Anda di halaman 1dari 9

Summary, Vignette dan Brain Mapping

Ny. A (G2P2A0) 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam dan nyeri
pada perut sejak 1 minggu yang lalu, pasien baru saja melahirkan anak keduanya 2 minggu
yang lalu secara seksio sesarea, pasien mengaku tidak rutin meminum obat-obatan yang
diberikan oleh dokter setelah operasi.

Pada penilaian tanda vital , tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, suhu
tubuh 38,6⁰C dan laju pernafasan 20 kali/menit. Didapatkan adanya nyeri tekan pada
suprapubik dan lokia yang berbau dan purulen.

Apa yang terjadi pada ibu tersebut?


Endometritis
Definisi
Endometritis didefinisikan sebagai infeksi pada lapisan endometrium uterus. Infeksi
ini dapat meluas hingga melibatkan miometrium dan parametrium. Pasien endometritis
umumnya akan mengeluhkan demam dan nyeri abdomen bagian bawah, serta pada kasus
postpartum, dapat ditemukan lochia (duh uterus setelah persalinan) yang berbau busuk.(1)
Endometritis dapat dibagi menjadi endometritis yang terkait kehamilan dan
endometritis yang tidak terkait dengan kehamilan. Kondisi yang tidak berhubungan dengan
kehamilan ini disebut penyakit radang panggul (PID).(1)

Etiologi
Endometritis terjadi akibat perjalanan flora bakteri normal dari serviks dan vagina.
Rahim steril sampai kantung ketuban pecah saat melahirkan. Bakteri lebih mungkin berkoloni
di jaringan rahim yang telah mengalami devitalisasi, pendarahan, atau rusak (seperti selama
operasi caesar). (2)
Etiologi endometritis di antaranya adalah Streptococcus grup B dan Staphylococcus.
Selain itu, endometritis juga dapat disebabkan oleh infeksi menular seksual, misalnya akibat
klamidia atau bacterial vaginosis. Daftar patogen penyebab endometritis adalah sebagai
berikut:
 Bakteri aerob kokus gram positif: Streptococcus grup B, Enterococci sp,
Staphylococcus sp
 Bakteri anaerob kokus gram positif: Peptococci dan Peptostreptococci sp
 Bakteri aerob basil gram negatif: Escherichia coli, Klebsiella pneumonia dan Proteus
sp
 Bakteri anaerob basil gram negatif: Bacteroides dan Prevotella sp
 Patogen penyebab infeksi menular seksual: Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, serta patogen penyebab bacterial vaginosis seperti Lactobacillus,
Gardnerella vaginalis, dan Prevotella. (1)
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya endometritis adalah:
 Riwayat penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
 Riwayat berganti-ganti pasangan seksual
 Riwayat infeksi menular seksual
 Penggunaan cairan pembersih vagina (vaginal douche)
 Persalinan dengan operasi sectio caesarea meningkatkan risiko terjadinya
endometritis 5 -10x daripada persalinan per vaginam
 Ketuban pecah dini >18 jam
 Kolonisasi dengan Streptococcus grup A dan B
 Khorioamnionitis
 Persalinan lama
 Air ketuban bercampur mekonium (meconium-stained amniotic fluid)
 Pengeluaran plasenta manual
 Pemeriksaan vagina berulang menjelang persalinan
 Anemia. (1)

Patofisiologi
Pada keadaan normal, kavum uterus dalam kondisi steril. Mekanisme alamiah yang
melindungi kavum uteri di antaranya adalah adanya sumbatan mukus pada mulut rahim,
komponen sistem imun alamiah (sel neutrofil, makrofag dan sel natural kliller) dan peptida
antimikrobial pada endometrium. Gangguan pada sistem imun serta invasi bakteri patogen
dapat menyebabkan endometritis.(3)
Berdasarkan patologi, endometritis bisa dibagi menjadi akut dan kronis. Endometritis
akut bisa disebabkan oleh infeksi postpartum, prosedur invasif ginekologi, dan penyakit
radang panggul. Sedangkan endometritis kronis bisa disebabkan oleh adanya sisa jaringan
plasenta yang tertinggal setelah persalinan, abortus inkomplit, infeksi menular seksual
(misalnya klamidia) dan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).(3)
Endometritis akut ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil pada kelenjar
endometrium. Endometritis kronis ditandai dengan adanya sel limfosit dan sel plasma di
dalam stroma endometrium pada pemeriksaan biopsi. (3)
Sebagian besar kasus endometritis terjadi saat melahirkan. Secara khusus, pecahnya
kantung ketuban memungkinkan translokasi flora bakteri normal dari serviks dan vagina ke
uterus yang biasanya aseptik. Bakteri ini lebih mungkin berkoloni di jaringan rahim yang
telah mengalami devitalisasi, pendarahan, atau rusak (seperti saat operasi caesar). Bakteri ini
dapat menyerang endometrium-, miometrium-, dan perimetrium, menyebabkan peradangan
dan infeksi.(2)
Gejala Klinis
Pasien endometritis sering mengalami demam sebagai tanda pertama infeksi. Keluhan
umum tambahan adalah sakit perut (biasanya di lokasi suprapubik), lokia berbau busuk dan
bernanah. Seperti kebanyakan infeksi, derajat demam sering kali menunjukkan tingkat
keparahan infeksi. Pada pemeriksaan fisik, nyeri tekan suprapubik dan uterus sering
ditemukan pada pemeriksaan perut dan panggul. Kelainan tanda vital seperti demam,
takikardia, dan hipotensi juga dapat ditemukan. Endometritis yang disebabkan oleh
streptokokus Grup A seringkali sangat parah, menghasilkan gambaran klinis yang terdiri dari
sepsis, diare, nyeri yang tidak proporsional. Kondisi ini dapat dengan cepat berkembang
menjadi syok toksik, dan necrotizing fasciitis, sehingga perawatan yang baik diperlukan saat
merawat pasien tersebut.(2)

Diagnosis
Endometritis terutama merupakan diagnosis klinis berdasarkan riwayat, fisik, dan
adanya faktor risiko.
Leukositosis 15.000 sampai 30000 sel / mikroL sering terjadi. Persalinan per vaginam,
dan operasi caesar khususnya. Kultur serviks yang diperoleh sebelum pemberian antibiotik
dapat membantu untuk pemilihan antibiotik yang sesuai. Kultur vagina sering
terkontaminasi dan dapat menyesatkan penyedia layanan untuk cakupan antibiotik yang tidak
memadai. Kultur darah harus diperoleh jika terdapat kecurigaan klinis yang cukup tinggi
untuk sepsis dan / atau bakteremia.
Untuk pencitraan, USG sering membantu menyingkirkan diagnosis lain pada pasien
pascapartum dengan nyeri perut dan demam. Diagnosis tersebut termasuk produk konsepsi
yang tertinggal, hematoma yang terinfeksi, dan abses uterus. Misalnya, hingga 24% dari
pasien postpartum normal mungkin memiliki gumpalan dan kotoran di dalam rahim. Gas di
endometrium mungkin juga normal hingga 3 minggu pascapartum. Sebaliknya, pasien
dengan endometritis dapat menjalani USG panggul normal. Computed tomography dapat
menunjukkan temuan positif yang sama seperti USG ditambah kemungkinan peradangan dan
infeksi perimetrium dan / atau intrauterin. (2)

TataLaksana
Regimen antibiotik oral adalah pilihan untuk penyakit ringan. Pilihannya mirip
dengan yang digunakan untuk penyakit radang panggul:
 Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam + metronidazol 500 mg tiap 12 jam. Doksisiklin tidak
dikontraindikasikan pada ibu menyusui jika penggunaannya kurang dari tiga minggu.
 Levofloxacin 500 mg tiap 24 jam + metronidazole 500 mg tiap 8 jam. Levofloxacin
harus dihindari pada ibu menyusui.
 Amoksisilin-klavulanat 875 mg / 125 mg setiap 12 jam.

Untuk pasien dengan endometritis sedang sampai berat dan / atau pasien dengan operasi
caesar, antibiotik intravena dan masuk dianjurkan. Opsinya adalah sebagai berikut:

 Gentamisin 1,5 mg / kg IV tiap 8 jam atau 5 mg / kg IV tiap 24 jam dan klindamisin


900 mg tiap 8 jam.(2)
Perbaikan klinis sebagai respons terhadap antibiotik biasanya terjadi dalam 48 hingga 72
jam. Jika tidak ada perbaikan klinis dalam 24 jam, harus mempertimbangkan untuk
menambahkan ampisilin 2 g pada awalnya, diikuti dengan 1 g setiap 4 jam untuk
meningkatkan cakupan Enterococcus.
Antibiotik IV harus dilanjutkan sampai pasien menjadi afebris setidaknya selama 24
jam sebagai tambahan pada nyeri dan leukositosis pasien. (2)

Diagnosis Banding
Pada pasien dengan demam postpartum dan sakit perut, diagnosis selain endometritis
yang perlu dipertimbangkan termasuk infeksi saluran kemih (termasuk pielonefritis),
pneumonia, tromboflebitis pelvis septik. Dokter harus tetap berpikiran terbuka terhadap
diagnosis ini, terutama jika antibiotik dan / atau manajemen bedah untuk endometritis tidak
mengarah pada perbaikan klinis.(2)

Komplikasi
Sekitar 1% sampai 4% pasien akan mengalami komplikasi seperti sepsis, abses,
hematoma, septic pelvic thrombophlebitis, dan necrotizing fasciitis. Komplikasi semacam itu
kemudian dapat menyebabkan nekrosis rahim, yang membutuhkan histerektomi untuk
resolusi infeksi. Intervensi bedah mungkin juga diperlukan jika infeksi telah menghasilkan
kumpulan cairan yang dapat dialirkan(2)
Edukasi
Karena peningkatan prevalensi dan mortalitas endometritis sekunder akibat seksio
sesarea, ACOG merekomendasikan antibiotik profilaksis sebelum kelahiran sesar. Selain itu,
dokter kandungan harus melakukan pembicaraan persetujuan yang diinformasikan secara
menyeluruh mengenai operasi caesar, khususnya termasuk risiko infeksi postpartum. (2)
DAFTAR PUSTAKA

1. Rivlin ME, Alderman E, Chandran L SG. Endometritis. Medscape [Internet]. 2019;


Available from: https://emedicine.medscape.com/article/254169-overview#a1

2. Michael Taylor. Leela Sharath Pillarisetty. Endometritis. NCBI [Internet]. 2020;


Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553124/

3. King AE, Fleming DC, Critchley HO KR. Differential expression of the natural
antimicrobials, beta-defensins 3 and 4, in human endometrium. J Reprod Immunol.
2003;
BRAINMAPPING
Vignette

Kasus :

Ny. A (G2P2A0) 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam dan nyeri
pada perut sejak 1 minggu yang lalu, pasien baru saja melahirkan anak keduanya 2 minggu
yang lalu secara seksio sesarea, pasien mengaku tidak rutin meminum obat-obatan yang
diberikan oleh dokter setelah operasi.

Pada penilaian tanda vital , tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, suhu
tubuh 38,6⁰C dan laju pernafasan 20 kali/menit. Didapatkan adanya nyeri tekan pada
suprapubik dan lokia yang berbau dan purulen.
1. Apa yang terjadi pada ibu tersebut?
A. Endometritis
B. Pneumonia
C. Infeksi Saluran Kemih
D. Peradangan panggul
E. Low Back Pain
2. Apa faktor risiko terjadinya infeksi pada ibu tersebut?
a) Riwayat melahirkan
b) Penggunaan kontrasepsi
c) Riwayat Seksio Sesarea
d) Riwayat infeksi menular seksual
e) Multiparitas

Anda mungkin juga menyukai