Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI POST PARTUM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA PUTERA BANJAR
INFEKSI POST PARTUM

A. Definisi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya
mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ). Infeksi pascapartum (sepsis
puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran
genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak,
2004). Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan
dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005:689). Infeksi postpartum adalah
keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa
nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).

B. Etiologi
1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme
anaerob dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan
lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari
50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dari penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan
penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi
terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah
sakit.
2. Faktor predisposisi infeksi post partum
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan, dan  kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang
baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat
berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.

C. Klasifikasi
1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam
dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada
serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim
(Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran
anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis
yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak
berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang
menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses
kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau
pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada
plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi
dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,
sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan
kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena
luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang
berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh,
gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang
jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap
perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala
klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan,
kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti
meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat
terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan  sehingga
terjadi abses pada tuba  atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya
infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi
plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat
pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput
ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri
pada perabaan dan lembek.Pada endometritis yang tidak meluas,
penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama.
Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam
beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu
minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh
dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik,
tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif.
Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga
dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri
tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau,
purulen. Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari
endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan
leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya
disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi
dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6
jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi
anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan
demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum,
seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
 Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2. Lymphogen
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
 Dari robekan serviks
 Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang
melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu
hamil, terutama mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang
memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian
juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis
yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali
sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna
kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan
sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan
darah menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric
gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan
hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan
adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti
hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga
dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan
sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha
pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan
morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan
distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen,
2004).
3. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi
dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada
sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada
daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada
peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan
umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses.
Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan
dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum
atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya
mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu
hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks
vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk
menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis,
trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika
tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita
hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan,
lebih disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang
diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan
dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai
peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.
5. Septicemia dan piemia
Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk
ke peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari
darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus
serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar
ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis
pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang
mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus
masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-
tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya,
dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia. Kedua-duanya merupakan infeksi berat
namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada
septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga
hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum
cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih).
Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia
hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi
umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman
dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada
piemia   ialah   berulang-ulang   suhu  meningkat  dengan  cepat  disertai
menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat
dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul
gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula
menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

D. Manifestasi Klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh
peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan
mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit
kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
Manifestasi klinis yang lain :
a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10
g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine
adalah untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat
ringannya penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan
yang terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak
boleh sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa
disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap
kembali hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )

F. Penatalaksanaan
1. Masa Persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus
suci hama.
d. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam
maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga
sterilitas.
e. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
f. Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti dengan transfusi darah.
g. Masa Nifas
h. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung
kencing harus steril.
i. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
j. Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2. Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia,
malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita
ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang
perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau
dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya
ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
a. Pencegahan infeksi postpartum :
 Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus
pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
 Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan
trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan
penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan
harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas
indikasi yang tepat.
 Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat
pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat
yang berada dalam masa nifas.
b. Penanganan umum
 Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam
proses persalinan) yang dapat  berlanjut menjadi penyulit/komplikasi
dalam masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas.
 Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau
infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah
dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat
pertolongan dengan segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir,
dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan
hidrasi oral/IV secukupnya.
c. Pengobatan secara umum
 Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina,
luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan
antibiotika yang tepat dalam pengobatan.,
 Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
 Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan
antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil
laboratorium.
 Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan
komplikasi yang dijumpai.
d. Penanganan infeksi postpartum :
 Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
 Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah
bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk
ke dalam rongga perineum.

G. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan
resiko terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di
dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat
dan bahkan kematian.

H. Prognosa
Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya
infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak
perlukaan jalan lahir.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko)
dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang
mungkin muncul antara lain :
a. nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.
b. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan rauma persalinan, jalan
lahir, dan infeksi nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan, retensi urine.
e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi berhubungan
dengan kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan
bayi, peralihan sebagai orang tua.

J. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien
dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan
keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat
mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan
keperawatan pada klien post partum menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains,
distensi kandung kemih.
Tujuan : Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
 Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24 x/menit),
 Tidak meringis,
 Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
 Skala nyeri
Intervensi Rasional
1. Tentukan skala nyeri dan 1. Untuk mengenal
intensitas nyeri, pantua indikasi kemajuan atau
tekanan darah, nadi dan penyimpangan dari hasil
pernafasan setiap 4 jam. yang diharapkan.
2. Anjurkan klien untuk 2. Relaksasi dan nafas
menggunakan teknik dalam dapat mengurangi
relaksasi dan nafas dalam ketegangan otot dan
serta teknik distraksi (untuk menghambat rangsang
nyeri ringan dan sedang). nyeri serta menambah
pemasukan oksigen.
Distraksi mengganggu
stimulus nyeri tetapi
tidak mengubah
intensitas nyeri, paling
3. Anjurkan posisi tidur baik untuk periode
miring. pendek.
3. Mempermudah
4. Berikan obat analgetik pengeluaran gas
sesuai order 4. Analgetik bersifat
menghambat reseptor
nyeri, sehingga persepsi
nyeri berkurang/hilang

b. Resiko Penyebaran Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan


lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan : Dalam 3 hari setelah proses persalinan, infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit, suhu tidak
lebih dari 38 0C),
 Insisi kering
 Lochea tidak berbau busuk
 Uterus tidak lembek
 Dolor : 1 - 2
 Kalor : 36’5 – 37’2 C
 Rubbor : Normal
 Function laesa : normal
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka 1. Akan meminimalkan
dengan teknik aseptic dan dan mencegah
anti septic. kontaminasi dan atau
masuknya
mikroorganisme.
2. Observasi adanya tanda- 2. Akan memudahkan
tanda infeksi pada daerah intervensi lebih dini dan
luka : dolor, kalor, rubor intervensi selanjutnya.
dan function laesa. 3. Antibiotik bersifat
3. Berikan antibiotic sesuai bakterisida dan adanya
order dan kolaborasi untuk leukositosis merupakan
pemeriksaan leukosit. salah satu tanda infeksi.
4. Protein dan viatamin C
4. Anjurkan untuk makan dibutuhkan untuk
makanan tinggi protein, pertumbuhan jaringan
vitamin C dan zat besi. dan zat besi untuk
pembentukan
hemoglobin.

c. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine.


Tujuan : Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
 Terhindar dari infeksi system urine.
Intervensi Rasional
1. Rawat perineum dan kateter 1. Mencegah agar tidak
secara rutin dan teratur. mendukung
pertumbuhan bakteri.
2. Tempatkan kantung kencing 2. Untuk mencegah refluk,
bila dipasang kateter lebih sehingga tidak tumbuh
rendah dari pasien. bakteri
3. Ajarkan teknik merangsang 3. Klien biasanya bisa
kencing setelah diangkat buang air kecil setelah
kateter seperti siram daerah 6-8 jam setelah
kandung kemih dengan air pengangkatan kateter.
dan anjurkal klien duduk. Posisi duduik
dapatmenimbulkan rasa
penuh sehingga klien
4. Angkat kateter sesuai terangsang untuk
ketentuan biasanya 6-12 jam kencing.
post operasi 4. Untuk menghindari
pertumbuhan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak M Irene, Deitra Leonasd Lowdermilk dkk. 2004. “Buku Ajaran


Keperawatan Maternitas”. Jakarta. EGC
Biomed M mitayani,S.ST. 2009.”Asuhan keperawatan maternitas”. Jakarta:
Salemba Medika
Brunner and suddart.2002.Medical practical nursing, 1st edition, Jakarta : EGC
WWW.SCRIB/infeksipostpartum.COM
http://www.lusa.web.id/tag/infeksi-post-partum
http://ainicahayamata.wordpress.com/2011/03/30/infeksi-postpartum/
Presdisposisi Presipitasi

Anemia, Preklamsia, KPD, Trauma Bakteri, dan kuman

Melalui VT / Episiotomi

Bakteri yang sudah ada di dalam vagina terdorong ke uterus

Bakteri menginfeksi jaringan sekitar rahim

Tromboflebitis Leokosit meningkat Vagina berdekatan dg


uretra
Pelepasan Inflamasi/Peradangan
Port the entry ke saluran
mediator nyeri
Saraf perifer terangsang oleh peradangan perkemihan

ISK
Nyeri akut
Sensitifitas

Nyeri akut G3 Eliminasi urin

Anoreksia
Resti infeksi
Mual & Muntah
Resiko
penyebaran
infeksi
Nutrisi kurang
dari kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai