Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

P3A1 Post Kuretase 1 bulan + Endometritis

Oleh
M. Wahyu Khairiyanda
I4A013228

Pembimbing
dr. Samuel L. Tobing, Sp.OG(K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK ULM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2018

0
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 24

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................ 35

BAB V PENUTUP ................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 39

0
BAB I

PENDAHULUAN

Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.

Permukaanya terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelenjar

sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma selular.

Kelenjar dan stroma mengalami perubhan yang siklik. Bergantian antara

pengelupasan dan pertumbuhan baru sekitar 28 hari. Ada 2 lapis, yaitu lapisan

fungsional yang letaknya superfisial yang akan terkelupas setiap bulan dan lapisan

basal yang tiadak ikut mengelupas.

Endometritis adalah peradangan lapisan endometrium rahim. Selain untuk

endometrium, peradangan mungkin melibatkan myometrium dan, kadang-kadang

parametrium. Endometritis dapat dibagi menjadi endometritis terkait kehamilan

dan endometritis yang tidak terkait dengan kehamilan. Ketika kondisi tidak terkait

dengan kehamilan, dianggap sebagai pelvic inflammatory disease (PID).

Endometritis ini sering dikaitkan dengan peradangan tabung saluran indung telur

(salpingitis), indung telur (oophoritis) dan panggul peritoneum (karena peritonitis

panggul). Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2010

dalam pedoman pengobatan penyakit menular seksual mendefinisikan PID

sebagai kombinasi dari endometritis, salpingitis, abses tubo ovarium, dan

peritonitis panggul.

Dari perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut

versus kronis. Endometritis akut dicirikan oleh kehadiran neutrofil dalam kelenjar

1
endometrium. Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiran plasma sel dan

limfosit dalam stroma endometrium.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya

disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. Endometritis adalah suatu infeksi

yang terjadi di endometrium, yang terbagi atas 2 jenis, yaitu komplikasi

pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan, dan non-

obstetrik yang berkaitan dengan pelvic inflammatory disease (PID).

B. Etiologi
Endometritis merupakan suatu infeksi yang bersifat polimikrobial karena

pada umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri yang merupakan flora normal

dari genitalia interna wanita atau bakteri yang berasal dari luar. Berbagai bakteri

dapat merupakan penyebab dari timbulnya endometritis, antara lain:


 Clamydia trachomatis
Clamydia trachomatis merupakan bakteri yang masih termasuk golongan

Clamydia. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang juga merupakan

bakteri interselular obligat yang patogen. Bakteri ini juga merupakan bakteri

yang paling banyak menyebabkan penyakit akibat hubungan sexual. Bakteri ini

biasanya menyebabkan berbagai penyakit pada bagian mata, organ kelamin,

dan rektum. Bakteri ini dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik jenis

makrolit atau tetrasiklin.


 Neisseria gonorrheae
Merupakan bakteri diplokokus gram negatif yang biasa menyebabkan penyakit

menular seksual. Bakteri ini memiliki permukaan protein yang disebut Protein

Opa yang dapat mencegah respon imun pada hospesnya. Hal ini menyebabkan

3
seseorang dapat berkali-kali terserang penyakit akibat bakteri ini. Bakteri ini

juga dapat melakukan konjugasi DNA sehingga dapat merubah bentuknnya dan

hal ini dapat menyebabkan timbulnya resistensi pada penggunaan antibiotik.

Bakteri inn biasa dibiakkan pada agar Theyer-Martin dan apabila telah

mengalami resistensi pada penggunaan antibiotik Penicillin, maka, dapat

digunakan antibiotik golongan seftriakson.


 Streptococcus grup B
Merupakan bakteri yang berbentuk kokus (seperti rantai) gram positif yang

biasanya menyebabkan infeksi postpartum pada wanita dan penyebab terbesar

sepsis pada neonatus. Bakteri ini secara normal berada pada saluran pencernaan

dan genitalia pada wanita sehat dengan kadar kira-kira 15-45%. Pada

umumnya, 50% bayi yang lahir pervaginam, pasti mendapatkan infeksi bakteri

ini dari ibunya, namun hanya 1-2 % yang mengalami perburukan keadaan.

Bakteri ini masih sensitif dengan penggunaan antibiotik penisilin, juga dapat

digunakan golongan cefazolin, eritromicin dan klindamisin.


Escerechia coli
Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang biasanya

terdapat di dalam gastrointestinal bagian bawah pada makhluk berdarah panas.

Pada umumnya, bakteri ini merupakan flora normal yang tinggal dalam saluran

cerna makhluk hidup yang juga dapat menghasilkan vitamin K2 untuk

mencegah perkembangan bakteri patogen dalam usus, namun, beberapa jenis

dari bakteri ini dapat menimbulkan beberapa penyakit.


 Bakteri lainnya
Bakteri lain yang dapat menyebabkan infeksi endometriris adalah G. vaginalis,

Enterococcus, Aerobic streptococcus, Bacteroides spp, dll.


C. Epidemiologi

4
Endometritis merupakan suatu infeksi yang umumnya menyerang pada

wanita usia reproduktif yang mengalami masalah pada saat partus. Pada

umumnya, infeksi ini terjadi pada wanita setelah melahirkan pervaginam (1-3%)

atau setelah menjalani operasi caesar (13-90%) terutama setelah menjalankan

operasi caesar untuk tujuan abortus atau durasi operasi yang terlalu lama.

Endometritis yang tidak berhubungan dengan postpartum, umumnya lebih

mengacu pada Pelvic Inflamatory Disease (PID).

D. Faktor resiko

Faktor risiko utama untuk endometritis obstetrik meliputi:

1. persalinan sesar (sc) (terutama jika sebelum usia kehamilan 28 minggu)

2. pecah ketuban

3. seringnya pemeriksaan dalam (hysteroscopy ,pemasangan IUD),

4. laserasi pada vagina dan serviks,

5. usia terlalu tua

6. Rendah status sosial ekonomi

Faktor risiko minor meliputi:

1. Operasi yang lama


2. Anestesi umum
3. Postpartum anemia

Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko endometritis pada umumnya:

1. alat kontrasepsi dalam rahim: bagian vagina perangkat dapat berfungsi sebagai

jalur untuk organisme untuk naik ke dalam rahim

5
2. Adanya cairan menstruasi dalam rahim

3. Associated sekunder untuk cervicitis gonore atau infeksi Chlamydia

4. Associated bakteri vaginosis

5. Sering douching

6. Unprotected aktivitas seksual

7. Beberapa mitra seksual

8. Serviks ektopi

E. Gambaran Klinik

a. Riwayat

Diagnosis biasanya didasarkan pada temuan klinis, sebagai berikut:

- Demam
- Sakit perut bagian bawah
- Lochia berbau busuk
- Pendarahan abnormal vagina
- Dyspareunia (mungkin ada pada pasien dengan penyakit inflammatory

panggul PID)
- Dysuria (mungkin ada pada pasien dengan PID)
- Malaise

b. Dalam kasus setelah bersalin, pasien merasa demam, menggigil, sakit

perut bagian bawah, dan lochia berbau busuk. Pasien dengan PID hadir

dengan Sakit perut bagian bawah, dyspareunia, dysuria, demam, dan tanda-

tanda sistemik lain. Namun, PID disebabkan oleh Chlamydia cenderung

menjadi lamban, dengan gejala konstitusional tidak signifikan.

c. Temuan-temuan pemeriksaan fisik meliputi:

- Demam, biasanya terjadi dalam waktu 36 jam,

6
- Sakit perut bagian bawah

- Uterine tenderness

- Adnexal tenderness jika terkait salpingitis

- Lochia berbau busuk

- Takikardi

d. Uterine tenderness adalah ciri khas dari penyakit.

e. Suhu oral 38 °c atau lebih tinggi dalam 10 hari pertama setelah bersalin

atau 38,7 °C dalam 24 jam pertama setelah bersalin diperlukan untuk

memastikan diagnosis endometritis setelah bersalin. Untuk PID, kriteria

diagnostik minimum tenderness bagian bawah perut, tenderness leher rahim,

atau tenderness adnexal. Dalam kasus-kasus yang parah, pasien mungkin

muncul septik.

F. Klasifikasi

1. Endometritis terkait kehamilan

2. Endometritis yang tidak terkait dengan kehamilan

Kondisi endometritis yang tidak terkait dengan kehamilan

disebut sebagai pelvic inflammatory disease (PID). Endometritis ini

sering dikaitkan dengan peradangan saluran indung telur (salpingitis),

indung telur (oophoritis) dan peritonitis pelvis. Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) 2010 pedoman pengobatan penyakit

menular seksual mendefinisikan PID sebagai kombinasi dari

endometritis, salpingitis, abses tuba ovarium, dan karena peritonitis

pelvis (panggul).

7
Jenis-jenis Endometritis

1. Endometritis Akut

Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada

endometritis postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-

9, sehingga endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum

hari ke-9. Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus

provocatus.

Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan

hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi,

edema, dan infiltrasi leukosit berinti polimoni yang banyak (PMN),

serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting

ialah infeksi gonorrhea dan infeksi pada abortus dan partus.

Infeksi gonorrhea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang

menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akuta. Infeksi post

abortum dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada

serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang

merupakan porte d’entree bagi kuman-kuman patogen. Selain itu

mikroorganisme dapat masuk ke uterus melalui alat-alat pada saat

persalinan yang tidak suci hama.

Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat

meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah serta

limfe, infeksi dapat menjalar ke parametrium, tuba, ovarium serta ke

peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akuta umumnya

8
penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang

bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada perabaan.

Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan

dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan

radium ke dalam uterus, memasukkan IUD (intra-uterine device) ke

dalam uterus, dan sebagainya.

Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman yang

tidak terlalu pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan

sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium

pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling

penting ialah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.

Gejala-gejala:

a. Demam

b. Lochia berbau, pada endometritis postabortum kadang-kadang

keluar fluor yang purulent.

c. Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.

d. Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak

ada nyeri.

e. Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.

2. Endometritis Kronik

Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel

plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya

9
karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam

endometrium. Endometritis kronik mungkin terjadi setelah fase

akut.

Gejala klinis pada endometritis kronis adalah leukorea dan

menoragia. Pengobatannya tergantung dari penyebabnya.

Endometritis knonik biasanya ditemukan pada:

a. Tuberkulosis;

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah

kasus-kasus tuberkulosis genital. Pada pemeriksaan mikrskopik

ditemukan tuberkel di tengah-tengah endometrium yang

beradang menahun. Endometritis tuberkulosa umumnya timbul

sekunder pada penderita dengan salpingitis tuberkulosa. Pada

penderita dengan tuberculosis pelvic yang asimptomatik,

endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita

datang dengan keluhan infertilitasdan pada saat dilakukan biopsy

endometrial kemudian ditemukan tuberkel dalam sediaan. Terapi

yang kausal terhadap tuberculosis biasanya dapat menyebabkan

timbulnya haid lagi.

b. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;

c. Jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;

d. Pada polip uterus dengan infeksi;

e. Pada tumor ganas uterus;

f. Pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.

10
g. Fluor albus yang keluar dari ostium

h. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi

Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal

dalam uterus terdapat desidua dan villi korialis di tengah-tengah

radang menahun endometrium. Pada partus dengan sisa plasenta

masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi

dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan darah, dan

terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.

G. PATOFISIOLOGI GEJALA KLINIS


Gejala klinik yang ditunjukkan apabila seorang wanita menderita

infeksi ini adalah:


Demam dan Gejala seperti Flu
Demam merupakan keadaan dimana suhu tubuh pasien lebih tinggi dari suhu

tubuh normal. Suhu tubuh normal pada umumnya adalah 36,70C, sehingga,

seseorang dianggap demam apabila suhu tubuhnya mencapai 37,20C atau

lebih. Demam merupakan suatu respon tubuh terhadap adanya faktor pirogen

dan eksogen yang dapat memicu terjadinya proses inflamasi. Demam yang

terjadi pada penderita endometritis merupakan demam yang biasa terjadi

akibat adanya proses inflamasi. Masuknya bakteri tertentu pada dinding

endometrium uterus merupakan salah satu faktor pirogen eksogen sehingga

dapat menstimulus makrofag untuk mengeluarkan pyrogen cytokine (IL-1,

IL-6, TNF, IFN), yang kemudian akan merangsang hipotalamus untuk

menghasilkan prostalglandin (PGE2) yang akan merangsang sel glia untuk

menghasilkan siklik AMP. Siklik AMP ini akan meningkatkan termoregulator

11
set poin sehingga akan meningkatkan suhu tubuh. (Harrison edisi 17) Pada

endometritis, suhu tubuh ditemukan demam sampai sekitar 38-390C.


Bagan 2.1 Mekanisme Timbulnya Demam

Nyeri Perut Bawah


Nyeri pada perut bawah disebabkan karena adanya faktor inflamasi

pada dinding uterus. Secara anatomis, posisi uterus terletak pada

daerah pelvis dan hipogastrium, sehingga, apabila terjadi proses

inflamasi yang menyebabkan nyeri pada dinding uterus, maka, nyeri

yang dirasakan oleh pasien adalah pada bagian perut bawah.


Rasa nyeri yang dirasakan dihasilkan dari adanya stimulus pada saraf

nosiseptor aferen primer. saraf ini akan bekerja apabila terjadi trauma

atau inflamasi, iritasi kimiawi dengan melepas zat peptida bradikinin

dan eikosanoid sebagai prostaglandin. Apabila terdapat infalamasi

pada suatu jaringan tertentu, dalam hal ini, pada dinding endometrium,

maka akan menyebabkan dikeluarkannya mediator inflamasi yang

menyebabkan ambang aktivasi nyeri pada saraf nosiseptor aferen

primer menurun, hal ini disebut dengan sensitisasi. Sensitisasi ini

penting untuk merasakan adanya nyeri pada jaringan yang dalam.

Adanya sensitisasi ini menyebabkan terbawanya axon nyeri dari saraf

12
nosiseptor aferen primer menuju ke spinal cord melalui serabut

dorsalis dan berakhir pada substansia grisea di spinal cord. Perjalanan

axon ini melalui traktus spinotalamikus yang berjalan secara

kontralateral menuju talamus. Traktus spinotalamikus ini terdapat

pada anterolateral substansia alba spinal cord, ujung lateral medulla,

bagian lateral pons dan otak tengah. Dari talamus, axon akan bergerak

menuju korteks somatosensoris dan akan mengekspresikan rasa nyeri.

Talamus juga menyalurkan axon menuju regio kortikal sehingga dapat

memunculkan nyeri yang berhubungan dengan emosi seseorang.

Bagan. 2.2 Mekanisme Timbulnya Nyeri

Perdarahan pada Vagina


Pada umumnya, perdarahan pada vagina terjadi pada endometritis

kronik. Pada saat itu, eritrosit dari dinding uterus dapat memasuki

sekresi normal pada vagina wanita. Hal ini akhirnya menyebabkan

terjadi perdarahan pada vagina sekalipun pasien tidak sedang dalam

siklus mestruasi.

Pergerakan Usus yang tidak Nyaman


Lokia yang berbau tidak enak

13
Lokia merupakan suatu pelepasan yang dilakukan vagina pasca wanita

melahirkan. Pelepasan ini terdiri dari darah, peleasan jaringan dari

dinding uterus, dan beberapa bakteri. Pada umumnya, timbulnya lokia

merupakan hal yang normal bagi wanita dalam masa nifas, karena hal

ini bertujuan untuk membersihkan diri dari sisa-sisa janin dan

plasenta. Pada umumnya, lokia akan keluar dengan cara menyerupai

proses menstruasi.
Apabila terjadi endometritis pasca melahirkan, maka akan ditemui

lokia yang berbau tidak enak.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endometritis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi

bakteri pada dinding endometrium pada uterus, maka, pemeriksaan yang

dilakukan pada umumnya merupakan pemeriksaan untuk menentukan

bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada pasien:


 Pemeriksaan Darah Lengkap

14
Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk memeriksa adanya faktor

infeksi pada pasien. Pemeriksaan ini meliputi:


- Eritrosit  normal : 3,8 – 5,1 juta
- Hemoglobin  normal : 11,5-16,5 g/dl
hamil: 11-15 g/dl
- Leukosit  normal : 5.000-10.000/mm3
- Trombosit  normal : 150.000-450.000/µl
- LED  normal : < 15 mm/jam
- Hitung jenis leukosit  normal: basofil / eosinofil / batang /

segmen/ limfosit / monosit = 0-1 / 1-3 / 1-6 / 40-60 / 20-40 / 1-8%


- Karakter eritrosit : MCV = 82-92 fl
MCH = 27-31 pg
MCHC = 32-36 g/dl
Pada pemeriksaan darah biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit

yang biasanya ditemukan 15.000 – 30.000 sel/µl. Pada umumnya,

pemeriksaan ini juga bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik untuk

infeksi endometritis.
 Kultur
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa bakteri yang menginfeksi

dinding endometrius. Pada umumnya, kultur yang diambil dari spesimen

transvaginal uterin akan sulit untuk diinterpretasi karena sudah terdapat

kontaminan pada bahan pemeriksaan.


Pemeriksaan kultur pada umumnya diambil dari kultur darah, namun

hanya sekitar 10-20% yang dapat diinterpretasi.


 Pewarnaan Gram
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa spesies bakteri yang ada,

sehingga pemeriksa dapat memberikan antibiotik yang cocok bagi pasien.


 Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan ini hanya dilakukan apabila pada pemberian antibiotik, tidak

ada perbaikan setelah 48-72 jam. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

pemeriksaan USG untuk melihat adanya kelainan abdominal lain, atau

adanya intrauterin hematoma. Penggunaan CT-scan dapat dipikirkan untuk

15
memikirkan adanya massa pada ligamen, trombosis vena ovarika,

phelgmon.
 Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa berbagai sel-sel infeksi yang

muncul pada dinding endometrium akibat adanya suatu proses inflamasi.

I. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat dari berbagai aspek dari

pasien, seperti:
 Anamnesis
Pada umumnya pasien merupakan seorang wanita yang memiliki keluhan

nyeri perut bagian bawah, disertai demam. Gejala ini memiliki banyak

kemungkinan diagnosis penyakit, namun, apabila setelah dilakukan

anamnesis lebih lanjut bahwa pasien memiliki riwayat penyakit dahulu

pernah menjalani operasi caesar yang prosesnya memakan waktu lama,

partus pervaginam dengan komplikasi, atau setelah pemasangan alat

kontrasepsei invasif, maka kemungkinan besar pasien tersebut sedang

menderita infeksi pada bagian uterus.


Apabila demam yang terjadi datang setelah < 12 jam pasien mengalami

partus, maka, kemungkinan besar pasien mengalami endometritis akut,

pada umumnya, gejala klinis yang terjadi tampak jelas. Apabila pasien

mengaku pernah melahirkan secara caesar atau dengan faktor resiko

tersebut diatas, namun telah lewat beberapa hari, kemungkinan adanya

endometritis masih harus dipikirkan, sebab, bisa saja, endometritis yang

terjadi merupakan suatu endometritis kronis.


Pasien juga akan mengeluh adanya perdarahan vagina yang dapat berupa

suatu lokia atau perdarahan akibat gejala endometritis.


 Pemeriksaan fisik

16
Pada pemeriksaan fisik umumnya akan ditemukan tanda-tanda infeksi

pada umumnya. Pada status generalis, akan ditemukan adanya

peningkatan suhu tubuh 38-390C. Pada pemeriksaan lokalis, maka akan

ditemukan nyeri tekan pada abdominal bagian bawah baik dengan

pemeriksaan abdomen, maupun pemeriksaan bimanual akan dijumpai

nyeri parametrium.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjuang pada umumnya tidak memberikan hasil yang

berarti. Pada pemeriksaan darah lengkap akan didapatkan gejala-gejala

infeksi bakteri pada umumnya. Pemeriksaan histologi mungkin dapat

membantu penegakan diagnosis dengan ditemukannya neutrodil pada

kelenjar endometrial pada endometritis akut, atau ditemukan sel plasma

dan limfosit pada stroma endometrial pada endometritis kronik.

Pemerikasaan kultur bakteri dan pewarnaan gram hanya sedikit

membantu untuk memastikan etiologi dari penyakit dan menentukan

jenis antibiotik yang cocok untuk pasien.

J. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada pasien yang memiliki

keluhan penyakit ini adalah:


 Apendisitis
Apendisitis merupakan suatu peradangan pada apendiks yang juga terjadi

akibat invasi bakteri. Diagnosis apendisitis dipikirkan karena pada pasien

memiliki gejala utama nyeri perut bawah dan adanya demam febris.

Apendiks yang secara anatomis terletak pada regio iliaca dextra

menyebabkan apabila terjadi infeksi akan didapatkan nyeri pada perut

bawah juga, dan pada appendisitis juga terdapat demam febris apabila

17
belum terjadi perforasi. Diagnosis ini dapat disingkirkan apabila pasien

tersebut memiliki riwayat postpartum baru-baru ini secara caesar atau

pervaginam dengan komplikasi dan dengan pemeriksaan fisik apnedisitis.


 Pelvic Inflammatory Disease (PID)
PID merupakan infeksi yang menyerang organ genitalia dalam wanita

bagian atas termasuk uterus, tuba falopii, dan struktur pelvis. Diagnosis ini

diambil juga karena pada umumnya gejala yang ditampilkan hampir sama,

yaitu adanya nyeri pada perut bawah dan demam. Diagnosis ini dapat

disingkirkan dengan melihat pada pemeriksaan imaging bahwa kondisi

struktur pelvis yang lain baik dan hanya endometrium pasien saja yang

mengalami infeksi.
Seksio caesaria Bakteri Infeksi jaringan
Invasi jaringan
lama atau partus kolonisasi di ikat fibroalveolar
mati di sekitar
pervaginam cerviks dan retroperitoneum
uterus
komplikasi vagina masuk panggul

 Infeksi Saluran Kencing


Infeksi ini merupakan suatu infeksi yang menyerang sistem saluran

kencing seseorang. Semua bagian pada saluran kencing dapat terkena

infeksi ini, namun, yang paling banyak terjadi adalah pada vesika urinaria

dan uretra.Diagnosis ini perlu dipikirkan karena penyakit ini lebih sering

terjadi pada wanita. Hal ini karena wanita memiliki uretra yang pendek,

sehingga dapat memudahkan masuknya bakteri dalam saluran kencing

wanita. Penyakit ini pada wanita juga ditandai adanya nyeri perut bawah

terutama pada pelvis.


Diagnosis ini dapat disingkirkan apabila pasien tidak mengeluhkan gejala

kencing yang lain, seperti keinginan kencing yang berlebih, terdapat

burning sensation saat berkemih, volume air seni sedikit, dll.

18
K. Penatalaksanaan

Rawat inap disarankan untuk hampir semua penderita, termasuk yang

sehabis menjalani SC, karena risiko bakteriemia. Jika kasus ringan, bisa

rawat jalan.

stabilkan dulu kondisi ibu dengan pemberian cairan jika kondisi tidak

terlalu parah beri minum lewat mulut, kemudian lakukan pemasangan

infus sebelum di rujuk ke rumah sakit.

- Cairan melalui vena (dengan IV) / infuse RL


- istirahat

- berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam

Setelah menentukan diagnosis endometritis dapat diberikan antibiotik

spektrum luas dalam 48-72 jam. Pada endometritis kronis, dapat

diberikan doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari selama 10 hari. Pada

umumnya, 80-90% pasien sembuh dengan penatalaksanaan ini.

Pemberian spektrum luas karena endometritis merupakan infeksi yang

disebabkan oleh bakteri polimikrobial.


Penggunaan klindamisin dengan gentamisin merupakan terapi standard

pada umumnya. Dengan Klindamisin 900 mg + gentamisin 1,5 mg/kg

setiap 8 jam secara intravena.

ATAU

:: ampisilin 2g IV setiap 6 jam  kerja di dinding sel bakteri, cara kerja

bakterisida

19
Ditambah gentamisin 5mg/kgBB IV tiap 24 jam  efektif utk gram -

aerob, aminoglikosid, dosis tergantung creatinin clearance.

Ditambah metronidazol 500mg IV tiap 8 jam  anaerob dan protozoa,

meng-inhibit protein sintesis.

Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, cek ulang diagnosa.

L. Komplikasi
Komplikasi pada kasus ini adalah adanya pelvic Inflammation

Disease (PID). PID merupakan infeksi yang menyerang beberapa bagian

dari genitalia interna wanita. Infeksi pada dinding endometrium dapat

dengan mudah menyerang bagian-bagian yang dekat dengan uterus,

seperti tuba falopii, dll, lewat aliran darah atau limfe, maka penyebaran

infeksi bakterial dapat dengan mudah terjadi.


- Infeksi pada luka operasi
- Infeksi pada adneksa
- Sepsis tromboflebitis pelvis
- Infertility
- Pelvic peritonitis (generalized pelvic infection)
- pelvic or uterine abses formation
- pelvic hematoma
- parametrial phlegmon
- PID
- Septicemia
- Septic shock
M. Prognosis

Selama tidak ada komplikasi ke organ lain, prognosis dengan pengobatan

antibiotic bonam. besar kasus endometritis hilang dengan antibiotik. Endometritis

tidak diobati dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius dan komplikasi dengan

organ panggul, reproduksi, dan kesehatan umum. Hampir 90% wanita diobati

dengan perbaikan catatan rejimen disetujui dalam 48-72 jam. Keterlambatan

20
memulai terapi antibiotik dapat mengakibatkan toksisitas sistemik. Endometritis

berhubungan dengan kematian ibu meningkat karena syok septik.

21
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Pasien

Nama : Ny. AA

Umur : 43 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS tanggal : 1 April 2018 (Pukul 19.30 WITA)

Suami

Nama : Tn. S

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Komp. Utama Karya Budi I Sungai Lulut

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis tanggal 2 April 2018 (Pukul 15.00

WITA)

22
1. Keluhan utama : Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Ulin pada Pasien datang ke RSUD Ulin pada

tanggal 1 April 2018 pukul 19.30 mengeluhkan nyeri perut. Pasien

mengeluhkan nyeri perut sejak 3 hari SMKB. Nyeri berada pada tengah

sampai ke bawah perut. Nyeri tersebut dirasa hilang timbul dan muncul

kadang tidak menentu. Nyeri timbul sekitar 30 menit, kemudian hilang dan

timbul lagi. Nyeri tersebut jika dibuat skala dengan VAS skor sebesar 6/7.

Akibat dari nyeri pasien makan lebih sedikit dan sedikit nyeri saat BAK,

namun BAB masih normal. Nyeri juga mengganggu aktivitas pasien, sehingga

pasien hanya duduk saja. Pasien sudah mencoba berobat ke dokter dan diberi

obat nyeri asam mefenamat. Nyeri sempat hilang, namun muncul kembali.

Pasien juga mengaku beberapa hari ini mengalami keputihan. Keputihan

tersebut tidak gatal, namun berbau, meskipun bau tersebut menurut pasien

tidak terlalu mengganggu. Pasien merasa badannya sedikit demam beberapa

hari ini. Demam muncul tidak menentu. Keluhan lain seperti nyeri senggama

(-), perdarahan pervaginam (-) disangkal. Pasien mengaku riwayat di kuret

pada 27 februari 2018 di RS Anshari Saleh Banjarmasin karena pada

kehamilan sebelumnya janin tidak berkembang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

HT (-), DM (-), Asma (-), riwayat perdarahan sulit berhenti (-), riwayat

kelainan darah (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

23
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita

keluhan yang sama, serta juga tidak ada riwayat tekanan darah tinggi,

kencing manis, maupun asma.

5. Riwayat Haid

Menarche : 11 tahun

Lama : 7 hari

Siklus : 28 hari

HPHT : 11 Februari 2018

6. Riwayat Perkawinan:

1 kali, selama 10 tahun.


Usia pertama kali menikah : 33 tahun
Senggama terakhir 1 minggu yang lalu

7. Riwayat Kontrasepsi:

KB (-)

8. Riwayat Obstetri:

1. 2008/aterm/Perempuan/3000gr/spontan/bidan/hidup

2. 2010/aterm/Perempuan/3000gr/spontan/bidan/hidup

3. 2014/aterm/Perempuan/3100gr/spontan/bidan/hidup

4. 2018/10 mgg/Blight ovum/Kuretase

C. Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 2 April 2018

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tanda Vital

24
Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

4. Kepala dan leher

Kepala : Bentuk normal

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), palpebra tidak

edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

tidak ada gangguan pendengaran.

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada

sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping

hidung.

Mulut : Bibir dan mukosa normal, perdarahan gusi tidak ada, tidak

ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil,

lidah tidak ada kelainan, tidak ada gigi palsu.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

5. Thoraks

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.

Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk.

25
Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak.

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS

kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

6. Abdomen : tampak datar, lihat Status Obstetri.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-).

Bawah : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-)

8. Status Ginekologi
V/v : flx (-), flr (+) berbau

Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 1 April 2018 (saat datang)

Kondisi di VK (19.30)

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 37,4 oC

4. Mata : Konjungtiva anemis (-), Ikterik (-)

26
5. Thoraks

Pulmo : Vas (+/+), Rh (-), Wh (-)

Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-)

6. Abdomen : tampak datar, lihat Status Obstetri.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak aktif

Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-), gerak aktif

8. Status Ginekologi

Inspeksi : Fluxus (-), Flour (+) berbau


Inspekulo :
- Fluxus (-)
- Portio licin
- Dinding vagina laserasi (-)
VT :
- V/V : Fluksus (-), Fluor (+) berbau
-P : Terbuka 1 cm
- CU : Biasa
- AP D/S : Massa (-), nyeri (-), parametrium infiltrasi -/-
- CD : t.a.k

Pemeriksaan Penunjang 20.41

Darah Lengkap
Hb 12,6

WBC 11.900

PLT 312.000

Hct 36,3

27
MCV 87,5
MCH 30,3
MCHC 34,7
Urine
Protein (-)
Leukosit 1-2
Eritrosit 0-1
Epitel +1
Bakteri (-)

USG di VK

Kesimpulan
- VU terisi
- Uterus RF UK 8,5 x 6,0
- Endo Thickness : 2 mm

28
A) P3A1 Post Kuretase 1 bulan + obs. Nyeri Perut susp. Endometritis

P) Penatalaksanaan

- IVFD RL 500cc/ 8 jam

- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV bolus (skin test)

- Inf. Metronidazol 3x500 mg

- Inj. Gentamycin 2x80 mg

- Inj. Antrain 3x1 amp

- Pro USG FM besok

- Pro pindah ruangan

- Lapor DPJP dr. Lilis, Sp.OG, terapi disetujui

Hasil observasi di Bangsal (2-6 April 2018) (lampiran)

Follow Up

Tgl/Jam S O A P

Follow up Nyeri perut TD = 110/80 P3A1 Post curetase 1 IVFD RL 500 cc/ 8 jam
02/04/2018 (<), Keputihan mmHg bulan + obs. Nyeri perut Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 (<) RR = 20 kali/menit susp. Endometritis Inj Gentamycin 2x80 mg
N = 80 kali/menit Inf Metronidazol 3x500
T = 36,5oC mg
Status Ginekologi Inj Antrain 3x1 amp
V/v : flx (-), flr (+) Pro USG FM

Follow up Nyeri perut TD = 110/80 P3A1 Post curetase 1 IVFD RL 500 cc/ 8 jam
03/04/2018 (<), Keputihan mmHg bulan + obs. Nyeri perut Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 (-) RR = 20 kali/menit susp. Endometritis Inj Gentamycin 2x80 mg
N = 75 kali/menit Inf Metronidazol 3x500
T = 36,6oC mg
Status Ginekologi Inj Antrain 3x1 amp

29
V/v : flx (-), flr (-)
USG FM
Uterus RF Uk. 7,14
x 5,2 x 5,0 cm
EL (+) tak tampak
massa di cavum
uteri
Kedua ovarium dbn
Kesan
Genitalia interna
tenang
Status ginekologi
dbn

Follow up Nyeri perut TD = 110/80 P3A1 Post curetase 1 IVFD RL 500 cc/ 8 jam
04/04/2018 (<), Keputihan mmHg bulan + obs. Nyeri perut Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 (-) RR = 20 kali/menit susp. Endometritis Inj Gentamycin 2x80 mg
N = 82 kali/menit Inf Metronidazol 3x500
T = 36,6oC mg
Status Ginekologi PO As. Mefenamat 3x1
V/v : flx (-), flr (-) tab

Follow up Nyeri perut (-), TD = 110/70 P3A1 Post curetase 1 IVFD RL 500 cc/ 8 jam
05/04/2018 Keputihan (-) mmHg bulan + obs. Nyeri perut Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 RR = 20 kali/menit susp. Endometritis Inj Gentamycin 2x80 mg
N = 77 kali/menit Inf Metronidazol 3x500
o
T = 36,5 C mg
Status Ginekologi PO As. Mefenamat 3x1
V/v : flx (-), flr (-) tab
USG
Uterus RF 7 x 4 x 3
cm
Endometrial line
(+)
Ginekologi interna

30
normal
BLPL
Follow up Nyeri perut (-), TD = 110/80 P3A1 Post curetase 1
Kontrol 1 minggu
06/04/2018 Keputihan (-) mmHg bulan + Nyeri perut ec.
Obat pulang :
06.00 RR = 20 kali/menit Endometritis
Asam mefenamat 3x1 tab
N = 80 kali/menit
Cefadroxil 2x500 mg tab
T = 36,7oC
Status Ginekologi
V/v : flx (-), flr (-)

USG 2 April 2018

31
USG 5 April 2018

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang wanita berusia 43 tahun dibawa ke rumah sakit

karena nyeri perut. Diagnosis saat datang adalah P3A1 Post kuret 1 bulan dengan

Endometritis. Pasien mengeluhkan nyeri perut sejak 3 hari SMKB. Nyeri berada

pada tengah sampai ke bawah perut. Nyeri tersebut dirasa hilang timbul dan

muncul kadang tidak menentu. Nyeri muncul sekitar 30 menit, kemudian hilang

dan muncul lagi. Nyeri tersebut jika dibuat skala dengan VAS skor sebesar 6/7.

Akibat dari nyeri pasien makan lebih sedikit, namun minum, BAB, dan BAK

masih normal. Nyeri juga mengganggu aktivitas pasien, sehingga pasien hanya

duduk saja. Pasien sudah mencoba berobat ke dokter dan diberi obat nyeri asam

mefenamat. Nyeri sempat hilang, namun muncul kembali.

Pasien mengaku beberapa hari ini mempunyai keputihan. Keputihan

tersebut tidak gatal, namun berbau, meskipun bau tersebut menurut pasien tidak

terlalu mengganggu. Pasien mengaku riwayat di kuret pada 27 februari 2018 di

RS Anshari Saleh Banjarmasin karena pada kehamilan sebelumnya janin tidak

berkembang (BO). Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien

didiagnosis dengan P3A1 post kuretase 1 bulan + observasi nyeri perut curiga

endometritis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status umum, tanda vital, dan

pemeriksaan fisik lainnya secara umum normal. Pada pemeriksaan ginekologi

didapatkan terdapat flour yang berbau dan tidak gatal. Diagnosis curiga

endometritis didapatkan berdasarkan keluhan utama yaitu nyeri perut dan pada

33
anamnesisnya diketahui pasien mengalami nyeri perut bagian bawah yang disertai

keputihan yang berbau.

Pada banyak kasus endometritis, etiologi paling sering dikarenakan infeksi

bakteri, baik itu infeksi dari luar, ataupun infeksi oportunistik. Penyebab yang

mungkin adalah Clamydia trachomatis, Neisseria gonorrheae, Streptococcus grup

B, Escerechia coli, dan bakteri lainnya. Faktor risiko dapat terjadinya infeksi

dapat bermacam-macam, seperti masalah pada persalinan sebelumnya, laserasi

pada vagina, usia terlalu tua, social ekonomi rendah, dan masih banyak lagi. Pada

pasien ini diketahui 1 bulan sebelumnya dilakukan kuret karena terjadi BO, juga

pada pasien status ekonomi menengah ke bawah.

Dari kasus ini, didapatkan beberapa kemungkinan, yaitu pada saat dilakukan

kuretase, sterilitas tindakannya kurang aman sehingga bakteri mempunyai

kesempatan untuk tumbuh pada uterus. Kemungkinan lain yang dapat terjadi

adalah pasien kurang bisa menjaga kebersihan alat genitalnya sehingga terjadi

keputihan yang nantinya mikroorganisme dapat masuk ke dalam uterus.

Saat awal masuk, pasien kemudian ditangani pada saat awal masuk dengan

pemberian:

- IVFD RL 500cc / 8 jam

- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr IV bolus (skin test)

- Inf. Metronidazol 3x500 mg

- Inj. Gentamycin 2x80 mg

- Inj. Antrain 3x1 amp

Penanganan awal pada pasien ini adalah istirahat, kemudian dilakukan

pemberian cairan, obat analgesik, dan antibiotik karena dari keluhan utama pasien

34
nyeri. Hal tersebut sesuai dengan teori langkah penanganan awal yaitu dengan

cairan (menggunakan RL) yang dilanjutkan dengan pemberian antibiotic

kombinasi. Dalam kasus ini kombinasi antibiotik diberikan karena kebanyakan

infeksi disebabkan oleh bakteri polimikrobial. Antibiotik yang digunakan adalah

ceftriaxone (sefalosforin), gentamisin (aminoglikosida), dan metronidazole.

Pemberian analgetik sebenarnya tidak selalu, namun pada kasus ini digunakan

karena pasien mengeluhkan nyeri perut yang mengganggu.

Setelah beberapa hari pengobatan, antibiotic dihentikan. Obat analgetik pun

diganti menjadi oral. Pada perawatan hari ke 6 pasien diperbolehkan pulang

karena sudah tidak mempunyai keluhan lagi

35
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang wanita, Ny AA berusia 43 tahun dengan

diagnosis P3A1 post kuret 1 bulan + endometritis. Pasien ini telah dirawat oleh

Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Ulin Banjarmasin selama 6

hari dari tanggal 1 sampai tanggal 6 April 2018. Prinsip penatalaksanaan yang

dilakukan adalah dengan pemberian cairan, antibiotik, serta analgetik kalau perlu.

Kondisi pasien telah mengalami perbaikan dan pasien diperbolehkan pulang.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Feto Maternal. Perdarahan Pasca-Salin. 2016;

2. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga


cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

3. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant

4. MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,


Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional
(April 27,2001)

5. Sardo ADS, Palma F, Calagna G, dan Zizolfi B. Chronic endometritis.


INTECH. 2016; 10.5772/63023

37

Anda mungkin juga menyukai