Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah inIyang berjudul
“KARDIOTOCOGRAFI” Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada saya
dalam rangka mnegembangkan pengetahuan tentang keperawatan maternitas yang berkaitan
dengan pencegahan primer,skunder, tersiar tetkait kesehatan reproduksi. Selain itu tujuan dari
penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan. Sehingga besar harapan kami, makalah
yang saya sajikan dapat menjadi kontribusi positif bagi pengembangan wawasan
pembaca.Akhirnya kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati saya menerima kritik dan saran agar penyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih.Semoga laporan ini memberi manfaat bagi banyak pihak.

1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
Latar Belakang ........................................................................................................................................ 3
1.2 Tujuan ............................................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 4
2.1 Pengertian ..................................................................................................................................... 4
2.2 Indikasi.......................................................................................................................................... 5
2.3 Kontra Indikasi Cardiotokografi ................................................................................................... 6
3. Persiapan Pasien................................................................................................................................ 7
2.4 Cara Melakukan ............................................................................................................................ 7
2.5 Cara Membaca .............................................................................................................................. 8
3.1 Mekanisme pengaturan DJJ ........................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 14
KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 14
SARAN ................................................................................................................................................... 14

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyakit
penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan
janin dalam rahim. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya gangguan
yang berkaitan hipoksia janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan akhirnya
menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut.

Hampir semua ibu hamil pasti menginginkan kehamilannya berjalan lancar, persalinan berjalan
normal, dan melahirkan bayi sehat. Untuk mewujudkan keinginan tersebut tak pelak lagi
dibutuhkan pemeriksaan kehamilan yang teratur.

Sebenarnya bukan hanya untuk ibu, pemeriksaan kehamilan pun bermanfaat untuk kesejahteraan
janin. "Untuk ibu, misalnya, pemeriksaan berguna untuk mendeteksi dini jika ada komplikasi
kehamilan, sehingga dapat segera mengobatinya; mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
selama kehamilan; mempersiapkan mental dan fisik dalam menghadapi persalinan; mengetahui
berbagai masalah yang berkaitan dengan kehamilannya, juga bila kehamilannya dikategorikan
dalam risiko tinggi, sehingga dapat segera ditentukan pertolongan persalinan yang aman kelak."

Sementara untuk bayi, pemeriksaan itu bisa meningkatkan kesehatan janin dan mencegah janin
lahir prematur, berat bayi lahir rendah, lahir mati, ataupun mengalami kematian saat baru lahir.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian cardiotokografi

2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi cardiotokografi

3. Mengetahui persiapan dan pelaksanaan pemeriksaan cardiotokografi

4. Mengetahui cara menginterpretasi hasil pemeriksaan cardiotokografi

5. Mengetahui manfaat pemeriksaan cardiotokografi dalam kehamilan dan persalinan

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Cardiotocography adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi
maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga
terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila
terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah
tidak baik. Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi kontraksi, alat ini
ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

Kardiotokografi menyajikan kesejahteraan janin Kardio - denyut jantung Toco -kontraksi uterus

Keduanya disajikan pada waktu yang bersamaan, denyut jantung terdapat dibagian atas catatan
dan kontraksi dibawahnya. Cardiotokografi adalah suatu metoda elektronik untuk memantau
kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan.

Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan apakah bayi menerima
cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia kandungan minimal 26-28 minggu, atau kapanpun
sesuai dengan kondisi bayi. Cardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin untuk
menilai kesejahteraanya (fetal-wellbeing).

Pada saat pemeriksaan CTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi harus setengah duduk
atau tidur miring

4
Dikenal dua jenis kardiotokografi, yaitu CTG konvensional dan CTG terkomputerisasi
(Computerized cardiotocography).

1. Kardiotokografi konvensional adalah peralatan kardiotokografi yang hasil interpretasinya


dilakukan oleh dokter pemeriksa.
2. Kardiotokografi terkomputerisasi adalah peralatan kardiotokografi yang sebagian hasil
interpretasi pemeriksaan CTG dilakukan oleh komputer yang ada didalam peralatan CTG tersebut
berdasarkan suatu ”data-base”.

Dalam Cardiotokografi terdapat 3 hal yang di catat :

1. Denyut jantung janin


2. Kontraksi Rahim
3. Gerakan janin.

Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan gerakan atau
aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan frekuensi denyut
jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi denyut jantung janin.

Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam.
Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi
belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.

2.2 Indikasi kardiotocografi


Pemeriksaan Cardiotokografi biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan indikasinya
terdiri dari :
1. Pada Ibu
a. Pre-eklampsia-eklampsia
b. Ketuban pecah
c. Diabetes mellitus
d. Kehamilan > 40 minggu
e. Vitium cordis
f. Asthma bronkhiale
g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO

5
h. Infeksi TORCH
i. Bekas SC
j. Induksi atau akselerasi persalinan
k. Persalinan preterm.
l. Hipotensi.
m. Perdarahan antepartum.
n. Ibu perokok.
o. Ibu berusia lanjut.
p. Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit
jantung, dan penyakit tiroid.
2. Pada Janin
a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b. Gerakan janin berkurang
c. Suspek lilitan tali pusat
d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e. Hidrops fetalis
f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g. Mekoneum dalam cairan ketuban
h. Riwayat lahir mati
i. Kehamilan ganda dll
3. Syarat Pemeriksaan Cardiotokografi
a. Usia kehamilan > 28 minggu.
b. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
c. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
d. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada Cardiotokografi
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

2.3 Kontra Indikasi Cardiotokografi

Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan Cardiotokografi terhadap ibu
maupun janin.

6
2.4 Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu
tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punctum
maksimum DJJ.
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang
telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman
cardiotokografi.
9. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.

2.5 Cara Melakukan

Persiapan tes tanpa kontraksi :

7
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.

2 Prosedur pelaksanaan :
3 Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
4 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
5 Dipasang kardio dan tokodinamometer
6 Frekuensi jantung janin dicatat
7 Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
8 Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
9 Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif, pasien
diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam kemudian (sebaiknya
pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
10 Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara individual

2.6 Cara Membaca CTG

Pembacaan hasil :

1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam 20
menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ”omega” pada NST yang reaktif berarti
janin dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari, tipe yang lain
diulang setiap minggu
2. Tidak reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
b. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
c. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
d. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar

8
Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang reaktif. Keadaan ini
interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat seperti : barbiturat, demerol,
penotiasid dan metildopa.

Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan CTG diulang
keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan pemeriksaan tes dengan kontraksi
(OCT).

3. Sinusoidal, bila :

a. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal


b. Tidak ada gerakan janin
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur, janin
dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH.

Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam.
Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi
belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.

4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila
ditemukan
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang lamanya 60
detik atau lebih

Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viable atau
pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.

Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu
kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan 1 minggu
kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan atau
oligohidramnion hasil CTG yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap
baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu).
Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai prediksi

9
positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak dipakai sebagai parameter tunggal
untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena tingginya angka positif palsu
tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang lainnya).

5. Saat persalinan
a. Hasil tekanan positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, hal ini mendorong
untuk melakukan seksio sesarea.
b. Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama pada persalinan, sehingga
memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi
c. Hal – hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat
 Deselarasi lambat berulang
 Variabilitas yang abnormal (< 5 dpm)
 pewarnaan meconium
 Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit )
 Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)
3. Syarat Pemeriksaan CTG
a. Usia kehamilan≥ 28 minggu.
b. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
c. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
d. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada CTG terkomputerisasi)
sesuai buku petunjuk dari pabrik

2.7 Mekanisme pengaturan DJJ

Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu :


a. Sistem Saraf Simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf simpatis,
misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan
kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, system saraf
simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya
dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.
b. Sistem saraf Parasimpatis
10
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari batang otak.
Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak di antara atrium
dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan menurunkan
frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan
frekuensi DJJ.
c. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah meningkat,
baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada batang otak.
Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah
jantung.
d. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah karotid dan
korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur
perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar
oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari reseptor sentral berupa
takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan
kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan
mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam
reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
e. Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan janin. Pada
keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang.
f. Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal akan mengeluarkan epinefrin
dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung
dan hipertensi.
g. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretchreceptors dan
pusat pengaturan(Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005)
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber, yaitu (1)
priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri yang terutama
banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, dan

11
stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan kecardioregulatory center
(CRC) kemudian kecardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial
sehingga timbullah akselerasi DJJ.
3.1 Karakteristik Gambaran DJJ
 Denyut jantung janin dasar (baseline fetal heart rate). Yang termasuk disini adalah frekuensi
dasar dan variabilitas DJJ.
 Perubahan periodik / episodik DJJ. Yang dimaksud dengan perubahan periodik djj adalah
perubahan djj yang terjadi akibat kontraksi uterus; sedangkan perubahan episodik djj adalah
perubahan DJJj yang bukan disebabkan oleh kontraksi uterus (misalnya gerakan janin dan
refleks tali pusat).
 Besalin rate
Normal 120-160dpm, ada juga yang membuat 120-150 dpm. Takhikardi jika djj > 160dpm, dan
bradikardi jika djj < 120dpm.
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : (Hipoksia janin (ringan / kronik), Kehamilan preterm (<30
minggu), Infeksi ibu atau janin, Ibu febris atau gelisah, Ibu hipertiroid, Takhiaritmia janin, Obat-
obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).
 Variabilitas DJJ
suatu gambaran osilasi yg tdk teratur yg tampak pada rekaman djj, dan merupakan hasil dari
interaksi antara s.simpatis (kardioakselerator) dg s.para (kardiodeselerator). Pada keadaan
hipoksia variabilitas akan menurun sampai menghilang. Dibedakan atas dua : variabilitas jangkla
pendek dan jangka panjang. Jangka panjang dibedakan lagi : normal (6-25dpm), berkurang (2-
5dpm), menghilang (<2dpm) dan saltatory (>25dpm).
 Perubahan periodic DJJ
suatu perubahan pola djj yang berhubungan dengan kontraksi & gerakan janin (akselerasi dan
deselerasi)
Indikasi CTG : Hipertensi, DMG, gerak janin kurang, riwayat obstetri jelek, PRM, postterm,
oligohidramnion, polihidramnion, gamelli, kehamilan dengan anemia.
 Frekuensi dasar DJJ
Frekuensi dasar DJJ adalah frekuensi rata-rata DJJ yang terlihat selama periode 10 menit, tanpa
disertai periode variabilitas DJJ yang berlebihan (lebih dari 25 dpm), tidak terdapat perubahan

12
periodik atau episodik DJJ, dan tidak terdapat perubahan frekuensi dasar yang lebih dari 25 denyut
per menit (dpm).
Dalam keadaan normal, frekuensi dasar DJJ berkisar antara 120 – 160 dpm (pendapat ini yang
dianut di Indonesia). Frekuensi dasar DJJ yang lebih dari 160 dpm disebut takhikardia; bila kurang
dari 120 dpm disebut bradikardia. Ada juga yang memakai batasan normal 115 – 160 dpm,2 atau
110 – 160 dpm (RCOG, National Institute for Clinical Excellence UK, 2001)
Takhikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin, akan tetapi gambaran tersebut biasanya
tidak berdiri sendiri. Bila takhikardia diserta dengan variabilitas DJJ yang normal, biasanya janin
masih dalam keadaan baik.
Bradikardia dapat terjadi sebagai respons awal keadaan hipoksia akut. Pada hipoksia ringan
frekuensi DJJ berkisar antara 100-120 dpm dan variabilitas DJJ masih normal. Hal ini
menunjukkan bahwa janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap stres hipoksia. Bila
hipoksia semakin berat janin akan mengalami dekompensasi terhadap stres tersebut. Pada keadaan
ini akan terjadi bradikardia yang kurang dari 100 dpm, disertai dengan berkurang atau
menghilangnya variabilitas DJJ.
Penilaian variabilitas DJJ yang paling mudah adalah dengan mengukur besarnya amplitudo dari
variabilitas (long term variability). Berdasarkan besarnya amplitudo tersebut, variabilitas DJJ
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Variabilitas normal: amplitudo berkisar antara 5 – 25 dpm.
2. Variabilitas berkurang: amplitudo 2 – 5 dpm.
3. Variabilitas menghilang: amplitudo kurang dari 2 dpm.
4. Variabilitas berlebih(saltatory): amplitudo lebih dari 25 dpm.

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
CTG (CARDIOTOCOGRAPHY) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat
kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu
juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila
terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah
tidak baik.
3.2 Saran

Alangkah baiknya kita memahami tentang pemeriksaan ctg dan menghindari hal hal apa saja yang
memang tidak di anjurkan saat pemeriksaan ctg ini sendiri.

14

Anda mungkin juga menyukai