Anda di halaman 1dari 39

Bed Side Teaching

PEMANTAUAN JANIN/CARDIOTOCOGRAPHY

Ff

Oleh :
081371006595

Annisa Amalina 1840312430


Yuastika Puspita Sari 1840312425

Pembimbing :

Dr. dr. H. Defrin, Sp,OG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Bed Side Teaching (BST) yang

berjudul “Pemantauan Janin/Cardiotocography”. BST ini ditujukan sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Obstetri dan

Ginekologi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H. Defrin, Sp.OG (K)

sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penulisan bed site teaching ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi

kesempurnaan bed site teaching ini. Penulis juga berharap bed site teaching ini dapat

memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang “Pemantauan

Janin/Cardiotocografi” terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat

lainnya.

Padang, Juni 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...............................................................................................................

Kata Pengantar ............................................................................................................ 1

Daftar Isi ....................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................. 5

2.1. Definisi ................................................................................................................ 5

2.2. Metode KTG ....................................................................................................... 5

2.3. Indikasi KTG ....................................................................................................... 7

2.4. Syarat Pemeriksaan KTG .................................................................................... 8

2.5. Mekanisme Pengaturan DJJ ................................................................................ 8

2.6. Teknik Pemeriksaan .......................................................................................... 10

2.7. Karakteristik DJJ ............................................................................................... 11

2.8. Kontraindikasi KTG .......................................................................................... 24

2.9. Interprestasi Hasil KTG .................................................................................... 24

2.10. Pemeriksaan KTG dalam Kehamilan .............................................................. 25

2.11 Resusitasi Janin Intrauterine ............................................................................. 27

BAB III LAPORAN KASUS……………………………………………………….28

BAB IV DISKUSI…………………………………………………………………...35

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kardiotokografi (KTG) adalah suatu alat elektronik yang digunakan untuk
memonitor hubungan antara denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Biasanya
digunakan pada trisemester ketiga kehamilan.1,2
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas
pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka kematian perinatal (AKP)
di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50 per
1000 kelahiran, angka tersebut lima kali lebih tinggi daripada negara
maju. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003
didapatkan lahir mati sebesar 0,96% dan 1,48% kematian neonatal dini sehingga
diperoleh AKP 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar 77% dari
kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari total
kematian bayi.1
Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah
hipoksia intra uterin. KTG secara luas digunakan dalam kehamilan untuk
memperkirakan kondisi denyut jantung janin, sebagian besar digunakan pada
kehamilan dengan risiko tinggi. Pada KTG terdapat tiga bagian besar kondisi
yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim dan gerak janin,
serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut.3,4
Kardiotokografi (KTG) baik intermiten maupun terus-menerus merupakan
peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang
mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami
kerusakan neurologic dengan menilai denyut jantung janin,, kontraksi uterus, dan
gerak janin dalam waktu bersamaan, sehingga dapat dilakukan tindakan untuk
memperbaiki nasib neonatus sehingga berperan penting dalam pemantauan
kesejahteraan janin. 1

3
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam
pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat
berperan dalam kemajuan pemantauan janin. Asuhan antenatal modern
memerlukan tatalaksana yang efisien, efektif, andal, dan komprehensif.
Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu prasyarat yang harus
dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan
janin yang dikaitkan dengan luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila
hal ini dapat dilakukan dengan baik, diharapkan angka kematian ibu dan perinatal
dapat diturunkan. Standarisasi memerlukan kegiatan yang terstruktur dan
berkesinambungan dengan evaluasi berkala melalui suatu pelatihan pemantauan
kesejahteraan janin.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan bed side teaching ini bertujuan untuk memahami serta


menambah pengetahuan tentang kardiotokografi.
1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan bed side teaching ini membahas mengenai definisi,


indikasi, dan metode kardiotokografi.
1.4 Metode Penulisan

Penulisan bed side teaching ini menggunakan metode penulisan tinjauan


kepustakaan merujuk pada berbagai literatur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kardiotokografi (KTG)

Kardiotokografi (KTG) adalah suatu alat elektronik yang digunakan untuk


memonitor hubungan antara denyut jantung janin, kontraksi uterus dan gerak
janin dalam waktu bersamaan. Biasanya digunakan pada trisemester ketiga
kehamilan.2,3
KTG secara luas digunakan dalam kehamilan untuk memperkirakan
kondisi denyut jantung janin, sebagian besar digunakan pada kehamilan dengan
risiko tinggi. Pada KTG terdapat tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu
denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim dan gerak janin, serta korelasi
diantara ketiga parameter tersebut.1,5

2.2 Metode KTG

Terdapat dua metode pemeriksaan kardiotokografi, yaitu:


1. Metode Eksternal (Non-invasif/ tak langsung)
Dilakukan dengan memasangkan sensor bertekanan (pressure sensor)
yang dipasangkan pada abdomen wanita, dengan posisi duduk setengah berbaring
(bukan terlentang lurus karena dapat menghasilkan temuan yang keliru). Alat
yang dipasang berupa 2 transuder, 1 transuder digunakan untuk memantau DJJ
menggunakan ultrasound, dan 1 transuder lagi untuk menilai kontraksi rahim.
Pada saat ini cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal
ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediktif positif yang kurang lebih
sama dengan cara internal.1,2,3,6,7

5
3
Gambar 2.1. Monitor Elektronik Eksternal

2. Metode Internal (Invasif/ langsung)


Pencatatan langsung dengan cara lain bisa dilakukan, setelah ketuban
pecah dengan menggunakan selang bertekanan yang dimasukkan ke rongga
amnion melalui vagina. Pengamatan janin secara langsung ataupun internal hanya
mungkin setelah ketuban pecah dan serviks agak dilatasi. Perekaman yang segera
dan terus menerus terhadap frekwensi denyut jantung janin, khususnya dalam
hubungannya dengan kontraksi uterus, memberikan suatu penilaian terhadap
kesejahteraan janin.
Perubahan pada frekwensi jantung janin merupakan petunjuk paling awal
dari insufisiensi uteroplasenter atau kompresi tali pusat. Jika kontraksi spontan
tidak terjadi pada 30 menit, dapat dirangsang dengan merangsang puting susu.
Variasi denyut jantung yang berkaitan dengan kontraksi dicatat. Jika janin

6
letargik, maka dapat dirangsang untuk bergerak dengan melakukan ketukan pada
uterus secara lembut.

2.3 Indikasi KTG

Pada kehamilan normal, pemeriksaan KTG pada umumnya bisa diabaikan.


Pada persalinan normal, pemeriksaan ini dilakukan pada kala I, dengan pencatatan
secara intermiten selama 20 menit dengan interval setiap setengah jam. Bila
grafiknya abnormal atau adanya resiko yang baru terlihat, perlu dilakukan
pencatatan terus menerus.
Indikasi pemeriksaan KTG sebelum dan selama persalinan menurut Berg,
yaitu:
1. Indikasi Absolut, dapat dilihat pada tabel 2.1. dibawah ini.
Tabel 2.1. Indikasi absolut pemeriksaan KTG

No Indikasi Waktu

1 Post maturitas >7 hari Setiap hari

2 Insufisiensi placenta Beberapa kali/hari

3 Hipertonus, imaturitas janin Setiap 4 hari

4 Kontraksi terlampau dini Beberapa kali/hari

5 Berisiko persalinan prematur Setiap 2 hari

6 Diabetes Setiap 1-2 hari

7 Kehamilan ganda Setiap 4 hari

8 Inkompatibilitas Rh Setiap hari s/d setiapminggu

9 Plasenta letak rendah Beberapakali /hari

10 Plasenta previa Setiap 4 hari

11 Perdarahan trimester ke dua Setiap 4 hari

12 Setelah mengalami trauma / kecelakaan Diulang setiap hari/setiap 4 hari

5
7
2. Indikasi Relatif, diuraikan dalam tabel 2.2. dibawah ini.

Tabel 2.2. Indikasi relatif pemeriksaan KTG

No Indikasi Waktu

1 Usia ibu dibawah 18 tahun, diatas 40 tahun Setiap 2 hari

2 Riwayan kehamilan dengan komplikasi Setiap 2-4 hari

3 Oligohidramnion, polihidramnion Setiap 2-4 hari

4 Gerakan janin terasa berkurang Setiap hari

2.4. Syarat Pemeriksaan KTG


Syarat pemeriksaan KTG adalah sebagai berikut:1,5
1. Usia kehamilan ≥ 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindakan medik dari pasien secara lisan
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (KTG
terkomputerisasi) sesuai petunjuk dari pabrik.

2.5. Mekanisme Pengaturan DJJ


Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu:1,5,6
1. Sistem Saraf Simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium.
Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan
meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan
meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem saraf simpatis
berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis,
misalnya dengan obat propanolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit
mengurangi variabilitas DJJ.

8
2. Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang
berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA,
dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus
vagus, misalnya dengan asetilkolin akan menurunkan frekuensi DJJ, sedangkan
inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi
DJJ.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus
glossofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas
jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak
didaerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak.
Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida
dalam darah dan cairan serebrospinal. Bila kadar oksigen menurun dan
karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa
takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran
darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida.
Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan
menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan
menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
5. Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan
gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas
DJJ pun akan berkurang.
6. Sistem Pengaturan Hormonal

9
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan
mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia,
peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri,
baroreseptor, stretch reseptors dan pusat pengaturan
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu
dari tiga sumber, yaitu (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan
sendi; (2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan
(3) baroreseptor di aorta ascendens dan arteri karotis, dan stretch reseptors di
atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC)
kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus
sinoatrial sehingga timbul akselerasi DJJ.
2.6. Teknik pemeriksaan
Teknik pemeriksaan KTG adalah sebagai berikut:7
1. Persetujuan tindak medik (informed consent): menjelaskan indikasi,
cara pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat.
Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pasien.
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter
atau gawat janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter /
menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi
dan punktum maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan
segera setelah kontraksi berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di
daerah punktum maksimum.

10
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa
bergerak, pencet bel yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan
bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.
9. Hidupkan komputer dan alat KTG.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil
yang ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.
12. Lakukan dokumentasi data pada komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin KTG. Bersihkan dan rapikan kembali
alat pada tempatnya.
14. Beritahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau
paramedik untuk membantu membacakan hasil interpretasi komputer
secara lengkap kepada dokter. Paramedik (bidan) dilarang
memberikan interpretasi hasil ctg kepada pasien.

Gambar 2.2. Posisi alat KTG


2.7. Karakteristik DJJ
Gambaran DJJ dalam pemeriksaan KTG dapat digolongkan ke dalam 2
bagian besar, yaitu:4,5,6,7,8

11
1. Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate).
Yang termasuk disini adalah frekuensi dasar dan variabilitas DJJ saat
uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).
2. Perubahan periodik / episodik DJJ
Perubahan periodik DJJ adalah perubahan DJJ yang terjadi akibat
kontraksi uterus, sedangkan perubahan episodik DJJ adalah perubahan DJJ
yang bukan disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan
refleks tali pusat).
2.7.1. Frekuensi Dasar DJJ
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat
selama periode 10 menit, tanpa disertai periode variabilitas DJJ yang
berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak terdapat perubahan periodik atau
episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar yang lebih dari
25 denyut per menit (dpm). Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ
berkisar antara 120 – 160 dpm. Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160
dpm disebut takikardia, bila kurang dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada
juga yang memakai batasan normal 115 – 160 dpm atau 110 – 160 dpm.4,6

Gambar 2.3. Rekaman hasil KTG normal

12
Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia ringan janin, akan
tetapi gambaran tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Bila takikardia
disertai dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin masih dalam
keadaan baik. Takikardia dapat juga terjadi oleh sebab lain yang bukan
hipoksia, seperti:4,5,6
1. Janin pada kehamilan kurang dari 30 minggu
2. Infeksi pada ibu atau janin (khorioamnionitis)
3. Anemia janin.
4. Ibu gelisah.
5. Kontraksi uterus yang terlampau sering (takhisistolik)
6. Ibu hipertiroid
7. Obat (atropin, skopolamin, ritrodrin, isoxsuprin, dsb)
8. Takiaritmia janin (biasanya diatas 200 dpm)

Gambar 2.4. Gambaran Hasil KTG Takikardi


Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia
akut. Pada hipoksia ringan frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm
danvariabilitas DJJ masih normal. Hal ini menunjukkan bahwa janin masih
mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia. Bila hipoksia
semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres

13
tersebut.Pada keadaan ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100
dpm, disertai dengan berkurang atau menghilangnya variabilitas DJJ.4,7,8

Gambar 2.5. Gambaran hasil KTG Bradikardi


Bradikardia yang tidak disertai perubahan gambaran DJJ lainnya
bukan petunjuk bahwa janin mengalami hipoksia. Bradikardia dapat juga
disebabkan oleh keadaan lain yang bukan hipoksia berat, seperti:5,6,7
1. Kehamilan posterm
2. Hipotermia
3. Janin dalam posisi oksiput posterior atau oksiput melintang
4. Obat (propanolol, analgetika golongan –kain)
5. Bradiaritmia janin.

2.7.2. Variabilitas DJJ


Variabilitas DJJ adalah gambaran osilasi ireguler yang terlihat pada
rekaman DJJ. Fisiologi terjadinya variabilitas DJJ diduga akibat adanya
keseimbangan interaksi sistem saraf simpatis (kardioakselerator) dan
parasimpatis (kardiodeselerator). Tetapi ada bukti bahwa variabilitas DJJ
terjadi akibat stimulus di daerah korteks serebri yang merangsang pusat
pengatur denyut jantung di batang otak dengan perantaraan nervus vagus.8,9,10
Variabilitas DJJ dapat dibedakan atas 2 bagian, yaitu:5,7,8

14
1. Variabilitas jangka pendek (short term variability)
Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antara denyut yang terlihat
pada gambaran KTG yang juga menunjukkan variasi dari frekuensi antara
denyut pada DJJ. Rata-rata variabilitas jangka pendek DJJ yang normal
antara 2-3 dpm. Arti klinis dari variabilitas jangka pendek masih belum
banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak menghilang pada janin
yang akan mengalami kematian dalam rahim.
2. Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih
jelas tampak pada rekaman KTG dibanding dengan variabilitas jangka
pendek. Rata-rata mempunyai siklus 3-6 kali permenit. Penilaian
variabilitas DJJ yang paling mudah adalah dengan mengukur besarnya
amplitudo dari variabilitas jangka panjang (long term variability).
Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ dapat
dikategorikan menjadi:
a. Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm
b. Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm
c. Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm
d. Variabilitas berlebih (saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.

15
Gambar 2.6. Gambaran variabilitas DJJ menurun
Pada hipoksia serebral, variabilitas DJJ akan menghilang apabila janin
tidak mampu mengadakan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk
mempertahankan oksigenasi serebral. Dapat disimpulkan bahwa variabilitas
DJJ yang normal menunjukkan sistem persarafan janin mulai dari korteks
serebri – batang otak – nervus vagus – dan sistem konduksi jantung dalam
keadaan baik. Variabilitas DJJ akan menghilang pada janin yang mengalami
asidosis metabolik.7
Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan
variabilitas DJJ berkurang:9,10
1. Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang)
2. Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk)
3. Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna)
4. Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametason)
5. Blokade vagal
6. Defek jantung bawaan.
Suatu keadaan dimana variabilitas jangka pendek menghilang
sedangkan variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga tampak
gambaran sinusoidal. Hal ini sering ditemukan pada:7,8
1. Hipoksia janin berat
2. Anemia kronik
3. Fetal eritroblastosis
4. Rh-sensitized
5. Pengaruh obat-obat Nisentil, alpha prodine
Beberapa perubahan periodik/episodik DJJ yang dapat dikenali pada
pemeriksaan KTG adalah akselerasi dan deselerasi.7,8,9
1. Akselerasi (accelerations)
Akselerasi adalah peningkatan DJJ sebesar 15 dpm atau lebih,
berlangsung selama 15 detik atau lebih, yang terjadi akibat gerakan atau

16
stimulasi janin. Akselerasi yang berlangsung selama 2 – 10 menit disebut
akselerasi memanjang (prolonged acceleration).9,10
Penilaian akselerasi sering digunakan untuk menentukan
kesejahteraan janin, dan merupakan dasar dari pemeriksaan non-stress test
(NST). Janin yang tidak menunjukkan tanda akselerasi DJJ bukan berarti
dalam keadaan bahaya, namun merupakan indikasi untuk pemeriksaan lebih
lanjut, seperti contraction stress test (CST) atau penilaian profil biofisik
janin.9,10

Gambar 2.7. Perubahan periodik DJJ – Akselerasi


Gambaran akselerasi yang terlihat pada kontraksi uterus dan
deselerasi variabel menunjukkan adanya kompresi parsial pada tali pusat.
Gambaran akselerasi yang menghilang dapat menjadi pertanda
adanyahipoksia janin, apalagi bila disertai dengan tanda-tanda lainnya, seperti
variabilitas djj yang berkurang, takikardia, atau bradikardia. Penting untuk
membedakan antara akselerasi oleh karena kontraksi dan gerakan janin.7,9
1. Akselerasi uniform
Terjadinya akselerasi sesuai dengan kontraksi uterus
2. Akselerasi variabel
Terjadinya akselerasi sesuai dengan gerakan atau rangsangan pada janin

17
2. Deselerasi dini (early decelerations)
Deselerasi dini adalah penurunan DJJ sesaat yang terjadi bersamaan
dengan timbulnya kontraksi. Gambaran penurunan DJJ pada deselerasi dini
menyerupai bayangan cermin dari kontraksi, yaitu timbul dan berakhirnya
deselerasi sesuai dengan saat timbul dan berakhirnya kontraksi. Nadir (bagian
terendah) deselerasi terjadi pada saat puncak kontraksi.7,10
Penurunan DJJ pada deselerasi dini biasanya tidak mencapai 100 dpm.
Deselerasi dini tidak mempunyai arti patologis jika tidak disertai kelainan
pada gambaran DJJ lainnya.8,9

Gambar 2.8. Patofisiologi deselerasi dini

Ciri-ciri deselerasi dini yaitu sebagai berikut:7,8


1. Timbul dan menghilangnya bersamaan/ sesuai dengan kontraksi uterus
(seolah kontraksi uterus)
2. Penurunan amplitudo tidak lebih dari 20 dpm
3. Lamanya deselerasi kurang dari 90 detik
4. Frekuensi dasar dan variabilitas masih normal

18
Gambar 2.9. Perubahan periodik DJJ – Deselerasi dini
Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal / fisiologis
dimana terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi saat ini
disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang mengakibatkan
hipoksia dan merangsang reflex vagal.9,10

3. Deselerasi lambat (late decelerations)


Deselerasi lambat merupakan penurunan DJJ yang terjadi beberapa
saat setelah kontraksi dimulai. Nadir deselerasi terjadi lebih lambat dari
puncak kontraksi dan deselerasi menghilang lebih lambat dari saat
menghilangnya kontraksi.7,9,10
Deselerasi lambat yang terjadi berulang seringkali dijumpai pada
keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Bila deselerasi lambat
disertai variabilitas yang berkurang atau kelainan DJJ lainnya, keadaan
tersebut menunjukkan suatu tanda gawat janin (fetal distress), sehingga perlu
segera dilakukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut.8,10

19
Gambar 2.10. Patofisiologi deselerasi lambat
Ciri-ciri deselerasi lambat adalah sebagai berikut:9,10
1. Timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai
2. Berakhirnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang
3. Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik)
4. Timbul berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai dengan
intensitas kontraksi uterus
5. Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takikardi
ringan, akan tetapi pada keadaan hipoksia yang berat bisa bradikardi
Gambaran deselerasi lambat yang “halus” (penurunan DJJ sangat
sedikit) mungkin sulit dideteksi pada KTG, akan tetapi tetap mempunyai arti
patologis (abnormal). Penurunan aliran darah pada sirkulasi ibu akan

20
menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila janin masih mempunyai
cadangan yang mencukupi dan masih mampu mengadakan kompensasi
keadaan tersebut, maka tidak tampak adanya gangguan pada gambaran KTG
selama tidak ada stress yang lain.
Bila terjadi kontraksi uterus, maka aliran darah ke plasenta akan
semakin berkurang dan akan memperberat keadaan hipoksia janin. Keadaan
terakhir ini akan menyebabkan rangsangan pada kemoreseptor dan n.vagus
dan terjadilah deselerasi lambat tersebut. Jarak waktu antara timbulnya
kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan
untuk rangsangan kemoreseptor dan n.vagus. pada fase awal, dimana tingkat
hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan tubuh masih mampu
mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas
DJJ biasanya normal.
Akan tetapi bila keadaan hipoksia semakin berat dan berlangsung
lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia. Sebagai akibatnya
adalah variabilitas DJJ yang menurun dan akhirnya menghilang sebelum
janin akhirnya mati dalam rahim.7,9,10

Gambar 2.11. Perubahan periodik DJJ - Deselerasi lambat

21
Penanganan apabila ditemukan deselerasi lambat adalah memberikan
infus, ibu tidur miring, berikan oksigen, menghentikan kontraksi uterus
dengan memberikan obat-obatan tokolitik, dan segera direncanakan terminasi
kehamilan dengan seksio sesarea.9
4. Deselerasi variabel (variable decelerations)
Deselerasi variabel mempunyai bentuk yang bervariasi, dan kaitan
timbulnya deselerasi dengan kontraksi juga bervariasi. Deselerasi variabel
terjadi akibat kontraksi uterus, terutama pada partus kala II dan penyebab
paling sering adalah kompresi tali pusat pada kehamilan atau kala I.
Kompresi ini bisa oleh karena lilitan tali pusat, tali pusat menumbung, atau
oligohidramnion. Selama variabilitas DJJ masih baik, biasanya janin tidak
mengalami hipoksia yang berarti. Penanganan yang dianjurkan pada keadaan
ini adalah perubahan posisi ibu, reposisi tali pusat bila ditemukan adanya tali
pusat terkemuka atau menumbung, pemberian oksigen pada ibu, amnio-
infusion untuk mengatasi oligohidramnion bila memungkinkan, dan terminasi
persalinan bila diperlukan.10

Gambar 2.12. Patofisiologi deselerasi variabel

22
Ciri-ciri deselerasi variabel adalah sebagai berikut:9
1. Gambaran deselerasi bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitude
maupun bentuknya
2. Saat dimulai dan berakhirnya deselerasi terjadi dengan cepat dan
penurunan frekuensi dasar DJJ (amplitudo) bisa sampai 60 dpm
3. Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi predeselerasi) atau
sesudah (akselerasi pascadeselerasi) terjadinya deselerasi variabel
4. Bila terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering, atau
deselerasi variabel memanjang (prolonged) harus waspada terhadap
kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut.

Gambar 2.13. Perubahan periodik DJJ - Deselerasi variabel


Berbeda dengan deselerasi dini dan deselerasi lambat, gambaran
deselerasi variabel berbentuk runcing oleh karena timbul dan menghilangnya
deselerasi berlangsung cepat. Deselerasi variabel digolongkan ke dalam 3
kategori, yaitu sebagai berikut:8,9
1. Deselerasi variabel ringan, apabila penurunan DJJ tidak mencapai 80
dpm dan lamanya kurang dari 30 detik.
2. Deselerasi variabel sedang (moderat), apabila penurunan DJJ mencapai
60-80 dpm dan lamanya antara 30-60 detik.

23
3. Deselerasi variabel berat, apabila DJJ menurun sampai di bawah 60 dpm
dan lamanya lebih dari 60 detik.
Istilah deselerasi variable memanjang (prolonged variable
decelerations) digunakan untuk menyatakan penurunan DJJ lebih dari 30
dpm dan lamanya lebih dari 2,5 menit. Deselerasi variabel merupakan jenis
deselerasi yang paling sering dijumpai, yaitu pada sekitar 50% - 80% partus
kala II; dan kebanyakan tidak berbahaya bagi janin. Tanda-tanda deselerasi
variabel yang tidak berbahaya bagi janin adalah sebagai berikut:9,10
1. Timbul dan menghilangnya deselerasi berlangsung cepat
2. Variabilitas DJJ masih normal
3. Terdapat akselerasi DJJ pada saat kontraksi.
Tanda-tanda deselerasi variabel yang berbahaya bagi janin adalah
sebagai berikut:8,10
1. Terjadinya lebih lambat dari saat timbulnya kontraksi
2. Pemulihan (menghilangnya) deselerasi berlangsung lambat.
3. Variabilitas DJJ berkurang, atau meningkat secara berlebihan
4. Menghilangnya akselerasi pra- dan pasca-deselerasi
5. Semakin beratnya derajat deselerasi variabel
Derajat beratnya deselerasi variabel ditentukan oleh amplitude,
frekuensi, dan lamanya deselerasi. Deselerasi variabel yang terjadi hanya
sekali tidak berarti abnormal, oleh karena mungkin terjadi akibat pemeriksaan
dalam (PD), atau akibat perubahan posisi. Hasil rekaman KTG yang normal
pada umumnya memberikan gambaran sebagai berikut:9,10
1. Frekuensi dasar DJJ 120-160 dpm
2. Variabilitas DJJ 6-25 dpm
3. Terdapat akselerasi
4. Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini
2.8. Kontra Indikasi
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan CTG
terhadap ibu maupun janin.4,7
2.9. Interprestasi hasil KTG

24
Terdapat 4 pola KTG yang mungkin terjadi, yaitu:7,9,10
a. Normal/ reaktif
Pola normal/ reaktif menunjukkan bahwa janin tidak mempunyai risiko
mati dalam 7-10 hari berikutnya. Frekwensi DJJ normal adalah antara 110
dan 160 dpm dengan variabilitas batas dasar normal antara 5-15 dpm.
Selama pola ini persisten sepanjang persalinan, prognosis neonatus baik.
b. Non-reaktif
Jika didapati tidak adanya gerakan janin dalam 20 menit, tidak terdapat
akselerasi pada gerakan janin, frekuensi dasar DJJ abnormal (kurang dari
120 dpm atau lebih dari 160 dpm), dan variabilitas DJJ kurang dari 2 dpm.
c. Meragukan
Jika didapati gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau
terdapat akselerasi kurang dari 15 dpm, frekuensi dasar DJJ abnormal, dan
variabilitas antara 2 – 5 dpm.
Satu masalah dengan KTG adalah bahwa pola yang normal meramalkan
bahwa janin tidak dalam keadaan yang bahaya, dan pola abnormal tidak
memberikan prediksi yang akurat terhadap bahaya janin.7,9

2.10. Pemeriksaan Kardiotokografi dalam Kehamilan


a. Non Stress test (NST) dilakukan untuk menilai gambaran DJJ dalam
hubungannya dengan gerakan atau aktivitas janin. Penilaian NST frekuensi
dasar (baseline), variabilitas, timbulnya akselerasi sesuai dengan gerak
janin.
Interpretasi NST:
 Reaktif, terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20
menit pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi paling
sedikit 10-15 dpm. frekuensi dasar DJJ diluar gerakan janin antara
120-160 dpm. Variabilitas DJJ 6-25 dpm.
 Nonreaktif, tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan
atau tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin.

25
 Meragukan, terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20
menit pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm,
variabilitas DJJ masih normal. Pada hasil yang meragukan,
pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam atau dilanjutkan
dengan pemeriksaan Contraction Stress test (CST).
 Abnormal, apabila ditemukan bradikardi dan deselerasi 40 dpm atau
lebih dibawah frekuensi dasar atau DJJ mencapai 90 dpm, yang
lamanya 60 detik atau lebih. Pada keadaan ini dilakukan terminasi
kehamilan bila janin sudah viabel atau pemeriksaan ulang setiap 12-24
jam bila janin belum viabel.
b. Contraction Stress test (CST) bertujuan untuk menilai gambaran DJJ
dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. CST biasanya dilakukan
untuk memantau kesejahteraan janin saat proses persalinan terjadi
(inpartu). Penilaian CST: frekuensi dasar DJJ, variabilitas, dan perubahan
periodik DJJ terkait kontraksi uterus. Interpretasi CST:
 Negatif, frekuensi DJJ normal, variabilitas DJJ normal, tidak
didapatkan adanya deselerasi lambat, mungkin ditemukan adanya
akselerasi atau deselerasi dini.
 Positif, terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50%
dari jumlah kontraksi. Terdapat deselerasi lambat yang berulang,
meskipun kontraksi tidak adekuat, variabilitas DJJ kurang atau
menghilang.
 Mencurigakan, terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari
jumlah kontaksi, terdapat deselerasi variabel, frekuensi dasar DJJ
abnormal. Bila hasil CST mencurigakan, pemeriksaan harus diulangi
dalam 24 jam.
 Tidak memuaskan. Hasil rekaman tidak representatif, misalnya karena
ibu gemuk, gelisah atau gerakan janin berlebihan, tidak terjadi
kontraksi uterus yang adekuat. Pemeriksaan harus diulangi dalam 24
jam.

26
 Hiperstimulasi, kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit,
lamanya lebih dari 90 detik, seringkali terjadi deselerasi lambat atau
bradikardi.
Sebelum melakukan interpretasi KTG harus mengetahui bagaimana
kondisi ibu dan janin, peralatan yang dipakai, dan sarana pendukung lainnya.Hal
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitan dengan risiko hipoksia
pada janin.NICHD (2008) dan Freeman dkk (2012) merekomendasikan penerapan
Tiga Katagori dalam interpretasi DJJ sebagai berikut :

a. Kategori I : Pola DJJ Normal

Kategori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan


menggambarkan status asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal.
Kategori I dapat dipantau pada pemeriksaan rutin asuhan antenatal dan tidak
memerlukan tatalaksana khusus.

1. Frekuensi dasar DJJ : 110 – 160 dpm

2. Variabilitas DJJ : moderat (5 – 25 dpm)

3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel

4. Tidak ada atau ada deselerasi dini

5. Ada atau tidak ada akselerasi

b. Kategori II : Pola DJJ Ekuivokal

Kategori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin,


saat ini belum ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan kategori
ini menjadi Kategori I atau Kategori III. Kategori II memerlukan evaluasi dan
pemantauan lanjut serta reevaluasi dan mencari factor-faktor yang berkaitan
dengan keadaan klinis. Pada beberapa keadaan diperlukan uji diagnostic untuk
memastikan status kesejahteraan janin atau melakukan resusitasi intrauterine pada
hasil Kategori II ini.

27
1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai
hilangnya variabilitas (absent variability)

2. Takhikardia ( DJJ>160 dpm)

3. Variabilitas minimal (1 – 5 dpm)

4. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang

5. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)

c. Kategori III : Pola DJJ abnormal

Kategori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada saat
pemantauan janin tersebut dilakukan.Katagori III memerlukan evaluasi yang baik
(akurat). Pada kondisi ini, tindakan yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk
memberikan oksigenasi bagi ibu, merubah posisi ibu, menghentikan stimulasi
persalinan, atasi hipotensi maternal, dan penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga
dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu itu. Bila Katagori III tidak dapat
diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (persalinan).12,13

Tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :

1. Deselerasi lambat berulang

2. Deselerasi variabel berulang

3. Bradikardia

4. Pola sinusoid (sinusoidal pattern)

2.11. Resusitasi Janin Intrauterin


Tindakan resusitasi janin intrauterin dilakukan untuk memperbaiki
sirkulasi dan oksigenasi pada janin yang mengalami hipoksia intrauterin.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain:1,3,9
1. Koreksi Sirkulasi
- Baringkan pasien dalam posisi semi-Fowler atau sedikit miring ke kiri

28
- Pemberian tokolisis bila terdapat kontraksi
- Menormalkan tekanan darah apabila terdapat hipertensi atau hipotensi
- Amnioninfusi bila terdapat oligohidramnion
2. Koreksi Oksigenasi
- Pemberian oksigen
- Perbaikan anemia

29
BAB 3

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M
Usia : 34 tahun
Alamat : Jorong Koto Tuo, Kab. Tanah Datar
No. RM : 01.05.23.22
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 24 Juni 2019

2. ANAMNESIS PASIEN

Seorang pasien wanita berusia 34 tahun masuk ke KB IGD RSUP DR. M.

Djamil Padang pada tanggal 24 Juni 2019, pasien dirujuk dari RSIA Fadhila

Batusangkar dengan diagnosis G4P2A1H2 gravid aterm 36-37 minggu + bekas

SC 1x + bekas laparatomi 1x + Plasenta previa

Riwayat Penyakit Sekarang

 Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada

 Keluar air-air dari kemaluan tidak ada

 Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada

 Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu

 HPHT : lupa

30
 Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur, 1x

30 hari, lama 5-6 hari, banyak 2-3x ganti pembalut/hari, nyeri haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

 Tidak ada riwayat penyakit hati, ginjal, DM dan alergi obat

sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit keturunan,

penyakit menular, dan kejiwaan.

Riwayat Sosial Ekonomi dan lain-lain

 Riwayat Pendidikan : SMA

 Riwayat pekerjaan : Ibu rumah Tangga

 Riwayat kebiasaan : merokok (-), minum alkohol (-),

penyalahgunaan obat (-)

 Riwayat Perkawinan : Ini merupakan perkawinan yang keempat

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7C

31
Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : Caries tidak ada

Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB

dan kelenjar tiroid

Thorak

 Jantung

o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V

o Perkusi : Batas atas (RIC II), kanan (LSD), kiri (1 jari

lateral LMCS RIC V)

o Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru

o Inspeksi : simetris kiri dan kanan

o Palpasi : fremitus kiri dan kanan

o Perkusi : sonor

o Auskultasi : Suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen : Status obstetrik

Punggung : Tidak ada kelainan

Genitalia : Status obstetrik

32
Anus : Tidak dilakukakan pemeriksaan

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik

Status Obstetrikus

Abdomen

o Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan 9

bulan, linea mediana hiperpigmentasi (+), striae

gravidarum (+), sikatrik (-)

o Palpasi :

LI : FUT teraba 4 jari di bawah proc. Xyphoideus,

teraba massa lunak noduler. TFU = 30 cm

L II : Teraba bagian terbesar janin disebelah kiri dan

teraba bagian terkecil janin disebelah kanan

L III : Teraba massa bulat, keras, bulat, floating

L IV : (-)

His : (-)

o Auskultasi : Bising usus (+) normal, DJJ 145-155 x/menit

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (14/6/2019)
Hb : 12,7 gr/dL
Leukosit : 8570 /mm3
Ht : 37%
Trombosit : 235.000/mm3

33
Kesan : dalam batas normal

GDS : 97 mg/dl

Ureum : 13 mg/dl

Kreatinin : 0,6 mg/dl

Kalsium : 9,0 Mmol/L

Natrium : 138 Mmol/L

Kalium : 3,6 Mmol/L

Klorida : 107 Mmol/L

Total protein : 7,0 g/dl

Albumin : 3,8 g/dl

Globulin : 3,2 g/dl

Bilirubin Total : 1,1 mg/dl

Bil Direct : 0,4 mg/dl

Bil Indirect : 0,7 mg/dl

SGOT : 9 u/l

SGPT : 6 u/l

HbsAg : Non Reaktif

Anti HIV : Non Reaktif

Kesan : Bilirubin total, bil Direct dan bil. Indirect

meningkat, globulin meningkat

34
USG 20/06/2019

Biometri
BPD : 9,61 cm
HC : 11,58 cm
AC : 31,53 cm
FL : 6,65 cm
HL : 5,78 cm
EFW : 3275 gr
FHR : 158 x/menit
SDAU : 2,25
SDP : 3,62
Plasenta letak corpus anterior meluas ke inferior (bridging vein +,
lakuna +) grade II-III
Kesan : Gravid 36-37 minggu sesuai biometri + Plasenta previa
Janin hidup tunggal intrauterine, aktifitas gerak janin baik

Kardiotokografi (CTG)

35
INTERPRETASI CTG

DENYUT JANIN BASAL

Baseline : 130-140 dpm

Variabilitas : 5-20 dpm

PERUBAHAN PERIODIK

Akselerasi : (-)

Deselerasi : (-)

Gerak janin : (+)

Kontraksi : (-)

Kesan: Kategori I

5. DIAGNOSIS

G4P2A1H2 gravid aterm 36-37 minggu + bekas SC 1x + bekas laparatomi

1x + Plasenta previa

6. PENATALAKSANAAN

 Kontrol keadaan umum, tanda-tanda vital pasien, DJJ, His

 IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit

 Inj. Dexamethasone 2x6 mg

36
BAB 4

DISKUSI

Berdasarkan hasil rekaman CTG pasien G4P2A1H2 gravid aterm 36-37

minggu + bekas SC 1x + bekas laparatomi 1x + Plasenta previa pada tanggal 25

Juni 2019 disimpulkan CTG kategori I. Hal ini dikarenakan baseline denyut

jantung janin sebanyak 130-140 dpm, yaitu masih dalam batas 120-160 (normal),

variabilitas denyut jantung janin masih dalam batas normal yaitu sebanyak 5-20

dpm, tidak ada deselerasi dini, tidak ada akselerasi. Pada rekaman CTG tidak

ditemukan adanya deselerasi variable maupun deselerasi lambat.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, Chandranita, Manuaba F. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit


buku kedokteran EGC, 2007;76 – 88.
2. Rabe, Thomas. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, 2009;7 – 15.
3. Liewer I., Jones D. Dasar – dasar Obstetri dan Ginekologi (Fundamental of
Obstetrics and gynaecology). Jakarta: Hypokrates, 2001;66 – 75.
4. Taber B. Kapita Selekta: Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran.EGC.1994.
5. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka, 2010.
6. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still useful?
Contemporary Obgyn, February 2005.
7. Fundal height measurement. Copyright 1999, 2004 Gerard M. DiLeo,
M.D.,F.A.C.O.G.
8. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut JantungJanin.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta.
9. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic
fetalmonitoring.UK, 2003. Diunduh dari http://www.nice.org.uk pada 16 Juni
2019.
10. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B Saubders,
1993
11. RCOG. The use of electronic fetal monitoring :The use and interpretation of
cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidence-based Clinical
Guideline Number 8.2001.
12. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP, Miller LA. Fetal Heart Rate Monitoring.
4thED. Lippincott, Williams & Wilkins, 2012
13. NICHD definitions and classifications : application to electronic fetal monitoring
interpretation. NCC Monograph, Volume 3, No. 1, 2010.

Anda mungkin juga menyukai