kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
o Jika terdapat perdarahan dengan nyeri hilang timbul atau menetap, pikirkan
kemungkinan solusio plasenta
o Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan
antibiotika untuk amnionitis
o Jika tali pusat terletak di bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan
prolaps tali pusat
o Jika DJJ tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium
kental pada cairan amnion) rencanakan persalinan dengan ekstraksi vakum atau
cunam, ATAU seksio sesarea.
o Siapkan segera resusitasi neonatus. (4)
DAFTAR PUSTAKA

1. P TL, Crimmins. Sarah. Intrauterine hypoxia: clinical consequences and therapeutic


perspectives. Res Reports Neonatol. 2015;
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2016. 460 p.
3. Damian Hutter, John Kingdom and EJ. Causes and Mechanisms of Intrauterine
Hypoxia and Its Impact on the Fetal Cardiovascular System: A Review. Hindawi Publ
Corp Int J Pediatr. 2010;
4. Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan RujukanK Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta; 2013.
5. FreemanRK. GariteTJ. NageotteMP. MillerLA. Fetal Heart Rate Monitoring.
Lippincott,. 4th ed. Williams & Wilkins; 2012.
BRAINMAPPING
Vignette

Kasus :

Ny I, 28 tahun, G1P0A0 datang ke puskesmas dengan keluhan keluar air dari jalan
lahir sejak 2 hari lalu yang merembes dan terjadi secara tiba-tiba. Air tersebut awalya jernih
namun sejak tadi pagi berbau dan bewarna hijau. Keluhan perut mules-mules dialami pasien
sejak keluar air air tersebut. Pasien mengaku hamil 27 minggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/100 mmHg, Nadi 120 x/menit, RR 20
x/menit, suhu 39,4 C. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan nyeri pada uterus saat ditekan,
adanya air yang keluar dari vagina bewarna keruh kehijauan. Pada pemeriksaan Inspekulo
didapatkan cairan di portio, kemudian dilakukan tes Nitrazin didapatkan kertas lakmus
berubah menjadi biru. Kemudian dilakukan CTG, didapatkan bayi dalam keadaan bradikardia
(DJJ 90 x/ menit).

1. Apa tata laksana awal untuk pasien tersebut?


A. Pemberian tokolitik
B. Melanjutkan persalinan
C. Memposisikan ibu ke sebelah kiri
D. Merujuk ke rumah sakit
E. Istirahat total
2. Apa yang terjadi pada janin tersebut?
A. Kelainan kongenital jantung
B. Infeksi intrauterin
C. Tanda Hipoksia pada janin
D. IUFD
E. Bradikardia

Anda mungkin juga menyukai