Anda di halaman 1dari 16

Rauzatil Aula Kasturi

1907101030022

Summary, Vignette dan Brain Mapping

Ny. C, 26 tahun, G2P1A0 dengan usia kehamilan 37 minggu datang ke


IGD RSUDZA pukul 17.00, pasien mengeluhan sejak 24 jam yang lalu telat
keluar lendir beserta darah dari vagina, tidak ada mules”, pasien merasa gerakan
janin berkurang sejak beberapa hari ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD
130/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, laju pernafasan 20 kali per menit dan suhu
tubuh 36,7°C. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 37 cm, janin tunggal
dengan presentasi kepala serta punggung janin teraba dikanan. Kemudia pasien
dilakukan pemeriksaan CTG.

Apa yang terjadi pada Ny. C?

Bagaimana hasil pemeriksaan CTG yang dapat dilakukan Ny. C?


CARDIOTOCOGRAPHY (CTG)

DEFINISI

Cardiotocography (CTG) merupakan suatu alat elektronik yang berfungsi


memantau kondisi kesehatan janin, umumnya dilakukan ketika usia kehamilan
mencapai 7 sampai dengan 9 bulan dan dapat juga dilakukan pemeriksaan pada
saat persalinan. Pada pemeriksaan CTG maka pemeriksa akan memperoleh
informasi yaitu signal dari irama Denyut Jantung Janin (DJJ), kontraksi uterus dan
aktivitas gerakan pada janin.1 Cardiotocography mampu merekam denyut jantung
janin secara kontinyu yang melalui transduser ultrasound yang didapatkan melalui
perut ibu. Cardiotocography juga sering disebut dengan Electronic Fetal
Monitoring (EFM).2

MEKANISME PENGATURAN DENYUT JANTUNG JANIN

Denyut jantung janin rata-rata memiliki frekuensi 140 denyut per menit
(dpm) dengan rata-rata nilai variasi normal berada 20 dpm diatas atau dibawah
daripada nilai rata-rata umumnya. Jadi, secara keseluruhan kisaran dari denyut
jantung janin normal berada di antara 120-160 dpm. Mekanisme dari pengaturan
denyut jantung janin akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, berikut
diantaranya:1,3
a. Sistem saraf simpatis, sebagian besar berada pada miokardium.
Rangsangan pada saraf simpatis, contohnya dengan obat beta-adrenergik
maka akan mampu meningkatkan frekuensi dari denyut jantung janin,
mampu menambah kekuatan dari kontraksi jantung, dan mampu
meningkatkan volume dari curah jantung. Pada saat mengalami stress,
maka sistem saraf simpatis akan menjalankan fungsinya sebagai
mekanisme pertahanan pada aktivitas jantung. Hambatan yang diberikan
pada saraf simpatis, contohnya dengan pemberian obat propanolol, maka
mampu menurunkan frekuensi dan akan sedikit mengurangi dari
variabilitas denyut jantung janin.
b. Sistem saraf parasimpatis, terdiri atas serabut n.vagus yang berasal dari
batang otak. Sistem saraf parasimpatis mengatur SA node, VA, dan
neuron yang letaknya diantara atrium dan ventrikel dari jantung.
Rangsangan yang diberikan pada n.vagus, seperti pemberian asetilkolin,
mampu menurunkan frekuensi dari denyut jantung janin, sedangkan
hambatan pada n.vagus, dengan pemberian atropine, meningkatkan
frekuensi denyut jantung janin.
c. Baroreseptor, letaknya berada pada arkus aorta dan sinus carotid. Apabila
terjadinya suatu peningkatan dari tekanan, maka reseptor ini mampu
merangsang aktivasi dari n.vagus dan n.glosofaringeus, sehingga
mengakibatkan terjadinya penekanan daripada aktivitas jantung yaitu
berupa penurunan dari frekuensi denyut jantung janin.
d. Kemoreseptor, terdiri atas 2 bagian yaitu bagian perifer yang letaknya
daerah karotid dan korpus aorta dan yang kedua bagian sentral yang
berada daerah batang otak. Fungsi reseptor ini adalah untuk mengatur
perubahan pada kadar O2 dan CO2 yang berada didalam darah dan cairan
serebro spinal. Apabila kadar dari O2 menurun dan kadar dari CO2
mengalami peningkatan, maka terjadi reflex dari reseptor sentral yang
menyebabkan terjadinya takikardi dan terjadi peningkatan dari tekanan
darah yang merupakan suatu mekanisme untuk memperlancar aliran dari
darah, sehingga terjadi peningkatan kadar O2 dan mampu menurunkan
CO2. Keadaan hipoksia ataupun hiperkapnea mampu mempengaruhi
reseptor perifer dan akan menimbulkan reflex bradikardi. Interaksi antara
kedua reseptor tersebut dapat menyebabkan terjadinya bradikardi dan
hipertensi.
e. Susunan saraf pusat. Denyut jantung janin akan meningkat sesuai dengan
aktivitas daripada otak dan gerakan pada janin. Aktivitas otak yang
menurun, maka denyut jantung janin juga akan mengalami penurunan.
Rangsangan pada hypothalamus akan menyebabkan takikardi.
f. Sistem hormonal, pada suatu keadaan yang menyebabkan stress,
contohnya kejadian asfiksia, akan merangsang medulla adrenal untuk
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin sehingga terjadinya takikardi
dan peningkatan dari kekuatan kontraksi jantung dan tekanan darah.
KARAKTERITIK DENYUT JANTUNG JANIN
Elemen dasar dari strip DJJ adalah baseline rate, variabilitas, akselerasi, dan
deselerasi. Baseline rate normal adalah 110-160 denyut permenit. Variabilitas
ditentukan oleh fluktuasi tidak teratur dalam amplitudo dan frekuensi dalam garis
dasar, dan variabilitas termasuk tidak normal apabila kurang dari 6 denyut per
menit. Akselerasi diklasifikasikan sebagai peningkatan tiba-tiba yang terlihat
secara visual puncaknya pada 15 kali per menit atau lebih di atas baseline dan 15
detik terakhir atau lebih lama. Gerakan janin sering kali berkaitan dengan
akselerasi DJJ. Kemudian deselerasi, sering diklasifikasikan sebagai awal,
variabel, atau lambat, merupakan penurunan DJJ yang berkaitan dengan patologis
dan fisiologis tertentu.1,5
Denyut Jantung janin dalam pemeriksaan CTG ada dua macam:1,6
1. Denyut Jantung janin dalam
A. Frekuensi dasar DJJ (Base Line Rate)
Batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 –160 dpm secara teratur.
Definisi frekuensi dasar DJJ adalah nilai rata-rata DJJ yang dipantau selama 10
menit, dengan peningkatan 5 dpm. Bila perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini
disebut perubahan periodik atau berkala.3,4
 Takikardia, frekuensi dasar DJJ > 160 dpm. Takikardi menggambarkan
peningkatan rangsang simpatis dan atau penurunan rangsang parasimpatis,
dan secara umum berkaitan dengan hilangnya variabilitas. Kebanyakan
takikardia janin tidak berhubungan dengan adanya hipoksia janin,
terutama pada kehamilan aterm. Lakukan pengamatan dengan ketat bila
takikardi terjadi pada janin preterm atau pada janin aterm tanpa diketahu
apa faktor penyebabnya.3
 Bradikardia, frekuensi dasar DJJ <110 dpm. Secara umum, bradikardia
dengan frekuensi antara 80-110 dpm yang disertai variabilitas moderat (5-
25 dpm) menunjukkan oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan
DJJ tersering sebagai respons akibat peningkatan tonus vagal.3
B. Variabilitas Denyut Jantung Janin
Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tidak teratur
yang tampak pada rekaman DJJ. Variabilitas DJJ diduga terjadi akibat
keseimbangan interaksi sistem simpatis dan parasimpatis. Variabilitas DJJ yang
normal menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks - batang otak - n.
vagus dan sistem konduksi jantung semua dalam keadaan baik. Keadaan hipoksia
otak (asidosis/asfiksia janin) akan menyebabkan gangguan mekanisme
kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak. Dalam
rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan variabilitas yang makin
lama makin rendah bahkan menghilang apabila janin tidak mampu
mempertahankan mekanisme hemodinamik tersebut.1
Variabilitas denyut jantung janin dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
 Variabilitas jangka pendek (short term variability), merupakan perbedaan
interval antar denyut yang terlihat pada gambaran kardiotokografi yang
juga menunjukkan variasi dari frekuensi antar denyut pada denyut jantung
janin. Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal antara 2 – 3
dpm. Biasanya tampak menghilang pada janin yang akan mengalami
kematian dalam rahim.
 Variabilitas jangka panjang (long term variability), merupakan gambaran
osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas tampak pada rekaman
kardiotokografi dibanding dengan variabilitas jangka pendek di atas. Rata-
rata mempunyai siklus 3 - 6 kali per menit. Berdasarkan amplitudo
fluktuasi osilasi tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi:
- Normal: bila amplitudo antata 6 - 25 dpm.
- Berkurang: bila amplitudo anrara 2 - 5 dpm.
- Menghilang: bila amplitudo kurang dari 2 dpm.
- Saltatory: bila amplitudo lebih dari 25 dpm.
2. Perubahan Periodik Denyut Jantung Janin
Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselrasi DJJ yang umumnya
terjadi sebagai respon terhadap kontraksi uterus atau gerakan janin.

A. Akselerasi
Merupakan respons simpatetik dan respons fisiologik yang baik (reaktif) di
mana terjadinya peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Ciri-ciri akselerasi
yang normal adalah amplitudo > 15 dpm, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi
paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. Adanya akselerasi DJJ dapat
dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang dalam kondisi depresi atau
asidosis.
Akselerasi dapat dibedakan berdasarkan adanya kontraksi dan gerakan
janin, yaitu:
 Akselerasi yang seragam (Uniform Acceleration). Terjadinya akselerasi
sesuai dengan kontraksi utenrs.
 Akselerasi yang bervariasi (Variable Acceleration). Terjadinya akselerasi
sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin.

Gambar Akselerasi

B. Deselerasi
Merupakan respons parasimpatis (n. vagus) melalui reseptor-reseptor
(baroreseptor kemoreseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi denyut
jantung janin. Deselerasi adalah penurunan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar
DJJ. Deselerasi dapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau
insufisiensi uteroplasenta.

Beberapa jenis deselerasi yaitu sebagai berikut:


 Deselerasi dini, ciri-ciri deselerasi dini adalah sebagai berikut:
- Timbul dan menghilangnya bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.
- Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm.
- Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik.
- Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal.

Gambar Deselerasi dini

 Deselerasi variabel, ciri-ciri deselerasi variabel ini adalah:


- Gambaran deselerasi yang bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya,
amplitudo maupun bentuknya.
- Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan
penurunan frekuensi dasar DJJ (amplitudo) bisa sampai 60 dpm.
- Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pradeselerasi) atau
sesudah (akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi.
- Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixry yaitu
deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih di bawah frekuensi dasar DJJ
dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik.
- Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau
deselerasi variabel yang memanjang harus waspada terhadap
kemungkinan teriadinya hipoksia janin yang berlanjut.

Gambar Deselerasi Variabel

 Deselerasi lambat, ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:


- Timbulnya sekitar 20 - 30 detik setelah kontraksi uterus dimulai.
- Berakhirnya sekitar 20 - 30 detik setelah kontraksi uterus menghilang.
- Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40 - 60 detik).
- Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan
intensitas kontraksi uterus.
- Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi
ringan, akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi.
Gambar Deselerasi lambat dengan variabilitas normal

Gambar Deselerasi iambat dengan variabilitas rendah

Hasil rekaman Kardiotokografi normal umumnya memberikan gambaran


sebagai berikut:1
1. Frekuensi dasar DJJ 120 – 160 dpm
2. Variabilitas DJJ antara 6 – 25 dpm
3. terdapat akselerasi
4. Tidak ada deselerasi atau hanya ada satu deselerasi dini
Gambar Rekaman CTG normal

INDIKASI PEMERIKSAAN CTG

Sebagian besar ahli percaya bahwa pemantauan CTG terus menerus harus
dipertimbangkan dalam semua situasi dimana terdapat resiko tinggi hipoksia atau
asidosis janin, baik karena kondisi kesehatan ibu (seperti perdarahan vaginam),
pertumbuhan janin yang abnormal selama kehamilan, analgesia epidural, cairan
yang diwarnai mekonium atau kemungkinan aktivitas uterus yang berlebihan
seperti yang terjadi pada persalinan yang di induksi. CTG yang berkelanjutan juga
dianjurkan bila kelainan terdeteksi selama auskultasi janin intermitten.1,2,4
Indikasi pemeriksaan, khusus pada kasus-kasus dengan faktor resiko
terjadinya gangguan kesejahteraan janin (hipoksia) dalam rahim seperti:1,3
- Hipertensi dalam kehamilan
- Kehamilan dengan diabetes melitus
- Kehamilan post-term (≥ 42 minggu)
- Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
- Ketuban pecah prematur
- Kahamilan dengan anemia
- Kehamilan ganda
- Oligohidramnion
- Polihidramnion
- Riwayat obstetrik buruk
- Kehamilan dengan penyakit ibu
- Gerakan janin berkurang

KONTRAINDIKASI CARDIOTOCOGRAPHY

Saat ini belum ada ditemukannya kontraindikasi untuk dilakukan


pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun janin. Pemeriksaan CTG yaitu dengan
pembebanan atau disebut juga Contraction stress test tidak boleh dilakukan pada
bekas operasi SC, gemeli, ketuban pecah dini.4

SYARAT PEMERIKSAAN CARDIOTOCOGRAPHY

Syarat pemeriksaan Cardiotocography (CTG) adalah:1


1. Usia kehamilan ibu lebih dari 28 minggu.
2. Adanya persetujuan atas tindakan medis dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum pada DJJ diketahui.
4. Prosedur untuk pemasangan alat dan untuk pengisian data yang terdapat
pada komputer sesuai dengan buku petunjuk dari pabrik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin AB, et al. Ilmu Kebidanan. Kardiotokografi janin dan velosimetri.


Edisi Keempat. yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo: Jakarta. 2010:
221-246 p.
2. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP, Miller LA. Fetal Heart Rate
Monitoring.4th ED. Lippincott, Williams & Wilkins, 2012.
3. Judi Januadi Endjun, Biran Affandi. Kardiotokografi (KTG). TOT USG dan
Kardiotokografi Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta.
2013.
4. Ayres-De-Campos D, Spong CY, Chandraharan E. FIGO consensus
guidelines on intrapartum fetal monitoring: Cardiotocography. Int J Gynecol
Obstet. 2015;131(1):13–24. https://doi.org/10.1016/j.ijgo.2015.06.020
5. Endjun JJ, Affandi B. Kardiotokografi (KTG). KOGI Indonesia.2013.
6. Cunningham FG, et al. William Obstetrics. 23rd edition. Chapter 18.
Intrapartum assessment. McGraw-Hill. USA. 2010: 410- 440.
BRAIN MAPPING
VIGNETTE

Skenario 1

Ny. C, 26 tahun, G2P1A0 dengan usia kehamilan 38 minggu datang ke


IGD RSUDZA pukul 17.00, pasien mengeluhan sejak 24 jam yang lalu telat
keluar lendir beserta darah dari vagina, tidak ada mules, pasien merasa gerakan
janin berkurang sejak beberapa hari ini. Saat ini ibu merasa demam sudah 3 hari
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, nadi 88 kali per
menit, laju pernafasan 20 kali per menit dan suhu tubuh 38,3°C. Pada
pemeriksaan obstetri didapatkan TFU 37 cm, janin tunggal dengan presentasi
kepala serta punggung janin teraba dikanan. Kemudia pasien dilakukan
pemeriksaan CTG dengan hasil berikut.

Hasil CTG diatas dari keadaan ibu dapat terjadi oleh sebab?

A. Kehamilan 38 minggu
B. Obat propanolol
C. Hipotermi janin
D. Infeksi ibu
E. Ibu dengan TD Sistole>120mmhg

Skenario 2

Ny. C, G3P1A1 usia 30 tahun datang ke klinik dengan usia kehamilan 40


minggu, keluhan pucat dan pusing sejak 2 hari yang lalu, tidak dirasakan mules
mules pada perut. Saat ANC terakhir, Ibu diprediksikan akan melahirkan 2
minggu yang lalu, namun tidak ada bloody show dan tidak ada kontraksi. Oleh
tim dokter kemudian langsung melakukan anamnesis pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan CTG. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 170/120 mmHg, nadi
88 kali per menit, laju pernafasan 21 kali per menit dan suhu tubuh 37°C, hasil
CTG didapatkan kondisi bayi dalam keadaan yang baik.

Atas indikasi apa dilakukan pemeriksaan CTG pada pasien?

A. Mendeteksi hipoksia janin


B. Ibu dengan Hipertensi, pergerakan janin kurang
C. Pertumbuhan Janin Tehambat, janin kecil
D. Menentukan usia, berat janin
E. Kehamilan 40 Minggu

Anda mungkin juga menyukai