FETAL
HIPOKSIA
dr. Bobby Indra Utama,
Sp.OG(K)
www.themegallery.com
www.themegallery.com
Oksigenasi janin
Oksigenasi pada janin dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Aliran darah arteri uterina
Aliran darah melalui pembuluh-pembuluh darah intrmural akan
berkurang atau terhenti sama sekali selama kontraksi uterus.
Bila kontraksi terlalu sering, berkurangnya waktu pemulihan antar
kontraksi akan menimbulkan kondisi hipoksia pada janin
• Transfer gas melalui plasenta
Dalam kondisi normal terdapat perbedaan tekanan (pressure gradient)
oksigen yang besar antara sisi maternal (pO2: 100-120 mmHg) dengan
sisi fetal (pO2: 20-30 mmHg).
Pada persalinan normal, janin mengkonsumsi 5 ml O2/kg/menit, Janin
memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan
tekanan O2 lingkungan yang rendah, karena afiditas hemoglobin fetus
(HbF) yang cukup tinggi terhadap oksigen.
www.themegallery.com
• Sirkulasi darah janin
Darah yang datang dari plasenta melalui vena umbilikalis hampir
seluruhnya memasuki duktus venosus, dari atrium kanan melewati
foramen ovale untuk masuk ke atrium kiri, untuk kemudian
dipompakan oleh ventrikel kiri ke arkus aorta dan pembuluh-
pembuluh leher dan kepala. Arkus aorta dan badan karotid (carotid
bodies) yang memiliki kemoreseptor, sensitif terhadap perubahan kadar
oksigen dalam darah yang berasal dari plasenta, dan janin memberikan
respons kadiovaskuler terhadap kondidi yang demikian.
• Kardiak output janin
Kardiak output janin lebih kurang 230 ml/kg/menit. Vasokonstriksi yang
lama menyebabkan iskemia pada paru, usus, dan ginjal, yang dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan begitu janin dilahirkan,
terutama pada bayi prematur (respiratory distress syndrome, necrotising
enteritis, dan renal insufficiency) yang pada akhirnya terjadi
metabolisme anaerob dan timbulnya asidosis.
www.themegallery.com
Kompensasi Dan Adaptasi
• Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah (hipoksemia) akan
merangsang syaraf simpatis, sehingga akan meniimbulkan takikardi.
• Bila kondisi hipoksemia tidak teratasi dan berlanjut jadi hipoksia, akan
menyebabkan perubahan aktivitas biofisik.
www.themegallery.com
Etiologi
• Faktor Ibu
• Penurunan kemampuan membawa oksigen
ibu
– Anemia yang signifikan
• Penurunan aliran darah uterin
– Posisi supine atau hipotensi lain
preeklampsia
• Kondisi ibu yang kronis
– Hipertensi
www.themegallery.com
• Faktor Uteroplasental
– Kontraksi uterus
• Hiperstimulasi, solusio
plasenta
– Disfungsi uteroplasental
• Infark plasental
• Korioamnionitis
• Disfungsi plasental ditandai
oleh IUGR, oligohidramnion
www.themegallery.com
• Faktor Janin
– Kompresi tali pusat
• Oligohidramnion
• Prolaps tali pusat
• Puntiran tali pusat
– Penurunan kemampuan janin
membawa oksigen
• Anemia berat
• misal : isoimunisasi,
perdarahan feto-maternal
www.themegallery.com
Denyut Jantung Janin (DJJ) < 100/i
Kriteria Gawat atau >160/i.
Janin DJJ tidak teratur
Air ketuban hijau kental
(mengandung mekonium)
www.themegallery.com
A. Denyut Jantung Janin Abnormal
• DJJ, irama dan intensitasnya harus diperiksa setiap 2 jam selama kala I
bila ketuban intak, bila telah pecah setiap ½ jam.
• Auskultasi dilakukan setelah selesai kontraksi.
• DJJ normal dapat melambat sewaktu his, dan segera kembali normal
setelah relaksasi.
• DJJ lambat (<100/i) saat tidak ada his, menunjukkan adanya gawat
janin.
• DJJ cepat (>160/i)disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam,efek
obat,hipertensi,atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal,denyut
jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat
janin.
www.themegallery.com
B. Mekonium
• Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin
maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda
gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada
denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan
lebih lanjut.
www.themegallery.com
3. Kardiotokografi
KTG dapat memberikan informasi tentang pola djj dihubungkan
dengan adanya kontraksi uterus (tes dengan tekanan =TDT), dan pola
djj dihubungkan dengan adanya gerak janin (tes tanpa tekanan = TTT).
Ada empat hal mengenai djj yang dinilai pada KTG yaitu :
o Frekuensi dasar djj (baseline fetal heart rate)
o Variabilitas djj
o Akselerasi
o Deselerasi (dini, lambat, dan variabel).
www.themegallery.com
4. Ultrasonografi
• B/M Mode. Dengan B/M mode dapat diperiksa gerak jantung janin
dan tayangannya dalam bentuk gelombang.Dengan mengukur
panjang gelombang gerakan jantung ini dapat dinilai frekuensi djj.
Interpretasinya sesuai dengan penjelasan terdahulu.
• B-Scan. Dengan B-Scan dapat dinilai biometri janin, lingkaran perut,
dan indek cairan ketuban. Indeks cairan ketuban yang rendah,
memberikan informasi bahwa telah terjadi brain sparing effect.
Biometri dan lingkaran perut yang kecil dari standar menunjukkan
telah terjadinya gangguan pertumbuhan.
• Velosimetri Doppler. Dengan velosimetri Doppler dapat dilihat aliran
darah pada pembuluh-pembuluh darah tertentu, baik dalam
keadaan sistole maupun dalam keadaan diastole.
www.themegallery.com
Pengelolaan
Penanganan Umum
• Pasien dibaringkan miring ke kiri.
• Berikan oksigen.
• Hentikan infus oksitosin (jika diberikan).
www.themegallery.com
Penanganan Khusus
Fetal Distress
www.themegallery.com
Penanganan Khusus
1. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau
menetap,pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
2. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekkret vagina bau )
berikan antibiotika untuk amnionitis.
3. Jika tali pusat terdapat terletak dibagian bawah janin atau dalam
vagina,lakukan penanganan prolaps tali pusat.
• Jika servik telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 diatas
simpisis kubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasiun 0,
lakukan persalinan dengan EKSTRAKSI VAKUM ATAU FORSEPS.
• Jika servik tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada > 1/5 diatas
simpisis kubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada diatas
stasiun 0, lakukan persalinan dengan SEKSIO SESAREA
www.themegallery.com
Kesimpulan Pengelolaan
Denyut Jantung Janin
Cara Pemantauan
Kasus resiko rendah auskultasi teratur DJJ selama persalinan : setiap 15
menit selama kala I, setiap setelah his pada kala II, hitung selama 1 menit
bila his selesai
Kasus resiko tinggi pergunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan