Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 28

Oleh: KELOMPOK G1

Tutor: dr. Tri Hari Irfani

Natassya Mariz 04011381722161


Yake Apriliany 04011381722162
Sania Citta Aliyah 04011381722177
Alvinia Fadhillah 04011381722181
Natasha Yosefany Marsinta H. 04011381722182
Cahaya Dwi Yulika 04011381722183
Nafrah Ardita 04011381722189
M. Faishal Zamzami 04011381722191
Nursarah Salsabila Khansa 04011381722193
Khairunnisa Pan Okba Vekos P. 04011381622228
Anggun Pratiwi Rahmania 04011381722234

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Skenario B Blok 28 ” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan
terimakasih kepada :

1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi
tutorial,
2. Selaku tutor kelompok G1, dr. Tri Hari Irfani
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Tuhan.

Palembang, 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………….. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………… 3
Kegiatan Diskusi…………………………………………………………... 4
Skenario……………………………………………………………………. 5
I. Klarifikasi Istilah………………………………………………………. 7
II. Identifikasi Masalah……………………………………………………. 8
III. Analisis Masalah………………………………………………………..10
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.............................................................. 27
V. Kerangka Konsep..................................................................................... 28
VI. Sintesis…………………......…………………...................................... 29
VII. Kesimpulan………………………………………………………........ 42
Daftar Pustaka……………………………………………………………... 43

3
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Tri Hari Irfani


Moderator : Natasha Yosefany Marsinta H
Sekretaris 1 : Nafrah Ardita
Sekretaris 2 : Khairunnisa Pan Okba Vekos P.
Presentan : Anggun Pratiwi Rahmania
Pelaksanaan : 23 November 2020 (13.00-15.30 WIB)
25 November 2020 (13.00-15.30 WIB)

Peraturan selama tutorial :


1. Jika bertanya atau mengajukan pendapat harus mengangkat tangan terlebih
dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan hp saat diperlukan.

4
SKENARIO

Tn B, usia 50 tahun, mempunyai istri dan 4 orang anak, peserta BPJS yang ditanggung
pemerintah berobat ke poliklinik Puskesmas (dr A) yang bekerja sama dengan BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan), keluhan batuk berdahak dan sesak nafas.
Dari rekam medik didapatkan satu tahun yang lalu Tn B menderita tuberculosis dan
diterapi dengan paket “multidrugs” sesuai standar. Obat yang diberikan tidak dikonsumsi
sesuai aturan dan masih tersisa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 90 X/menit, Pernafasan 30x permenit, suhu 37 C. Pada pemeriksaan paru
terdapat ronchi seluruh lapangan paru. Dr. A membuat kesimpulan Tn B harus dirujuk ke
rumah sakit (FKTL= Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut), karena sesak nafas dan
kemungkinan sudah multi drugs resistance (MDR). Pada mulanya Tn B dan istrinya tidak
bersedia untuk di rujuk ke Rumah sakit dan hanya minta obat yang sama saja. Dr. A
memberikan penjelasan bahwa penyakit tuberkulosisinya kemungkinan sudah resistance
terhadap paket obat sebelumnya dan risiko untuk menularkan kepada keluarga sangatlah
tinggi.

Tn B bersedia untuk di rujuk ke RS, di RS dilakukan pemeriksaan oleh Dr D SpPD KP


didiagnosis dengan tuberculosis MDR dan sesuai dengan Panduan Praktek kliniknya
direncanakan akan dirawat di ruang isolasi dengan tekanan negative. Tn B dirawat
diruang isolasi selama 1 bulan dan diperbolehkan pulang dengan tetap diberikan obat
lanjutan yang harus dikonsumsi lama dan tidak boleh lagi putus obat.

Sementara itu Dr. A dan staf melakukan kunjungan sehat ke kediaman Tn B untuk
melihat bagaimana kondisi tempat tinggalnya dan keluarganya yang lain. Pengamatan
Dr.A kediaman Tn B kurang layak huni dan pada pemeriksaan keluarga ini kemungkin
sudah tertular penyakit yang sama. Dr. A minta kepada semua keluarga untuk diperiksa
lebih lanjut (pemeriksaan sputum/gen expert) di klinik Puskesmas.

Pada pemeriksaan semua keluaga Tn. B didapatkan dua anaknya juga terinfeksi
tuberculosis. Dr. A memberikan pengobatan kepada kedaunya dengan paket TBC juga
diberikan penjelasan tentang pola hidup sehat untuk memutus mata rantai TBC ini. Dr. A

5
juga berkolaborasi dengan dinas terkait untuk juga membedah rumah Tn B supaya bisa
layak huni dan sehat.

6
I. Klarifikasi Istilah

1. Rekam Medik Berkas yang berisikan catatan dan


dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
2. BPJS BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan) adalah
Badan Usaha Milik Negara yang
ditugaskan khusus oleh pemerintah
untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh
rakyat Indonesia, terutama untuk
Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun
PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis
Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat
biasa.
3. Tuberculosis TBC atau Tuberkulosis adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan
karena adanya Mycobacterium
Tuberculosis yang masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
4. Ruang Isolasi dan Tekanan Negatif Ruangan yang terdapat keseha
pengontrol aliran udara sehingga jumlah
partikel/mikroorganisme didalam udara

7
dapat diturunkan sampai batas tertentu,
agar tidak terjadi kontaminasi silang
dari pasien terhadap pekerja/staf Rumah
Sakit. Ruang isolasi bertekanan kesehata
mempunyai perbedaan tekanan udara
yang lebih kecil dibandingkan tekanan
udara diluar ruang isolasi, sehingga
udara akan mengalir dari luar ruangan
kearah dalam ruangan pasien.
5. Multi Drugs Resistance Multi Drug Resistant Tuberculosis
(MDR-TB) atau TBC MDR adalah TBC
resistan Obat terhadap minimal 2 (dua)
obat anti TBC yang paling poten yaitu
INH dan Rifampisin secara kesehat
sama atau disertai resisten terhadap obat
anti TBC lini pertama lainnya seperti
etambutol, streptomisin dan
pirazinamid.
6. Gen Expert GeneXpert MTB/RIF adalah suatu alat
uji yang menggunakan cartridge
berdasarkan Nucleic Acid Amplification
Test (NAAT) secara automatis utuk
mendeteksi kasus TB dan resistensi
rifampisin. Alat ini cocok untuk negara
endemis, dan dapat dilakukan walaupun
sampel sputum hanya 1 ml (Ibrahim &
Hakeem, 2013)
7. Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya

8
kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya
kesehatan dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya
8. FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat FKTL adalah upaya pelayanan
Lanjut) perseorangan yang bersifat spesialistik
atau subspesialistik yang meliputi rawat
jalan tingkat lanjutan dan rawat inap
tingkat lanjutan (BPJS, 2013).

9
II. Identifikasi Masalah

No Fakta Ketidaksesuaian Prioritas


.
1. Tn B, usia 50 tahun, mempunyai istri dan
4 orang anak, peserta BPJS yang
ditanggung pemerintah berobat ke
poliklinik Puskesmas (dr A) yang bekerja
sama dengan BPJS (Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan),
keluhan batuk berdahak dan sesak nafas. Tidak sesuai harapan V
Dari rekam medik didapatkan satu tahun
yang lalu Tn B menderita tuberculosis
dan diterapi dengan paket “multidrugs”
sesuai standar. Obat yang diberikan tidak
dikonsumsi sesuai aturan dan masih
tersisa.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tidak sesuai harapan VV
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90
X/menit, Pernafasan 30x permenit, suhu
37 C. Pada pemeriksaan paru terdapat
ronchi seluruh lapangan paru. Dr. A
membuat kesimpulan Tn B harus dirujuk
ke rumah sakit (FKTL= Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut), karena sesak
nafas dan kemungkinan sudah multi
drugs resistance (MDR). Pada mulanya
Tn B dan istrinya tidak bersedia untuk di
rujuk ke Rumah sakit dan hanya minta
obat yang sama saja. Dr. A memberikan
penjelasan bahwa penyakit

10
tuberkulosisinya kemungkinan sudah
resistance terhadap paket obat
sebelumnya dan risiko untuk menularkan
kepada keluarga sangatlah tinggi.
3. Tn B bersedia untuk di rujuk ke RS, di
RS dilakukan pemeriksaan oleh Dr D
SpPD KP didiagnosis dengan
tuberculosis MDR dan sesuai dengan
Panduan Praktek kliniknya direncanakan
akan dirawat di ruang isolasi dengan Tidak sesuai harapan V
tekanan negative. Tn B dirawat diruang
isolasi selama 1 bulan dan diperbolehkan
pulang dengan tetap diberikan obat
lanjutan yang harus dikonsumsi lama dan
tidak boleh lagi putus obat.
4. Sementara itu Dr. A dan staf melakukan
kunjungan sehat ke kediaman Tn B untuk
melihat bagaimana kondisi tempat
tinggalnya dan keluarganya yang lain.
Pengamatan Dr.A kediaman Tn B kurang
layak huni dan pada pemeriksaan Tidak sesuai harapan VVV
keluarga ini kemungkin sudah tertular
penyakit yang sama. Dr. A minta kepada
semua keluarga untuk diperiksa lebih
lanjut (pemeriksaan sputum/gen expert)
di klinik Puskesmas.
5. Pada pemeriksaan semua keluaga Tn B Tidak sesuai harapan V
didapatkan dua anaknya juga terinfeksi
tuberculosis. Dr. A memberikan
pengobatan kepada kedaunya dengan
paket TBC juga diberikan penjelasan

11
tentang pola hidup sehat untuk memutus
mata rantai TBC ini. Dr. A juga
berkolaborasi dengan dinas terkait untuk
juga membedah rumah Tn B supaya bisa
layak huni dan sehat.

Alasan prioritas masalah: Dikarenakan hal tersebut yang harus segera


ditindaklanjutti untuk menghindari penyebaran penyakit lebih lanjut.

12
III. Analisis Masalah
1. Tn B, usia 50 tahun, mempunyai istri dan 4 orang anak, peserta BPJS yang
ditanggung pemerintah berobat ke poliklinik Puskesmas (dr A) yang bekerja sama
dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan), keluhan batuk berdahak
dan sesak nafas. Dari rekam medik didapatkan satu tahun yang lalu Tn B
menderita tuberculosis dan diterapi dengan paket “multidrugs” sesuai standar.
Obat yang diberikan tidak dikonsumsi sesuai aturan dan masih tersisa.
a. Apa saja obat yang termasuk dalam paket multidrugs sesuai standar?

b. Bagaimana akibat jika tidak mematuhi aturan konsumsi obat tersebut?


Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2015),
pasien tuberculosis yang tidak patuh minum obat merupakan salah satu
factor yang mempengaruhi rendahnya angka keberhasilan pengobatan TB
(Treatment Success Rate; TSR)

13
 Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB)
Apabila penderita TBC tidak konsisten menjalani terapi dan lupa
minum obat tidak hanya sehari, berisiko tinggi mengalami
resistansi/kebal antibiotik. Kondisi ini dikenal Multi Drug Resistant
Tuberculosis (MDR-TB)
 Memburuknya gejala
Saat obat-obatan TBC tidak lagi ampuh membunuh bakteri, gejala
TBC yang dialami dapat memburuk. Apabila sebelumnya kondisi
pasien telah membaik dan tidak lagi mengalami gejala, besar
kemungkinan gejala TBC kembali kambuh dalam bentuk yang
lebih parah, seperti sering mengalami sesak napas berat dan batuk
berdarah
 Penularan TBC lebih meluas
Akibat tidak disiplin dan sering lupa minum obat secara teratur,
kondisi ini meningkatkan risiko penularan penyakit TBC ke orang
lain yang sehat. Bahayanya, orang lain tidak hanya terinfeksi
bakteri TBC biasa. Bakteri yang resistan obat juga dapat berpindah
dan menginfeksi tubuh orang lain. Akibatnya, mereka ikut
mengalami kondisi Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB)
meski mungkin tidak pernah mengalami TB sebelumnya.
c. Bagaimana tindakan puskemas pada pasien yg tidak mengkonsumsi obat
sesuai aturan dan masih tersisa?
Tindakan bagi Pimpinan Puskesmas agar penderita TB paru dapat
mematuhi segala anjuran dari petugas kesehatan, maka pimpinan
Puskesmas dapat melakukan kegiatan promosi kesehatan kepada penderita
dengan memberikan brosur yang bertuliskan penderita TB paru harus
meminum obat anti tuberkulosis tanpa putus sehingga dapat
mempengaruhi psikologis penderita untuk mematuhinya.
d. Apa saja jenis-jenis BPJS?

14
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial.
1. BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan adalah badan publik yang menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension,
dan jaminan kematian.
2. BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan adalah badan publik yang menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
a. BPJS-PBI (bantuan penerima Iuran)
b. BPJS-Non PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuran)

e. Apa kelebihan dan kekurangan dari program BPJS di puskesmas? 5, 3, 1


(sasa)
Kelebihan
 Murah
 BPJS Kesehatan memiliki member yang banyak karena biaya atau
iuran yang dipungut pemerintah masih terjangkau. Biaya premi
per-bulan, untuk kelas 1 sebesar Rp160 ribu, kelas 2 sebesar Rp110
ribu, dan kelas 3 sebesar Rp42 ribu.
 Wajib
 Tanpa Medical Check Up
 Dijamin Seumur Hidup
 Tidak Ada Pengecualian
 Perubahan Data Bisa Dilakukan Online

Kekurangan
 Metode Berjenjang dan Berlarut
 Hanya Indonesia

15
 Antre
f. Apa saja hak-hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan?
Hak Peserta BPJS:
 Mendapatkan kartu peserta sebagai identitas peserta untuk memperoleh
pelayanan kesehatan
 Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
 Mendapatkan pelayann kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja
dengan BPJS Kesehatan
 Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis kepada BPJS Kesehatan
Kewajiban Peserta BPJS:
 Mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS
Kesehatan
 Membayar iuran
 Memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan
benar
 Melaporkan perubahan data dirinya dan anggota keluarganya, antara
lain perubahan golongan, pangkat atau besaran gaji, pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat dan pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama
 Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak
 Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan

2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90


X/menit, Pernafasan 30x permenit, suhu 37 C. Pada pemeriksaan paru terdapat
ronchi seluruh lapangan paru. Dr. A membuat kesimpulan Tn B harus dirujuk ke
rumah sakit (FKTL= Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut), karena sesak nafas dan

16
kemungkinan sudah multi drugs resistance (MDR). Pada mulanya Tn B dan
istrinya tidak bersedia untuk di rujuk ke Rumah sakit dan hanya minta obat yang
sama saja. Dr. A memberikan penjelasan bahwa penyakit tuberkulosisinya
kemungkinan sudah resistance terhadap paket obat sebelumnya dan risiko untuk
menularkan kepada keluarga sangatlah tinggi.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan
fisik?

Kasus Normal Interpretasi


Tekanan Darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
Nadi 90x/menit 60-100x/menit Normal
Nafas 30x/menit 12-20x/menit Abnormal
Suhu 37 C 36°-38° C Normal
Pem. Paru Ronchi Tidak ada ronchi Abnormal
Lapangan paru

Mekanisme abnormalitas:
Nafas meningkat :
M. tuberculosis masuk ke inhalasi  bakteri mencapai alveolus  terjadi
reaksi antigen-antibody  reaksi radang  pengeluaran secret/mucus 
akumulasi secret di jalan nafas  menghalangi proses difusi oksigenasi 
kompensasi tubuh meningkatkan gerakan pernafasan.
Ronchi lapangan paru :
M. tuberculosis masuk ke inhalasi  bakteri mencapai alveolus  terjadi
reaksi antigen-antibody  reaksi radang  pengeluaran secret/mucus 
akumulasi secret di jalan nafas mengganggu jalan nafas  ronki
lapangan paru.
b. Apa indikasi dari perujukan ke rumah sakit?
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih

17
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan
vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:
 Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub-
spesialistik;
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau
ketenagaan.
c. Bagaimana cara dokter merujuk pasien ke FKTL?

1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan


a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan
identitas dan surat rujukan
c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke
dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan
pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian
tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti
pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan
disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan
g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang
tercantum dalam surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
h. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan
lanjutan lain dengan surat rujukan/konsul ekstern.

18
i. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat
lanjutan karena kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk
dirujuk balik ke Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub
Spesialis membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa pasien
masih dalam perawatan.
j. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk
balik ke Faskes tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub Spesialis
akan memberikan surat keterangan rujuk balik.
k. Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialis tidak memberikan surat
keterangan yang dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan
berikutnya pasien harus membawa surat rujukan yang baru dari
Faskes tingkat pertama.
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas
BPJS Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit
gawat darurat
b. Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien
pulang maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit.
c. Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan
surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat
Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian
tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)
*Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien
pulang, maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti
pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan
disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan

19
g. Dalam hal peserta menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi
daripada haknya, maka Peserta dapat meningkatkan haknya dengan
mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri
selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya
yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
h. Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi daripada haknya atas
keinginan sendiri dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan

d. Mengapa Tn. B dapat mengalami resistance terhadap paket obat


sebelumnya?

Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan terjadinya resistensi


terhadap TB MDR, antara lain:
1. Penderita TB tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas
2. Pemberian obat yang salah, baik jenis obat, dosis, dan lama pengobatan
TB
3. Kualitas obat yang buruk
4. Kurangnya ketersediaan obat TB
TB MDR juga lebih berisiko terjadi pada seseorang yang sebelumnya
pernah terkena TB, sistem kekebalan tubuh yang lemah, kontak dengan
penderita TB MDR, dan berasal dari daerah dengan kasus TB resisten
obat yang tinggi
e. Apa tatalaksana awal dan pengobatan standar yang diberikan kepada
pasien TBC (multi drugs)?
Pengobatan TBC dibagi menjadi 2 tahap yaitu pengobatan tahap
awal dan tahap lanjutan. Pada pengobatan tahap awal pengobatan
diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan

20
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama. Pada Pengobatan tahap
lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan
OAT lini pertama:
1. Isoniazid (H)
2. Rifampisin (R)
3. Pirazinamid (Z)
4. Streptomisin (S)
5. Etambutol (E)
Paduan yang digunakan adalah ;
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).
2. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
3. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di
Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten
(diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah

21
direkomendasikan

f. Bagaimana prosedur rujukkan sesuai dengan sistem rujukkan BPJS?


Menurut panduan praktis sistem rujukan berjenjang dari BPJS Kesehatan,
sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:

22
i. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
ii. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
iii. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
iv. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
i. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
j. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
i. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
ii. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan
atau Pemerintah Daerah
iii. kekhususan permasalahan kesehatan pasien;untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
iv. pertimbangan geografis; dan
v. pertimbangan ketersediaan fasilitas
k. Pelayanan oleh bidan dan perawat
i. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
ii. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan

23
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
l. Rujukan Parsial
i. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut.
ii. Rujukan parsial dapat berupa:
1. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan
2. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
iii. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

3. Tn. B bersedia untuk di rujuk ke RS, di RS dilakukan pemeriksaan oleh Dr. D, Sp.
PD-KP didiagnosis dengan tuberculosis MDR dan sesuai dengan Panduan Praktek
kliniknya direncanakan akan dirawat di ruang isolasi dengan tekanan negative. Tn
B dirawat diruang isolasi selama 1 bulan dan diperbolehkan pulang dengan tetap
diberikan obat lanjutan yang harus dikonsumsi lama dan tidak boleh lagi putus
obat.
a. Berapa lama pemberian terapi selanjutnya yang diberikan pada penderita
TB MDR?
Pengobatan MDR-TB membutuhkan waktu minimal 18 bulan. Pasien
dengan MDR-TB mendapatkan secondline therapy yang meliputi
aminoglikosida, antibiotik kuinolon, sikloserin, dan kapreomisin.
Sayangnya, tingkat keberhasilan terapi MDR-TB ini hanya 48% dan perlu
ada upaya untuk meningkatkannya. (Katsuno dkk., 2015).
Note:
 Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TB MDR adalah TB
resistan obat terhadap minimal 2 obat anti TB  yang paling poten yaitu

24
Isoniazid dan Rifampisin secara bersama sama atau disertai resisten
terhadap obat anti TBC lini pertama lainnya seperti etambutol,
streptomisin dan pirazinamid.

4. Sementara itu Dr. A dan staf melakukan kunjungan sehat ke kediaman Tn B untuk
melihat bagaimana kondisi tempat tinggalnya dan keluarganya yang lain.
Pengamatan Dr.A kediaman Tn B kurang layak huni dan pada pemeriksaan
keluarga ini kemungkinan sudah tertular penyakit yang sama. Dr. A minta kepada
semua keluarga untuk diperiksa lebih lanjut (pemeriksaan sputum/gen expert) di
klinik Puskesmas.
a. Bagaimana pemeriksaan dari sputum/gen expert pada kasus?
PENGAMBILAN/PENGUMPULAN SPUTUM
1) Cucilah kedua tangan
2) Siapkan 3 buah pot sputum yang ideal
3) Berikan label identitas pasien yang jelas pada dinding pot sputum,
yaitu nama, jenis kelamin, umur. Tempelkan label pada dinding pot
sputum, jangan pada tutupnya.
4) Persilahkan pasien untuk duduk, berikan informasi kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan atas
tindakan yang akan dilakukan
5) Jelaskan kepada pasien bahwa sputum akan diambil sebanyak 3 kali
(SPS), sesuai dengan jumlah tabung yang disiapkan. Jelaskan kepada
pasien untuk tidak makan, minum atau merokok sebelum sputum
besok pagi (P) dibatukkan, dan jelaskan tentang kemungkinan hasil
yang akan diperoleh.
6) Pemeriksa pakai handscoen dan masker
7) Minta pasien untuk membatukkan sputum di ruang terbuka dan
mendapat sinar matahari langsung atau ruangan dengan ventilasi
yang baik, dan berada jauh dari orang sekitar untuk mencegah
penularan kuman TB

25
8) Beri petunjuk pada pasien:
 Berkumur dengan air (jangan ditelan) sebelum sputum
dikumpulkan untuk meminimalisir kontaminasi spesimen
oleh sisa makanan atau kotoran lain di dalam mulut.
 Bila pasien memakai gigi palsu, minta pasien untuk
melepaskannya
 Menarik napas panjang dan dalam sebanyak 2-3 kali dan
setiap kali hembuskan nafas dengan kuat.
 Membuka penutup pot sputum lalu dekatkan pada mulut
 Batuk secara dalam untuk mengeluarkan sputum (bukan air
liur) dari dalam dada ke dalam pot sputum.
 Mengulangi sampai mendapatkan sputum yang berkualitas
baik dan volume yang cukup (3-5 ml / 1 sendok teh)
 Segera tutup rapat tabung dengan cara memutar tutupnya,
kemudian masukkan ke dalam pembungkus atau kantong
plastik.
 Jika sputum sulit dikeluarkan, pasien diberi petunjuk untuk
melakukan olah raga ringan kemudian menarik napas dalam
beberapa kali. Apabila pasien merasa akan batuk, napas
ditahan selama mungkin lalu meminta pasien untuk batuk.
9) Ingatkan pasien untuk mengumpulkan sputum ke-2 setelah bangun
pagi keesokan hari dan datang lagi untuk membawa.
10) Minta pasien untuk minum air putih secukupnya pada malam hari
sebelum tidur sebagai persiapan untuk pengumpulan sputum ke-2
besok pagi. Jika dahak sulit dikeluarkan, meminta pasien menelan 1
tablet gliseril guaikolat 200 mg pada malam hari sebelum tidur
PENGIRIMAN SPUTUM
1) Pastikan pot sputum sudah memiliki label nama.

26
2) Pastikan sputum segera dikirim setelah pengumpulan sputum
(sebaiknya tidak lebih dari 24 jam). Selama pengiriman, sputum
disimpan dalam cool box
3) Beri parafilm (selotip) pada pinggir tutup pot untuk mencegah cairan
dahak keluar dari celah-celah tutup ulir
4) Masukkan ke dalam plastik (kotak)
5) Masukkan ke dalam cool box yang sudah berisi ice gel atau es batu.
6) Pastikan spesimen dalam posisi tegak tidak terbalik kemudian
menutup cool box.
7) Lepaskan sarung tangan dan masker dan membuangnya pada tempat
yang telah disediakan
8) Cuci kembali ke dua tangan

b. Apa saja syarat rumah layak huni?


Persyaratan kesehatan lingkungan rumah
1) Lokasi
a) Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran
sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah
gempa, dan sebagainya;
b) Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah atau bekas tambang;
c) Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah
kebakaran seperti alur pendaratan penerbangan.
2) Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari
gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan
sebagai berikut
a) Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;
b) Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3 ;
c) Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;

27
d) Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
e) Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
f) Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .
3) Kualitas Tanah
a) Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg;
b) Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg;
c) Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg;
d) Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg.
4) Sarana dan Prasarana Lingkungan
a) Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga
dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan;
b) Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vektor penyakit;
c) Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi
jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak
membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan
harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak
menyilaukan mata;
d) Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
e) Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kesehatan;
f) Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi
syarat kesehatan;
g) Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi,
tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan
lain sebagainya;
h) Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan
penghuninya;

28
i) Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
5) Vektor Penyakit
a) Indeks lalat dilingkungan perumahan harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan persyaratan perundang-undangan yang berlaku;
b) Indeks jentik nyamuk (angka bebas jentik) diperumahan tidak
melebihi 5%.
6) Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan
pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan
kelestarian alam.

Persyaratan kesehatan rumah tinggal


1) Bahan Bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total tidak lebih dari
150 µg m3 , asbestos kurang dari 0,5 fiber/m3 /jam, timah hitam
tidak melebihi 300 mg/kg bahan;
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2) Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis
sebagai berikut:
a) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci
kedap air dan mudah dibersihkan;
c) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan;
d) Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir;

29
e) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang
tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur,
ruang mandi dan ruang bermain anak;
f) Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
3) Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat
menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan
tidak menyilaukan.
4) Kualitas udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut:
a) Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C;
b) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%;
c) Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam;
d) Pertukaran udara (“air exchange rate”) 5 kaki kubik per menit per
penghuni;
e) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam;
f) Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3 .
5) Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%
dari luas lantai.
6) Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7) Penyediaan air bersih
a) Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari;
b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum sesuai dengan Permenkes 416 tahun 1990 dan
Permenkes 907 tahun 2002.
8) Sarana penyimpanan makanan

30
Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.
9) Limbah
a) Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b) Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak
menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air
tanah.
10) Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih
dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur
5 tahun.

5. Pada pemeriksaan semua keluaga Tn. B didapatkan dua anaknya juga terinfeksi
tuberculosis. Dr. A memberikan pengobatan kepada keduanya dengan paket TBC
juga diberikan penjelasan tentang pola hidup sehat untuk memutus mata rantai
TBC ini. Dr. A juga berkolaborasi dengan dinas terkait untuk juga membedah
rumah Tn. B supaya bisa layak huni dan sehat.
a. Bagaimana langkah pencegahan penularan TBC?
 Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
1) Penderita menutup mulut sewaktu batuk dan berdahak tidak
sembarangan
2) Vaksinasi BCG
3) Penyuluhan tentang penyakit TB
4) Isolasi, pemeriksaan orang-orang yang terinfeksi,
pengobatan TB
5) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan
yang ketat, ventilasi dan sinar matahari
6) Imunisasi BCG orang-orang kontak dan terdekat

31
7) Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi
seluruh anggota keluarga dengan rontgen positif, bila
negatif, perlu diulang tiap bulan selama 3 bulan
8) Obat diminum dengan tekun dan teratur, waktu 6 atau 12
bulan
 Tindakan Pencegahan
1) Status social act rendah  pendidikan kesehatan (edukasi)
2) Sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect
3) Pengobatan preventif dengan INH
4) Vaksin BCG, tuberculin test
5) Memberantas TBC pada pemerah air susu dan tukang
potong sapi, dan pasteurisasi air susu sapi
6) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis para
pekerja tambang, pekerja semen, dsb.
7) Pemeriksaan bakteriologis dahak orang dengan gejala
8) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada
kelompok berisiko tinggi, seperti para emigrant, orang
kontak, petugas rumah sakit, petugas/guru sekolah, petugas
foto rontgen
b. Pihak mana saja yang terkait dalam pembedahan rumah agar sesuai standar
layak huni dan sehat?
 Lembaga kebijakan pengadaan barang atau jasa pemerintah/LKPP
 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mengklaim program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS)
atau biasa disebut program bedah rumah 
c. Apakah perawatan yang diberikan pada Tn. B sudah sesuai prinsip etika
kedokteran?
Sudah, dikarenakan menerapkan 4 kaidah bioetik kedokteran yaitu:
1. Beneficence

32
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus
mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.
Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang
terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan
kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif
untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri
prinsip ini, yaitu;

 Mengutamakan Alturisme
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak
hanya menguntungkan seorang dokter
 Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
 Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
 Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang
baik seperti yang orang lain inginkan
 Memberi suatu resep
2. Non-malficence

Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang


dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan
memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri.
Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
 Menolong pasien emergensi
 Mengobati pasien yang luka
 Tidak membunuh pasien
 Tidak memandang pasien sebagai objek

33
 Melindungi pasien dari serangan
 Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Tidak melakukan White Collar Crime
3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter


memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan
kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan
politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan,
dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :

 Memberlakukan segala sesuatu secara universal


 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan
 Menghargai hak sehat pasien
 Menghargai hak hukum pasien
4. Autonomy

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia.


Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai
hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak
untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy
bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan
membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-
ciri:

 Menghargai hak menentukan nasib sendiri


 Berterus terang menghargai privasi
 Menjaga rahasia pasien

34
 Melaksanakan Informed Consent

1.

35
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

Learning What I What I Don’t What I Have


How I Learn
Iassues Know Know to Prove
Definisi,
Klasifikasi,
Tatalaksana,
Patofisiologi,
TBC (WAJIB) - -
Patogenesis,
Edukasi dan
Pencegahan,
SKDI
Definisi, Jurnal,
Klasifikasi, textbook,
Tatalaksana, internet, IT
MDR (Multi
Patofisiologi,
Drug - -
Patogenesis,
Resistance)
Edukasi dan
Pencegahan,
SKDI
Bioetik Definisi,
- -
Kedokteran Klasifikasi

36
V. Kerangka Konsep

37
VI. Sintesis

38
VII.Kesimpulan
Tn B, 50 tahun, mengalami TB MDR lalu dirujuk ke FKTL kemudian dilakukan
kunjungan sehat oleh dokter dari puskesmas untuk melakukan pengobatan dan
perawatan secara komprehensif dengan menerapkan kaidah bioetik dokter
(autonomy, beneficence, non maleficence, dan justice)

39
DAFTAR PUSTAKA

40

Anda mungkin juga menyukai