Anda di halaman 1dari 47

Join Confre

Post optimal Debulking atas Indikasi Ca Ovarium


Stadium Lanjut Dengan Hasil PA Benign Cyst
Teratoma Ovarii Pada Pasien Usia 31 Tahun

UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh :

dr. Herti Marni


Peserta PPDS OBGYN

Pembimbing :
dr. H. Ariadi, Sp. OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2019

i
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNAND/RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

LEMBARAN PENGESAHAN PENELITIAN

Nama : HERTI MARNI

Semester : 6 (ENAM) PPDS OBGYN

Telah menyelesaikan Join Confre yang berjudul “Post optimal Debulking atas Indikasi
Ca Ovarium Stadium Lanjut Dengan Hasil PA Benign Cyst Teratoma Ovarii Pada
Pasien Usia 31 Tahun

Padang, 10 Juni 2019

Peserta PPDS 0
Mengetahui/Menyetujui Pembimbing Obstetri & Ginekologi

dr. H. Ariadi, SpOG dr. Herti Marni

Mengetahui
KPS PPDS OBGYN
FK UNAND RSUP Dr. M. Djamil Padang

dr. H. Syahredi SA, Sp. OG(K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………….…………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN …….………………………………………. ii

DAFTAR ISI …………………….………………………………………… iii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………… iv

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... v

BAB I PENDAHULUAN ……….………………………………………… 1

BAB II LAPORAN KASUS…….………………………………………… 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ….…………………………………….. 22

3.1 Definisi Tumor Ovarium…........................................................ 22

3.2 Epidemiologi Tumor Ovarium………………………………... 22

3.3 Patogenesis Tumor Ovarium …………………………………. 23

3.4 Klasifikasi Tumor Ovarium …………………………………... 24

3.5 Faktor Resiko Tumor Ovarium ……………………………………… 26

3.6 Gambaran Klinis Tumor Ovarium ………………………………….. 28

3.7 Diagnosa Tumor Ovarium …………………………………………... 29

3.8 Tatalaksana Tumor Ovarium ………………………………………… 33

3.9 Komplikasi dan Prognosis Tumor Ovarium …………………………. 39

BAB IV DISKUSI …………………………………………………………….. 41


DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi Tumor Ovarium 25


Tabel 3.2 Indikasi untuk Asesmen Kanker Ovarium Genetik dan Konseling Genetik 29

Tabel 3.3 Evaluasi Massa Abdomen pada Pemeriksaan Fisik 30

Tabel 3.4.Hasil USG pada Pasien dengan Massa Pelvis 33

Tabel 3.5 Stadium Karsinoma Ovarium 33

Tabel 3.6 Pemberian Kemoterapi berdasarkan Kondisi Klinis 37


Tabel 3.7 Clinical Endpoints pada Evaluasi Respon Kemoterapi 39
Tabel 3.8 Five-year Survival Rate berdasarkan Stadium dan Jenis Tumor 41

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Pembagian Tumor Ovarium berdasarkan Asalnya 27

Gambar 3.2 Laparoskopi dengan Massa pada ovarium yang besar (M), uterus normal (U) dan
ovarium (O) 33

Gambar 3.3 Evaluasi dan Manajemen Kanker Ovarium 34

Gambar 3.4 Diagram Siklus Sel 36

Gambar 3.5 Kurva Pertumbuhan Gompartzian 38

v
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor ovarium adalah suatu jaringan baru yang bersifat abnormal yang terbentuk pada

ovarium dan mempunyai bentuk serta sifat yang berbeda dari sel jaringan aslinya. hal ini

disebabkan karena adanya proliferasi dan diferensiasi yang abnormal dari sel pada ovarium

akibat adanya mutasi gen yang mengatur proliferasi sel tersebut. Tumor ovarium dapat bersifat

jinak maupun ganas.1,2

Terdapat berbagai macam jenis tumor jinak dan tumor ganas ovarium yang masing-

masing memiliki karakterisitik tersendiri. Tumor ovarium merupakan neoplasma yang paling

sering terjadi pada wanita dengan insidensi 80% tumor jinak dan sisanya tumor ganas ovarium.

tumor ganas ovarium memiliki angka kematian yang tinggi dan mencapai urutan kelima dari

seluruh tumor ganas yang menyebabkan kematian dan merupakan tumor ganas ginekologi

dengan angka kematian tertinggi. .1

Menurut data 25% dari seluruh keganasan ginekologi merupakan tumor ganas ovarium

dengan kasus baru sekitar 22.280 kasus pertahun dan bertanggungjawab 50% akan kematian

pada penderita kanker ginekologi dan hanya memiliki five-year survival rate sekitar 46%.1

Rata-rata 1 dari 70 wanita mederita karsinoma ovarium selama hidupnya dan 1 dari 95

meninggal akibat kanker ovarium yang invasive dengan usia rata-rata diagnosis adalah 63 tahun

dengan dua per tiga wanita berusia di atas 55 tahun pada saat diagnosis. kanker ovarium

herediter biasanya terjadi pada wanita yang rata-rata 10 tahun lebih muda dari penderita kanker

ovarium non herediter. kanker ovarium nonepitel lebih sering terjadi pada anak perempuan dan

wanita muda dan adanya sedikit peningkatan frekuensi pada wanita ras Kaukasia dibandingkan

dengan kejadian pada wanita Hispanik, Asia, Afrika dan Amerika1

vi
BAB II

vii
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Name : Nn. GPS

Umur : 31 tahun

MR No. : 01.04.43.83

Tanggal Masuk : 25 Maret 2019

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Alamat : Pasaman Sumatera Barat

KELUHAN UTAMA :
Seorang pasien usia 31 thun masuk ZGL kebidanan RSUP DR M Djamil kiriman dari poliklinik
Onkologi Ginekologi RSUP DR M Djamil Padang tanggal 25 Maret 2019 pukul 15.00 wib
dengan D/ NOK Susp. Malignancy pro laparotomi

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


 Perut terasa membesar sejak 9 bulan yang lalu, awalnya sebesar bola kasti, makin lama
makin membesar hingga sebesar kepala bayi.

 Nyeri di perut tidak ada.

 Keluar darah dari kemaluan di luar siklus haid tidak ada

 Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan menurun (+)

 Riwayat penurunan berat badan (+) 5kg sejak 2 bulan yang lalu.

 BAB dan BAK tidak ada keluhan

 Riwayat menstruasi : menarche usia 13 tahun


, siklus haid 1x sebulan, lama haid 5-7 hari,
ganti duk 3-4 kali sehari. Nyeri haid tidak ada.

 Pasien menikah, anak tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

viii
Tidak pernah menderita penyakit hati, jantung, ginjal, Diabetes Mellitus, Hipertensi, Alergi

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular, kejiwaan, psikologis pada keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan

RIWAYAT KEBIASAAN,SOSIAL DAN EKONOMI

Riwayat Pernikahan : Menikah 1x tahun 2002, sedah bercerai sekitar 7 tahun yang
lalu

Riwayat hamil/ abortus/ persalinan : 0/0/0

Riwayat Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), obat-obatan (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 120/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 84x/menit

Frekuensi Nafas : 21x/menit

Suhu : 36,5’C

Berat Badan : 50 kg

Tinggi Badan : 155 cm

BMI : 20,83 kg/m2 (normoweight)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak tampak pembesaran kelenjer tiroid.

Dada : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Status Obstetrikus

ix
Genitalia : Status Obstetrikus

Extremity : Oedema -/-, CRT<2”

STATUS OBSTETRIKUS

Abdomen

I : Tampak membuncit, sikatrik (-)

Pa : Teraba massa kistik dengan permukaan tidak rata, terfiksir, ukuran sebesar bola
volley.

Perk : Pekak diatas massa

Ausk : BU (+) N

Genitalia : I : V/U normal, PPV (-)

Inspekulo dan VT Bimanual tidak dilakukan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

02/5/2019

PARAMETER HASIL NILAI NORMAL


Hemoglobin 10,7 gr/dl 12-14
Leucocyte 15.190 /mm3 5.000 – 10.000
Hematocrit 34% 37 – 43
Trombocyte 395.000/mm3 150.000 – 400.000
APTT 12,9 sec 10 – 13,6
PT 42,7 sec 29,2 – 39,4

Cloride 105 mmol/L 97 – 111


Calcium 8,4 mg/dl 8,1-10,4
Natrium 135 mmol/L 136-145

x
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,1
Glucose 106 mg/dl <200

Ureum 9 mg/dL 15-40

Creatinin 0,6 mg/Dl 0,6 – 1,2

Total Protein 8,5 mg/Dl 6–7

Albumin 3,7 g/dL 3,5 – 5,2

Globulin 4,8 g/Dl 1,3-2,7

SGOT 14 u/L 0 – 31

SGPT 7 u/L 0 – 34

AFP 2,08 0,7355-7,526

CEA 17,48 0-5

Ca-125 254,6 0-35

Anti HIV Non reaktif

HbsAg Non reaktif

xi
ULTRASONOGRAFI :

xii
INTERPRETASI USG :

Uterus AF ukuran 7,05 x 6,25 x 4,7 cm EL (+)

xiii
Tampak gambaran massa hipoechoic inhomogen dengan bagian hiperechoic ukuran >
15,83x10,17cm septum (+) >4mm, papil (+) > 4, asites (+), vaskularisasi (+)

Ginjal kiri dan kanan tidak ada kelainan

Kesan :

Susp. Tumor ganas ovarium IOTA Rule I

RMI :

U X M X CA 125

3 X 1 X 254,6

763,8

HIGH RISK OF MALIGNANCY

xiv
CT SCAN ABDOMEN PELVIS

CT Scan Kesan :

Sugestif suatu teratoma dengan susp. Hernia umbilical DD/ Perluasan Massa

xv
Hasil konsul antar bagian di Poli

• Konsul Jantung

D/ NOK suspek malignancy pro laparotomi

EF 60% LVH

Risiko kardiovaskuler risiko perioperative 0,9% (resiko sedang)

• Konsul IPD

A/ NOK suspek malignancy pro laparotomi

Kesimpulan: Saat ini dapat dilakukan tindakan operasi dalam narkose dengan risiko:

- Kardiovaskuler : Sedang

- Pulmoner : Ringan

- Metabolik : Ringan

- Faal hemostasis: Stabil

DIAGNOSIS

P0H0 + Neoplasma Ovarium Kistik suspek malignancy

xvi
SIKAP

Kontrol KU, VS

Informed concent

Crossmatch PRC 4 unit, FFP 2 unit  persiapan op

PLAN

Laparotomi (29/4/2019)

29/4/2019

Dilakukan laparotomi

Setelah peritoneum terbuka tampak masa berwarna putih keabuan dengan permukaan tidak rata,
ukuran sebesar bola voli, perlengketan dengan omentum (+), asites (+)

Kesan : Ca ovarium stadium lanjut

Rencana optimal debulking

Perdarahan selama operasi 1000 cc , Transfusi PRC 2 unit introp

Jaringan di PA kan

DIAGNOSIS :

Post oprtimal debulking a.i ca ovarium stadium lanjut

SIKAP :

- Awasi KU, VS pasca tindakan

- IVFD RL 500cc / 8jam

- Transfusi PRC 2 unit, FFP 2 unit

- Cek labor post transfuse 6 jam

xvii
MANAJEMEN :

Kontrol KU, VS, Balance cairan

Rawat HCU Kebidanan

Inj. Ceftriaxone 2x 1gr

IVFD RL 28tpm

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Pronalgess sup K/P

LAB POST OP :

Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 11,6 g/dl 12 - 16

Leukosit 15.980 /mm3 5000 - 10.000

Trombosit 363.000 /mm3 150.000 – 400.000

Hematokrit 38 % 37 – 43

FOTO OPERASI :

xviii
xix
FOLLOWUP :

27/4/2019, pukul 06.00 WIB

S/ Nyeri luka post op (-)

Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-),

O/

KU Kes TD Nd Nf T

Sdg CMC 120/80 84 20 Af

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Abdomen : luka post op tertutup verban, luka baik

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

Urine catheter : 200cc / 3Jam Kuning jernih

A/ Post optimal debulking a.i ca ovarium stadium lanjut

Post op 1hari

xx
P/ Perawatan post op

Aff infus

Pindah ZGL kebidanan

I/ Kontrol KU, VS, akut abdomen

Inj. Asam tranexamat 3x500 mg

Inj. Ceftriaxon 2x1gr (IV)

Inf. Metronidazol 3x500mg (IV)

Paracetamol 3x500 mg

Sulfas ferossus 2x180 mg

28/4/2019, pukul 06.00 WIB

S/ Nyeri luka post op (-)

Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-),

O/

KU Kes TD Nd Nf T

Sdg CMC 120/80 84 20 Af

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Abdomen : luka post op tertutup verban

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

Urine catheter : 250cc / 3Jam Kuning jernih

A/ Post optimal debulking a.i ca ovarium stadium lanjut

Post op 2hari

P/ Perawatan post op

I/ Kontrol KU, VS, akut abdomen

Inj. Ceftriaxon 2x1gr (IV)

xxi
Paracetamol 3x500 mg

Sulfas ferossus 2x180 mg

29/4/2019, pukul 06.00 WIB

S/ Nyeri luka post op (-)

Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-),

O/

KU Kes TD Nd Nf T

Sdg CMC 110/80 88 22 Af

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Abdomen : luka post op tertutup verban  ganti verban  luka tenang

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

Urine catheter : 250cc / 3Jam Kuning jernih

A/ Post optimal debulking a.i ca ovarium stadium lanjut

Post op 3 hari

P/ Perawatan post op

Aff kateter

I/ Kontrol KU, VS, akut abdomen

Cefixime 2x200mg

Paracetamol 3x500 mg

Sulfas ferossus 2x180 mg

30/4/2019, pukul 06.00 WIB

S/ Nyeri luka post op (-)

Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-),

O/

KU Kes TD Nd Nf T

xxii
Sdg CMC 110/80 88 22 Af

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Abdomen : luka post op tertutup verban

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

A/ Post optimal debulking a.i ca ovarium stadium lanjut

Post op 4 hari

P/ Perawatan post op

I/ Kontrol KU, VS, akut abdomen

Cefixime 2x200mg

Paracetamol 3x500 mg

Sulfas ferossus 2x180 mg

Rencana Pulang

HASIL PA

BENIGN CYST TERATOMA OVARIUM KANAN DAN KIRI

LEIOMIOMA UTERI

NABOTIAN CYST

CERVICITIS KRONIS

xxiii
xxiv
xxv
xxvi
BAB III

xxvii
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Tumor Ovarium

Tumor ovarium adalah suatu jaringan baru yang bersifat abnormal yang terbentuk pada

ovarium dan mempunyai bentuk serta sifat yang berbeda dari sel jaringan aslinya. hal ini

disebabkan karena adanya proliferasi dan diferensiasi yang abnormal dari sel pada ovarium

akibat adanya mutasi gen yang mengatur proliferasi sel tersebut. Tumor ovarium dapat bersifat

jinak maupun ganas.1,2

Tumor ganas ovarium merupakan pertumbuhan langsung dari sel-sel ganas ovarium

dan metastasis dapat meluas melalui sirkulasi dari cairan peritoneum. penyebaran secara

limfatik juga dapat terjadi ke pelvis retroperitoneal dan kelenjar getah bening para-aorta.

penyebaran yang lebih jarang ke paru-paru dan otak merupakan penyebaran yang terjadi secara

hematogen. 1

3.2 Epidemiologi Tumor Ovarium

Terdapat berbagai macam jenis tumor jinak dan tumor ganas ovarium yang masing-

masing memiliki karakterisitik tersendiri. Tumor ovarium merupakan neoplasma yang paling

sering terjadi pada wanita dengan insidensi 80% tumor jinak dan sisanya tumor ganas ovarium.

tumor ganas ovarium memiliki angka kematian yang tinggi dan mencapai urutan kelima dari

seluruh tumor ganas yang menyebabkan kematian dan merupakan tumor ganas ginekologi

dengan angka kematian tertinggi. .1

Sekitar 25% dari seluruh keganasan ginekologi merupakan tumor ganas ovarium

dengan kasus baru sekitar 22.280 kasus pertahun dan bertanggungjawab 50% akan kematian

pada penderita kanker ginekologi dan hanya memiliki five-year survival rate sekitar 46%.1

Rata-rata 1 dari 70 wanita mederita karsinoma ovarium selama hidupnya dan 1 dari 95

meninggal akibat kanker ovarium yang invasive dengan usia rata-rata diagnosis adalah 63 tahun

dengan dua per tiga wanita berusia di atas 55 tahun pada saat diagnosis. kanker ovarium

xxviii
herediter biasanya terjadi pada wanita yang rata-rata 10 tahun lebih muda dari penderita kanker

ovarium non herediter. kanker ovarium nonepitel lebih sering terjadi pada anak perempuan dan

wanita muda dan adanya sedikit peningkatan frekuensi pada wanita ras Kaukasia dibandingkan

dengan kejadian pada wanita Hispanik, Asia, Afrika dan Amerika1

3.3 Patogenesis Tumor Ovarium

Tumor ovarium berhubungan dengan 3 komponen dari ovarium; yaitu permukaan

epitel, germ cell ovarium, atau stroma ovarium. 65% dari semua tumor oovarium dan 90% dari

semua tumor ganas ovarium merupakan tumor epitel pada kapsul ovari. Kanker ovarium yang

merupakan metastasis dari tumor primer lain sekitar 5%-10% dan biasanya berasal dari traktus

gastrointestinal yang dikenal sebagai tumor Krunkenberg, atau tumor primer yang berasal dari

payudara dan endometrium dengan komponen kistik dan ukuran yang bervarias i.1,4

Meskipun penyebab dari karsinoma ovarium masih belum jelas namun dugaan akan

adanya transformasi ganas dari jaringan ovarium dalam ovulasi yang lama. Ovulasi yang

mengganggu epitel ovarium dan mengaktifkan mekanisme perbaikan sel. Ovulasi yang terjadi

dalam waktu lama dapat menghapus dan mutasi dari gen somatic selama proses perbaikan sel,

dan adanya teori bahwa kanker ovarium serosa berasal dari tuba fallopi distal. 1

Sekitar 10%-15% wanita dengan kanker ovarium memiliki faktor genetik. pasien

dengan mutasi pada gen BRCA1 memiliki 85% kemungkinan terkena kanker payudara dan

30%-50% kemungkinan terkena kanker ovarium. Proporsi yang lebih kecil dari pasien dengan

mutasi gen BRCA2 juga memiliki peningkatan resiko kanker ovarium sebanyak 25%. Pasien

dengan sindrom Lynch II (kanker kolorektal nonpolyposis herediter atau HNPCC) memiliki

resiko genetik ovarium, kolorektal, ginjal, endometrium, lambung dan usus kecil yang tinggi. 1

Metastasis tumor dapat meluas melalui sirkulasi dari cairan peritoneum. penyebaran

secara limfatik juga dapat terjadi ke pelvis retroperitoneal dan kelenjar getah bening para-aorta.

Banyak kasus tumor ovarium ini yang mengalami relaps dan metastasis ke peritoneal lebih dari

xxix
satu kali relaps. Penyebaran yang lebih jarang ke paru-paru dan otak merupakan penyebaran

yang terjadi secara hematogen. Penyebaran tumor intaperitoneal dapat menyebabkan akumulasi

asites di abdomen dan tumor menyebar ke usus yang dapat menyebabkan obstruksi usus

intermitten atau ileus karsinomatosa. kondisi ini dapat menyebabkan malnutrisi, kakeksia dan

kematian1,3

3.4 Klasifikasi Tumor Ovarium

Klasifikasi tumor jinak dan ganas ovarium sebagai berikut:


Tabel 3.1 Klasifikasi Tumor Ovarium1
Epithelial tumours
Serous tumours
Serous cystadenoma
Borderline serous tumours
Serous cystadenocarcinoma
Adenofibroma
Cystadenofibroma
Mucinous tumours
Mucinous cystadenoma
Borderline mucinous tumours
Mucinous cystadenocarcinoma
Endometrioid carcinoma
Clear cell adenocarcinoma
Brenner tumours
Undifferentiated tumours
Germ cell tumours
Teratoma
Benign (mature, adult)
Cystic teratoma (dermoid cyst)
Solid teratoma
Malignant (immature)
Monodermal or specialized (e.g., carcinoid, struma ovarii) Dysgerminoma
Endodermal sinus tumours
Choriocarcinoma
Emryonal carcinoma
Polyemryoma
Mixed germ-cell tumours
Sex cord-stromal tumours
Granulosa-theca cell tumours
Granulosa cell tumours
Thecoma
Fibroma
Sertoli-Leydig cell tumours(androblastoma)
Gonadoblastoma
Unclassified
Ex. lipoid-cell tumours and sarcomas
Metastatic tumours

xxx
Ex. from GI tract, female genital tract, or breast

Gambar 3.1 Pembagian Tumor Ovarium berdasarkan Asalnya1

3.5 Faktor Resiko Tumor Ovarium

xxxi
Wanita dengan riwayat kanker ovarium pada keluarga memiliki resiko kanker ovarium

yang meningkat secara signifikan (5%-15%), hal ini termasuk 10%-15% wanita dengan kanker

ovarium yang memiliki faktor genetic. pasien dengan mutasi pada gen BRCA1 (30%-70%),

gen BRCA2 (10%-30%) dan sindrom Lynch II/HNPCC (10%-50%). wanita dengan riwayat

pribadi kanker payudra memiliki peningkatan dua kali lipat dalam kejadian kanker ovarium.

Berikut faktor-fakto resiko tumor ovarium:1

1. Riwayat kanker ovarium pada keluarga

2. Riwayat menderita tumor/kanker payudara atau ovarium pada keluarga

3. Riwayat menderita tumor/kanker payudara sebelumnya

4. Usia tua

5. Menarche dini (<12 tahun)

6. Infertilitas

7. Nulipara

8. Late-onset Menopouse (>50 tahun)

9. Obesitas (IMT >30)

Mekanisme kanker ovarium dianggap terkait dengan mutasi yang terjadi selama

ovulasi, wanita dengan riwayat ovulasi jangka panjang yang tidak terputus (menarche dini,

infertilitas, nuliparitas, menunda kelahiran anak, dan menopause onset lambat) berisiko lebih

tinggi untuk mengalami kanker ovarium, hal ini juga berlaku pada bertambahnya usia dengan

50% dari seluruh wanita yang didiagnosis dengan kanker ovarium rata-rata berusia 63 tahun

atau lebih. Selain itu terdapat berbagai macam faktor yang berhubungan dengan rekurensi dari

kejadian tumor ovarium. Pada sebuah penelitian dilakukan analisa univariat dan ditemukan

adanya hubungan antara rekuren dan beberapa faktor, meliputi stadium penyakit, penyebaran

ke peritoneal, level CA125, histologi serosa, mempertahankan fertilitas, dan konservasi

xxxii
ovarium. Pada analisis regresi multivariat, mempertahankan fertilitas (HR = 2,57; 95% CI 1,1-

6; p=0,029) dan stadium lanjut (HR=4,q5; 95% CI 2,3-7,6; p<0,001) yang ditemukan

berhubungan secara indipenden terhadap rekurensi.1,3

Tabel 3.2 Indikasi untuk Asesmen Kanker Ovarium Genetik dan Konseling Genetik5

3.6 Gambaran Klinis Tumor Ovarium

Pasien yang didiagnosis dengan kanker ovarium sering tidak menunjukkan gejala atau

memiliki keluhan yang tidak jelas dan tidak spesifik sampai penyakit tersebut berkembang ke

stadium lanjut. beberapa pasien dapat mengalami rasa nyeri pada perut bagian bawah yang tidak

jelas, distensi abdomen, kembung dan rasa kenyang dini. ketika tumor berkembang, gejala-

gejala lain dapat berkembang pula termasuk pada sistem gastrointestinal seperti mual, anoreksia

dan gangguan pencernaan, kemudian adanya keluhan lain pada frekuensi berkemih, adanya

xxxiii
disuria dan tekanan pada pelvis. Asites dapat ditemukan pada tahap lanjut dan menyebabkan

sesak nafas sekunder akibat adanya efusi pleura. hernia ventral juga dapat ditemukan karena

adanya peningkatan dari tekanan intraabdomen.1

Saat tumor berkembang, temuan utama pada penyakit ini adalah pada pemeriksaan

adanya massa pada pelvis yang solid, terfiksir dan ireguler yang dapat meluas ke abdomen

bagian atas dan munculnya asites. metastasis kanker ovarium ke umbilikus (Suster Mary Joseph

Nodule) dengan massa yang keras yang ditemukan saat pemeriksaan dapat menunjukkan

adanya tanda keganasan dan perkembangan lanjut maupun kekambuhan.1

Gejala awal yang dapat muncul adalah adanya rasa kembung, cepat kenyang,

dyspepsia, nyeri abdomen, nyeri panggul. Gejala lanjutan yang kemudian muncul adalah nyeri

punggung, frekuensi/urgensi buang air kecil, konstipasi, kelelahan, dispareunia dan perubahan

menstruasi.1

Tabel 3.3 Evaluasi Massa Abdomen pada Pemeriksaan Fisik1

Jinak Ganas
Mobilitas Mobile Terfiksir
Konsistensi Kistik Padat
Permukaan Licin Ireguler
Bilateral atau Unilateral Unilateral Bilateral

3.7 Diagnosa Tumor Ovarium

Dengan melakukan pemeriksaan secara sistematis, tanda yang paling penting untuk

penyakit ini adalah ditemukannya massa pada daerah pelvis. Bila tumor tersebut padat,

bentuknya irreguler dan terfiksir di dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian

atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

Penegakkan diagnosa pada tumor ovarium dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :1,2

1. Anamnesa

a. Keluhan klinik kista ovarii ringan karena besarnya tumor.

xxxiv
b. Keluhan mendadak akibat komplikasi kista ovarii.

2. Pemeriksaan fisik :

a. Fisik umum sebagai tanda vitalnya.

b. Pemeriksaan palpasi : Teraba tumor di abdomen, bentuk kista atau padat,

terfiksir atau bergerak, terasa nyeri atau tidak.

c. Pemeriksaan dalam : Letak tumor apakah melekat dengan uterus,

mobilitas dan konsistensinya.

d. Spekulum : Melihat serviks dilakukan biopsi ataupun pap smear,

melakukan sondese, dibedakan antara mioma uteri dan

solid ovarial tumor.

e. Pemeriksaan rektal : Memberikan konfirmasi jelas tentang keberadaan

tumor.

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Ultrasonografi : Membedakan kista dengan tumor solid ovarium atau

mioma uteri, dipergunakan sebagai penuntun

parasentesis-pengambilan cairan asites untuk sitologi.

b. Laparoskopi : Memastikan hubungan kista dengan sekitarnya,

untuk tindakan operasi laparoskopinya, terdapat

perlekatan berat maka dilakukan laparotomi sehingga

lapangan pandangan terlihat lebih jelas.

c. Foto thorak : Menetapkan plural effusion sebagai bagian sindrom

Meig atau bersifat tersendiri.

d. Tumor marker CA-125 : Pada dugaan tumor ovarium dengan keadaan tanpa

gejala dan keluhan maka dilakukan pemeriksaan

tumor marker

USG abdomen merupakan alat diagnostik utama untuk melihat massa adneksa dan

untuk membedakan tumor jinak dengan ganas. CT-scan dan MRI dapat membantu penegakkan

xxxv
diagnosis dalam melihat penyebaran tumor serta membedakan antara kanker primer dengan

sekunder. Barium enema dan pielografi intravena sangat membantu dalam mencari metasatasis

dari gastrointestinal dan saluran urogenital. biomarker CA125 tidak direkomendasikan untuk

evaluasi rutin pada massa pelvis yang tidak terdiagnosis.1

Salah satu teknologi baru yang dapat digunakan untuk membedakan antara tumor

primer dengan metastasis tumor ovarium adalah Teknik 3D power Doppler yang baru dengan

menggunakan sumber cahaya yang dapat diatur menghasilkan kemampuan untuk mencipatakan

cahaya dan efek bayangan, dan meningkatkan kedalaman persepsi untuk gambaran 3D dari

aliran darah. Mode bayangan HD live merupakan teknologi baru menggambarkan fetus dan

plasenta dengan kejernihan vitreous-like, dan struktur internal bisa dilihat secara jelas, mirip

dengan teknologi Holographic, unutk itu dapat memfasilitasi visualisasi dari pembuluh darah,

menunjukkan dimensi, dan hubungan antara pembuluh darah. Doppler konvensional 2D

menunjukkan kumpulan vaskularisasi dan pada kasus tumor Krukenberg menujukkan

pembuluh darah utama dengan tree-shaped structure mempenetrasi dari perifer ke bagian

sentral.4

Gambar 3.2 Laparoskopi dengan Massa pada ovarium yang besar (M), uterus normal (U) dan
ovarium (O)
Tabel 3.4.Hasil USG pada Pasien dengan Massa Pelvis1
Benign Malignant

Size <8 cm >8 cm


Consistency Cystic and solid Solid or cystic and solid
Solid components Not present Nodular, papillary
Septations Not present or singular Multilocular thick (>2 mm)
Doppler flow Not present Present in solid component
Unilateral or Bilateral Unilateral Bilateral
Associated Calcification, especially Teeth Ascites, peritoneal masses,
features lymphadenopathy

xxxvi
Tumor marker yang dapat digunakan sesuai dengan jenis tumor yaitu C-125, α-

fetoprotein (AFP), lactate dehydrogenase (LDH), dan Human chorionic gonadotropins

(hCG).1

Tabel 3.5 Stadium Karsinoma Ovarium1

Stage I: Growth limited to the ovaries


Ia—one ovary involved
Ib—both ovaries involved
Ic—Ia or Ib and ovarian surface tumor, ruptured capsule, malignant ascites, or
peritoneal cytology positive for malignant cells
Stage II: Disease extension from the ovary to the pelvis
IIa—extension to the uterus or fallopian tube
IIb—extension to other pelvic tissues
IIc—IIa or IIb and ovarian surface tumor, ruptured capsule, malignant ascites, or peritoneal
cytology positive for malignant cells
Stage III: Disease extension to the abdominal cavity
IIIa—abdominal peritoneal surfaces with microscopic metastases
IIIb—tumor metastases >2 cm in size
IIIc—tumor metastases >2 cm in size or metastatic disease in the pelvic, para-aortic, or inguinal
lymph nodes
Stage IV: Distant metastatic disease
Malignant pleural effusion
Pulmonary parenchymal metastases
Liver or splenic parenchymal metastases (not surface implants)
Metastases to the supraclavicular lymph nodes or skin

3.8 Tatalaksana Tumor Ovarium

xxxvii
Gambar 3.3 Evaluasi dan Manajemen Kanker Ovarium5

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan tatalaksana utama untuk tumor sel epitel, termasuk

TAHBSO, omentektomi, cytoreduction atau “debulking” dan pengambilan sampel

kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta. Tujuan dilakukannya debulking adalah

untuk tidak menyisakan tumor yang terlihat atau nodul tumor yang tidak lebih dari 1

cm. Apabila tercapai, maka pasien dikatakan telah dilakukan debulking optimal,

apabila debulking optimal tidak tercapai, maka kemungkinan terjadinya rekurensi atau

persisten yang lebih besar, selain itu tindakan pembedahan lain seperti biopsy

peritoneal dan limpadenektomi dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur staging.1,3

Wanita dengan tumor germ-cell yang jinak seperti teratoma matur (kista

dermoid) didiagnosis dan diterapi dengan mengangkat bagian ovarium yang

xxxviii
mengandung tumor (ovarium cystectomy) atau dengan mengangkat seluruh ovarium

(ooforektomi). Pembedahan biasanya terbatas pada salpingooforektomi unilateral jika

kesuburan masih diinginkan. Namun pembedahan komplit harus dilakukan apabila

persalinan selesai atau kanker yang memerlukan histerektomi abdominal total dan

bilateral salfingooforektomi (TAH/BSO) sesuai dengan stadium pembedahan.1

Sebagian besar tumor sex cord-stromal cell adalah lesi tingkat rendah,

unilateral dan jarang mengalami rekurensi, tatalaksana yang biasa dilakukan adalah

salpingooforektomi unilateral.1 Namun pada beberapa penelitian terapi bedah dalam

mempertahankan kehamilan dapat meningkatkan resiko relaps, untuk itu perlu follow

up jangka panjang yang konsisten.3

2. Kemoterapi

Pada dasarnya, massa tumor secara progressif membutuhkan waktu lebih lama

dua kali lipat saat membesar. Ketika kanker bersifat mikroskopis dan tidak dapat

dipalpasi, pertumbuhan bersifat eksponensial. namun ketika tumor membesar, jumlah

selnya yang mengalami replikasi menurun karena keterbatasan suplai darah dan

meningkatnya tekanan interstitial.2

xxxix
Gambar 3.4 Diagram Siklus Sel2

Tabel 3.6 Pemberian Kemoterapi berdasarkan Kondisi Klinis2

Categories Gynecologic Oncology Examples


Induction Metastatic gestational trophoblastic
neoplasia
Adjuvant Platinum-based chemotherapy for advanced
ovarian cancer after surgical debulking
Neoadjuvant Primary platinum-based chemotherapy for
advanced ovarian cancer that is initially
unresectable
Consolidation Paclitaxel or bevacizumab for advanced
ovarian cancer in remission
Salvage Recurrent or persistent gynecologic cancer
not amenable to curative surgery or radiation

xl
Ketika tumor berada dalam fase eksponensial dari pertumbuhan Gompertzian,

maka tumor akan lebih sensitif terhadap kemoterapi karena presentase sel yang lebih

besar berada dalam fase aktif dari siklus sel, oleh karena itu metastasis harus lebih

sensitif terhadap kemoterapi daripada tumor primer. untuk mencapai manfaat yang

potensial ini, kanker ovarium lanjut biasanya pertama kali ditatalaksana dengan

pembedahan untuk mengangkat tumor primer dan menghilangkan massa yang besar,

dan hanya menyisakan residual mikroskopis untuk diterapi dengan kemoterapi ajuvan.

Selain itu, massa tumor akan menyusut sebagai respon terhadap pengobatan. Tumor

dengan jumlah sel yang lebih besar akan memasuki fase aktif dari siklus sel untuk

mempercepat pertumbuhan dan kemoterapi juga akan meningkat sensitivitasnya

terhadap sel-sel yang bereplikasi.2

Gambar 3.5 Kurva


Pertumbuhan Gompartzian2
Setelah tindakan pembedahan, kanker ovarium epithelial dapat diobati dengan

kemoterapi kombinasi, paling umum carboplatin intravena dan paclitaxel (Taxol) atau

docetaxel (Taxotere). Pasien dengan debulking optimal dapat diberikan kemoterapi

cisplatin dan pacliyaxel intraperitoneal bersama dengan kemoterapi intravena, yang

tidak hanya meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan, tetapi juga

xli
memiliki lebih banyak efek samping daripada kemoterapi intravena tradisional. Tumor

marker C1-125 dan CT-scan paling banyak digunakan untuk mengevaluasi tingkat

kebrhasilan tatalaksana dan untuk mendiagnosis rekurensi, namun sayangnya, tumor

ini memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi walapun telah diberikan pengobatan

yang agresif.1

Semua jenis keganasan germ cell kecuali Dysgerminoma stadium Ia dan

immature teratoma memerlukan multi-agen kemoterapi setelah tindakan pembedahan.

Regime yang paling umum adalah bleomycin, etoposide, dan cisplatin (Platinol)

(BEP). Pada pasien yang memiliki tumor marker yang meningkat sebelum pengobatan,

maka marker ini dapat digunakan untuk menilai efektivitas terapi antara siklus

kemoterapi.1

Pada kanker sex cord-stromal cell, kemoterapi dan radiasi tidak memiliki

peranan yang berarti.1

Tabel 3.7 Clinical Endpoints pada Evaluasi Respon Kemoterapi2


Endpoint Definition
Complete response (CR) Disappearance of all measurable “target” lesions
Partial response (PR) A decrease of _30% in the sum of diameters of all target
lesions
Progressive disease (PD) An increase of _20% in the sum of diameters of target
lesions or the identification
of one or more new lesions
Stable disease (SD) Neither sufficient shrinkage to qualify for PR, nor sufficient
increase to qualify for PD

3. Radioterapi2

Radioterapi dapat diberikan:

- Dengan terapi sinar eksternal

- Brachyterapy

- Larutan radionuklida

Radioterapi memiliki peranan penting pada pengobatan berbagai keganasan

ginekologi, selain itu radioterapi dapat direkomendasikan sebagai pengobatan ajuvan

xlii
pasca operasi jika rekurensi regional tinggi. Untuk keganasan uterus, terapi sinar

eksternal atau brachyterapy dapat direkomendasikan untuk perawatan pasca

histerektomi ajuvan atau kadang-kadang dapat digunakan sebagai modalitas utama

untuk tumor yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Untuk kanker ovarium epitelial

indikasi radioterapi hanya sedikit. Radioterapi sering digunakan untuk menghilangkan

gejala yang disebabkan oleh metastasis kanker ginekologi apa pun, oleh karena itu rasa

sakit, perdarahan, obstruksi bronkial, dan gejala sisa neurologis seringkali dapat

diredakan secara efektif.2

3.9 Komplikasi dan Prognosis Tumor Ovarium

Apabila ditemukannya asites berulang maka dapat dilakukan parasentesis.

Five-year survival rate secara keseluruhan adalah 20% untuk pasien dengan kanker

ovarium epitelial (80%-95% untuk stadium I, 40%-70% stadium II, 30% stadium III

dan <10% pada stadium IV).1

Five-year survival rate secara keseluruhan pada tumor germ cell adalah 85%

untuk disgerminoma, 70%-80% immature teratoma dan 60%-70% untuk tumor sinus

endodermal.1

Five-year survival rate secara keseluruhan pada karsinoma sex cord-stromal

cell 70%-90%. Namun, tumor sel granulosa tumbuh lambat, dan rekurensi yang

terlambat dapat dideteksi 15 hingga 20 tahun setelah pengangkatan lesi primer.1

xliii
Tabel 3.8 Five-year Survival Rate berdasarkan Stadium dan Jenis Tumor5

BAB IV

DISKUSI

xliv
Pada kasus yang telah dipaparkan diatas seorang pasien usia 31 tahun dengan diagnosis
awal Neoplasm Kistik ovarium susp. Malignancy, kemudian dilakukan laparotomy dan optimal
debulking. Terdapat beberapa hal yang perlu dibahas dalam kasus ini :

1. Apakah prosedur penegakan diagnosis sudah tepat?


2. Apakah pemilihan tindakan optimal debulking pada pasien ini sudah sesuai?
3. Apakah hasil patologi anatomi ini diperlukan peninjauan ulang?
4. Apakah rencana selanjutnya untuk pasien ini? Dan bagaimana prognosisnya?

Pada kasus ini didiagnosis dengan NOK suspek Malignancy berdasarkan anamnesis
yaitu perut yang dirasakan membesar sejak 9 bulan yang lalu yang dirasa terlalu cepat untuk
pertumbuhan sebuah tumor sehingga menjadi sebesar bola volley. Selain itu juga ada keluhan
syndrome praneoplastik seperti berat badan turun drastis sebanyak 2kg selama 2 bulan. Selain
itu pada pemeriksaan fisik didapatkan massa yang terfiksir dengan permukaan tidak rata serta
terfiksir atau tidak dapat digerakkan, pada pemeriksaan USG didapatkan adanya ukuran >
15,83x10,17cm septum (+) >4mm, papil (+) > 4, asites (+), vaskularisasi (+), dari IOTA rule
mengenai diagnosis ca ovarium didapatken kesan malignancy, selain itu pada pemeriksaan
Marker Ca 125 yang tinggi pada pasien yaitu 254,6, sehingga didapatkan RMI 763,8. Jadi dari
pemaparan diatas dpat disimpulkan bahwa proses penegakan diagnosis pada pasien ini sudah
tepat.

Apabila dilihat dari sudut pandang onkologi, berdasarkan diagnosis dan temuan saat
operasi yang diduga pasien ini menderita ca ovarium stadium lanjut, maka penatalaksanaan
optimal debulking dirasakan tepat untuk kasus ini. Namun apakah masih diperlukan tindakan
konservatif mengingat fungsi reproduksi pada pasien ini? Idealnya dapat dilakukan frozen
section untuk setiap kasus yang diduga keganasan dan masih diharapkan fungsi reproduksinya,
sehingga pemilihan tindakan saat itu tepat laksana. Selain itu, khususnya pada pasien yang
diduga keganasan dan akan dilakukan tindakan laparotomi baik untuk diagnostic ataupun
terapeutik, terhadap pasien tersebut sudah dilakukan inform consent menegenai kemingkinan
untuk dilakukan optimal debulking bila temuan intra operatifnya adalah ca ovarium stadium
lanjut. Pada pasien ini dinilai ca ovariumnya sudah berada pada stadium IIc, sehingga tujuan
dilakukannya debulking adalah untuk tidak menyisakan tumor yang terlihat atau nodul tumor
yang tidak lebih dari 1 cm. Apabila tercapai, maka pasien dikatakan telah dilakukan debulking
optimal, apabila debulking optimal tidak tercapai, maka kemungkinan terjadinya rekurensi atau
persisten yang lebih besar. Namun untuk kasus tumor ovarium yang diduga jinak, pembedahan
biasanya terbatas pada salpingooforektomi unilateral jika kesuburan masih diinginkan, namun
tindakan pengangkatan yang komplit harus tetap dilakukan apabila tidak diharapkan lagi fungsi

xlv
reproduksi. Pada beberapa penelitian terapi bedah dalam mempertahankan fungsi reproduksi
dapat meningkatkan resiko relaps, untuk itu perlu follow up jangka panjang yang konsisten.

Dirasa perlu untuk dilakukan peninjauan ulang terhadap hasil patologi anatomi pada
pasien ini.

Prognosis pasien dengan ca ovarium pada stadium lanjut umumnya buruk, Apabila
ditemukannya asites berulang maka dapat dilakukan parasentesis. Five-year survival rate
secara keseluruhan adalah 20% untuk pasien dengan kanker ovarium epitelial (80%-95% untuk
stadium I, 40%-70% stadium II, 30% stadium III dan <10% pada stadium IV). Pada pasien ini
dengan pemeriksaan klinis yang menunjukan kearah keganasan, sementara hasil Patologi
anatomi menunjukan hal sebaliknya, maka tetap diperlukan pemantauan ketat serta followup
terus menerus seumur hidup untuk pasien ini, selain untuk mencegah dan mengetahui secara
dini adanya rekurensi, pasien juga akan membutuhkan terapi hormonal untuk menggantikan
fungsi ovarium yang telah diangkat.

xlvi
DAFTAR PUSTAKA

1. Callahan TL, Caughey AB. Blueprints Obstetrics & Gynecology ed 7th: Philadelphia.
Wolters Kluwer, 2018; hal. 1024-44
2. Hoffman BL, Schorge JO, Schaffer JI, Harvoson LM, Bradshaw KD, Cunningham FG,
Williams Gynecology. Texas: Mc Graw Hill, 2012; hal. 692-700, 853-855,879, 1137.
3. Helpman L, Yaniv A, Beiner ME, Ronen SA, Perri T, Baruch GB, et al. Fertility
preservation in woman with borderline ovarian tumors – how does it impact disease
outcome?. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavia. 2017; 96:1300-6.
4. Sajapal S, Aboellail MAM, Tanaka T, Nitta E, Kanenishi K, Hata T. Picture of the
Month: Three-dimensional power Doppler with silhouette mode for diagnosis of
malignant tumors. Ultrasound Obstet Gynecol. 2016; 48:806-8
5. Doubeni CA, Doubeni ARB, Myers AE. Diagnosis and Management of Ovarian
Cancer. Perelman School of Medicine, University of Pennsylvania. American
Academy of Family Physicians 2016. vol 93(11): 937-44
6. Burges A, Schmalfteldt B. Ovarian Cancer: Diagnosis and Treatment. Dtsch Arztebl
Int 2011; 108(38): 635-41

xlvii

Anda mungkin juga menyukai