FAILURE OF DESCENT
Oleh :
Alvin Arif 1840312284
Preseptor :
dr. Rina Gustuti, Sp.OG
dengan kemajuan proses dilatasi dan pendataran serviks. Persalinan normal adalah
peristiwa lahirnya bayi hidup dan plasenta dari dalam uterus dengan presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa mengunakan alat pertolongan pada usia
kehamilan aterm dengan berat badan bayi 2500 gram atau lebih, dengan lama
persalinan kurang dari 24 jam yang dibantu dengan kekuatan kontraksi uterus dan
tenaga mengejan.1
dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ),
mempunyai resiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala
pada usia kehamilan antara 37-42 minggu, dan setelah persalinan ibu dan bayi
berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat
setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan
kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4
sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5
persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada
multigravida.1
1
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, diagnosis,
BAB 2
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
yang berlebih pada ibu dan anak. Persalinan dengan failure of descent adalah
persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju
pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama
jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12
jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam).1
Turunnya kepala janin terjadi pada kala II dimana terjadi pengeluaran janin.
janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dapat terjadi
1. Engagement
panggul. Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul
3
o Normal sinklitismus : Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan
sacrum.
2. Fleksi
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan
otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan
3. Desensus
sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan
dilatasi servik.
4
Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul
paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul). Kepala
posterior). Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.
5. Ekstensi
Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka gerakan ekstensi kepala
harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul. Akibat proses
janin. Episiotomi tidak dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan
tertentu. Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir. Setelah
kepala lahir, muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan
lilitan talipusat sekitar leher dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi
harus dibebaskan terlebih dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan
5
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan
posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir.
Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul
dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala. Bahu anterior akan
mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir
dibawah simfisis. Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah
pada samping kepala janin . Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas
untuk melahirkan bahu posterior. Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan
persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian
tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin. Setelah kelahiran janin,
terjadi pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan
plasenta tersebut. Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan
dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 – 20 detik setelah bayi
lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem.
7. Ekspulsi
Hampir segera setelah putaran paksi luar, bahu anterior muncul dibawah
simfisis pubis, dam perineum segera mengalami pereganggan oleh bahu posterior.
Setelah bahu keluar, bagian tubuh janin lainnya dengan cepat lahir.
6
Gambar 2.8Cardinal Movement
Kala I
terdiri dari Fase Laten yaitu dimulai dari awal kontraksi hingga pembukaan
mendekati 4cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30
detik, tidak terlalu mules; Fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3
kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan mules, pembukaan 4cm
7
sampai pembukaan lengkap 10 cm, fase pembukaan dibagi menjadi 2 fase,
yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai pembukaan 3 cm. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase yaitu
Komplikasi yang dapat timbul pada kala I yaitu : ketuban pecah dini, tali
Kala II
Gejala dan tanda kala II, telah terjadi pembukaan lengkap tampak
bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina, ada rasa ingin
meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rektum atau vagina, perinium
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. Pada kala
pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan
mengedan, karena tekanan pada rectum ibu merasa seperti mau buang air
besar dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai
Dengan adanya his ibu dan dipimpin untuk mengedan, maka lahir kepala
8
diikuti oleh seluruh badan janin.
kelelahan ibu, persalinan lama, ruptur uteri, distocia karena kelainan letak,
Kala III
perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang atau
menjulur keluar melalui vagina atau vulva, adanya semburan darah secara
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi
menit-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan
Komplikasi yang dapat timbul pada kala III adalah perdarahan akibat atonia
uteri, retensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.
Kala IV
partum. Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV adalah sub involusi
9
2.5 Etiologi 5
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu pada bagian lainnya. Selama ketuban masih utuh
umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun janin kecuali jika persalinan
Disini sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di luar his
antara kontraksi. Tidak adanya koordinasi antara bagian atas, tengah dan
pembukaan. Tonus otot yang menaik menyebabkan nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin.
Kelainan his adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun
10
b. Kelainan janin
persalinan, yaitu:
a. Kelainan letak yaitu kelainan pada letak kepala (letak defleksi, letak
atau ganda.
panggul secara absolut dimana janin sama sekali tidak akan selamat
dengan melewati jalan lahir dan secara relatif apabila dipengaruhi oleh
11
4. Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah panggul,
dan pintu bawah panggul.
2.7 Diagnosis 5
Menurut Mochtar (2015) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada
janin meliputi:
Pada Ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat
dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,
cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
Pada janin
12
Tabel 2.2Pola Kelainan Persalinan, Kriteria, dan Metode Penanganan
13
3. Pengosongan kandung kemih dan usus harus
4. Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan
dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua
preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam
jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan
bayinya.
5. Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi
sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan
resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang
jelas.
6. Apabila kontraksi tidak adekuat
Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi
dalam persalinan.
Rehidrasi melalui infus atau minum.
Merangsang puting susu.
Acupressure.
Mandi selama persalinan fase aktif.
Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
14
Akselerasi Persalinan3,4
Akselerasi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil inpartu untuk
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan
1. Indikasi
Indikasi pada ibu
1. Pre-eklamsia/eklamsia.
2. Diabetes melitus.
3. Kala I lama.
Indikasi pada janin
1. Kehamilan lewat waktu.
2. Ketuban pecah dini.
3. Kematian janin.
4. Makrosomia janin
1. Kontra indikasi
Wiknjosastro (2007) menyatakan kontra indikasi dilakukannya akselerasi
persalinan adalah :
Malposisi dan malpresentasi janin.
Insufisiensi plasenta.
Disporposi sefalopelvik.
Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea.
Grande multipara.
Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
Plasenta previa.
1. Metode
Metode akselerasi pada persalinan adalah metode drip/infus oksitosin.
Menurut See-Saw Theory, Prof. I. Scapo dari universitas Washington menyatakan
oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi
kontraksi otot rahim. Prosedur pemberian oksitosin menurut Wiknjosastro (2007):
15
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa
denyut jantung janin (DJJ).
Kaji ulang indikasi.
Baringkan ibu hamil miring kiri.
Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit, kecepatan infus
oksitosin, frekuensi dan lamanya kontraksi, dan denyut jantung janin
(DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit, dan selalu langsung setelah kontraksi.
Apabila DJJ kurang dari 100 per menit, segera hentikan infus.
Infuskan oksitosin 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose (atau garam fisiologik)
mulai dengan 10 tetes per menit.
Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik) dan
pertahankan sampai terjadi kelahiran.
Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih
dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus dan kurangi
hiperstimulasi dengan Terbutalin 250 mcg intra vena pelan-pelan selama 5
menit, atau Salbutamol 50 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) 10 tetes per menit.
Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan
lama lebih dari 40 detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per
menit, naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml
dekstrose (atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infus sampai 30
tetes per menit. Naikkan kecepatan infus 10 tetes/menit tiap 30 menit
sampai kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) atau setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes / menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan kontraksi yang
lebih tinggi, pada multigravida induksi dianggap gagal, lakukan seksio
sesarea. Pada primigravida, infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya
yaitu 10 unit dalam 500 ml dekstrose (garam fisiologik) 30 tetes/ menit,
naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat. Jika kontraksi
tetap tidak adekuat setelah 60 tetes/menit, lakukan seksio sesarea.
16
Akselerasi persalinan dinyatakan berhasil dalam obstetri modern ialah jika
bayi lahir pervaginam dengan skor APGAR baik >6.
Kondisi atau kesiapan serviks sangat penting bagi keberhasilan akselerasi.
Karakteristik fisik serviks dan segmen bawah uterus serta ketinggian bagian
presentasi janin (stasion) juga penting. Salah satu metode terukur yang dapat
memprediksi keberhasilan induksi persalinan adalah skor Bishop.1
2.8 Komplikasi 5
Bagi ibu
1. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus
diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban
pecah dini lebih mudah terjadi infeksi.
2. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan lama,
terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat
karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.
3. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius
selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada
engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang, dan
dapat diikuti oleh ruptur.
4. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah
konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila
pelahirannya sulit.
5. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau telah turun,
temperatur meningkat.
6. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban bercampur
dengan mekoneum.
17
Bagi janin
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin
mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan
dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada
pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan
asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput
suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada
bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang
kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala
2.9 Prognosis
Bagi ibu
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek
terhadap ibu. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses
persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta terdapat
kenaikan insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan
syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk
bahaya bagi ibu.
Bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin
dan semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Umur : 28th
Agama : Islam
Suku : Minang
No MR : 00 34 97
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita usia 28 tahun, datang ke PONEK IGD RSUD Achmad
Mochtar tanggal 21 Januari 2019 rujukan dari puskesmas Pauh dengan diagnose
G1P0A0H0 parturient aterm kala I fase aktif + inersia uteri + janin hidup tunggal
Keluhan Utama :
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari dan keluar lender bercampur darah dari
19
- Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu
- Riwayat mentruasi : menarche usia 13 tahun, siklus teratur 1x sebulan selama 4-5
diabetes melitus.
20
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Kepala : Normocephal
21
Pe : Sonor
Status Obstretikus:
Abdomen :
L IV :konvergen
22
TFU : 30 cm, , HIS : 2-3x/10”
DJJ : 154-160x/mnt
Genitalia :
LABORATORIUM
Hb : 13,0
Leukosit : 17.300
Trombosit : 231.000
Hematokrit : 39,6
DIAGNOSIS KERJA
- Inersia Uteri
PENATALAKSANAAN
Inform Consent
RENCANA TERAPI
23
Follow up : 22/01/2019 pukul 10.00 WIB
Demam (-)
Abdomen :
- Kontraksi (+)
BB : 3200 gram
PB : 47 cm
A/S : 8/9
- Kala IV
Pronalges
24
Vit C 3x1
SF 1x1
Bab 4
Diskusi
berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat
setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan
kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4
menunjukkan adanya failure of descent pada kala I fase aktif. Hal ini
kemungkinan dipicu oleh power tidak baik. Pasien kehamilan pertama, riwayat
penyakit sistemik tidak. Dilakukan tindakan section cesaria pada pasien untuk
melahirkan janin, untuk mencegah terjadinya perburukan pada ibu dan janin.
akselerasi persalinan dengan induksi oksitosin, namun karena djj janin tinggi, hal
tersebut tidak jadi dilakukan, sehingga diputuskan untuk dilakukan sectio cesaria.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: Thw Mc Graw-Hill Companies.
2010.
2. WHO, Kementerian Kesehatan Indonesia, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, katan Bidan Indonesia. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: WHO
Country Office for Indonesia. 2013.
3. Siswishanto R. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010.
4. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010.
5. Mochtar. Rustam. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC. 2015